BAB III
Panca Sila merupakan dasar negara Indonesia yang dicetuskan oleh Soekarno
dalam pidatonya pada Sidang BPUPKI 1 Juni 1945. Soekarno berpidato mengenai
menyampaikan gagasannya tentang rumusan dasar negara, dengan lima sila, yang
1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme, - atau Peri-Kemanusiaan.
3. Mufakat, - atau Demokrasi.
4. Kesejaahteraan Sosial.
5. Ketuhananan Yang Berkebudayaan
Lima dasar ini yang kelak menjadi Dasar Negara Republik Indonesia2.
isi. Rumusan Panca Sila Soekarno 1 Juni 1945 tersebut kemudian digubah dalam
Hasil Piagam Jakarta tersebut ditolak beberapa pihak terutama dari kalangan
sidang PPKI, 18 Agustus 1945. Panca Sila secara resmi disahkan sebagai Dasar
Asmara Hadi memiliki peranan dan jasa yang sangat kuat dalam perumusan
dasar negara tersebut. Terutama ketika belum digubah demi persatuan dan
walaupun Orde Baru sempat menghilangkan julukan tersebut karena politik “De-
Sukarnoisasi”-nya. Asmara Hadi menjadi teman diskusi yang amat penting bagi
4
Ibid., hlm. 170.
65
pohon sukun dan beberapa tempat lainnya selama masa pengasingan Soekarno di
Penelitian ini menemukan sebuah narasi baru mengenai Panca Sila yang belum
banyak diketahui publik, namun juga pantas mendapat kritik terhadapnya. Narasi
baru tersebut ialah Asmara Hadi dianggap sebagai orang yang disebut Soekarno
dalam pidato Panca Sila 1 Juni 1945, yakni “atas petunjuk teman kita ahli bahasa,
dalam penulisan sejarah, sumber lisan adalah salah satu sumber yang dapat
diterima, untuk menuliskan sebuah narasi baru yang selama ini belum tertulis, atau
Pengolahan data, termasuk sumber lisan dalam penulisan sejarah disebut kritik
narasumber. Mengenai penamaan Panca Sila oleh Asmara Hadi ini, penulis
5
Wawancara dan berdasarkan catatan pribadi Tito Zeni Asmara Hadi.
6
Soekarno, “Lahirnya Pidato Pertama Panca Sila…”
7
Suhartono, W. Pranoto, Teori & Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2010), hlm. 35-37.
8
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013), hlm.
78.
66
Klaim pemberi nama “Panca Sila” ini, terutama berdasarkan pengakuan putra
Asmara Hadi, Tito Zeni A.H10. Sebagai mantan aktivis Gerakan Pelajar Indonesia
atau GERPINDO (organisasi sayap Partindo) periode 1960-an, Tito Zeni tahu
betul luar dalam soal Asmara Hadi. Selain karena ayahnya, Tito juga tahu sepak
terjang Asmara Hadi dalam hal politik, karena Asmara Hadi adalah Ketua Umum
Tidak banyak yang tahu mengenai informasi yang sangat penting ini. Menurut
Tito, pengakuan ini bukan sembarangan. Ketika ia dulu masih terlibat aktif di
akademik yang sifatnya positivistik, namun jika mencari berbagai kajian mengenai
Panca Sila, tidak ada arsip yang menuliskan mengenai pemberi nama Panca Sila
tersebut. Secara resmi, Soekarno masih dianggap sebagai penggali dan pemberi
nama Panca Sila, dan hal tersebut berdasarkan pidato 1 Juni 1945.
mengenai identitas temannya ahli bahasa yang memberi nama Panca Sila. Hal
tersebut menjadi misterius hingga kini. Menurut Tito, Soekarno dan Asmara Hadi
menutup rapat mulut mereka mengenai hal itu, hingga Tito dalam pengakuannya,
Mengenai pemberian nama Panca Sila tersebut, Sejarawan Orde Baru pun,
menganggap bahwa Soekarno yang memberikan nama “Panca Sila”, dan tidak
12
Wawancara dengan Tito Zeni Asmara Hadi, putra kandung Asmara Hadi,
Bandung, 25 April 2017.
13
Wawancara dan berdasarkan catatan pribadi Tito Zeni Asmara Hadi.
68
berani berpendapat lebih jauh mengenai ahli bahasa yang disebutkan Soekarno14.
Salah seorang ahli hukum Indonesia di masa Orde Baru, Prof. Dardji
diberinama “Panca Sila”. Hal itu merujuk perkataan Soekarno bahwa nama
“Panca Sila” berasal dari seorang ahli bahasa kawan Soekarno, namun tidak
bahwa Asmara Hadi dianggap sebagai ahli bahasa yang dimaksud oleh Soekarno
seluruh sila dalam dasar negara Indonesia, Panca Sila. Buku tersebut ditulis di
14
Nugroho Notosusanto, Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1982), hlm. 27.
revolusioner bangsa Indonesia. Menurut Asmara Hadi, selain dasar negara, Panca
Sila juga merupakan induk/ dasar/ pondasi negara. Kelima sila dalam Panca Sila
Ibarat sebuah rumah atau gedung, Panca Sila secara keseluruhan adalah
dasar/pondasi, sedangkan kelima sila tersebut ialah tiangnya 17. Berbeda dengan
ini yang menganggap Pancasila sebagai salah satu dari empat pilar kebangsaan,
mejabarkan dengan rinci seluruh sila dalam Panca Sila. Ia bahkan telah menjadi
penafsir Panca Sila pertama, sebelum penafsir Panca Sila era berikutnya yakni
Notonegoro. Asmara Hadi menafsirkan Panca Sila memalui dua karyanya yang
kini jarang diketahui banyak orang, buku Tiang Negara jang Lima dan Pantja Sila
menafsirkannya dengan dua sisi: cinta kepada-Nya dan cinta kepada rakyat
sebagai pancaran dari kasih sayang Tuhan. Ia merupakan orang yang religius, juga
romantis, mengedepankan cinta dan kasih sayang. Banyak sajak-sajak yang ia buat
sebagai pemujaan atau pujian terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ia selalu dapat
17
Ibid., hlm. 2.
70
Sebagai seorang nasionalis dan marxis tulen, Asmara Hadi juga merupakan
muka publik. Ia tak mau dipandang sebagai tokoh ataupun aktivis muslim. Asmara
dengan haluan Nasionalisme dan marxisme dengan tetap berjiwa dan bernafaskan
Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama Panca Sila, merupakan hal
yang paling utama bagi Indonesia. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang
agama dan aliran kepercayaannya. Hal tersebut patut disyukuri dan harus dirawat
beragama dan aliran kepercayaan harus mendapat tempat dan kebebesan agar
Ketuhanan (Ketuhanan Yang Maha Esa) yang dirumuskan oleh Soekarno pada
1 Juni 1945 sering menjadi perdebatan dan “serangan politik” hingga saat ini.
banyak dimaknai secara politis. Padahal jika kita berpikir dengan jernih, baik
menjadi sila pertama maupun sila terakhir, Ketuhanan tetaplah menjadi hal utama
“pantat”, seperti dalam salah satu pidato salah satu pimpinan Organisasi
18
Wawancara dengan Tito Zeni Asmara Hadi, putra kandung Asmara Hadi,
Bandung, 25 April 2017.
71
terakhir, sebagai pondasi atau sila pamungkas dari seluruh sila sebelumnya. Ibarat
pohon, sila pertama hingga ke empat ialah buah/bunga, daun, ranting/cabang, dan
batang. Sementara Ketuhanan adalah akarnya. Maka itu, dapat kita tangkap
Yang Maha Esa”, lalu pengubahan tempat dari sila terakhir menjadi sila pertama,
tidak ada salahnya dan tidak mengubah makna. Tinggal diganti saja analoginya.
Sila pertama merupakan sila pamungkas yang paling utama, dari sila pertama
Menurut Asmara Hadi, sila Ketuhanan Yang Maha Esa harus membuat kita
sadar, agar tidak terjebak pada kesalehan individual semata. Penyembahan atau
ritual bertuhan yang menggebu-gebu, namun melupakan esensi dari bertuhan dan
19
Berita Satu (Stasiun Televisi), dalam program “Berita Nusantara”, “Heboh
Pidato Habib Rizieq Lecehkan Pancasila dan Menghina Bung Karno”,
https://www.youtube.com/watch?v=h75POY5xVUo, ditonton pada 20 Agustus
2017 pukul 21.34 WIB.
20
Menggebu-gebu.
72
Asmara Hadi tidak sempit. Tidak menjadikan Tuhan sebagai tameng pembenaran
untuk menindas kelompok agama atau aliran kepercayaan lain, bukan juga untuk
Perpaduan sebagai seorang muslim taat dengan nasionalis dan marxis tulen,
membuat pemikiran dan keteguhan prinsip Asmara Hadi semakin kukuh dalam
Ketuhanan Yang Maha Esa harus seperti yang Soekarno katakan dalam pidato 1
keberagaman umat, dan tidak meninggalkan budaya bangsa Indonesia yang utama
Bagi Asmara Hadi, Tuhan juga bersifat adil. Maka dalam kehidupan
masyarakat, harus ada keadilan. Tuhan maha pengasih dan penyayang, maka
21
Asmara Hadi, op.cit., hlm. 3.
73
Orang yang menyebut nama Tuhan, namun tidak berjuang supaya dunia ini
tempat yang damai dan bebas dari haus dan lapar, dari kemiskinan, kekurangan,
Asmara Hadi dalam tulisannya mengenai Ketuhanan Yang Maha Esa tersebut
ideologi mereka23. Asmara Hadi menilai, hal tersebut terjadi karena agama
(konteksnya saat itu ialah Kristiani) dijadikan alat untuk memperkaya diri dan
Hal tersebut membuat rakyat Rusia (dan akhirnya diikuti oleh negara-negara
yang berhaluan komunis lainnya di Eropa) berontak dan antipati terhadap agama.
Maka itu, bangsa Indonesia harus belajar dari pengalaman tersebut agar tidak
menjadikan Tuhan dan agama sebagai alat meraup keuntungan dan kekuasaan diri
22
Ibid., hlm. 4.
23
Hal tersebut membuat stigma dalam kebanyakan masyarakat Indonesia hingga
kini, bahwa komunis itu Atheis, bahwa Komunisme sama dengan Atheisme.
Padahal jelas berbeda konteks. Komunisme bukan paham suatu aliran
kepercayaan atau agama dan tidak sangkut-pautnya dengan Atheisme. Bahkan
kaum komunis Indonesia adalah umat beragama dan banyak pimpinan komunis
Indonesia yang religius seperti Haji Misbach, Tan Malaka, dan lain-lain.
24
Asmara Hadi, op.cit., hlm. 5.
74
dan kelompok sendiri25. Asmara Hadi mengajak dan berseru kepada bangsa
Indonesia untuk menjadi umat beragama dan hamba Tuhan yang revolusioner, dan
membuktikan pada dunia bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila utama
Namun, ia menyebut, bukan berarti orang tidak beragama tidak memiliki peri-
kemanusiaan. Asmara Hadi memisalkan, jika ada seorang manusia atheis pun,
namun sehat pikiran dan nuraninya, orang tersebut juga pasti mencintai
kisah kebaikan dan kemanusiaan yang diajarkan oleh para tokoh agama dan juga
Muhammad, dan Budhha Gautama, juga menjelaskan beberapa isi dari berbagai
Hal tersebut sebagai analogi agar mudah diterima seluruh elemen bangsa
25
Ibid., hlm. 6.
26
Ibid., hlm. 7.
75
“romantis tak berisi”. Lagi-lagi, ideologi, pemikiran, nurani dan prinsip Asmara
Hadi sebagai seorang nasionalis, demokrat, marxis, dan muslim tulen, membuat
pemikirannya selalu tidak jauh dari satu hal: rakyat. Ia tidak sekadar retorika
termasuk keagamaan dan ketuhanan, tidak semata sekadar kasih sayang, tapi juga
Sebagai nasionalis, Asmara Hadi menjadikan rakyat sebagai intisari atau hal
Indonesia, agar rakyat Indonesia sejahtera dan makmur serta bebas dari
untuk mencium bendera merah-putih ataupun melakukan ritual dan upacara dan
Asmara Hadi menjadikan rakyat sebagai inti utama dari kecintaan dan kebanggaan
dilakukan oleh bangsa asing, namun juga dapat dilakukan oleh sesama bangsa
Indonesia sendiri.
76
bangsa) akan lebih sulit, karena melawan bangsa sendiri”. Soekarno pun pernah
menjelaskan hal tersebut dalam bukunya, Dibawah Bendera Revolusi (Jilid 1),
(penindasan yang dilakukan sesama bangsa sendiri, di masa kolonial hingga masa
Indonesia yang tertuang dalam sila kedua Panca Sila “Kemanusiaan yang Adil dan
Imperialisme27.
Bagi Asmara Hadi, peri-kemanusiaan di dunia hingga saat itu belum terwujud
karena terhambat oleh nafsu buruk dalam segelintir manusia. Nafsu buruk tersebut
stelsel Kapitalisme, warga setiap negara pecah menjadi dua golongan yang
27
Ibid., hlm. 8.
77
golongan borjuis28. Jelas, marxis sekali pola pikir Asmara Hadi tersebut.
selama dunia masih dikuasai oleh Kapitalisme dan Imperialisme. Agama dan
perintah Tuhan tidak dapat dijalankan dengan sempurna, selama ada Kapitalisme
Indonesia, itu sebab peri-kemanusiaan menjadi salah satu sila dalam Panca Sila.
Soekarno berhasil menggalinya secara mendalam dan tepat, sebagai salah satu
internasional. Soekarno sebagai guru ideologi dan politik Asmara Hadi pernah
Sila berikutnya ialah Kebangsaan. Soekarno sebagai guru ideologi dan politik
Asmara Hadi, tidak berfaham Kosmopolitisme. Baginya, kebangsaan itu ada dan
28
Ibid., hlm. 9.
29
Ibid., hlm. 11.
30
Ibid., hlm. 12.
78
Soekarno mengambil pesan dari Otto Bauer dan Ernest Renan dalam
kehendak untuk bersatu menjadi sebuah bangsa, serta kesamaan riwayat 31.
walaupun berbeda-beda agama, suku, dan rasnya, namun mengalami nasib dan
riwayat/sejarah yang sama dan saling berhubungan, dan dapat disatukan dalam
Menurut Asmara Hadi, kebangsaan ialah rasa solidaritas, rasa kesatuan yang
sadar dalam hati serombongan manusia, yang mendorong mereka buat hidup
bersama dalam satu negara. Baginya, ada tiga faktor yang menimbulkan rasa
solidaritas itu: sejarah yang sama, nasib yang sama, dan cita-cita yang sama.
Persamaan darah dan kesatuan asal keturunan tidak menjadi syarat utama33. Sebab
31
DPC GMNI Yogyakarta, “Nasionalisme Tanpa Tanah Air?”,
http://www.gmniyogyakarta.com/nasionalisme-tanpa-tanah-air/, Senthir Pers DPC
GMNI Yogyakarta, 24 Januari 2016.
32
Ibid.
33
Asmara Hadi, op.cit., hlm. 13.
79
Dalam buku Tiang Negara Jang Lima tersebut, Asmara Hadi menjabarkan
Jepang. Ia menyebut, antar elemen yang ada di Hindia-Belanda saat itu telah
terkoneksi dan memiliki riwayat sejarah serta nasib yang sama. Sehingga tidak ada
fase. Pertama, dapat dikatakan saat periode 1908 hingga 1927. Menurutnya,
paham kebangsaan Indonesia saat itu hampir perasaan semata. Pada fase
kebangsaan pertama tersebut ialah cinta tanah air belaka, kepada keindahan
Pada fase tersebut, kecintaan terhadap bumi pertiwi begitu tinggi, karena alam
Pada fase tersebut telah muncul banyak organisasi dan partai politik, telah timbul
dan negeri yang sama sehingga dapat membentuk satu entitas baru yakni sebagai
bangsa Indonesia.
Kedua, setelah datang para penganjur sosial, dari gerakan kiri, berkenalan
dengan Sosialisme dan Marxisme, maka paham kebangsaan tersebut menjadi lebih
berbobot dan memiliki isi (sosial dan ekonomi). Menurut Asmara Hadi, rasa cinta
terhadap tanah air dan bangsa Indonesia semakin bertambah dengan bertambahnya
34
Ibid., hlm. 15.
80
Kebangsaan Indonesia tidak lagi semu dan sekadar mencintai alam dan
negerinya atau persamaan sebagai satu bangsa semata. Terjadi perubahan pola
kiri dan pemahaman terhadap Sosialisme dan Marxisme. Keduanya yang memberi
isi terhadap nasionalisme Indonesia. Kebangsaan yang hanya berisi perasaan cinta
yang semu tidak akan membawa bangsa Indonesia pada tujuannya yakni adil dan
Imperialisme36.
menurut Asmara Hadi adalah kedaulatan rakyat atas bidang politik, ekonomi, dan
demokrasi yang digagas oleh para pendiri bangsa Indonesia terutama Soekarno,
35
Ibid., hlm. 17.
36
Ibid., hlm. 18.
37
Dalam buku Tiang Negara Jang Lima, Asmara Hadi menulis demokrasi sebagai
tiang terakhir, yang keempat dalam buku tersebut ialah keadilan sosial. Namun
agar sesuai dengan alur sila-sila dalam Panca Sila, maka dalam tulisan ini posisi
keduanya ditukar.
81
ialah demokrasi politik, demokrasi ekonomi, dan demokrasi sosial. Asmara Hadi
dalam tangan rakyat. Kekuasaan rakyat tersebut meliputi politik, ekonomi, dan
bidang politik, namun juga di bidang ekonomi dan sosial. Demokrasi yang
atas asas kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Bumi, air, dan
38
Asmara Hadi, op.cit., hlm. 26.
39
Ibid., hlm. 27.
40
Ibid., hlm. 28.
82
Asmara Hadi ialah hak yang sama dan kesempatan yang sama bagi seluruh rakyat
kesempatan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam hal pembagian jabatan negara.
Bukan dikuasai oleh bangsawan dan para kapitalis 41. Selain di bidang politik
Keadilan sosial juga bermakna tidak ada golongan tinggi dan rendah
derajatnya, tidak ada golongan tertindas dan penindas, serta pembagian rezeki
yang sedemikian adilnya. Tidak boleh ada warga negara yang kelaparan karena
pakaian, tidak ada manusia yang tidur di pinggir jalan karena tidak memiliki
tempat tinggal42.
Keadilan sosial juga dipandang sebagai kewajiban dan mendapatkan hak yang
sama sebagai warga negara. Kewajiban untuk bekerja sesuai kesanggupannya dan
mendapatkan hak dari jerih payahnya tersebut. Keadilan sosial berarti Sosialisme
yang sempurna43.
41
Ibid., hlm. 18.
42
Ibid., hlm. 19.
43
Ibid.
83
Mengenai Panca Sila, tidak hanya buku Tiang Negara Jang Lima itu saja yang
ditulis oleh Asmara Hadi. Pada 1950, ia menulis tentang Panca Sila lagi dan
Indonesia)44. Bukunya yang kedua mengenai Panca Sila tersebut ia tulis ketika
telah menjadi kader PNI, kemudian ketika memutuskan keluar dari PNI dan
mendirikan kembali Partindo pada 1958, buku tersebut menjadi salah satu bacaan
Dalam buku tersebut, tipikal penulisan mengenai Panca Sila dari buku
Perbedaannya, jika dalam buku Tiang Negara Jang Lima, Asmara Hadi
memulainya dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa, dalam buku Pantja Sila
tulisannya dari sila Keadilan Sosial. Penukaran tersebut didasarkan pada posisi
kedaulatanannya dari Belanda, dan saat Indonesia berada dalam zaman sebagai
Republik Indonesia Serikat. Berbeda dengan buku sebelumnya yang ditulis pada
44
Asmara Hadi, Pantja Sila (Doctrine Revolusi Nasional Rakjat Indonesia),
(Jakarta: Badan Penerbit Nasional, 1951).
84
buku yang kedua sebagai cara untuk menyebarkan Panca Sila berdasarkan
Asmara Hadi dalam kata pembuka buku Pantja Sila (Doctrine Revolusi
Nasional Rakjat Indonesia) mengatakan bahwa pada masa tersebut, karena belum
ada keterangan yang resmi dan diakui secara umum mengenai Panca Sila,
memberikan keterangan yang resmi dan dapat diakui secara umum tersebut
sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat saat itu, belum sempat membuatnya.
Menurut Asmara Hadi, San Min Chu I tidak akan menjadi San Min Chu I jika
yang memberikan penafsiran bukan Sun Yat Sen secara langsung, atau orang yang
benar-benar paham mengenai Sun Yat Sen. Das Kapital tidak akan menjadi Das
Kapital jika bukan Karl Marx dan Engels sendiri yang menjabarkannya atau dari
kaki tangan keduanya. Negara & Revolusi tidak akan menjadi Negara & Revolusi
jika bukan Lenin sendiri atau kaki tangannya yang menjadi penafsirnya 46. Begitu
Buku Pantja Sila (Doctrine Revolusi Nasional Rakjat Indonesia) ditulis oleh
mengherankan jika diklaim demikian. Sebab Asmara Hadi ialah orang terdekat,
sahabat diskusi sejak masa kolonial, murid yang digembleng dan dididik secara
Perbedaan berikutnya dalam kedua buku yang dtiulis Asmara Hadi tersebut,
buku Tiang Negara Jang Lima ia lebih menitikberatkan tulisannya pada ketuhanan
pentingnya Sosialisme dan marxisme sebagai intisari, analisis, serta tujuan dari
C. Sarinah
perempuan dan konsep perjuangan perempuan Indonesia yang sejati. Sarinah juga
dikenal sebagai pengasuh Soekarno di masa kecil. Sebagai dedikasi Soekarno atas
Indonesia, ibukota dipindah ke Yogyakarta sejak 1946. Sejak sekitar 1947 hingga
47
Wawancara dengan Tito Zeni Asmara Hadi, putra kandung Asmara Hadi,
Bandung, 25 April 2017.
48
Soekarno, Sarinah: Kewajiban Wanita dalam Perjuangan Republik Indonesia,
(Jakarta: Idayu Press, 1984. Terbitan pertama pada 1947), hlm. 5.
86
dilakukan. Pesertanya ialah seluruh perempuan lintas usia dan elemen masyarakat.
Cerita tersebut adalah cerita yang beredar dan dipercaya selama ini. Namun jika
ditelusuri lebih lanjut, terdapat cerita yang menarik dan lagi-lagi melibatkan
Asmara Hadi. Jarang orang yang mengetahui keterlibatan Asmara Hadi pada masa
itu dan betapa penting jasanya dalam pembuatan buku Sarinah tersebut. Jarang
orang yang mengetahui, bahwa sesungguhnya Asmara Hadi adalah orang yang
Hal tersebut terdapat dalam catatan pribadi A.M. Hanafi yang dibukukan yakni
wawancara langsung dengan Tito Zeni Asmara Hadi, putra kandung Asmara Hadi.
Menurut Tito, buku Sarinah adalah hasil permintaan Soekarno. Karena saat itu
Soekarno perlu merasa membuat buku untuk disebar demi perjuangan perempuan
tidak menuntut loyalti, juga tidak memaksa Soekarno untuk menuliskan namanya
49
A.M. Hanafi, A.M. Hanafi Menggugat: Kudeta Jenderal Suharto dari Gestapu
ke Supersemar, Pustaka Sinar Harapan: Jakarta, 1998.
50
Tito Zeni Asmara Hadi, “Riwayat Singkat Perjuangan Perintis Kemerdekaan
Alm. Bapak Asmara Hadi (HR) di Zaman Penjajahan Belanda, Jepang, dan
Setelah Kemerdekaan”, Catatan Pribadi, ditulis di Bandung, 14 Agustus 2016,
hlm. 6.
87
terkenal sebagai penulis buku Sarinah. Padahal penulis sebenarnya adalah Asmara
Hadi.
Hal tersebut membuktikan Asmara Hadi adalah murid yang sangat cerdas dan
pesan dan amanat Soekarno serta mampu mengembangkannya secara jauh tanpa
tersebut, Soekarno memberi hadiah kepada Asmara Hadi berupa satu set meja
makan51.
Hadi sering bercerita bahwa Sarinah bukanlah nama pengasuh masa kecil
Sarinah sendiri adalah kakak dari Sakinah, namun tidak mengasuh Soekarno kecil.
51
Ibid.
52
Ibid.
88
D. Serikat Buruh
Riwayat Asmara Hadi memang tidak pernah menjadi buruh. Kalau pun
dikatakan sebagai buruh, maka ia adalah buruh ketik. Hampir seluruh hidupnya
negara, namun Asmara Hadi lebih senang jika disebut sebagai penulis, sastrawan,
Walaupun demikian, perhatian Asmara Hadi terhadap kaum buruh dan dunia
kaum buruh dan dunia perburuhan. Karena keduanya (bersama kaum tani,
nelayan, dan kaum melarat lainnya) adalah elemen terpenting dalam marhaenisme,
ideologi dan asas yang dianut oleh Asmara Hadi. Sejak masih berusia belia
53
Wawancara dengan Tito Zeni Asmara Hadi, putra kandung Asmara Hadi,
Bandung, 25 April 2017.
89
Pada 1952, Asmara Hadi menulis buku tentang buruh dan dunia perburuhan,
yakni buku Sarikat Buruh (Membangunnja dan Tugasnja)54. Buku tersebut setebal
hampir 170 halaman, dengan rincian yang amat lengkap mengenai dunia
Suurhoff55. Buku tersebut menjelaskan mengenai arti dan susunan serikat buruh
pekerjaan gerakan buruh dan cara melakukannya, hingga gerakan buruh dalam
masyarakat.
Mengenai arti dan susunan serikat buruh terdiri dari sejarah perkembangannya,
tugas yang semakin luas, statut dan reglemen, badan hukum, pembagian
membahas terdiri dari otonomi serikat buruh, tugas sentral organisasi, tunjangan
Djambatan, 1952).
internasional.
Mengenai pekerjaan gerakan buruh terdiri dari alat kekuasaan pada buruh, upah
menyudahi pemogokan, aturan dan ketertiban dalam upah dan syarat perburuhan,
Serta mengenai gerakan buruh dalam masyarakat, terdiri dari situasi dalam
gerakan buruh dan politik, gerakan buruh dan partai politik, gerakan buruh harus
Buku tersebut akan panjang sekali jika dibahas dalam tulisan ini. Asmara Hadi
Belanda sudah ada perkumpulan buruh, malah belanda pernah gemetar oleh
fungsi perkumpulan buruh tersebut di masa itu bukanlah yang utama. Gerakan
Perjuangan buruh juga belum menjadi yang utama, sebab perjuangan utama
saat itu ialah perjuangan nasional, merebut kemerdekaan nasional terlebih dahulu.
Bagi Asmara Hadi, jika di masa kolonial perkumpulan buruh hanya menjadi
56
Asmara Hadi, op.cit., hlm. ix.
91
tentara pembantu partai politik, maka di alam kemerdekaan Indonesia ini kaum
buruh harus mulai berperan sendiri yang dilakukan di bawah bendera mereka
Hadi benar-benar kuat dan teguh memegang prinsip. Hal tersebut sebab ia
digembleng dan dididik langsung oleh Soekarno sejak masa kolonial. Ia menjadi
salah satu murid Soekarno yang terdekat dan terpercaya. Asmara Hadi juga
Soekarno sendiri58. Soekarno banyak dipengaruhi oleh para pemikir dan ideolog
dunia seperti Marx, Lenin, Mao, Toelstra, Renan, Kaustky, Sun Yat Sen, Kemal
Attaturk, dan lain-lain. Begitu juga Asmara Hadi. Ia banyak menyerap bacaan-
bacaan dari Soekarno dan menambah banyak referensi, terutama di bidang sastra.
Namun di bidang politik dan ideologi, ia sangat memegang teguh prinsip yang
pemikiran para tokoh dunia, namun ia menjadikan Marxisme sebagai dasar dari
perjuangannya. Marxisme pula yang dipegang teguh oleh Asmara Hadi sebagai
Soekarno sejak masa muda hingga wafat pada 1970. Ia adalah orang yang tahu
betul luar dalam alur dan pola pikir, serta sikap politik, bahkan pribadi Soekarno.
Bukan semata karena menantunya, tapi sebagai murid yang benar-benar patuh dan
taat dalam belajar ilmu dengan gurunya tersebut. Sehingga, Asmara Hadi menjadi
Sebagai saksi, Asmara Hadi juga turut terlibat dalam proses perumusan seluruh
sendiri. Menurut Tito, ayahnya (Asmara Hadi) bersama salah satu guru Taman
Siswa saat itu (Ki Suwandi) sering berdiskusi bersama Soekarno mengenai
59
Wawancara dengan Ruskana Putra Marhaen, eks- Ketua Pemuda Partindo
Cabang Karawang periode 1960-an, murid Asmara Hadi, sekaligus sahabat/senior
Tito Zeni Asmara Hadi, 17 April 2017.
60
Wawancara dengan Tito Zeni Asmara Hadi, putra kandung Asmara Hadi,
Bandung, 25 April 2017.
93
Demokrasi”61.
Soekarno menjadi pimpinan PNI dan PNI dibubarkan pada 1931). Ketika masih
memimpin PNI, belum ada istilah marhaenisme dan belum ada rumusan mengenai
Menurut Tito, tidak benar jika ada orang PNI atau keturunan PNI, atau
simpatisan PNI kini yang sering bilang “Hari Kelahiran PNI (4 Juli 1927) berarti
disahkan di masa dan oleh Partindo, bukan PNI. Sehingga Partindo yang lebih
tepat disebut sebagai partainya marhaenis, atau perintis marhaenisme. Hal tersebut
juga diamini oleh Ruskana dan Barus63. Herbert Feith juga mengatakan demikian,
ketiganya pada 1961, Partindo (dan Asmara Hadi sebagai otaknya), meresmikan
Menurut Asmara Hadi, Marxisme adalah dasar pemikiran, ideologi, dan pisau
pemikiran tersebut telah Asmara Hadi dapatkan sejak menjadi aktivis Partindo. Di
perpecahan atau faksionalisme. Bahkan dua kali PNI mengalami perpecahan, pada
1958 dengan berdirinya kembali Partindo, lalu menjelang 1965 dengan terbagi ke
dua kubu.
Marhaen, eks- Ketua Pemuda Partindo Cabang Karawang periode 1960-an, murid
Asmara Hadi, sekaligus sahabat/senior Tito Zeni Asmara Hadi, 17 April 2017.
95
oportunisme dan pragmatisme politik karena kemenangan PNI pada Pemilu 1955
membuatnya “lupa diri”, kecondongan PNI pada borjuasi serta kapitalis nasional,
terbagi menjadi dua kubu atau dualisme kepemimpinan, yakni Ali-Surachman dan
setelah peristiwa G30 S 1965, karena pemerintah Orde Baru saat itu hanya
66
Ali Sastroamidjojo dan Ir. Surachman.
67
Osa Maliki dan Usep Ranuwidjaja.
68
J.E. Rocamora (diterjemahkan oleh Daniel Dakhidae), Nasionalisme Mencari
Ideologi (Bangkit dan Runtuhnya PNI 1946-1965), (Jakarta: Grafiti, 1991).
69
J.E. Rocamora, “The Partai Nasional Indonesia 1963-1965”, dalam jurnal
Indonesia, No. 10 (Oct., 1970), hlm. 143-181.
96
Isnaeni sebagai Ketua III/Ketua Departemen Penerangan & Propaganda DPP PNI
saat itu, menjelaskan panjang lebar mengenai historis perpecahan PNI masa
untuk membuat PNI menjadi tandem bagi PKI. Mereka kukuh pada pendirian
bahwa Marhaenisme bukanlah Marxisme, hal tersebut adalah inflitrasi PKI yang
komunis untuk melegitimasi pergerakan mereka70. Dalam buku tersebut, PNI Osa-
Usep kukuh pada pendiriannya untuk melawan PKI dan menganggap PKI sebagai
Asmara Hadi menjadi salah satu tokoh PNI yang menentang itu semua sejak
menulis kritik yang tajam dan menekan para pimpinan partai agar terus sesuai
melancarkan otokiritik terhadap PNI dan mendesak para pimpinan partai untuk
bahwa kemenangan partai dalam Pemilu bukanlah tujuan utama melainkan awal
mengingatkan bahwa PNI harus mawas diri dan belajar dari PKI, serta PNI harus
Kolonialisme, dan Imperialisme74. Bagi Asmara Hadi, pecahnya internal PNI dan
yang terkuat dari perpecahan internal PNI pada 1956-1958. Menguatnya unsur
tersebut. Bahkan saat itu, Asmara Hadi berseteru dengan Sayuti Melik, sebagai
Namun saat itu, posisi strategis atau kedudukan Sayuti Melik lebih kuat
April 1956, hlm. 11; “Pelihara Api Murni Marhaenisme”, op.cit., 1 Mei 1965,
hlm. 6.
73
J.E. Rocamora, op.cit., hlm. 259.
74
Asmara Hadi, “Itu Kerdja Sama Antara PKI dan PNI”, Warta Bandung,
Bandung, 13 Agustus 1957, hlm. 10.
98
Partindo75.
Setelah melewati masa cukup panjang selama dua-tiga tahun perdebatan dan
perpecahan di internal PNI, akhirnya pada 5 Agustus 1958, Partindo secara resmi
didirikan kembali oleh Asmara Hadi dan beberapa kawan seperjuangannya yakni
perjuangan marhaenis sejak masa kolonial (1930-an) hingga masa “liberal” (1950-
an). Dalam garis besar haluan Partindo disebutkan bahwa meningkatnya unsur
Menurut Asmara Hadi, ide pendirian kembali Partindo bukan satu-dua malam.
Bukan juga sekadar perasaan sakit hati sebagaimana yang dituduhkan. Bahkan
jauh sebelum PNI memenangkan Pemilu 1955, ide pendirian kembali Partindo
telah bergema. Hanya memang saat itu sulit sekali menyatukan berbagai elemen,
dan PNI terlanjur berdiri dan besar duluan dengan berbagai kepentingan di
Ide tersebut telah ada sejak 1950, setelah penyerahan kedaulatan Indonesia
78
Rocamora, op.cit., hlm. 277.
79
Asmara Hadi, “Rantjangan Garis Ideologi Partai ‘PARTINDO’: Marhaenisme
Adjaran Bung Karno”, Pidato Ketua Umum pada Kongres III PARTINDO:
Jakarta, 26-31 Desember 1961, hlm. 7.
100
Bahkan sebelum Agustus 1950, sudah ada pembicaraan panjang dengan banyak
berotak Marxisme, dan berjantung religi, dus, suatu partai yang berasaskan
Marhaenisme ajaran Soekarno, untuk menjadi suatu tenaga yang sanggup menjaga
agar bangsa Indonesia bisa tetap berada di garis revolusi, dan tidak menyeleweng
Sekitar delapan tahun bersabar di dalam PNI dan berjuang untuk bisa
80
Ibid.
81
Asmara Hadi (H.R), op.cit., hlm. 8.
101
pada 5 Agustus 1958, menjelang 6 Agustus 1958 82. Berdirinya kembali Partindo
bagi diibaratkan seperti hijrahnya umat Islam ke Madinah, demi tujuan suci yakni
Rocamora, bagi Asmara Hadi dan mereka yang tergabung dalam gerakan
82
Ibid.
83
Ibid.
102
perdebatan dengan PNI. Soekarno pun angkat bicara dan menegaskan bahwa
Marhaenisme dari segi historis. Marhaenisme sebagai ideologi politik lahir dalam
lahir di masa tersebut dan sangat tepat dengan kondisi Indonesia saat itu dan di
Pada 1959-1964, Asmara Hadi menulis beberapa buku yang menjadi buku
pedoman wajib para marhaenis terutama para anggota, kader, dan simpatisan
84
Wawancara dengan Asmara Hadi, Bandung, 24 Maret 1969, dalam Rocamora,
op.cit., hlm. 281.
85
Ibid.
86
Asmara Hadi (H.R.), Aneka Marhaenisme-Marxisme, (Jakarta: PB Partindo,
1959), hlm. 5.
dan lain-lain. Semua buku tersebut diterbitkan oleh Pengurus Besar (PB) Partindo.
Partindo 1933 di Yogyakarta. Saat itu, sebagai partai baru yang merupakan
pelanjut dari PNI yang dibubarkan, para pimpinan Partindo termasuk Asmara
Hadi menginginkan aturan dan dasar yang jelas bagi Partindo dalam
perjuangannya. Soekarno yang saat itu baru saja keluar dari penjara di Bandung,
bergabung dengan Partindo. Hasil dari Konferensi Partindo 1933 tersebut selain
meresmikan marhaenisme sebagai dasar, ideologi, dan prinsip secara formil, juga
88
Asmara Hadi (H.R.), Aneka Marhaenisme-Marxisme, (Jakarta: PB Partindo,
1959).
89
Asmara Hadi (H.R.), Sembilan Tesis Marhaenisme dan Pendjelasan Singkatnja,
(Jakarta: PB Partindo, 1959).
PB Partindo, 1961).
91
Asmara Hadi (H.R.), Di Bawah Bendera Marhaenisme, (Jakarta: PB Partindo,
1963).
Partindo, 1964).
104
Bagi Asmara Hadi, “Marhaenisme ajaran Bung Karno adalah Marxisme yang
pada tanah air dan bangsa Indonesia. untuk memahamkan Marhaenisme dengan
seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya, saya ulangi apa yang pernah Bung Karno
luasnya!’”93.
tersebut bagiakan sambaran geledek. Bahkan kata Soekarno: “Kalau tidak cocok
Marhaenisme!”94.
phobi. Kebanyakan dari mereka ada di PNI, sayap partai, pendukung dan
simpatisannya.
93
Asmara Hadi (H.R.), Sembilan Tesis Marhaenisme dan Pendjelasan Singkatnja,
(Jakarta: PB Partindo, 1959), hlm. 1.
94
Asmara Hadi (H.R.), Di Bawah Bendera Marhaenisme, (Jakarta: PB Partindo,
1963), hlm. 26.
105
internal PNI dan banyak pihak yang dianggap sebagai “marhaenis gadungan”
hinggap di dalam PNI. Hal tersebut membuat Soekarno sering marah dengan PNI,
dan membuat Asmara Hadi dan kawan-kawan keluar dan mendirikan kembali
tersebut95.
politik dan sejarah, juga sebagai ilmu masyarakat / sosiologi. Bagi Soekarno juga,
sebagaimana ilmu-ilmu lainnya. Tidak sama sekali berlawanan dengan Tuhan dan
Iman96.
Asmara Hadi sebagai Ketua Umum Partindo, sekaligus sebagai murid serta
marhaenis, bahwa marhaenisme ajaran Bung Karno itu adalah Marxisme yang
95
Baca di sub-bab “Faksionalisme PNI & Berdirinya Kembali Partindo”.
96
Asmara Hadi (H.R.), Kibarkan Tinggi Panji Marhaenisme, (Jakarta: PB
Partindo, 1964), hlm. 17.
97
Ibid., hlm. 1.
106
bersih nuraninya dan waras ideologinya, tetap menginginkan satu barisan kaum
kesatuan dan persatuan tersebut hanya dapat dilakukan dan ditegakkan di atas
organisasi, dan program. Syarat mutlak untuk sampai pada kesatuan tersebut ialah
Hal ini menarik, sebab kelak ketika menjadi Ketua Umum PNI pada awal
sama dengan Partindo: “Marhaenisme Ajaran Bung Karno adalah Marxisme yang
level atau dua tahap lebih tinggi dari PNI. Karena pada 1963, Partindo telah
Perjuangan Ali bersama Ir. Surachman saat itu yang terkenal sebagai duo
Wawancara dengan Tito Zeni Asmara Hadi, putra kandung Asmara Hadi,
100
dualisme kepemimpinan. PNI “ASU” dilawan oleh kaum konservatif dan feodal
berhaluan borjuasi di PNI dan dipimpin oleh Osa Maliki dan Usep Ranuwidjaja,
terkenal dengan nama PNI “Osa-Usep”. Setelah pecahnya G30S 1965, PNI Ali-
Surachman dibubarkan Orde Baru, sedangkan dan PNI Osa-Usep selamat karena
ikut dalam barisan Orde Baru. Bahkan PNI Osa-Usep mencabut gelar “Bapak
dalam lautan “Sembilan Tesis Marhaenisme” terlebih dahulu, karena itulah dasar-
dan Afrika101.
101
Asmara Hadi (H.R.), Sembilan Tesis Marhaenisme dan Pendjelasan
Singkatnja, (Jakarta: PB Partindo, 1959), hlm. 4.
108
poros dunia saat itu. Bagi Asmara Hadi, maka tidak heran jika bangsa Indonesia
ini masih terjajah atau baru merdeka dan masih butuh semangat perjuangan untuk
Hadi, Marhaenisme juga bisa diterapkan tidak hanya di Indonesia. Karena esensi
budaya, dan sejarah) wilayahnya. Sehingga relevan dimana pun dan kapan pun102.
untuk menyatakan bahwa Nasionalisme kaum marhaen itu politis dan ekonomi,
berbeda dengan Nasionalisme kaum feodal dan borjuis103. Penelitian kaum marxis
menujukkan dua kelas, penindas (borjuis) dan tertindas (proletar). Berlaku hukum
102
Ibid.
103
Ibid., hlm. 6.
109
merebut kemerdekaan nasional untuk mendirikan negara sendiri dan lepas dari
membuat Indonesia ketika masa kolonial, mendapat cengkeraman luar biasa dari
Indonesia menjadi negara sendiri dan lepas dari Belanda/Jepang. Semuanya sama-
Dalam Nasionalisme feodal, klas feodal ingin Indonesia bebas dari penjajahan
berkuasa. “Merekalah yang menjadi pohon beringin yang memberi keteduhan dan
104
Ibid.
110
perdagangan dan industri mereka, ingin kaya raya dan menguasai perekonomian
negeri106.
namun dengan tujuan supaya di alam Indonesia merdeka itu mereka (kaum
marhaen) lepas dari kesengsaraan dan segala macam penderitaan serta pemerasan
dari kaum feodal dan borjuis. Karena, bagi Asmara Hadi, sisa Feodalisme dan
modern itu. Maka kaum marhaen di alam Indonesia merdeka ini, harus menolak
nasionalisme bersama. Pola pikir bangsa Indonesia harus disatukan, agar tidak ada
lagi yang memiliki pengertian Nasionalisme sempit untuk keuntungan diri dan
105
Ibid., hlm. 8.
106
Ibid.
107
Ibid.
108
Ibid., hlm. 9.
111
Nasionalisme, begitu juga demokrasi. Kedaulatan rakyat menjadi hal yang paling
politik dan demokrasi ekonomi. Kaum marhaen di alam Indonesia merdeka bukan
saja harus berkuasa di lapangan ekonomi dengan sistem ekonomi terpimpin atau
politik110. Tidak seperti zaman kini, demokrasi bernilai sangat mahal. Hanya kaum
kaya yang punya modal yang bisa menjadi “Caleg” atau “Capres”, dan politik
2. Siapakah Marhaen?
Marhaen adalah nama kolektif yang diberikan oleh Soekarno kepada massa
rakyat yang paling besar jumlahnya di Indonesia. Sebagai klas, kaum marhaen
109
Ibid.
110
Ibid., hlm. 10.
112
terdiri dari tiga elemen atau unsur111, yakni proletar: orang yang tidak memiliki
alat produksi dan alat lain lagi untuk mencari penghidupannya. Ia hanya menjual
tenaganya demi mendapat upah. Merekalah yang disebut sebagai kaum buruh112.
Lalu kaum tani melarat. Mereka adalah para petani Indonesia yang memiliki
kaum melarat Indonesia yang lain-lain. Mereka ialah orang-orang yang tidak
menjadi buruh, juga tidak memiliki tanah. Misalnya: nelayan, kusir, pedagang
3. Perkataan “Marhaen”.
Partindo memakai kata marhaen, bukan proletar, karena proletar telah termasuk
buruh yang melarat sedangkan petaninya makmur atau bahkan tidak ada petani
tidak hanya proletar, tapi elemen lainnya. Itu yang menyebabkan perjuangan
111
Ibid., hlm. 10-11.
112
Ibid., hlm. 11.
113
Ibid.
114
Ibid.
115
Ibid., hlm. 14.
113
Indonesia lebih berat dan membutuhkan persatuan antar elemen tersebut. Maka itu
perlu ada satu konsep bersama untuk menyatukannya, yakni marhaen dan
marhaenisme tersebut.
4. Perjuangan Marhaen.
tani melarat, dan kaum melarat Indonesia yang lain-lain harus jadi elemennya,
maka perkataan marhaen adalah tepat dan berlaku relevan di Indonesia selama
Mengenai hal ini menurut Asmara Hadi, Soekarno pernah mengatakan bahwa
perjuangan yang dimaksud adalah yang secara rasionil, menurut kenyataan, dan
cara perjuangan yang modern. Karena zaman dunia yang semakin modern, kaum
Juga karena kaum proletar walaupun tidak memiliki alat produksi dan tanah,
namun mereka memiliki keahlian dan ilmu. Mereka yang paling terdidik di antara
116
Ibid.
117
Ibid., hlm. 15.
114
unsur kaum marhaen lainnya. Untuk menjadi buruh selain tenaga, juga dibutuhkan
Menurut Asmara Hadi, memang secara kuantitas, jumlah kaum tani melarat
lebih besar jumlahnya. Namun pada umumnya, kaum tani melarat masih berdiri
dengan satu kakinya dalam Feodalisme, masih hidup dalam alam angan-angan
mistik, tidak selarasa dengan zaman, dan belum terdidik dalam pengertian
modern118.
“ratu adil” atau “heru cokro” yang akan turun dari kayangan dengan membawa
kenikmatan surga dunia, juga masih mengandalkan kekuatan ghaib, belum masuk
dibutuhkan.
Maka itu, Asmara Hadi menilai, kaum proletar yang paling utama memiliki
peran terbesar dalam perjuangan kaum marhaen. Kaum proletar hidup dan
Imperialisme. Mereka paham pabrik, paham mesin, paham listrik, dan atas batang
tubuh mereka sendiri dengan langsung mereka mengalami. Karena itu, mereka
Dan sebagai buruh, mereka disatukan dalam satu tempat kerja ataupun
persamaan pekerjaan walau pabriknya berbeda. Ada berbagai serikat buruh juga
118
Ibid., hlm. 16.
119
Ibid., hlm. 17.
115
tumbuh semangat kolektivitas dan solidaritas di antara kaum buruh, dan mereka
juga dapat secara langsung merasakan penderitaan unsur kaum marhaen lainnya.
bersama kaum buruh dengan kaum tani, kaum buruhlah yang menjadi barisan
pelopor yang revolusioner. Kaum buruh dan tani harus bersekutu, namun kaum
Kaum buruh adalah barisan pelopor seluruh kaum marhaen di Indonesia. Sebagai
Asas atau prinsip adalah pegangan yang terus menentukan sikap dan perbuatan.
Asas tidak boleh dilepaskan dan digadaikan, apalagi direvisi, walaupun telah
Soekarno sejak dua puluh delapan tahun silam 122, telah mengatakan dan
120
Ibid., hlm. 18.
121
Ibid., hlm. 19.
Dua puluh delapan tahun dari 1961, yakni 1933 (saat Soekarno menjadi Ketua
122
Umum Partindo).
116
atas rel Marhaenisme. Republik Indonesia yang berdasarkan Panca Sila haruslah
akan tumbuh keselamatan di dalam segala lapangan hidup bagi para kaum
marhaen123.
Marhaenisme bukan saja suatu asas atau prinsip untuk menyusun masyarakat
dan negara yang menyelamatkan kaum marhaen, namun juga suatu asas
tesis ketujuh ini, menyatakan bahwa cara perjuangan para marhaenis haruslah
Berbeda dengan asas yang tidak boleh dilepas, asas perjuangan ini hendaklah
123
Ibid., hlm. 20.
124
Ibid., hlm. 20-21.
117
kolonial Hindia-Belanda. Menolaknya sama sekali, dengan keras, dan tidak mau
Namun di alam Indonesia merdeka ini, Belanda telah pergi. Kini, pemerintah
dewan-dewan nasional. Maka itu, sebagian dari asas perjuangan yakni Non-
Neo-Kolonialisme.
dewan, maupun jalanan. Asas perjuangan massa aksi dan penyusunan kekuasaan
menjadi dua cara yang ditempuh para marhaenis. Parlemen digunakan sebagai
Sedangkan jalanan, atau massa aksi digunakan Marhaenisme sebagai cara dan
harus terus digugah melalui berbagai organisasi seperti Serikat Buruh, Serikat
Tani, Gerakan Pemuda, Serikat Nelayan, dan lain-lain127. Di dalam parlemen dan
luar parlemen, kaum marhaen harus terus bergerak, itulah yang disebut sebagai
125
Ibid., hlm. 21.
126
Ibid., hlm. 22.
127
Ibid., hlm. 22-23.
118
8. Cara Perjuangan.
karena Marhaenisme tidak puas dengan usaha-usaha reform saja, dengan usaha-
masyarakat sekarang. Namun Marhaenisme tidak puas dengan itu semata. Bagi
terdapat kehidupan dengan segala alat-alat produksi jadi milik seluruh masyarakat
secara kolektif-kolegial, tiap orang punya pekerjaan dan wajib bekerja, dan
pembagian rezeki sedemikian adilnya sehingga tiap orang mendapat hasil sesuai
Itulah sebabnya, Marhaenisme adalah asas yang radikal (radix = akar), yang
kemelaratan tersebut secara lahir dan batin adalah sistem Kapitalisme, dan
Marhaenisme adalah pula asas perjuangan yang revolusioner karena ingin cepat-
128
Disebut juga reformasi.
129
Asmara Hadi (H.R.), Sembilan Tesis Marhaenisme dan Pendjelasan
Singkatnja, (Jakarta: PB Partindo, 1959), hlm. 24.
130
Ibid.
119
tambal-sulam atau sementara atau dalam skala kecil, serta tidak secara mengakar.
Hal tersebut adalah bagus, dan membantu. Namun tidak mengubah kehidupan
suatu kewajiban dan memiliki hubungan dengan Sosialisme. Asmara Hadi hanya
mengingatkan, agar kaum marhaen dan para aktivis atau pejuang kaum marhaen /
marhaenis, tidak terpukau dengan hal tersebut agar tidak terkurung dalam alam
Reformisme132.
sendiri pernah mengingatkan dengan keras agar jangan sampai kita terkena
Kapitalisme dan Borjuisme bangsa sendiri, agar mentalitas bangsa Indonesia tidak
terkena mentalitas kapitalis dan borjuis, agar tidak ada kapitalis dan borjuis bangsa
sendiri, dan kaum marhaen di alam Indonesia merdeka, harus melawan kapitalis
dan borjuis bangsa sendiri. Hal tersebut diingatkan secara keras lagi oleh Asmara
Hadi dalam berbagai tulisannya di berbagai buku dan suratkabar, karena pada saat
131
Gerakan sosial, gerakan membantu, dan yang sifatnya filantropis.
132
Asmara Hadi (H.R), op.cit., hlm. 25.
120
itu (terutama 1950-an) semakin menguat mentalitas dan praktik dari borjuasi dan
kapitalis nasional.
Bagi Asmara Hadi, apa yang pernah dikatakan Soekarno dan diingatkannya
adalah fakta-fakta yang tidak bisa disangkal. Sebagian dari kelas borjuis Indonesia
saat itu telah berjalan ke arah Kapitalisme nasional. Divergensi atau pemisahan
kelas, atau perpisahan jalan antara kelas marhaen dan kelas borjuis makin nyata
bagi orang pandai menggunakan panca-indera dan otak serta nuraninya. Situasi
terus seperti itu, lama-kelamaan, kelas marhaen akan berhadapan secara langsung
Indonesia tidak akan pernah besar dan raksasa membangun Kapitalismenya, jika
tidak ada bantuan dan kucuran dana serta ketergantungan terhadap kapitalis dan
9. Siapakah Marhaenis?
133
Ibid., hlm. 25-27.
134
Ibid., hlm. 27-28.
121
melampiaskannya dengan cara berjuang agar kaya raya dan menjadi borjuis
berikutnya.
Namun juga sebaliknya, ada pula kaum borjuis yang meninggalkan kelasnya
dan masuk ke dalam kelas marhaen untuk membaktikan hidupnya pada kaum
Lenin, dan Trotski, bukan berasal dari kelas marhaen tetapi berjuang demi
Sosialisme136.
Bagi Asmara Hadi, unsur terpenting yang dapat membuat orang menjadi
berkhianat pada cita-cita yang dahulu dianutnya. Moral merupakan kekuatan batin
sehingga menyebabkan hatinya tergerak untuk melakukan hal-hal yang baik bagi
yang sesungguhnya ialah kasih umum kepada peri-kemanusiaan 137. Moral tidak
menyangkut urusan agama, karena banyak orang beragama namun tidak bermoral.
sanggup berkorban untuk suatu cita-cita yang lebih tinggi nilainya dan lebih
135
Ibid., hlm. 29.
136
Ibid., hlm. 30.
137
Ibid., hlm. 31.
122
setia kepada idealnya walaupun berdiri di depan gelombang maut yang akan
moral dan karakter. Namun bukan berarti diremehkan. Bahkan, mencari ilmu
pengetahuan adalah hal yang beriringan dengan membangun kekuatan moral dan
karakter. Karena moral dan karakter saja tidak cukup, juga harus cerdas secara
ilmu pengetahuan.
Asmara Hadi bukan hanya Ketua Umum, bukan sekadar pimpinan partai,
semuanya berasal dari otak dan dituliskan oleh Asmara Hadi. Sementara mengenai
dan pengurus partai melalu musyawarah. Sebagai seorang demokrat, Asmara Hadi
tidak ingin berlaku otoriter di partainya. Bahkan ia tidak bisa pidato “segalak”
138
Ibid.
139
Wawancara dengan Barus, eks-Sekretaris 1 Pengurus Besar (PB) Partindo
periode 1959-1965, 17 April 2017.
123
melalui tulisan, memang ia lebih dikenal sebagai penulis dibanding tokoh politik.
Asmara Hadi nampak jauh lebih bergairah jika berada di depan mesin tik, dan
sebagai seorang penulis atau ideolog, daripada di depan pengeras suara untuk
berpidato, juga dibandingkan dengan di depan kamera untuk difoto, sebagai Ketua
Umum partai, pejabat negara, dan tokoh politik nasional141. Asmara Hadi juga
objektif rakyat Indonesia saat itu dan mencoba menembus batas waktu. Asmara
Ia berpikir tidak hanya saat itu, namun juga bagi generasi penerus bangsa. Ia
sebagai suatu ideologi dan asas, serta asas perjuangan di dalamnya yang
revolusioner, tidak hanya milik Partindo dan saat itu saja, melainkan untuk seluruh
rakyat Indonesia dan terus berlaku selama Kapitalisme dan “Nekolim” masih ada
di Indonesia.
Sebagai sebuah ideologi dan asas, marhaenisme tidak dapat dilepaskan dari
dasar perjuangan dan pisau analisis yang digunakan: marxisme. Marhaenisme juga
140
Wawancara dengan Ruskana Putra Marhaen, eks- Ketua Pemuda Partindo
Cabang Karawang periode 1960-an, murid Asmara Hadi, sekaligus sahabat/senior
Tito Zeni Asmara Hadi, 17 April 2017.
141
Wawancara dengan Ruskana Putra Marhaen, diamini dan diucapkan juga oleh
Tito Zeni.
124
tidak dapat dilepaskan dari Soekarno sebagai penggali dan pencetusnya. Sebagai
Maka itu, bagi Asmara Hadi dan diikuti oleh seluruh keluarga besar Partindo,
Bahkan lambang Partindo yakni Banteng Hitam secara utuh, keempat kakinya
membentuk huruf “M” dan ekornya membentuk huruf “S”. Keduanya adalah
dipisahkan dari Marxisme. Sejak awal perdebatan hal mengenai hubungan antara
Indonesia.
secara utuh. Tidak ada “Marhaenisme” berdiri sendirian. Harus satu kalimat utuh
Pengurus Besar (PB) Partindo yang dipimpin oleh Asmara Hadi bahkan
semakin mantap dan berketatapan hati serta mengambil keputusan pada 1963
Salah satu tujuan dari menaikkan pengertian ideologinya satu level atau satu
tahap lebih tinggi adalah bahwa para marhaenis sejati yang tergabung dalam
Partindo ingin dan akan menyatakan bahwa tidak mungkin orang menjalankan
terlebih dahulu148. Hal tersebut untuk memastikan bahwa seseorang yang mengaku
menjadi marhaenis sejati, bukan “marhaenis gadungan” yang hanya ingin mencari
internasional. Sebagai salah satu poros dunia, Indonesia harus berdiri di atas
kakinya sendiri, tidak mengekor pada negara mana pun juga. Pengertian
kepada dunia, terutama dunia kaum marxis, bahwa marxisme Indonesia memiliki
147
Asmara Hadi (H.R.), Kibarkan Tinggi Panji Marhaenisme, (Jakarta: PB
Partindo, 1964), hlm. 3.
148
Ibid., hlm. 4.
Wawancara dengan Tito Zeni Asmara Hadi, putra kandung Asmara Hadi,
149
negeri sosialis berhaluan marxis, namun agar Indonesia tidak terjerumus pada
Blok Timur, karena Indonesia memegang teguh prinsip politik luar negeri bebas
Jadi satu sisi bersatu dalam “Front Anti Nekolim” sedunia, tapi tetap berada di
luar Blok Barat & Timur yang sedang dalam “Perang Dingin” saat itu. Penaikkan
untuk menaikkan harga diri bangsa Indonesia di mata dunia. Membuat blok barat
ketar-ketir, sekaligus membuat blok timur segan untuk mencaplok Indonesia agar
adalah sikap politik, pandangan politik, dan teori politik 150. Ia mendefinisikan
prinsip politik sebagai ide dasar tempat berdiri pikiran-pikiran politik yang lain.
kemenangannya jika kaum marhaen yang memangkunya, jika kaum marhaen yang
pihak-pihak kontra-revolusioner.
Asmara Hadi menjawabnya dengan santai dan mantap, bahwa Marxisme dan
Bahkan jauh sebelum kritik itu dilemparkan untuk menghasut masyarakat dari
pihak –pihak kontra-revolusioner, Asmara Hadi saat muda pernah bertanya kepada
Soekarno. Saat itu Soekarno masih dalam masa pengasingannya di Ende, Flores.
Asmara Hadi sempat menyusul ke sana dan ikut tinggal bersama Soekarno selama
153
Ibid., hlm. 15-16.
Alm. Bapak Asmara Hadi (HR) di Zaman Penjajahan Belanda, Jepang, dan
Setelah Kemerdekaan”, Catatan Pribadi, ditulis di Bandung, 14 Agustus 2016,
hlm. 5.
129
yang ingin memecah belah persatuan bangsa. Serta dianggap sebagai “agen
Bahkan sejak muda, Soekarno telah menuliskan adanya persamaan atau benang
merah yang dapat mempertemukan ketiganya dalam tulisannya pada 1926 yakni
Presiden dengan membuat konsep NASAKOM dan poros Front Nasional untuk
Menurut Asmara Hadi, sudah ada ahli sejarah/ filsuf dunia yang mengkonsep
mengenai kelas-kelas, sebelum Marx, yakni Thierry & Guizot. Mereka hidup saat
klas borjuis sedang naik di Eropa. Namun mereka kurang menggigit dalam
perjuangan klas157.
tersebut bukan hanya sekadar miskin dan kaya. Bukan sekadar membalikkan
kehidupan dari miskin menjadi kaya, serta menjatuhkan yang kaya menjadi
terhadap posisi manusia atas alat-alat produksi yang harus dikelola secara gotong-
royong158.
menerima perjuangan klas. Sejak jauh hari Soekarno sering mengatakan tidak
nasional. Menurut Soekarno dan diamini oleh Asmara Hadi, perjuangan nasional
menjadi hal utama di masa kolonial karena suasana pergerakan nasional saat itu
pada masa jajahan tidak merdeka, kini telah merdeka. Maka perjuangan kelas
kondisi kaum marhaen Indonesia yang tidak hanya kaum proletar, namun juga
kaum tani melarat dan kaum melarat Indonesia lain-lain, juga kondisi Indonesia
yang masih setengah atau sisa-sisa feodal. Hal tersebut membuat perjuangan klas
J. Historis - Materialisme
materialisme. Sebagai pisau analisis dan cara untuk mengkaji serta membedah
159
Ibid., hlm. 22.
160
Ibid., hlm. 23-27.
132
kondisi kaum marhaen. Menurut Marx yang diamini oleh Asmara Hadi, dalam
Marxisme terdapat satu teori inti yang benar-benar berpengaruh terhadap proletar
dan kaum marhaen, yakni teori nilai lebih atau mehrwert162, yang menyebabkan
yakni: lebih dahulu pahami Marxisme, kenali keadaan riil dan historis rakyat
Indonesia, mengadakan politik persatuan rakyat atau kaum marhaen, baru nanti
kita harus memahami ajaran Marx dan Engels mengenai kehidupan rakyat.
dengan benar-benar terbongkar secara ilmiah. Maka itu, Sosialisme ajaran Marx
Marxisme menjadi ilmu dan metode, serta pembimbing perbuatan dalam arti
161
Ibid., hlm. 28
162
Ibid., hlm. 29.
Kapitalisme dan Imperialisme akan terbuka lebar, maka itu dapat dilakukan
Untuk itu semua, maka kita harus menjadi materialis, bukan bermakna gila
terhadap kaum marxis. Bagi Asmara Hadi, materialis berarti orang yang mengakui
dan memahami hukum-hukum objektif yang ada dalam materi, dan bertindak
Asmara Hadi sangat menolak anggapan bahwa kaum marxis itu atheis atau
tidak bertuhan dan tidak beragama, karena menganut paham materialis. Asmara
Hadi membantah sesat pikir tersebut. Ia merupakan seorang muslim taat, dan
dan sosialis) adalah keniscayaan jika moral dan karakter kita kuat dan mampu
165
Asmara Hadi (H.R), op.cit., hlm. 31.
134
166
Asmara Hadi (H.R), op.cit., hlm. 32.
167
Ibid.,