Anda di halaman 1dari 13

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

EPILEPSI

Topik : Epilepsi
Sub Topik : a. Definisi
b. Faktor penyebab terjadinya epilepsi
c. Tanda dan gejala epilepsi
d. Pengobatan epilepsi
Sasaran : Keluarga Pasien/ klien
Hari/ Tanggal : Senin, 13 Oktober 2018
Waktu/ Jam : 09.00-09.20 (20 Menit)
Tempat : Ruang I RSUD Datu Sanggul Rantau
Penyuluh : Muhammad Noor Adzhar Saputra

I. ANALISIS SITUASI
Peserta hadir pukul 09.00. Peserta adalah Keluarga Pasien/ klien 15 orang

II. TUJUAN UMUM


Setelah dilakukan penyuluhan, klien dan keluarga klien dapat memahami tentang
penyakit Epilepsi dengan benar

III. TUJUAN KHUSUS


Setelah diberikan penyuluhan, sema 1x 20 menit, klien dan keluarga mampu:
a. menjelaskan definisi Epilepsi 
b. Menyebutkan faktor penyebab terjadinya Epilepsi
c. Menyebutkan tanda dan gejala dari Epilepsi
d. Menyebutkan untuk mengobati Epilepsi
IV. PROSES PENYULUHAN
No. Tahap Waktu Kegiatan Penyuluhan Sasaran
1. Pembukaan 5 Menit  Membuka acara  Menjawab salam dan
dengan mengucapkan mendengarkan
salam dan perkenalan perkenalan
 Menyampaikan topik  Mendengarkan
dan tujuan penyuluhan penyampaian topik
kepada sasaran dan tujuan
 Kontrak waktu untuk  Menyetujui
kesepakatan kesepakatan
penyuluhan dengan pelaksanaan penkes
sasaran

2. Kegiatan Inti 10 Menit  Mengkaji ulang tingkat  Menjawab


pengetahuan sasaran pertanyaan dan
 Memberikan penyuluh
reinforcement positif  Mendengarkan
 Menanyakan sasaran materi yang
apakah mengerti atau disampaikan
tidak  Menanyakan hal-hal
 Memberikan yang belum dipahami
kesempatan kepada
sasaran untuk bertanya
 Menjelaskan tentang
hal-hal yang belum
dipahami sasaran

3. Evaluasi/ 5 Menit  Memberikan  Menjawab


Penutup pertanyaan kepada pertanyaan
sasaran tentang materi  Mendengarkan
yang telah disampaikan kesimpulan
oleh penyuluh  Menjawab salam
 Memberikan
reinforcement positif
 Menyimpulkan materi
 Menutup acara dengan
mengucapkan salam

V. METODE
Ceramah, tanya jawab

VI. MEDIA
Powerpoint

VII. KRITERIA EVALUASI


I. EVALUASI STRUKTUR
a. Peserta hadir di tempat penyuluhan
b. Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di Ruang I RSUD Datu Sanggul
Rantau
c. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelumnya

II. EVALUASI PROSES


a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan
c. Peserta mampu bmenjawab saat penyuluh menanyakan kembali materi
penyuluhan
d. Peserta menanyakan hal yang belum dimengerti

III. EVALUASI HASIL


a. Peserta mengerti tentang Epilepsi
b. Jumlah peserta hadir dalam penyuluhan 15 orang

VIII. PENGORGANISASIAN
Moderator :
Penyaji : 1. ……………………
2. ….…………………..

Fasilitator :
Notulis :

Mengetahui,
MATERI PENYULUHAN
EPILEPSI

A. Definisi
Penyakit epilepsi atau ayan adalah gangguan sistem saraf pusat akibat pola
aktivitas listrik otak yang tidak normal. Hal itu menimbulkan keluhan kejang, sensasi
dan perilaku yang tidak biasa, hingga hilang kesadaran.
Gangguan pada pola aktivitas listrik otak saraf dapat terjadi karena beberapa
hal. Baik karena kelainan pada jaringan otak, ketidakseimbangan zat kimia di dalam
otak, ataupun kombinasi dari beberapa faktor penyebab tersebut.

B. Faktor penyebab terjadinya epilepsi

Pada sebagian besar kasus epilepsi, penyebab pastinya tidak dapat ditemukan.
Epilepsi jenis ini dikenal sebagai epilepsi idiopatik. Tidak dapat dipastikan bagaimana
epilepsi bermula atau berlanjut pada kasus ini, karena tidak ditemukan kelainan yang
dapat menyebabkan epilepsi.

Berbeda dengan epilepsi idiopatik, epilepsi simptomatik merupakan jenis


epilepsi yang penyebabnya bisa diketahui. Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan
epilepsi simptomatik, di antaranya adalah:

 Cedera kepala
 Stroke
 Tumor otak
 Infeksi, contohnya meningitis atau ensefalitis
 Cedera atau kerusakan otak saat masih di dalam kandungan, akibat infeksi
atau nutrisi yang buruk pada saat kehamilan
 Gangguan perkembangan, contohnya penyakit autisme dan neurofibromatosis
 Kelainan genetik.

Pada penderita epilepsi, terdapat beberapa faktor yang dapat memicu


terjadinya kejang. Di antaranya adalah:

 Lelah atau kurang tidur.


 Stres
 Tidak mengonsumsi obat antikonvulsan atau antiepilepsi secara teratur.
 Mengonsumsi obat yang mengganggu kinerja obat antiepilepsi
 Melewatkan jam makan
 Demam tinggi
 Mengonsumsi minuman beralkohol atau NAPZA
 Saat menstruasi (pada wanita)
 Mengonsumsi obat antidepresan atau antipsikotik  tertentu
 Kilatan cahaya

C. Tanda dan gejala epilepsi

Kejang berulang merupakan gejala utama epilepsi. Karakteristik kejang akan


bervariasi dan bergantung pada bagian otak yang terganggu pertama kali dan seberapa
jauh gangguan tersebut terjadi.

Berdasarkan kondisi aktivitas otak yang abnormal, kejang pada epilepsi dibagi
menjadi dua, yaitu kejang umum dan parsial.

Kejang umum terjadi pada seluruh bagian otak dan menimbulkan gejala di
sekujur tubuh. Terdapat beberapa jenis kejang umum, yaitu:

 Kejang tonik-klonik. Jenis ini yang paling banyak terjadi pada kejang umum.
Gejalanya dapat terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap tonik yang ditandai
dengan hilang kesadaran, tubuh menjadi kaku, serta tubuh dapat jatuh ke
lantai. Tahap berikutnya adalah tahap klonik yang ditandai dengan anggota
tubuh bergerak-gerak (kelojotan), kehilangan kendali atas buang air besar dan
buang air kecil, lidah tergigit, serta sulit bernapas. Kejang ini biasanya
berhenti setelah beberapa menit. Sesudah itu, penderita dapat merasa pusing,
bingung, lelah, atau sulit mengingat apa yang sudah terjadi.
 Kejang petit-mal. Kejang seperti ini sering terjadi pada anak-anak yang
ditandai dengan memandang dengan tatapan kosong atau melakukan gerakan
tubuh yang halus, seperti mata berkedip atau mengecap bibir. Kejang ini
menimbulkan kehilangan kesadaran yang singkat.
 Kejang tonik. Kejang ini membuat semua otot kaku seperti kejang tonik-
klonik tahap pertama, sehingga keseimbangan tubuh bisa hilang dan tubuh
bisa jatuh. Kejang jenis ini akan mempengaruhi otot punggung, lengan, dan
tungkai.
 Kejang atonik. Kejang ini membuat seluruh otot tubuh mengendur atau
kehilangan kendali, sehingga tubuh bisa jatuh. Kejang yang disertai dengan
kehilangan kesadaran ini berlangsung sangat singkat dan penderita dapat
segera bangun kembali.
 Kejang mioklonik, yakni kontraksi tiba-tiba dari otot lengan, tungkai atau
seluruh tubuh. Kejang ini biasanya terjadi setelah bangun tidur dan
berlangsung selama kurang dari satu detik, meski beberapa penderita dapat
merasakannya selama beberapa saat.
 Kejang klonik. Kejang seperti ini muncul sebagai gerakan otot berkedut yang
berulang atau berirama (kelojotan) seperti halnya fase kedua kejang tonik-
klonik. Kendati demikian, otot tidak menjadi kaku pada awalnya. Kejang jenis
ini terjadi pada otot leher, wajah, dan lengan.

Pada kejang parsial atau fokal, otak yang mengalami gangguan hanya


sebagian saja. Kejang parsial ini dibagi lagi menjadi dua kategori, yaitu kejang parsial
sederhana (aura) dan kejang parsial kompleks. Kejang parsial sederhana terjadi dalam
kondisi sadar dengan gejala:

 Timbul perasaan aneh yang sulit digambarkan


 Mencium atau merasakan sesuatu yang tidak biasa
 Lengan dan tungkai kesemutan
 Perasaan gembira yang muncul seketika
 Bagian tubuh, seperti tangan, menjadi kaku atau berkedut
 Pusing
 Mata seperti melihat kerlipan cahaya.

Kejang parsial sederhana atau aura ini terkadang hanya sebuah tanda bahwa
kejang tipe lain akan muncul.
Sedangkan kejang parsial kompleks adalah kejang yang melibatkan penurunan
kesadaran. Kejang ini biasanya muncul dari bagian otak yang disebut lobus temporal.
Gejala yang muncul dapat berupa memandang dengan tatapan kosong, tidak
merespons keadaan di sekeliling, serta melakukan gerakan secara berulang, seperti
menggosok-gosok tangan, menelan, atau berputar-putar.

Kondisi kejang dari epilepsi yang paling parah adalah status epileptikus, di


mana kejang berlangsung lama, atau kejang berulang dan kesadaran penderita tidak
pulih di antara waktu kejang. Kondisi tersebut adalah kondisi gawat darurat dan
membutuhkan penanganan medis secepatnya.

Penanganan medis secepatnya juga dibutuhkan jika penderita:

 Mengalami demam tinggi.


 Sedang hamil.
 Menderita diabetes.
 Mengalami kejang lebih dari 5 menit.
 Mengalami kejang kedua, tidak lama setelah kejang pertama.
 Mengalami luka-luka di tubuh saat terjadi kejang.
 Tidak sadar atau tidak bernapas pasca kejang berhenti.

D. Pengobatan epilepsi
Penyakit epilepsi tidak dapat disembuhkan. Kendati demikian, pemberian obat
secara tepat dapat menstabilkan aktivitas listrik dalam otak, serta dapat
mengendalikan kejang pada penderita epilepsi. Dalam meresepkan obat, dokter perlu
mempertimbangkan usia, jenis kejang, kondisi pasien, serta obat-obatan lain yang
dikonsumsi pasien.
Obat yang diresepkan dokter adalah obat antikejang (antikonvulsan), atau
dikenal juga dengan obat Obat jenis ini dapat mengubah cara kerja dan pengiriman
sinyal atau pesan dari sel otak. Contoh obat antiepilepsi adalah asam
valproat, carbamazepine, lamotrigine, clobazam, levetiracetam, dan topiramate.
Pemberian obat antiepilepsi diawali dengan dosis yang rendah, lalu dosis akan
diitingkatkan secara perlahan. Untuk memantau respons tubuh terhadap pemberian
obat, pasien perlu memeriksakan darahnya sebelum dan selama mengonsumsi obat.
Di sisi lain, obat antiepilepsi juga dapat berinteraksi dengan pil KB. Oleh karena itu,
dokter perlu menyesuaikan alat kontrasepsi yang dibutuhkan.
Sama seperti obat lainnya, obat antiepilepsi juga berisiko menimbulkan efek
samping, baik yang tergolong ringan atau juga parah. Beberapa efek samping obat
antiepilepsi yang tergolong ringan, di antaranya:
 Kenaikan berat badan
 Pusing
 Lemas
 Penurunan kepadatan tulang
 Daya ingat berkurang
 Bicara tidak lancar
 Hilangnya koordinasi gerakan
 Ruam kulit.
Sedangkan efek samping obat antiepilepsi yang tergolong berat, antara lain:
 Peradangan organ (misalnya organ hati)
 Ruam kulit parah
 Depresi
 Kecenderungan untuk bunuh diri 
Selama pengobatan, pasien diharuskan untuk mengonsumsi obat antiepilepsi
sesuai aturan yang ditetapkan dokter, dan tidak berhenti mengonsumsi obat tanpa
sepengetahuan dokter.
Jika pemberian obat antiepilepsi belum bisa mengendalikan kejang pada
penderita epilepsi, maka dokter dapat melakukan operasi epilepsi untuk
menghilangkan bagian otak yang menyebabkan kejang. Pelaksanaan operasi ini dapat
dilaksanakan jika kejang disebabkan masalah pada bagian otak yang dapat
dihilangkan tanpa menimbulkan efek samping berarti, misalnya kemampuan bicara,
bahasa, fungsi motorik, pendengaran, atau penglihatan.
Di samping pemberian obat dan operasi, sejumlah terapi juga dapat diterapkan
pada penderita epilepsi yang mengalami kejang. Terapi tersebut berupa pemasangan
stimulator saraf di bawah kulit daerah tulang selangka (saraf vagus), untuk
mengurangi frekuensi dan intensitas kejang.
Terapi lainnya adalah pemasangan elektroda pada bagian otak yang
disebut thalamus, yang disambungkan dengan stimulator di tulang dada atau tulang
kepala, untuk mengirim sinyal listrik pada otak dan meredakan kejang. Terapi ini
disebut deep brain stimulation.
Sedangkan terapi yang cukup efektif dalam mengatasi kejang pada penderita
anak-anak adalah dengan diet ketogenik (pola makan dengan kadar lemak tinggi,
kadar protein rendah, dan bebas karbohidrat). Sementara, terapi tambahan
untuk menghindari pemicu kejang dapat dilakukan dengan aromaterapi yang
membuat penderita merasa rileks dan meredakan stres.
Dalam kasus epilepsi idiopatik di mana penyebabnya belum diketahui, maka
langkah yang bisa dilakukan adalah menghindari pemicu yang menimbulkan kejang.
DAFTAR PUSTAKA

Alodokter. 2018. Epilepsi.


https://www.alodokter.com/epilepsi

Anda mungkin juga menyukai