Anda di halaman 1dari 15

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1

PENDAHULUAN 2

LAPORAN 3

Definisi 3

Patogenesis Keracunan Chromium 4

Diagnosis Keracunan Chromium 6

Anamnesis 6

Pemeriksaan Fisik 6

Pemeriksaan Penunjang 7

Tatalaksana Keracunan Chromium 8

Akut 8

Kronis 9

Pencegahan 10

Tata Cara Pengendalian Pencemaran Chromium

dan Kadar Aman Penggunaan Chromium 11

KESIMPULAN 12

E-POSTER 13

REFERENSI 14

1
PENDAHULUAN

Dispersi logam di lingkungan menjadi perhatian utama bagi kesehatan


manusia secara global, salahsatunya adalah elemen kimia logam berat Chromium
(Cr) atau Kromium. Kromium merupakan elemen kimia ke-6 yang paling
melimpah di kerak bumi yang memiliki 7 bentuk hasil oksidasi (0-VI), trivalent
(Cr (III)) dan hexavalent (Cr (VI) adalah bentuk oksidasi kromium yang paling
sering ditemukan pada lingkungan dan paling sering digunakan dalam bidang
industri. Kromium trivalent adalah mikronutrien yang penting dalam dosis
rendah, tetapi asupan kromium trivalent yang berlebihan dapat bersifat
karsinogenik, sedangkan kromium hexavalent sendiri bersifat karsinogenik dan
dianggap 1.000 kali lebih beracun daripada kromium trivalent. Kromium juga
termasuk dalam sumber karsinogen kelompok 1 yang diklasifikasikan oleh
International Agency for Research on Cancer (IARC).[1]

Kejadian kanker pertama pada pekerja yang terpapar kromium dilaporkan


pada tahun 1890 dan sejak tahun 1950, telah banyak dilakukan studi epidemiologi
mengenai berbagai macam penyakit yang diakibatkan oleh paparan kromium
seperti, karsinoma bronkogenik yang berhubungan dengan paparan kromium
hexavalent,. Kromium yang mencemari lingkungan dapat menyebabkan paparan
pada manusia yaitu melalui udara, air, tanah, dan lainnya. [2] Menurut Toxics
Release Inventory pada tahun 1997, estimasi pelepasan kromium ke udara adalah
706,204 pounds (2.2%), estimasi pelepasan kromium ke air adalah 111,384
pounds (0,3%), estimasi pelepasan kromium ke tanah adalah 30.862.235 pounds
(94.1%), dan estimasi pelepasan kromium lainnya sebesar 3.4% seperti pada
paparan kromium melalui makanan, air minum, penggunaan alat medis gigi yang
mengandung kromium, dan lain-lain.[1] Para pekerja di bidang industri juga
memiliki risiko 2 kali lipat lebih tinggi untuk terpapar kromium. Oleh karena itu
perlunya pengetahuan mengenai bahaya paparan kromium yang berlebih terhadap
kesehatan tubuh, tatalaksana keracunan kromium, dan cara pengendalian
pencemaran kromium, serta kadar aman penggunaan kromium.[2]

2
LAPORAN

A. Definisi
Chromium (Cr) atau Kromium adalah elemen kimia logam berat berwarna
putih keabu-abuan yang relatif tidak stabil dan mudah teroksidasi. [3,4]
Kromium merupakan elemen kimia ke-6 yang paling melimpah di kerak bumi
yaitu dalam bentuk bijih kromit (kombinasi kromium dengan besi dan
oksigen).[4] Elemen logam berat ini memiliki 7 bentuk hasil oksidasi (0-VI),
kromium trivalent (Cr(III)) dan kromium hexavalent (Cr(VI)) adalah bentuk
oksidasi kromium yang paling sering ditemukan pada lingkungan dan paling
sering digunakan dalam bidang industri. Kromium trivalent secara alami
terdapat pada batu dan tanah yang mudah diserap oleh tanaman, sehingga
kromium trivalent secara alami juga dikonsimsi oleh manusia. [1] Pada bidang
industri kromium digunakan untuk memproduksi benda-benda stainless-steel,
peralatan medis gigi, pigmen cat, perawatan kayu, dan lain-lain, dimana
proses penggunaan kromium pada bidang industri ini akan menyebabkan
pelepasan bentuk oksidasi kromium yaitu hexavalent ke udara. Tetapi kondisi
lingkungan dapat menyebabkan oksidasi alami yang mengubah kromium
trivalent menjadi hexavalent misalnya, jika pH tanah sangat basa.[1,4]

Gambar 1. Chromium (Cr) atau Kromium[3]

Kromium trivalent adalah mikronutrien penting dalam dosis rendah yaitu


untuk metabolisme hormon insulin dan pengaturan kadar gluksa darah,
sehingga kromium trivalent juga terdapat pada multivitamin dan suplemen
nutrisi seperti chromium-picolinate, chromium-histidinate, chromium-
dinicocysteinate, dan niacin-bound chromium, sedangkan kromium
hexavalent bersifat karsinogenik dan dianggap 1.000 kali lebih beracun
daripada kromium trivalent. Mengonsumsi suplemen yang memiliki

3
kandungan kromium trivalent dapat mengatasi diabetes, menurunkan berat
badan, dan lain-lain, tetapi dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa
asupan kromium trivalent yang berlebihan juga bersifat karsinogenik.[1,3]

B. Patogenesis Keracunan Chromium


Kromium yang mencemari lingkungan dapat menyebabkan paparan pada
manusia yaitu melalui udara, air, tanah, dan lainnya.[2] Mekanisme masuknya
kromium ke dalam tubuh manusia dapat melalui inhalasi, ingesti, dan
absorbsi dermal (kontak kulit). Paparan kromium di tempat kerja umumnya
terjadi melalui inhalasi (Cr(III) dan Cr(VI)) dan kontak kulit (Cr(III) dan
Cr(VI)), sedangkan pada populasi umum paling sering terpapar melalui
ingesti yang berasal dari kandungan kromium di tanah, makanan, dan air
(Cr(III)).[4]

4
Gambar 2. Mekanisme intoksikasi logam berat pada manusia[5]
Kromium hexavalent yang dilepaskan ke lingkungan sebagian besar dalam
bentuk kromat oksianion (CrO4) yang secara struktural sangat mirip dengan
oksianoin sulfat (SO4) sehingga untuk masuk ke dalam sel, CrO4
menggunakan general sulfate or phosphate transporters pada permukaan sel
(Active Transport). Setelah berada di dalam sel, Cr(VI) memberikan efek
toksiknya, mengikuti reduksi dengan askorbat dan glutation pada lapisan
epitel paru-paru atau residu asam amino sistein. Metabolisme reduksi Cr(VI)
oleh glutation menghasilkan Cr(V) reaktif dan akhirnya diubah menjadi
Cr(III), dimana proses reduksi oleh glutation ini dapat menghasilkan hidrogen
peroksida dan radikal bebas lainnya yang nantinya akan mengakibatkan stress
oksidatif tingkat tinggi, sehingga menyebabkan kerusakan pada lipid seluler,
protein, dan DNA. Tidak seperti penyerapan Cr(IV), bentuk asli Cr(III) atau
Cr(III) yang terbentuk dari hasil reduksi Cr(IV), terikat dengan ligan dan
masuk ke dalam sel melalui mekanisme fagositosis atau melalui mekanisme
difusi non-spesifik. Selanjutnya, kromium akan menyebar di dalam tubuh ke
berbagai jaringan seperti, paru-paru, kelenjar getah bening, limpa, ginjal, hati,
dan lain-lain. Diperkirakan bahwa difusi Cr(III) adalah sekitar 1% dengan
sebagian besar kromium yang tertelan diekskresikan dalam tinja dan urin
serta diekskresi dalam jumlah yang lebih kecil pada rambut, kuku, dan
keringat.[1,6,7]

5 bulan-10 tahun baru ada efek,

Chromium (III): Breathing chromium (III) does not irritate the nose or mouth in
most people. There is not enough data to know if chromium (III) causes cancer.
Eating small amounts of chromium (III) is healthy but eating too much is harmful.
The recommended daily dose of chromium (III) is 50 -200 μg. There is not enough
data to know if eating large amounts of chromium (III) causes cancer. Long term
exposure to high levels is linked to lung cancer. Breathing low levels of chromium
(VI) for a short period does not cause health problems for most people. Eating small
amounts of chromium (VI) is not harmful. However, eating or drinking large
amounts in food or water can cause an upset stomach, ulcers, convulsions, and

5
damage the kidneys and liver. This type of exposure can be fatal. There is not
enough data to know if eating or drinking chromium (VI) causes cancer

Gambar 3. Patogenesis keracunan kromium[1]

C. Diagnosis Keracunan Chromium


1. Anamnesis
Keluhan yang dirasakan oleh pasien terduga keracunan kromium.
berbeda-beda tergantung rute paparan kromium. Jika terhirup akan
menyebabkan batuk persisten, wheezing, bersin, sesak nafas, dan lain-
lain. Jika tertelan mengakibatkan nyeri epigastrium, jika mengenai
mata dapat terjadi konjungtivitis dan mata terasa terbakar. Jika kontak
dengan kulit menimbulkan kemerahan pada kulit dan pembengkakan,
serta gejala lainnya berupa pusing, sakit kepala, mual, muntah, diare,
demam, kelemahan, dan lain-lain. Hal yang juga penting untuk
dievaluasi adalah terkait faktor risiko kemungkinan adanya paparan
kromium seperti, aktivitas terakhir pasien, pekerjaan, lokasi tempat
tinggal, dan tempat kerja yang berhubungan dengan bidang industri
atau limbah berbahaya, serta sumber sanitasi dan konsumsi makanan
pasien.[3,4]
2. Pemeriksaan Fisik

6
Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan untuk mengidentifikasi
kemungkinan adanya paparan kromium pada pasien mencakup
evaluasi status general. Pada keracunan kromium akut, saat inspeksi
mata dapat ditemukan konjungtivitis, kerusakan kornea hingga
kebutaan. Pada inspeksi nasal dapat ditemukan adanya inflamasi
mukosa, pemeriksaan abdomen dapat ditemukan hepatomegali. Pada
inspeksi kulit dapat ditemukan adanya dermatitis kontak iritan,
dermatitis kontak alergi dengan gejala berupa dryness, eritema,
pembengkakan, dan papul. Pada keracunan kromium kronis, saat
inspeksi mata tampak Radang konjungtiva, lakrimasi dan warna merah
gelap disekitar kornea. Pada inspeksi nasal dapat ditemukan ulkus,
bahkan perforasi septum. Pada inspeksi dan palpasi leher dapat
ditemukan pembengkakan KGB. Pada inspeksi kulit dapat ditemukan
adanya dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergi berupa ulkus
kulit tanpa nyeri (Chrom Holes) dengan tepi yang keras dan menonjol.
[3,4]

Gambar 4. Ulkus pada jari dan septum nasi akibat kromium[3]

3. Pemeriksaan Penunjang
 Darah lengkap

7
Konsentrasi kromium alami dalam darah adalah antara 2,0g/100mL
hingga 3,0g/100mL. Terdapat penurunan Hb dan Hmt, serta
peningkatan kadar leukosit.
 Tes Fungsi Hati (AST, SGOT, SGPT, dan bilirubin)
 Urinalisis
Konsentrasi kromium alami dalam urin adalah < 10g/L dalam 24
jam. Dapat ditemukan kadar ß2-microglobulin dan kreatinin
meningkat sebagai indicator kerusakan tubular ginjal.
 Spirometri
Terdapat penurunan rasio FEV1 : FVC setelah adanya paparan
inhalasi kromium akut.
 Skin patch testing
Untuk menunjukkan adanya alergi pada kulit.
 Rontgen thoraks
Menunjukkan adanya lesi pada paru-paru sebagai indikator adanya
kanker paru-paru.[4]

D. Tatalaksana Keracunan Chromium


1. Akut
Tatalaksana keracunan kromium akut bersifat simtomatik dan
suportif, yaitu :
a) Terhirup
o Segera jauhkan dari pajanan, monitoring apakah ada
gangguan pada sistem pernafasan, berikan oksigen dan
jika diperlukan ventilasi buatan.
o Berikan N-acetylcysteine untuk mengurangi penyerapan
kromium dari alveolus (nebulasi 1 ampul 1-2 kali sehari
selama 5-10 hari)
b) Kontak kulit
o Segera lepaskan pakaian, perhiasan dan sepatu yang
terkontaminasi, cuci dengan cairan yang mengandung
asam askorbat untuk mengurangi penyerapan.

8
o Kemudian berikan garam kalsium disodium EDTA
c) Mengenai mata
o Segera cuci/ bilas dengan air yang banyak atau lautan
garam normal, dengan sekali-kali mengedipkan mata
sampai dipastikan tidak ada bahan kimia yang
tertinggal. Tutup dengan verban steril dan segera
dirujuk.
d) Tertelan
o Diberikan makanan atau susu untuk mengurangi
penyerapan dari cromium.
o Tidak boleh diberikan antasida atau bikarbonat karena
membuat pH tinggi yang mengakibatkan penyerapan
cromium meningkat.
o Segera berikan asam askorbat (Vitamin C) untuk
mengurangi penyerapan cromium. (25-75 mg/hari)
o Tidak boleh dilakukan perangsangan muntah karena
dikhawatirkan terjadi iritasi atau luka bakar pada
esofagus.
o Bila terjadi muntah jaga agar kepala lebih rendah dari
pada panggul untuk mencegah aspirasi. Jika penderita
tidak sadar miringkan kepala ke samping.
o Jika terjadi hemolisis dilakukan alkalinisasi urin dengan
pemberian Sodium Bicarbonate intravena.
2. Kronis
Ulserasi nasal dan kulit diobati dengan salep yang mengandung
10% CaNa2 EDTA (Calcium disodium EDTA) atau natrium kalsium
EDETAT dan ditutup dengan kassa steril.
a) Stabilisasi
o Bebaskan jalan nafas untuk menjamin pertukaran udara,
oksigen, brokodilator bila diperlukan. -> Oksigen
awal : masker dengan reservoir 15L/menit -> stabil
dikurangi hingga target saturasinya 94-98%

9
o Perhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit
b) Dekontaminasi
Dekontaminasi merupakan terapi intervensi dengan tujuan
untuk menurunkan pemaparan terhadap racun, mencegah
kerusakan dan mengurangi absorbsi.
o Dekontaminasi mata
- Posisi pasien duduk atau berbaring dengan kepala
tengadah dan miring ke sisi mata yang terkena atau
terburuk kondisinya.
- Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena
dan sejumlah air bersih dingin atau larutan NaCl
0,9% perlahan selama 15-20 menit.
- Hindari bekas air cucian mengenai wajah atau mata
lainnya.
- Jika masih belum yakin bersih, cuci kembali selama
10 menit.
- Jangan biarkan pasien menggosok matanya.
- Tutuplah mata dengan kain kassa steril dan segera
kirim/konsul ke dokter mata.
o Dekontaminasi kulit
- Bawa segera pasien ke air pancuran terdekat.
- Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air
dingin atau hangat yang mengalir dan sabun minimal
10 menit.
- Jika tidak ada air, sekalah kulit dan rambut pasien
dengan kain atau kertas secara lembut. Jangan
digosok.
- Lepaskan pakaian, arloji dan sepatu yang
trkontaminasi atau muntahannya dan buanglah dalam
wadah/plastik tertutup.

10
- Penolong perlu dilindungi dari percikan, misalnya
dengan menggunakan sarung tangan, masker hidung
dan apron. Hati-hati untuk tidak menghirupnya.
- Keringkan dengan handuk yang kering dan lembut.
o Dekontaminasi gastrointestinal
- Pertimbangan untuk bilas lambung. Bilas lambung
efektif dilakukan 1-4 jam pertama dan dengan teknik
yang baik. Tindakan ini hanya boleh dilakukan di
rumah sakit oleh petugas yang berpengalaman dan
pasien yang kooperatif.[3]
3. Pencegahan
Edukasi yang dapat diberikan adalah meminta agar pasien berhenti
merokok, menghindari atau meminimalkan paparan karsinogen,
menerapkan hidup sehat, menggunakan APD (masker khusus, baju
panjang, sepatu boot, google, dan lain-lain) saat bekerja, mandi dan
mengganti pakaian setelah selesai bekerja, cuci tangan sebelum makan dan
minum, dan lain-lain.[4]

E. Tata Cara Pengendalian Pencemaran Chromium dan Kadar Aman


Penggunaan Chromium
Pengendalian pencemaran kromium perlu dilakukan dalam berbagai hal
seperti, menaati dan menerapkan aturan ketentuan kadar aman penggunaan
kromium serta rutin dilakukan pencatatan, menggunakan APD (masker
khusus, baju panjang, sepatu boot, google, dan lain-lain) saat bekerja,
pengolahan kembali kromium sebelum proses pembuangan, dan penggantian
bahan kromium dengan bahan lainnya.[4] Occupational Safety and Health
Administration (OSHA) telah menetapkan batas paparan Cr(IV) berdasarkan
time-weighted average (TWA) dalam 8 jam adalah sebesar 5 μg/m³ udara.
Cr(II) dan Cr(III) berdasarkan time-weighted average (TWA) dalam 8 jam
adalah sebesar 500 μg/m³, sedangkan untuk kromium dalam bentuk logam
dan senyawa yang tidak larut adalah 1.000 μg/m³. U.S. Environmental

11
Protection Agency (EPA) menetapkan tingkat total kontaminan maksimum
kromium di air minum adalah sebesar 100 g/L atau 0.1 ppm. Food and Drug
Administration (FDA) menetapkan tingkat total kontaminan maksimum
kromium di air minum dan makanan adalah 1 ppm (part per million).[4,5]

KESIMPULAN

Chromium (Cr) atau Kromium merupakan elemen logam berat yang


jumlahnya sangat melimpah di lingkungan dan sering digunakan dalam kehidupan
manusia. Penggunaan kromium yang sesuai dengan standar kadar aman akan
memberikan banyak manfaat, sedangkan penggunaan kromium yang berlebihan
dapat membahayakan kesehatan. Keracunan kromium dapat bersifat akut dan
kronis, sehingga terdapat perbedaan dalam proses mendiagnosis dan pemberian
tatalaksana. Berbagai macam upaya pencegahan dan pengetahuan kadar aman
penggunaan kromium dapat digunakan sebagai tata cara pengendalian
pencemaran kromium.

12
E-POSTER

13
REFERENSI

14
1. T.L. DesMarais, M. Costa. Mechanisms of Chromium-Induced Toxicity. HHS
Public Access: Curr Opin Toxicol. 2019; 14: 1–7.
2. Pavesi T, Moreira JC. Mechanisms and individuality in chromium toxicity in
humans. J Appl Toxicol. 2020;1–15. https://doi.org/10.1002/jat.3965
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: Direktorat Bina Kesehatan Kerja
Dan Olahraga, Penyakit Akibat Kerja Karena Pajanan Logam Berat, 18-23.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: 2012.
4. Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR). Case Studies in
Environmental Medicine (CSEM) Chromium Toxicity. 2008;1-67.
5. Engwa AE, Ferdinand PU, Nwalo FN, Unachukwu MN. Mechanism and
Health Effects of Heavy Metal Toxicity in Humans. IntechOpen: Chapter.
2019;1-23.
6. Achmad RT, Budiawan, Auerkari EI. Effects of Chromium on Human Body.
Annual Research & Review in Biology (ARRB). 2017; 13(2): 1-8.
7. Rahayu M, Solihat MF. Bahan Ajar Teknologi Laboratorium Medik (TLM)
Toksikologi Klinik. Kemenkes RI. 2018.

15

Anda mungkin juga menyukai