Anda di halaman 1dari 39

STANDAR MATERI DAN METODE

PEMBINAAN IDEOLOGI PANCASILA FORMAL


TINGKAT SMP/MTs

BADAN PEMBINAAN IDEOLOGI PANCASILA


REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA, SEPTEMBER 2020

Standar Materi dan Metode Pembinaan Ideologi Pancasila | i


DAFTAR ISI
Halaman Sampul……………………………………... i
Daftar Isi ……………………………………………… ii
Sambutan Kepala Badan Pembinaan Ideologi
Pancasila………………………………………………. iii
Kata Pengantar Deputi Bidang Pengkajian Materi vi

BAB I PENDAHULUAN………………………... 1
A. Latar Belakang………………………... 1
B. Dasar Hukum…………………………. 6
C. Definisi Pembinaan Ideologi 8
Pancasila……………………………….
D. Tujuan Pembinaan Ideologi 8
Pancasila……………………………….
E. Tujuan Pembinaan Ideologi
Pancasila dalam Pendidikan Formal. 9

BAB II STANDAR KOMPETENSI……………... 12


A. Karakteristik Peserta Didik Sasaran
Pembinaan………………………….... 14
B. Kompetensi Peserta Didik Tingkat
SMP/MTs……………......................... 17

BAB III STANDAR MATERI.……………………. 19

BAB IV STANDAR METODE...…………………. 25

BAB V PENUTUP………………………………... 28

Standar Materi dan Metode Pembinaan Ideologi Pancasila | ii


BADAN PEMBINAAN IDEOLOGI PANCASILA
REPUBLIK INDONESIA

SAMBUTAN KEPALA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun


2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan
bahwa pendidikan Nasional adalah pendidikan yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar
pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia
dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman
Pancasila sebagai pandangan hidup, dasar negara dan
ideologi negara; UUD NRI 1945 sebagai Konstitusi
Negara; Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
sebagai bentuk negara; dan Bhinneka Tunggal Ika
sebagai semboyan negara, merupakan kesepakatan atau
konsensus nasional dalam mempertahankan persatuan
dan kesatuan bangsa dari keberagaman suku, agama, ras
dan antar golongan. Dalam perkembangannya,
konsensus nasional tersebut terdistorsi karena adanya
upaya individu dan kelompok yang mengembangkan

Standar Materi dan Metode Pembinaan Ideologi Pancasila | iii


eksklusivisme yang kemudian berkembanglah sikap
intoleran dan akhirnya radikalisme.
Dalam hal ini, radikalisme dapat dikonsepsikan sebagai
pandangan dan orientasi ekstrem dan keras yang
melahirkan banyak masalah yang merugikan hajat hidup
rakyat. Semua pandangan yang bertentangan dengan
spirit keindonesiaan yang moderat seperti eksklusivisme,
intoleransi dan akhirnya radikalisme sangat merugikan
rakyat karena akan menimbulkan kutub-kutub dan
pengkotak-kotakan yang mempengaruhi pelayanan
publik. Sikap, semangat dan perilaku peserta didik harus
dijauhkan dari hal-hal seperti itu, karena peserta didik
merupakan harapan masa depan bangsa. Para pendiri
bangsa ini telah mengatakan bahwa pertahanan yang
paling ampuh adalah persatuan bangsa.
Itu sebab, perlu upaya serius yang tersusun secara
terstruktur, sistematis dan masif dalam
mensosialisasikan pengetahuan yang mendalam tentang
Pancasila, memberikan pemahaman yang tepat tentang
Pancasila, yang pada akhirnya tercermin dalam habitus
peserta didik, mulai dari tingkat pendidikan anak usia
dini (PAUD) hingga tingkat perguruan tinggi (PT).
Pancasila sebagai ideologi yang bersumber dari nilai-
nilai bangsa Indonesia, perlu dihadirkan dalam perilaku
peserta didik.

Standar Materi dan Metode Pembinaan Ideologi Pancasila | iv


Dengan demikian, habituasi perilaku peserta didik
berdasarkan Pancasila yang berkarakter keindonesiaan,
merupakan keniscayaan bagi kepentingan masa depan
bangsa, yang sejalan dengan cita-cita kemerdekaan
sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD NRI
1945. Dalam konteks inilah Badan Pembinaan Ideologi
Pancasila (BPIP), berdasarkan Peraturan Presiden Nomor
7 Tahun 2018 Tentang Badan Pembinaan Ideologi
Pancasila (BPIP), hadir sebagai representasi negara untuk
menyusun Materi Pokok Pembinaan Ideologi Pancasila
bagi pendidikan formal.
Jakarta, September 2020
Kepala

K.H. Yudian Wahyudi

Standar Materi dan Metode Pembinaan Ideologi Pancasila | v


KATA PENGANTAR
DEPUTI BIDANG PENGKAJIAN DAN MATERI

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dibentuk


berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018
Tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Peraturan
Presiden Nomor 7 Tahun 2018 menyebut tiga alasan
utama dibentuknya BPIP. Pertama, bahwa Pancasila
sebagai dasar dan ideologi negara, sejak kelahirannya
pada tanggal 01 Juni 1945, sebagaimana ditetapkan
melalui Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016
tentang Hari Lahir Pancasila, harus ditegakkan dan
diamalkan dalam berbagai sendi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; Kedua,
bahwa dalam rangka penegakan dan implementasi nilai-
nilai Pancasila perlu dilakukan pembinaan ideologi
Pancasila (PIP) melalui program yang disusun secara
terencana, sistematis, dan terpadu sehingga menjadi
panduan bagi seluruh penyelenggara negara, komponen
bangsa, dan warga negara Indonesia.
Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun
2018, BPIP adalah lembaga yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden. Pada Pasal 3

Standar Materi dan Metode Pembinaan Ideologi Pancasila | vi


Perpres tersebut dinyatakan bahwa fungsi dan tugas
BPIP adalah: membantu Presiden dalam merumuskan
arah kebijakan PIP, melaksanakan koordinasi,
sinkronisasi dan pengendalian PIP secara menyeluruh
dan berkelanjutan, dan melaksanakan penyusunan
standarisasi pendidikan dan pelatihan serta memberikan
rekomendasi berdasarkan hasil kajian terhadap kebijakan
atau regulasi yang bertentangan dengan Pancasila
kepada lembaga tinggi negara, kementerian dan
lembaga, pemerintah daerah, organisasi politik dan
komponen masyarakat lainnya.
Selanjutnya di dalam Pasal 4 Perpres Nomor 7 Tahun
2018 dinyatakan: “Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, BPIP
menyelenggarakan fungsi antara lain: (a) perumusan
arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila; (b)
penyusunan garis-garis besar haluan ideologi Pancasila
dan peta jalan pembinaan ideologi Pancasila dan (j)
penyusunan standarisasi pendidikan dan pelatihan
Pancasila serta menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan”.
Berdasarkan Ketentuan Pasal 3 dan 4 Perpres Nomor 7
Tahun 2018 tersebut, BPIP kemudian menyusun
Standarisasi Materi dan Metode PIP bagi pendidikan
formal. Standarisasi materi dan metode tersebut disusun
untuk menjadi acuan dasar dalam melaksanakan PIP

Standar Materi dan Metode Pembinaan Ideologi Pancasila | vii


bagi para peserta didik, tenaga kependidikan, dan
pendidik dalam berbagai tingkat pendidikan dari mulai
tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD-TK) sampai
dengan perguruan tinggi (PT).
Tujuan utama dari penyusunan standar materi dan
metode ini adalah terciptanya pembangunan karakter
bangsa (nation’s character building) yang berdasarkan
Pancasila. Dari usaha pembangunan karakter bangsa
berdasarkan Pancasila tersebut, diharapkan nilai-nilai
Pancasila dapat dijabarkan dalam pelaksanaan
pembangunan nasional untuk mewujudkan cita-cita
didirikannya Negara Republik Indonesia pada 17
Agustus 1945, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila, yang bersendi pokok
pada: keadilan, kerakyatan dan kesejahteraan dengan
mengedepankan semangat gotong-royong.
Standar materi dan metode ini disusun berdasarkan
semangat gotong-royong, melalui diskusi terpumpun
(focused group discussion) yang melibatkan kementerian
dan lembaga serta pakar. Dengan ini diharapkan bahwa
selain menjadi referensi dalam penyusunan berbagai
program PIP bagi peserta didik, tenaga kependidikan,
dan pendidik, Standar ini juga dapat dijadikan sebagai
rujukan bagi segenap kementerian dan lembaga dalam
melaksanakan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian

Standar Materi dan Metode Pembinaan Ideologi Pancasila | viii


pembinaan ideologi Pancasila dalam ruang lingkup
pendidikan formal.

Dalam jangka panjang, Standar Materi dan Metode PIP


Pendidikan Formal dari tingkat PAUD-TK sampai
dengan PT ini diharapkan dapat digunakan sebagai
bahan untuk meningkatkan mutu keadaban bangsa dan
negara berdasarkan Pancasila, lewat pembinaan dan
pewujudan nilai-nilai Pancasila dalam sikap, cara
berpikir serta laku peserta didik, tenaga kependidikan,
dan pendidik. Pewujudan nilai tersebut diharapkan
dapat dilakukan melalui proses habituasi, yang
melibatkan dimensi keyakinan, pengetahuan dan
tindakan.

Jakarta, September 2020


Deputi Pengkajian dan Materi

Adji Samekto

Standar Materi dan Metode Pembinaan Ideologi Pancasila | ix


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pancasila merupakan dasar, ideologi dan falsafah negara
yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Oleh
karena itu, setiap warga negara harus menghayati,
memahami, dan mengamalkan Pancasila dalam segala
bidang kehidupan. Salah satunya, yaitu pada bidang
Pendidikan Formal.
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara harus
menjadi jiwa yang menginspirasi seluruh pengaturan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Nilai-nilai Pancasila baik sebagai dasar dan ideologi
negara sampai hari ini tetap kokoh menjadi landasan
dalam bernegara. Pancasila juga tercantum dalam
konstitusi negara, menunjukkan bahwa Pancasila
merupakan konsesus nasional dan dapat diterima oleh
semua kelompok masyarakat Indonesia.
Beberapa Isu Strategis terkait Pembinaan Ideologi
Pancasila pada Pendidikan Formal, yaitu kurangya
pemahaman Pancasila akibat intensitas pembelajaran
yang kurang, pembelajaran yang tidak menarik dan
tidak efektif, adanya distorsi sejarah, rendahnya
kedalaman literasi, pemahaman Pancasila tidak

Bab I Pendahuluan |1
dikembangkan secara ilmiah, kurang intensifnya ruang
kebudayaan, serta belum diarusutamakannya
keteladanan berpancasila.
Penanaman nilai-nilai ideologi Pancasila di abad ke-21
ini menghadapi tantangan teknologi informasi dan
komunikasi. Abad ke-21 dipandang sebagai abad dimana
informasi tersebar, teknologi berkembang, dan lahirnya
generasi milenial. Oleh karena itu pembinaan ideologi
Pancasila memiliki peran strategis untuk menghadapi era
kompetitif dalam memasuki era revolusi industri 4.0
(warga global). Di tengah ketatnya persaingan,
ketidakpastian, peluang, dan tantangan yang dihadapi
diperlukan proses pembelajaran yang dapat memperkuat
karakter anak-anak bangsa. Nilai-nilai Pancasila perlu
diberikan penguatan melalui pemahaman dan
pengamalan sikap perilaku, kemampuan, pembiasaan
dan pembudayaan secara maksimal agar dapat
mempertahankan, memantapkan dan mengokohkan
kualitas ideologi Pancasila dalam tata kehidupan bangsa
Indonesia.
Terdapat setidaknya 5 (lima) alasan yang menjadi latar
belakang pentingnya pembinaan ideologi Pancasila dan
peran Pancasila yang lebih besar, yaitu mewujudkan
masyarakat adil dan makmur ini sebagai berikut.
Pertama, alasan filosofis, yang menunjukkan bahwa
Pancasila bukanlah agama, tetapi adalah lima dasar tata

Bab I Pendahuluan | 2
hidup dan penghidupan bangsa Indonesia, yang setelah
digali sedalam-dalamnya dari jiwa dan kehidupan
bangsa dirumuskan sebagai suatu kesatuan bulat.
Pancasila memuat nilai-nilai (values) yang bersumber
dari sinergi pengalaman batin dan pengalaman fakta
bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa. Atas dasar Pancasila, dilaksanakan persatuan
Indonesia dan didirikan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Kedua, alasan historis, yang menunjukkan bahwa bangsa
Indonesia mempunyai sejarahnya sendiri yang terbentuk
secara dialektikal berbasis nilai-nilai yang telah dianut
bangsa ini. Dalam perjalanan hidup bangsa Indonesia,
nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila sebagai
nilai-nilai khas yang tumbuh di Indonesia, terbukti telah
menjadikan bangsa Indonesia dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia bertahan hingga saat ini.
Ketiga, alasan antropologis, yang menunjukkan bahwa
Pancasila merefleksikan perkembangan pemikiran yang
didasarkan pada pengalaman faktual dan pengalaman
akal serta pengalaman religi bangsa Indonesia, yang
secara tertulis rumusannya dituangkan dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Dari perspektif antropologis,
Pancasila merupakan nilai-nilai yang mengikat
masyarakat sebagai pandangan hidup. Urgensi Pancasila

Bab I Pendahuluan | 3
ke masa depan adalah untuk mengantisipasi gejolak
masa depan. Dalam hubungan inilah maka pemaknaan
nilai-nilai Pancasila dapat bersifat dinamis bukan statis,
tetapi tidak menyimpang dari kehendak pendiri bangsa.
Keempat, alasan yuridis, yang menunjukkan bahwa
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara dirumuskan
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) dan
dijabarkan dalam pasal-pasalnya. Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat
landasan idiil, yaitu Pancasila, dan landasan strukturil,
yaitu pemerintahan yang stabil menjadi landasan hukum
untuk menyelenggarakan negara dan menegakkan
wujud 3 (tiga) cita-cita Bangsa Indonesia, yakni: (1)
pembentukan satu Negara Republik Indonesia yang
berbentuk Negara Kesatuan dan Negara Kebangsaan
yang demokratis dengan wilayah kekuasaan dari Sabang
sampai Merauke dan dari Miangas sampai pulau Rote;
(2) pembentukan satu masyarakat adil dan makmur
material dan spiritual dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia; dan (3) pembentukan satu
persahabatan yang baik antara Negara Republik
Indonesia dengan negara lain di dunia atas dasar saling
menghormati dan ikut menciptakan ketertiban dunia. Di
dalam Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-
Undangan dinyatakan bahwa Pancasila merupakan

Bab I Pendahuluan | 4
sumber segala sumber hukum negara. Selanjutnya, pada
Pasal 3 undang-undang tersebut dinyatakan bahwa
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-
undangan.
Kelima, alasan sosiologis, yang menunjukkan bahwa
bangsa Indonesia pada masa lalu telah mengalami
penderitaan yang diakibatkan oleh imperialisme,
kolonialisme dan feodalisme beratus-ratus tahun
lamanya dalam bentuk penghisapan, penjajahan,
perbudakan, penindasan dan pengekangan yang
menimbulkan kebodohan dan kecurangan, kemiskinan
dan kenistaan, kelaparan dan kesengsaraan serta aneka
duka dan derita lahir-batin lainnya, yang hampir
melenyapkan kepribadian Indonesia. Bahkan, di awal
perjuangan menegakkan kemerdekaan Indonesia,
pembangunan yang seharusnya dapat dilakukan dengan
cepat justru mengalami hambatan karena pengaruh-
pengaruh dominasi pemikiran dari negara lain yang
hendak diterapkan dalam bidang politik maupun
tatanan penyelenggaraan negara.
Kini, Indonesia berada di tengah-tengah perubahan
dunia yang begitu pesat, era revolusi industri industri 4.0
menyebabkan disrupsi teknologi yang mempengaruhi
berbagai bidang kehidupan, termasuk dunia pendidikan.
Di tengah perubahan dunia, berbagai persoalan baru

Bab I Pendahuluan | 5
telah muncul di dalam kehidupan bangsa. Keadaan itu
tidak merubah amanat untuk menciptakan dan
mewujudkan tata kehidupan dan penghidupan yang
diliputi oleh Keadilan dan Kesejahteraan atau
Masyarakat Adil dan Makmur yang berdasarkan sifat-
sifat kepribadian bangsa Indonesia sebagaimana terlukis
dalam rumusan Pancasila yang dicantumkan dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).

B. Dasar Hukum
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003, Pendidikan Nasional adalah
Pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan
nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman. Dalam rangka turut serta dalam
pelaksanaan pembangunan nasional, sebagai
implementasi Pancasila di bidang Pendidikan maka
pendidikan nasional dalam hal ini mengupayakan dua
hal. Pertama, pembentukan karakter manusia Pancasila.
Kedua, memberikan dukungan bagi perkembangan
zaman, masyarakat bangsa, dan negara Indonesia yang
terwujud pada ketahanan nasional untuk mewujudkan
cita-cita bangsa dan mewujudkan kemampuan bangsa

Bab I Pendahuluan | 6
dalam menangkal setiap ajaran paham, dan ideologi
yang bertentangan dengan Pancasila.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018
tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, BPIP
mempunyai tugas membantu Presiden dalam
merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi
Pancasila, melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan
pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara
menyeluruh dan berkelanjutan, dan melaksanakan
penyusunan standarisasi pendidikan dan pelatihan,
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, serta
memberikan rekomendasi berdasarkan hasil kajian
terhadap kebijakan atau regulasi yang bertentangan
dengan Pancasila kepada lembaga tinggi negara,
kementerian/lembaga, pemerintah daerah, organisasi
sosial politik, dan komponen masyarakat lainnya.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018
yang memuat mengenai tugas BPIP, Khususnya
Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi, maka tujuan
penyusunan naskah standardisasi materi dan metode PIP
ini adalah sebagai berikut:
1) mendeskripsikan materi-materi pokok yang harus
ada dalam pembinaan ideologi Pancasila bagi
Pendidikan Formal (PAUD, SD, SMP, SMA, PT);
2) menyediakan materi secara garis besar tentang
Pokok-Pokok Pikiran Pancasila yang harus diketahui

Bab I Pendahuluan | 7
pada Pendidikan Formal (PAUD, SD, SMP, SMA,
PT); dan
3) menjadi rujukan pengetahuan dalam memahami
makna dan implementasi nilai-nilai Pancasila bagi
Pendidikan Formal (PAUD, SD, SMP, SMA, PT).

C. Definisi Pembinaan Ideologi Pancasila


Pembinaan Ideologi Pancasila adalah kegiatan yang
dimaksudkan untuk melaksanakan, menanamkan dan
menjaga nilai-nilai Pancasila agar ditegakkan dan
diterapkan oleh seluruh penyelenggara negara dan
seluruh elemen masyarakat di segala bidang kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pembinaan Ideologi Pancasila dilakukan untuk dapat
menegakkan dan mengimplementasikan nilai-nilai
Pancasila melalui program yang disusun secara
terencana, sistematis dan terpadu sehingga menjadi
panduan bagi seluruh penyelenggara negara, komponen
bangsa dan warga negara Indonesia.

D. Tujuan Pembinaan Ideologi Pancasila


Tujuan utama Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP)
adalah:

Bab I Pendahuluan | 8
1) Terbentuknya jati diri dan karakter bangsa, sikap
dan perilaku patriotik, cinta tanah air, terciptanya
sikap saling hormat menghormati, toleransi dan
kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara;
2) Terwujudnya sistem pendidikan nasional, ilmu
pengetahuan dan teknologi, pengembangan riset dan
inovasi nasional sebagai landasan penyusunan
perencanaan pembangunan nasional di segala
bidang kehidupan yang berpedoman nilai-nilai
Pancasila;
3) Terwujudnya perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan nasional disegala bidang kehidupan,
termasuk pusat dan daerah yang berpedoman pada
nilai-nilai Pancasila;
4) Terwujudnya sistem politik yang demokratis,
pembentukan hukum nasional, serta politik luar
negeri yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila;
5) Terwujudnya tujuan negara dalam mencapai
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila

E. Tujuan Pembinaan Ideologi Pancasila dalam


Pendidikan Formal
Pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila mencerminkan jati diri
bangsa Indonesia, yang berlandaskan pada keyakinan

Bab I Pendahuluan | 9
bahwa manusia sejatinya diciptakan dalam kebersamaan
dengan sesamanya.
Sesuai dengan konsep Tri Pusat Pendidikan yang
dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara, PIP dalam
pendidikan formal dilakukan menyentuh semua unsur
warga sekolah dan masyarakat atau stakeholder terkait.
Dengan konsep ini meskipun sasaran pembinaan adalah
peserta didik, tetapi akan mempengaruhi seluruh pihak
yang berhubungan dengan mereka, sehingga mereka
menerima intervensi secara utuh.
PIP dalam pendidikan formal memberi peserta didik
kesempatan untuk menyelidiki sistem ekonomi, hukum,
dan politik yang berlandaskan Pancasila, serta
mengeksplorasi sifat kewarganegaraan, keragaman, dan
identitas dalam masyarakat. Penekanan berada pada
nilai religiusitas, keadilan, gotong-royong, musyawarah,
dan mengakui keberagaman sebagai kodrat bagi bangsa
Indonesia. Melalui pembinaan ini, peserta didik
mengeksplorasi bagaimana mereka sebagai warga negara
juga menjadi bagian dari masyarakat dunia, memahami
jati diri, memahami budaya, dan makna kearifan lokal di
dalam budaya serta memiliki pemahaman antarbudaya.
Melalui PIP, peserta didik dapat mengembangkan
keterampilan inkuiri, nilai-nilai, dan disposisi yang
memungkinkan mereka untuk menjadi warga negara
yang aktif dan berpengetahuan: untuk mempertanyakan,

Bab I Pendahuluan | 10
memahami, dan berkontribusi dalam masyarakat di
mana mereka tinggal. PIP memberikan kesempatan bagi
peserta didik untuk mengembangkan berbagai
keterampilan dan kemampuan umum, termasuk
apresiasi terhadap berbagai perspektif, empati,
kolaborasi, negosiasi, kesadaran diri, dan pemahaman
antar budaya.
Dalam konteks pendidikan formal, PIP bertujuan untuk
memperkuat apresiasi dan pemahaman peserta didik
tentang apa artinya menjadi warga negara Indonesia
yang memiliki Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Mengeksplorasi cara-cara di mana peserta didik dapat
secara aktif membentuk kehidupan mereka, menghargai
kepemilikan mereka dalam masyarakat yang beragam
dan dinamis, dan memberikan kontribusi positif secara
lokal, nasional, regional, serta global. Sebagai pembuat
keputusan yang reflektif, aktif dan terinformasi, peserta
didik akan ditempatkan dengan baik untuk
berkontribusi pada penciptaan Indonesia sebagai negara
yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Bab I Pendahuluan | 11
BAB II
STANDAR KOMPETENSI

Standar Kompetensi adalah suatu ukuran kompetensi


yang harus dicapai peserta didik setelah mengikuti suatu
proses dalam satuan pendidikan tertentu. Penjelasan
Pasal 35 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
disebutkan menyebutkan bahwa “Standar kompetensi
lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta
didik yang harus dipenuhinya atau dicapainya dari
suatu satuan pendidikan pada tingkat Pendidikan Dasar
dan Menengah”. Adapun standar kompetensi yang
diharapkan dimiliki oleh peserta didik Tingkat
SMP/MTs dari ketiga dimensi tersebut adalah sebagai
berikut:

Dimensi Sikap:
Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap beriman
dan bertakwa kepada Tuhan YME; menjaga kerukunan
antar sesama warga bangsa, sikap menghargai
perbedaan di tengah-tengah kebhinnekaan, sikap
kekritisan, sikap kreatif dan sikap kemandirian serta
bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam di lingkungan
rumah, sekolah, dan tempat bermain.

BAB II Standar Kompetensi | 12


Dimensi Pengetahuan:
Memiliki pengetahuan faktual dan konseptual
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, dan budaya dalam wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait fenomena dan kejadian di lingkungan rumah,
sekolah, dan tempat bermain.
Mampu mengaitkan pengetahuan di atas dalam konteks
diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan
lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara.

Dimensi Ketrampilan:
Memiliki keterampilan berpikir dan bertindak secara
bergotong-royong, kreatif, produktif, kritis, mandiri,
kolaboratif, dan komunikatif melalui pendekatan ilmiah
sesuai dengan tahap perkembangan anak yang relevan
dengan tugas yang diberikan.

Bab II Standar Kompetensi | 13


A. Karakteristik Peserta Didik Sasaran Pembinaan
Standar kompetensi ini disusun dengan mempertimbangkan karakteristik para peserta
didik ditinjau dari tingkat pencapaian perkembangan anak. Sebagaimana dapat dilihat
dalam tabel di bawah, karakteristik sasaran peserta didik dalam standar pembinaan ini
memiliki rentang usia dan tingkat pencapaian perkembangan sebagai berikut:

ASPEK USIA 6-9 USIA 9-11 TAHUN USIA 11-15 USIA 15-19
TAHUN TAHUN TAHUN

FISIK DAN  Sensori Kematangan  Hormon


MOTORIK  Motorik kasar seksual, tidak bergejolak
 Motorik halus menandakan  Tampilan fisik
kematangan aspek menetap
lain

KOGNITIF  Berpikir  Perkembangan  Berpikir abstrak  Lebih rasional


konkret memori jangka  Fungsi eksekutif  Perencanaan
 Atensi selektif panjang berkembang jangka panjang

Bab II Standar Kompetensi | 14


 Perencanaan  Atensi bertambah  Ketertarikan  Kebiasaan belajar
dan  Regulasi intens pada suatu lebih jelas
penyelesaian berkembang isu
masalah awal,
kategorisasi

SOSIAL  Konsep diri  Butuh pencapaian  Egosentrisme  Lanjutan konsep


EMOSIONAL  Inteligensi untuk apresiasi diri remaja diri
emosi  Regulasi emosi  Pembentukan  Interaksi
 Mengenal  Empati bertambah identitas diri mempengaruhi
ekspresi emosi  Mengembangkan  Sangat regulasi diri
orang lain nilai personal memikirkan body  Fokus pada opini
image sendiri

BAHASA  Pertanyaan  Memahami  Memilih komunikasi dengan teman


bertujuan metafora/analogi sebaya
 Definisi dan  Menginterpretasi  Percakapan terkait dengan urusan
kategorisasi cerita sosial

Bab II Standar Kompetensi | 15


kata konkret
 Membaca
untuk belajar

MORAL  Paham  Menyelesaikan  Membutuhkan  Justifikasi diri


perlunya konflik pengakuan sosial  Adaptasi standar
aturan  Egosentrisme  Belajar nilai moral dari
 Paham konsep berkurang moral berdasar lingkungan
berbuat baik budaya
dan adil, benar
dan salah

Bab II Standar Kompetensi | 16


Implikasi Strategi Pembinaan di rentang Usia 11-15
Tahun peserta didik SMP/MTs adalah sebagai berikut:
1. Kapasitas belajar sangat tinggi, sehingga materi
pembinaan dapat diperdalam.
2. Pembinaan mengenai kesehatan, hubungan sosial,
dan citra diri positif perlu ditingkatkan.
3. Pembinaan memberikan ruang eksplorasi minat di
berbagai bidang.

B. Kompetensi Peserta Didik Tingkat SMP/MTs


Dengan mempertimbangkan karakteristik, dan strategi
pembinaan diatas, Kompetensi PIP tingkat SMP/MTs
yang disusun dalam standar ini adalah sebagai berikut:

NO KOMPETENSI
Peserta didik memahami dan menerapkan
makna nilai Pancasila sebagai pandangan
hidup, dasar negara, dan ideologi, termasuk
1
proses dan upaya untuk menciptakan
demokrasi Pancasila dalam kehidupan sehari-
hari.
Peserta didik memahami dan menerapkan
bahwa nilai-nilai Pancasila dijiwai oleh nilai-
nilai kearifan lokal melalui eksplorasi dan
2
pembuktian, sehingga peserta didik
menjadikan Pancasila, budaya dan kearifan
lokal sebagai kebanggan dan jati dirinya.

BAB II Standar Kompetensi | 17


Peserta didik mengidentifikasi dan
menganalisis karakteristik masyarakat
3 Indonesia yang beragam dan pentingnya nilai-
nilai bersama dalam mempromosikan
masyarakat yang kohesif
Peserta didik memahami dan menerapkan
bagaimana Pancasila sebagai sumber dari
4
segala sumber hukum di sistem hukum
Indonesia didasarkan pada prinsip keadilan
Peserta didik menggunakan Pancasila sebagai
sudut pandang tentang berbagai masalah sosial
5
(sebagai implikasi Pancasila sebagai falsafah
hidup)
Peserta didik bertindak dan mengambil
keputusan peserta didik mempertimbangkan
6 berbagai perspektif dari sudut pandang
Pancasila untuk mengembangkan solusi
menyelesaikan masalah.
Peserta didik mampu mengembangkan dan
menyajikan argumentasi tentang masalah
7
pembinaan ideologi Pancasila menggunakan
teks, istilah, dan konsep yang sesuai.

Bab II Standar Kompetensi | 18


BAB III
STANDAR MATERI

Standar Materi PIP disusun berdasarkan Standar


Kompetensinya. Berikut ini akan disajikan tabel rincian
ruang lingkup materi PIP tingkat SMP/MTs. Peserta
didik dapat mengenali dirinya sendiri, sebagai individu,
bagian dari masyarakat dan lingkungannya, sebagai
warga negara Indonesia dan warga negara dunia. Ia juga
mengenali dan memahami bahwa bangsa Indonesia itu
bineka baik dari segi suku, ras, Bahasa, agama dan
kelompok sosial. Terhadap kebinekaan tersebut, peserta
didik diharapkan memiliki sikap tenggang rasa,
penghargaan, toleransi dan cinta damai sebagai bagian
dari jati diri bangsa yang perlu dilestarikan. Jati diri
bangsa yang luhur tersebut perlu terus terus
dikembangkan dalam skala global sebagai konsekuensi
bahwa peserta didik merupakan bagian dari masyarakat
global.

Bab III Standar Materi | 19


RUANG LINGKUP
NO. DESKRIPSI
MATERI

1. Kemajemukan Indonesia sebagai negara


bangsa Indonesia kepulauan (archipelagic
state) yang berada di
persimpangan dua benua
dan dua samudera terdiri
dari beragam agama,
kepercayaan, ras, suku,
budaya, dan bahasa yang
berbeda sebagai jati diri
bangsa yang
mempersatukan seluruh
bangsa Indonesia
2. Kearifan lokal bangsa Bangsa Indonesia
Indonesia memiliki berbagai
kearifan lokal yang
terkandung dalam setiap
budaya. Kekayaan
budaya bangsa terbentuk
dari keragaman kearifan
lokal yang disatukan
oleh nilai Pancasila

Bab III Standar Materi | 20


3. Kearifan lokal 1. Kearifan lokal dalam
sebagai cerminan setiap budaya menjadi
nilai-nilai Pancasila inspirasi dan menjiwai
nilai-nilai Pancasila
2. Lahirnya Pancasila
digali dari nilai-nilai
kearifan yang
berabad-abad di bumi
nusantara
4. Sejarah lahirnya 1. Sejarah kelahiran
Pancasila Pancasila sejak
kelahirannya 1 Juni
1945, 22 Juni 1945 dan
18 Agustus 1945
5. Pancasila sebagai 1. Deskripsi dan analisis
pandangan hidup persoalan sosial
dengan menggunakan
sudut pandang
Pancasila
2. Implementasi nilai-
nilai Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari
peserta didik
3. Berkontribusi sesuai
dengan
kemampuannya
dalam menyelesaikan

Bab III Standar Materi | 21


persoalan lokal dan
global dengan
menggunakan sudut
pandang Pancasila
6 Pancasila sebagai 1. Dalam kehidupan
dasar negara bersama kita
(termasuk di membutuhkan
dalamnya sebagai peraturan
sumber segala 2. Perbedaan peraturan
sumber hukum) di rumah, sekolah,
masyarakat, dan
negara
3. Amanat pembukaan
UUD 1945 alinea ke-4
4. Pancasila sebagai
sumber dari segala
sumber hukum
berbangsa dan
bernegara
7 Pancasila sebagai Nilai-nilai Pancasila
Ideologi Negara sebagai dasar
pembentukan individu
sebagai pribadi individu
sebagai makhluk sosial,
warga negara, dan warga
negara dunia

Bab III Standar Materi | 22


8 Pemanfaatan 1. Pemanfaatan TIK
teknologi informasi dalam pembelajaran
dan komunikasi 2. Pemahaman etis cara
(TIK) secara bermedia secara
bertanggung jawab benar dan
bertanggung jawab
(buli digital, hoaks,
pornografi, ujaran
kebencian)
3. Penggunaan media
sosial secara baik
(literasi media)
9. Penghargaan dan 1. Setiap individu
penghormatan berharga dan
terhadap martabat bermartabat apa pun
individu latar belakang sosial
2. Menghindari
stereotip dalam
pergaulan
10. Lingkungan sekolah 1. Anti perundungan
yang ramah dan 2. Tidak mebeda-
bersahabat bedakan teman
3. Bersahabat dengan
semua orang
4. Interaksi positif antar
peserta didik dan
warga sekolah

Bab III Standar Materi | 23


lainnya

11. Gotong-royong lintas 1. Perencanaan kegiatan


iman dan sosial (5W1H)
kepercayaan 2. Evaluasi refleksi
kegiatan sosial

Bab III Standar Materi | 24


BAB IV
STANDAR METODE

Standar Metode PIP adalah acuan metode dalam proses


pembelajaran, yang merupakan kriteria minimal
pelaksanaan proses pembelajaran untuk memperoleh
capaian pembelajaran. Adapun prinsip-prinsip yang
dipergunakan dalam melaksanakan metode pembinaan
tingkat SMP/MTs adalah sebagai berikut:
PRINSIP-PRINSIP PEMBINAAN
1. Mengembangkan cipta, rasa, karsa, dan karya
2. Dilakukan secara intensif, merangkul dan
melibatkan seluruh pemangku kepentingan
3. Memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber
pembelajaran
4. Melaksanakan pembinaan sesuai konteks sosial
budaya masyarakat sekitarnya
5. Mengoptimalkan pencapaian kompetensi abad ke-21

6. Saling menghormati dan menghargai

7. Demokratis, berkeadilan, dan non diskriminasi


8. Menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, hak asasi
manusia, nilai kultural dan kemajemukan bangsa
9. Memberi keteladanan, membangun kemauan dan

Bab IV Standar Metode | 25


mengembangkan kreatifitas

Berdasarkan Prinsip-prinsip tersebut, standar metode


PIP bagi tingkat SMP/MTs disusun dalam ruang lingkup
yang mencakup lingkungan kelas, sekolah, dan
masyarakat. Adapun penjelasannya adalah sebagai
berikut:
METODE
KELAS SEKOLAH MASYARAKAT
 Bermain peran  Penghargaan  Satuan
dan simulasi terhadap pendidikan
keberagaman keberagaman bekerja sama
bangsa yang
dengan
Indonesia dari diekspresikan
individu
aspek suku, dalam kegiatan
etnis, ras, budaya, seni, sebagai reading
agama, dan ekstra role model,
gender yang kurikuler, guru tamu,
disatukan oleh perayaan, narasumber.
nilai-nilai tradisi dan  Program
Pancasila norma dan
seniman,
peraturan
 Diseminasi sekolah sastrawan,
pengalaman  Kepemimpinan budayawan,
langsung dari Kepala Sekolah sejarawan
guru dijiwai oleh masuk sekolah
 Metode nilai-nilai  Satuan
pembelajaran Pancasila
pendidikan
berbasis  Kebijakan

Bab IV Standar Metode | 26


nyanyian sekolah melibatkan
(lagu nasional, ditujukan untuk orang tua
lagu daerah, memperkuat dalam
dan lagu upaya
harmonisasi
anak); pencapaian
dan sinergitas
 Cerita (oleh kompetensi
guru, peserta peserta didik pembiasaan
didik, film PIP Tingkat dan PIP
kartun, film SMP/MTs  Satuan
anak); pendidikan
 permainan; melibatkan
 Outing class
komunitas-
 Projek
komunitas
Kewarganegar
remaja,
aan
pemuda dan
(mengambil
pergaulan di
projek di
masyarakat
sekolah)
untuk
harmonisasi
dan sinergitas
PIP

Bab IV Standar Metode | 27


BAB V
PENUTUP

Dengan tersusunnya standar materi dan metode PIP


pada pendidikan formal tingkat SMP/MTs ini
diharapkan dapat menjadi salah satu acuan bagi
penyelenggara program pembinaan bagi penceramah,
narasumber, dan fasilitator dalam memfasilitasi
peningkatan kapasitas pendidik dan tenaga
kependidikan, sehingga komunitas memiliki kompetensi
sesuai standar yang ditetapkan.
Disadari bahwa suatu ide pembaruan standar materi dan
metode tentang PIP untuk tingkat SMP/MTs yang
dilaksanakan hanya akan dapat diterima oleh seluruh
pemangku kepentingan pada tingkat pendidikan
tersebut bila pemikirannya secara luas disebarkan dan
disosialisasikan kepada mereka. Selain itu, yang tidak
kalah pentingnya adalah mereka dapat melihat secara
lugas, jelas, dan tegas keberhasilan dan
kebermanfaatannya dari konsep standar materi dan
metode PIP yang telah mereka gulirkan.
Untuk itu, salah satu yang perlu diperhatikan adalah
bahwa dalam hal ini standar materi dan metode PIP
pada tingkat SMP/MTs harus merupakan salah satu
sumber informasi yang berfungsi sebagai medium dan

Bab V Penutup | 28
mengkomunikasikan konsep PIP yang telah
dirancangnya.
Keberhasilan dan ketidakberhasilan dalam upaya
mengimplementasikan konsep standar materi dan
metode PIP, sangat ditentukan oleh organisasi dan
manajemen yang didukung oleh kepemimpinan yang
kuat dan dengan keteladanan yang tinggi dari para
penyelenggara, fasilitator, pendidik, dan tenaga
kependidikan di tingkat pendidikan dasar dan
menengah yang menjadi subjek sasaran.
Sehubungan dengan itu, maka dalam kondisi perubahan
yang amat cepat serta kompleksitas masalah PIP yang
akan dihadapi berkenaan dengan pelaksanaan
pembelajaran di sekolah, selain ke dua hal tersebut, maka
prinsip-prinsip manajemen modern seperti koordinasi,
kerja sama, networking, dan profesionalisme, serta adanya
kebijakan pemerintah daerah yang berpihak merupakan
faktor yang amat penting untuk diperhatikan.
Konsekuensi dari pemikiran di atas, maka pemangku
kepentingan pada tingkat SMP/MTs, baik di pusat
maupun di provinsi, harus memiliki rasa tanggung
jawab penuh atas terimplementasinya standar materi dan
metode PIP guna mewujudkan hasil yang sebaik-
baiknya. Hal ini juga sekaligus menunjukkan dukungan
kepada kebijakan BPIP secara keseluruhan.

Bab V Penutup | 29
Keberhasilan konsep standar materi dan metode PIP
memerlukan dukungan moril dan materil yang kuat.
Selain itu, diperlukan juga kerja sama dari berbagai
pihak yang mempunyai peranan stategis dalam
menunjang keberhasilan penyelenggaraan program
BPIP.
Standardisasi PIP ini merupakan rekomendasi sebagai
bagian dari upaya pendidikan dan pembentukan
karakter dan watak kewarganegaraan agar siap
menghadapi tantangan sebagai warga global dalam
kerangka NKRI sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Demikian konsep standar materi dan metode PIP tingkat
SMP/MTs ini dapat tersusun atas dukungan dan
bantuan pemikiran dari berbagai pihak, untuk itu kami
ucapkan terimakasih. Semoga standar materi dan metode
PIP ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam
penyelenggaraan program peningkatan kapasitas
pendidik dan tenaga kependidikan pada tingkat
SMP/MTs sehingga dapat terselenggara dengan baik
serta tercapainya tujuan yang diharapkan.

Bab V Penutup | 30

Anda mungkin juga menyukai