Anda di halaman 1dari 5

LK RESUME

JUDUL MODUL : KONFLIK DAN PERDAMAIAN


KEGIATAN BELAJAR 3 : MEMBANGUN BUDAYA DAMAI

Konsep Pengampunan dan Rekonsiliasi

Kata “mengampuni”, yakni tindakan memaafkan orang yang bersalah. Kata “mengampuni”
dalam bahasa Yunani (aphete) yang berarti merelakan atau melepaskan, biasanya digunakan
bersamaan dengan kata opheilo (hutang atau kesalahan) yang dilunasi atau dibebaskan.
Sewaktu Yesus menggunakan perumpamaan tentang budak yang kejam, Yesus juga
menyamakan mengampuni seperti menganggap lunas hutang seseorang (Matius 18:23-25).
Dengan memberi pengampuan maka segala kesalahan yang telah dilakukan seseorang terhadap
orang lain akan dilepaskan, dibebaskan atau direlakan untuk berlalu.

Apakah manusia perlu mengampuni ? alas an teologis dan mendasar Alasan yakni karena
Allah lebih dahulu mengasihi dan mengampuni manusia, sehingga manusia juga mesti selalu
bersikap rela dan terbuka memaafkan kesalahan orang lain. Dan perlu ingat bahwa Sebagaimana
seseorang memohon supaya Allah membebaskan dan mengampuni dosa-dosanya maka
demikian juga ia mesti bersedia mengampuni kesalahan orang lain. Mengampuni bukan saja
membebaskan orang lain tetapi juga membebaskan diri kita dari rasa dendam kesumat dan
amarah yang membuat batin kita tidak tenang.

Pengampunan bertujuan untuk membangun kembali ikatan persekutuan yang telah rusak
karena kejahatan dan dosa manusia. Dengan mengampuni atau memaafkan orang lain, kita
dapat membangun ikatan persekutuan atau kebersamaan tetapi juga menciptakan kehidupan
bersama dengan aman, tenteram dan damai.

Dasar teologis dari tindakan pengampunan Allah yakni Cinta Kasih dan Kemurahan Allah,
inisiatif dan prakarsa Allah. Karena Cinta Kasih-Nya, Allah mengambil inisiatif untuk mengampuni
dosa-dosa umat-Nya. Semuanya itu adalah Anugerah Allah. Melalui pengampunan Allah
tersebut, manusia bisa menjadi berarti dan kemudian hidup saling memaafkan atau
mengampuni satu dengan yang lain.

Pengampuan dalam pandangan Alkitab secara khusus dalam Perjanjian Baru bermakna
sebagai berikut :
- Perintah
Mengampuni sesama adalah sebuah perintah, dalam upaya menghadirkan tanda-tanda
Kerajaan Allah yakni kasih, sukacita, damai sejahtera. Dan karena itu, dengan mengampuni
orang lain, kita secara tidak langsung telah menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah
termasuk musuh kita (Mat. 6:12;14-15//Lukas11:4).
- Kemurahan Tuhan Yesus
Yesus adalah alasan kita diampuni dan mampu memaafkan orang lain. Dengan itu sangat
penting bagi anak-anakNya untuk memahami bahwa setiap orang berdosa dan rentan
dengan kesalahan. Namun oleh karena Yesus, kita diampuni. Jadi gunakan kisah
pengorbanan Yesus mati di kayu salib sebagai contoh pengampunan yang nyata. Lukas 23:
33-34
- Bertobat
Ketika kita menyadari kesalahan dan meminta maaf kepada Tuhan, Dia akan selalu
mencintai kita dan menyambut kita saat kembali ke jalan yang benar (bertobat).
- Pengampunan tanpa batas (sempurna)
Matius 18: 21-35. Yesus mengajarkan murid-murid-Nya dalam cerita ini bahwa mereka harus
memaafkan orang lain „tujuh puluh kali tujuh kali‟ atau berkali-kali. Sama seperti
pengampunan Tuhan yang tak berkesudahan, mengampuni dengan sempurna atau tanpa
batas

Pengampuan dan rekonsiliasi dua hal yang tidak berhubungan. Rekonsiliasi tidak
sekedar mencari solusi tetapi juga melihat pentingnya menjaga relasi diantara pihak- pihak
yang berkonflik. Adapun hubungan antara pengampunan dan rekonsiliasi :
- Pengampuan sebagai Eksistensi Manusia
Manusia memiliki kapasitas untuk mengampuni (Hannah Arendt; 1958). Dengan
kapasitasnya untuk mengampuni, seseorang menunjukkan eksistensinya yang bermakna dan
penting bagi kehidupan. Eksistensi itu selalu terhubung dengan orang lain. pengampunan
membebaskan dari konsekuensi atas apa yang sudah dilakukan, sekaligus membebaskan diri
dari predikat sebagai korban. Kapasitas ini bersumber dari Teologi Kristen bahwa yang
mempunyai kapasitas untuk mengampuni adalah Tuhan Allah. Tuhan Allah telah
menganugerahkan pengampunan bagi manusia dan kapasitas mengampuni bagi manusia.
- Mengampuni adalah Proses “Bercerita” dan “Mendengar”
Mengampuni adalah sebuah proses saling menceritakan (saling bercerita) satu dengan yang
lainnya. Cerita-cerita tersebut adalah cerita yang benar, sebuah cerita tentang rahasia
kehidupan yakni tentang peristiwa-peristiwa yang melukai dan menyembuhkan, cerita yang
memberikan kehidupan dan kematian (C.Villa Vincencio; 1997). Dalam proses tersebut,
orang mesti jujur mengakui kesalahannya yang membuat orang lain menderita atau terluka.
Sikap terbuka tersebut penting supaya orang keluar dari cara hidup yang egoistik, yang
selalu menganggap diri sebagai yang paling benar dan sempurna (tidak pernah berbuat
salah).
Proses bercerita dan mendengar bukanlah sebuah proses rekonsiliasi yang by design tetapi
sebuah proses yang melibatkan pihak-pihak yang bersitegang untuk menyelesaikan masalah
mereka secara tenang dan bijaksana. Lewat proses bercerita dan mendengar, maka kita akan
belajar mengerti kisah atau cerita orang lain, belajar mengasihi orang lain, dan saling
memaafkan atas kejahatan yang dilakukan. Di situlah proses rekonsiliasi atau pengampunan
dapat dimulai, yakni melalui proses bercerita dan mendengar
- Mengampuni adalah Proses “Mengingat” dan “Melampaui”
Pengampuan bukanlah melupakan peristiwa masa lalu. Sebab melupakan masa lalu yang
menyakitkan, itu mustahil dilakukan. Justru Pengampunan adalah proses mengingat
kembali peristiwa menyakitkan dengan sudut pandang yang baru (Muller Fahrenholdz;
1996). Dan itu butuh peran atau inisiatif baik dari korban maupun pelaku.
Kita disini diajar untuk dapat mengolah pengalaman masa lalu tersebut sedemikian rupa
untuk bisa melampauinya. Ketika pengalaman tersebut diingat kembali, maka ingatan
tersebut tidak membuka luka dan membawa kesakitan lagi tetapi melahirkan sikap yang
positif untuk membangun masa depan yang lebih baik.
- Pengampunan dan Spiritualitas Rekonsiliasi
Bertolak dari kisah Yakub dan Esau, menunjukkan bahwa waktu yang panjang tidak mampu
untuk menyelesaikan masalah yang terjadi (Kej. 32:7 dan 11). Yakub mesti bergumul dengan
dirinya sendiri, termasuk konflik yang menyertainya dimasa lalu. Pengampunan atau
rekonsiliasi mesti diawali dengan tekad atau kemauan baik (komitmen) untuk keluar dari
pengalaman masa lalu yang pahit dan bersedia untuk menjemput masa depan yang baru.
Yakub berhasil keluar dari pergumulan berat karena konflik dan berhasil memenangkan
(melampauinya) sehingga terwujudnya rekonsiliasi. Sehingga bicara dengan rekonsiliasi juga
berbicara dengan spiritualitas. Sebuah kekuatan, daya, semangat, roh yang mendorong kita
untuk bisa mengalahkan segala tantangan menuju hidup yang aman dan damai.
Kisah Esau dan Yakub memberikan contoh tentang spiritualitas rekonsiliasi, sebuah
pergulatan hidup manusia untuk menata kembali relasi yang terkoyak untuk membangun
kehidupan yang damai dan harmoni.
Perlu digaribawahi bahwa pengampunan dan spiritualitas membutuhkan Kasih dan
Keterbukaan.

Cara Menciptakan Dan Memelihara Perdamaian

Indonesia adalah bangsa yang multicultural, sehingga rawan dengan terjadinya


gesekan-gesekan yang dapat menjadi konflik. Kita tau bersama beberapa peristiwa
kerusuhan yang diakibatkan oleh perbedaan suku,agama, budaya,dan ideologi. Oleh karena
itu diperlukan cara- cara damai agar konflik tersebut bisa dicegah bahkan bisa berakhir.
Berikut bebapa mekanisme damai dalam penyelesaian masalah/ kerusuhan :

a. Menggunakan konsep perdamaian positif


Upaya mengatasi problem-problem yang menjadi akar penyebab terjadinya konflik
b. Konsep Perdamaian Negatif
Melakukan segala upaya untuk menghentikan segala bentuk kekerasan yang timbul dalam
sebuah konflik
c. Konsep Perdamaian Menyeluruh
Dalam hal ini kita berupaya mengombinasi antara konsep perdamaian positif dengan
negatif (Eka Hendri Ar.; 2009).

Selain hal diatas, ada beberapa upacara yang perlu dilakukan untuk mengcegah terjadinya
konfllik/ masalah khususnya dalam Negara yang majemuk ini, diantaranya
1. Menanamkan Nilai–Nilai Damai (Budaya Damai)
Budaya damai (culture of peace) dipahami bukan sebagai suatu kondisi yang ada begitu saja
sebagai suatu pemberian dan harus diterima oleh umat manusia. Sebaliknya budaya damai
dipahami sebagai hasil dari proses panjang yang melibatkan berbagai faktor dan actor.
Sementara itu UNESCO telah merumuskan budaya damai dengan aspek-aspek sebagai
berikut: Penghargaan terhadap kehidupan (respect all life), menolak kekerasan (reject
violence), berbagi dengan yang lain (share with others), mendengar untuk memahami (listen
to understand), menjaga kelestarian bumi (preserve the planet), menemukan kembali
solidaritas (rediscover solidarity), persamaan antara laki-laki dan perempuan, demokrasi
(democracy).
Kebudayaan damai bukan berarti bahwa tidak ada konflik sama sekali atau perdamaian
pasif. Akan tetapi bagaimana kita mendorong unsur-unsur dan struktur kebudayaan dalam
masyarakat untuk secara aktif menjadi sentral pengendalian konflik dalam masyarakat itu
sendiri. Unsur-unsur yang ada dalam budaya damai mencakup; aksi rasa saling memahami
satu sama lainnya, toleransi, solidaritas, penghormatan atas hak asasi manusia (HAM),
pembangunan ekonomi, sosial, budaya, adanya partisipasi yang demokratis dan aksi untuk
meningkatkan keamanan dan perdamaian internasional (Tim Penulis FKUB: 2009).
2. Pendidikan Perdamaian (Pendidikan Multikultural) Salah satu upaya untuk mewujudkan
damai adalah melalui proses pendidikan/pengajaran damai yang dilaksanakan baik secara
formal maupun non formal.
Dalam konteks Indonesia yang sangat majemuk, maka pendidikan berbasis multikultural
menjadi sangat strategis. Dengan pendidikan tersebut peserta dididik dapat mengelola
kemajemukan secara kreatif. Melalui pendidikan multikultural diharapkan konflik yang
muncul sebagai dampak dari transformasi dan reformasi sosial dapat dikelola secara cerdas
dan menjadi bagian dari pencerahan kehidupan bangsa di masa depan
3. Menjadi Agen Perdamaian
Semua orang mesti menjadi agen untuk mentransformasi kekerasan dengan
mengembangkan kehidupan yang adil, rukun dan damai.

Menciptakan atau memelihara perdamaian melibatkan semua elemen masyarakat.


Termasuk di dalamnya tugas dan peran agama-agama. Agama berperan dalam membangun
budaya damai nir kekerasan. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa isu-isu agama juga rentan
dengan konflik.
Oleh karena itu dalam memelihara dan membangun perdamaian antar umat beragama
diperlukan sikap toleransi yang kuat.
Aplikasinya dengan mengembangkan sikap dan gaya hidup bertetangga yang ditunjukan
dalam hubungan dan pergaulan sosial sehari-hari seperti saling mengunjungi pada hari besar
keagamaan, mengalami musibah, kegiatan, pergaulan anak-anak yang berbeda iman. Selain
itu Perlu juga perlakukan adil terhadap komunitas agama-agama baik oleh negara maupun
kelompok yang mayoritas.

Anda mungkin juga menyukai