Anda di halaman 1dari 54

PEMERIKSAAN

GANGGUAN GERAK
FUNGSIONAL PADA LANSIA

Oleh :
Filly Mamuaja
PEMERIKSAAN FUNGSI MOTORIK
 Pemeriksaan fungsi motorik pada lansia,
meliputi :
1. Pemeriksaan kekuatan otot
2. Pemeriksaan tonus otot
3. Pemeriksaan luas gerak sendi
4. Pemeriksaan postur
5. Pemeriksaan pola jalan
1. Pemeriksaan Kekuatan Otot
• Pemeriksaan kekuatan otot dapat
dilakukan dengan
– Pengujian otot secara manual MMT
– Menggunakan dinamometer
• Lansia yang tdk mampu mengkontraksikan
ototnya secara aktif dan volunter, tidak
tepat apabila diberikan MMT standar.
• Pemeriksaan kekuatan otot menggunakan
MMT bertujuan :
– Membantu penegakkan diagnosa klinis
– Penentuan jenis terapi
– Jenis alat bantu yg diperlukan
– Prognosis.
• Hal-hal yg perlu diperhatikan saat pemeriksaan MMT
pd lansia :
– Pelaksanaan dan interpretasi hasil pemeriksaan dgn MMT pd
lansia harus disesuaikan dengan keadaan
– Penggunaan tahanan yg maksimal harus memperhatikan
kemampuan sistem yg lain seperti sistem kardiovaskuler dan
muskuloskeletal
– Penjelasan dan contoh gerakan harus lebih jelas dan diulang
– Jangan terlalu sering mengubah posisi krn mengakibatkan
kelelahan
– Semua otot yg diperiksa dlm satu posisi harus diselesaikan
terlebih dahulu baru kemudian beralih posisi.
– Dalam penentuan hasil nilai kekuatan otot, perlu diperhatikan
adanya gangguan / hambatan, mis.nyeri, kontraktur, spasme
dan koordinasi.
– Utk mencapai tujuan, terapi pencapaian nilai kekuatan otot
lansia disesuaikan dgn kebutuhan lansia, yaitu ditekankan
pada kemampuan untuk melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan.
• Prosedur pelaksanaan MMT
– Lansia diposisikansedemikian rupa shg otot mudah berkontraksi
sesuai dgn kekuatannya.
– Bagian tubuh yg di tes bebas dari pakaian yg menghambat
– Berikan penjelasan dan contoh gerakan yg dilakukan
– Stabilisasi diberikan pd segmen proksimal.
– Selama terjadi kontraksi gerakan yg terjadi diobservasi, baik
palpasi pd tendon atau perut otot
– Memberikan tahanan pd otot yg dpt bergerak dgn LGS penuh
dan dgn melawan gravitasi
– Melakukan pencacatan hasil MMT.
• Prosedur pemeriksaan menggunakan dinamometer
– Posisi lansia disesuaikan dengan kebutuhan
– Dinamometer dihubungkan dengan anggota tubuh yg akan
diperiksa
– Lansia diminta utk mengkontraksikan otot secara isometrik dgn
usaha maksimal
– Kontraksi dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval waktu 1
menit
– Kekuatan kontraksi rata-rata dari ketiga kontraksi yg telah
dilakukan.
2. Pemeriksaan Tonus Otot

• Tonus otot adalah ketegangan minimal


suatu otot dlm keadaan istirahat.
• Pemeriksaan tonus otot :
– Palpasi
– Gerakan pasif
– Vibrasi
• Pada lansia tonus otot cenderung menurun.
Bila lansia mengalami gangguan sistem
saraf, dpt terjadi peningkatan tonus otot
(hipertonus) seperti pd keadaan spastik dan
sebaliknya dpt terjadi penurunan tonus otot
(Hipotonus) seperti dlm keadaan flaksid
1. Palpasi
– Dilakukan pd perut otot yg diperiksa
– Dengan palpasi didapatkan informasi tentang tonus otot
dlm keadaan normal, hipotonus atau hipertonus.
2. Gerakan pasif
– Pd anggota gerak (sendi) secara berulang-ulang dan
cepat sehingga otot yg diperiksa diregangkan dan
dikendorkan berulang-ulang.
3. Vibrasi
– Diberikan pd otot yg diperiksa dengan menggunakan
vibrator.
– Otot yg diperiksa diposisikan memendek, diberi vibrasi
dan pd saat yg sama lansia diminta mengkontraksikan
otot antagonisnya utk menggerakkan sendi ke arah
antagonisnya. Bila tdk dpt menggerakkan otot ke arah
antagonisnya berarti otot yg diperiksa dlm keadaan
hipertonus.
– Cara ini hrs didahului dgn pemeriksaan gerak aktif pd
otot antagonis dan hasil pemeriksaan menunjukkan
bahwa gerakan tsb dpt dilakukan dgn baik.
3. Pemeriksaan Luas Gerak Sendi
• LGS merupakan luas gerak sendi yang dapat
dilakukan oleh suatu sendi.
• Tujuan pemeriksaan LGS
– Utk mengetahui besarnya LGS suatu sendi dan
membandingkannya dgn LGS sendi yg normal
– Membantu diagnosis
– Menentukan fungsi sendi
• Hasil pengukuran LGS dpt digunakan utk
menentukan tujuan dan rencana terapi dlm
mengatasi gangguan LGS
• Dlm pemeriksaan LGS harus mempertimbangkan
penyebab dari keterbatasan gerak, mis.nyeri,
spasme, atau ada perlengketan jaringan dan
kualitas gerak (normal, hipertonus, rigid, atau gerak
kejut).
• Prosedur pengukuran LGS menggunakan
Goniometer :
– Posisi awal adalah posisi netral / anatomis
– Sendi yg diukur hrs terbuka, bebas pakaian
– Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang harus
dilakukan
– Berikan gerakan pasif 2 atau 3 kali utk menghilangkan
substitusi dan ketegangan krn kurang bergerak
– Stabilisasi pd segmen bagian proksimal
– Tentukan aksis gerakan
– Letakkan tangkai goniometer yg statik paralel longitudinal
garis tengah segmen / tubuh yg statik
– Letakkan tangkai goniometer yg bergerak paralel
terhadap aksis longitudinal segmen / tubuh yg bergerak
– Pastikan aksis goniometer tepat pd aksis gerakan sendi
– Baca dan catat hasil pemeriksaan LGS
4. Pemeriksaan Postur

• Pemeriksaan postur
dilakukan dengan cara
INSPEKSI pada posisi berdiri.
• Posisi yg baik / normal, jika
dilihat dari samping, pd
satu garis lurus adalah :
– Tampak telinga
– Akromion
– Trunk
– Trokanter mayor
– Patela bagian posterior
– Maleolus lateralis
…..Lanjutan pemeriksaan postur lansia

• Postur lansia tampak samping • Postur lansia tampak belakang


• Interpretasi pemeriksaan postur
menurut palmer
1. Pandangan lateral / samping
a) Kepala fleksi ke depan, disebabkan oleh :
– Kurva lordosis servikal yg berlebihan
– Peningkatan ketegangan otot extensor servikal,
upper trapezius levator skapula
– Terulurnya otot flexor skapula.
b) Kurva lordosis servikal datar, korpus vertebra
servikal terletak di depan garis vertikal tubuh :
 Terulurnya ligamen posterior servikal dan extensor
servikal
 Flexor servikal menegang
c) Kifosis torakalis, terjadi
peningkatan konveksitas
vertebra torakalis.
 Penekanan diskus
intervertebra ke arah
anterior
 Terulurnya otot extensor
thoraks, middle & lower
trapezius, ligamen
longitudinal posterior.
 Pengerasan ligamen
longitudinal anterior, otot
abdominal atas dan otot
dada bagian anterior.
d) Lordosis lumbalis,
terjadinya hiperextensi
vertebra lumbal.
 Pelvis rotasi ke anterior
 Penekanan pd vertebra
bagian posterior
 Terulurnya ligamen
longitudinal anterior dan
otot perut bagian bawah
 Pengerasan ligamen
longitudinal posterior, otot
extensor punggung bawah,
dan otot flexor sendi
panggul.
e. Sway back, merupakan
manifestasi dari flexi lumbal
dengan asosiasi pelvis rotasi ke
posterior, extensi sendi
panggul, kifosis torakalis, dan
pelvis bergeser ke anterior, hal
ini disebabkan :
• Terulurnya ligamen sendi panggul
bagian anterior dan sendi
panggul hiperextensi
• Penekanan vertebra ke arah
posterior
• Terulurnya ligamen longitudinal
posterior, otot-otot extensor
punggung bawah, dan otot flexor
sendi panggul.
f. Flat back, terjadi kurva
vertebra lumbal
mendatar. Hal ini dapat
disebabkan :
• Pelvis rotasi ke posterior
• Pengerasan otot hamstring
• Kelemahan otot flexor
sendi panggul
• Terulurnya ligamen
longitudinal posterior
g. Pelvis rotasi ke anterior, hal
ini disebabkan oleh :
• Peningkatan kurva lordosis
lumbal dan kifosis torakalis
• Penekanan vertebra ke arah
posterior
• Terulurnya otot-otot
abdomen, ligamen
sakrotuberosum, ligamen
sakroiliaka dan
lig.sakrospinosum
• Pengerasan otot flexor sendi
panggul.
h. Pelvis rotasi ke posterior,
simfisis osis pubis berada
lebih anterior dari SIAS.
Hal ini dapat
disebabkan oleh :
• Sway back dgn kifosis
torakalis
• Penekanan vertebra ke
arah anterior
• Terulurnya flexor sendi
panggul, otot abdomen
bagian bawah dan kapsul
sendi
• Pengerasan otot
hamstring
i. Flexi sendi lutut, aksis
sendi lutut berada di
anterior garis tegak
tubuh. Hal ini dpt
disebabkan oleh :
• Pengerasan m.popliteus
dan hamstring
• Terulurnya m.kuadriseps
dan pengerasan
m.gastrocnemius
• Penekanan pd bagian
posterior sendi lutut
• Pembatasan oleh tulang
dan jaringan lunak
2. Pandangan Antero-posterior
a. Penyimpangan kepala dan leher, hal ini
disebabkan oleh :
• Pengerasan otot lateral flexor leher pd salah satu sisi
• Terulurnya otot lateral flexor kontralateral
• Kompresi vertebra pd sisi lateral yg terkena
Rotasi Kepala
b. Rotasi kepala. Hal ini
disebabkan oleh :
• Pengerasan otot
sternocleidomastoideus,
trapezius atas, scalenus dan
intrinsik rotator kepala pd
satu sisi.
• Pemanjangan otot rotator
kepala kontralateral
• Kompresi dan rotasi vertebra
servikalis.
c. Rotasi medial sendi bahu.
Hal ini dapat disebabkan
oleh :
• Pembatasan gerak lateral
rotasi sendi bahu
• Pengerasan otot medial
rotasi sendi bahu.
d. Wing scapulae, ketika
margo medial scapula
menjauh dari kosta. Hal ini
disebabkan oleh
kelemahan otot serratus
anterior.

e. Abduksi skapula, ketika


skapula menjauhi garis
tengah vertebra torakalis.
Hal ini disebabkan oleh :
• Pengerasan m.serratus
anterior
• Penguluran m.rhomboideus
dan m. trapezius middle.
f. Skoliosis, prosesus spinosus
vertebra berada di sebelah
lateral garis tengah batang
tubuh. Hal ini dapat
disebabkan oleh :
• Otot intrinsik tubuh memendek
pd satu sisi
• Penguluran otot intrinsik tubuh
kontralateral
• Kompresi vertebra pd kurva
konkaf
• Perubahan struktur pd tulang
kosta atau vertebra
• Perbedaan panjang tungkai
dan rotasi pelvis
• Gangguan fungsi organ
interna.
g. Pelvis miring ke lateral,
salah satu pelvis lebih
tinggi dibandingkan sisi
yang lain. Hal ini dapat
disebabkan oleh :
• Skoliosis dgn kurva konvek
lumbal ipsilateral
• Perbedaan panjang
tungkai
• Pemendekan otot
kuadratus lumborum
kontralateral
• Pengerasan otot abduktor
ipsilateral dan pengerasan
otot adduktor kontralateral
• Kelemahan otot abduktor
kontralateral.
h. Abduksi sendi panggul,
trokanter mayor lebih
tinggi pd sisi yg terkena.
Hal ini dapat
disebabkan oleh :
• Pengerasan otot
abduktor sendi panggul
• Pengerasan otot
adduktor sendi panggul
kontralateral
• Kelemahan otot abduktor
sendi panggul
kontralateral dan
adduktor sendi panggul
ipsilateral.
i. Genu varum / bowleg,
pusat sendi lutut berada di
sebelah lateral garis
tengah tubuh. Hal ini dpt
disebabkan oleh :
• Pengerasan otot medial
rotasi sendi panggul dengan
hiperextensi sendi lutut,
pengerasan m.kuadrisep
dan otot evertor kaki
• Kompresi pd bagian medial
sendi lutut
• Penguluran otot lateral rotasi
sendi panggul, popliteus
dan tibialis posterior.
j. Genu valgum, pusat
sendi lutut bergeser ke
medial dari garis
tengah tubuh. Hal ini
dapat disebabkan
oleh :
• Pengerasan traktus
iliotibialis dan struktur
lateral sendi lutut
• Pemanjangan struktur
medial sendi lutut
• Kompresi pd bagian
lateral sendi lutut.
 Pada lansia terjadi penyimpangan di sekitar garis
lurus tubuh karena perubahan kurva.
Penyimpangan tersebut antara lain :
 Kepala cenderung flexi
 Protraksi sendi bahu
 Vertebra thorakal sedikit kifosis.
 Lansia yg cenderung banyak duduk dalam
waktu lama menyebabkan vertebra lumbal
datar, sendi lutut dan sendi panggul menjadi
sedikit flexi. Penyebab perubahan ini, yaitu
perubahan struktur diskus intervertebralis dan
hipokinetik.
5. Pemeriksaan Pola Jalan
• Beberapa perubahan yang terjadi pada pola jalan lansia :
– Sedikit ada rigiditas pd anggota gerak, terutama anggota gerak
atas lebih dari anggota gerak bawah. Rigiditas akan hilang
apabila tubuh bergerak.
– Gerakan otomatis menurun, amplitudo dan kecepatan berkurang,
seperti hilangnya ayunan tangan saat berjalan.
– Hilangnya kemampuan utk memanfaatkan gravitasi sehingga
kerja otot meningkat
– Hilangnya ketepatan dan kecepatan otot, khususnya otot
penggerak sendi panggul
– Langkah lebih pendek agar merasa lebih aman
– Penurunan perbandingan antara fase mengayun terhadap fase
menumpu pd kedua tungkai lebih lama
– Penurunan rotasi badan, terjadi krn efek sekunder dari kekakuan
sendi
– Penurunan ayunan tungkai saat fase mengayun
– Penurunan sudut antara tumit dan lantai
– Penurunan irama jalan
– Penurunan rotasi gelang bahu dan panggul sehingga pola jalan
tampak kaku
– Penurunan kecepatan ayunan lengan dan tungkai.
• Tujuan pemeriksaan pola jalan :
– Mengetahui ada tidaknya gangguan
keseimbangan saat berjalan
– Mengetahui ada tidaknya gangguan koordinasi
gerakan saat berjalan.
• Syarat pemeriksaan pola jalan
– Lansia sebaiknya menggunakan celana pendek
serta tdk memakai alas kaki shg tungkai dapat
diobservasi dgn jelas.
– Observasi dilakukan dari berbagai sudut
pandang.
– Saat berjalan, lansia diminta bersikap wajar,
berjalan sesuai kemampuannya.
– Pemeriksa memperhatikan dgn seksama masing-
masing peristiwa dari fase berjalan
• Hal-hal yg harus diperhatikan dalam
pemeriksaan pola jalan :
– Persendian yang bergerak
– Irama gerakan
– Kecepatan bergerak
– Ayunan lengan
– Gerakan badan
– Postur tubuh
– Perbandingan fase menumpu dan fase
mengayun
– Lebar langkah
– Panjang langkah
Selain itu ditanyakan pula apakah ada rasa
nyeri saat berjalan utk fase menumpu dan
fase mengayun.
• Pelaksanaan pemeriksaan
– Lansia diminta untuk berjalan biasa, kemudian
diamati dari arah samping, depan, dan
belakang. Selanjutnya dicatat :
• Adakah ayunan lengan
• Adakah rotasi badan
• Apakah irama dan kecepatan gerakan berlangsung
dgn baik dan sinkron
• Apakah saat menumpu / mengayun, tungkai kanan
dan kiri seimbang
• Apakah terjadi perubahan expresi wajah lansia
• Adakah rasa nyeri
• Apakah peristiwa pada fase menumpu dan fase
mengayun berlangsung langkap dan sempurna
• LGS sendi panggul, lutut, ankle kanan dan kiri
• Utk masing-masing fase menumpu dan fase mengayun
apakah sama.
Interpretasi Umum pemeriksaan pola jalan :

• Apabila ekspresi wajah berubah seperti orang kesakitan


saat menumpu menunjukkan adanya nyeri pada
persendian. Bila terjadi saat fase mengayun, kemungkinan
nyeri terletak pd otot, sendi atau jaringan sekitar
persendian.
• Berjalan dengan perlahan kemungkinan diakibatkan oleh
adanya pemendekkan otot atau penurunan LGS sendi,
instabilitas persendian atau kekuatan otot menurun
• Gerakan yang terjadi berlangsung kasar / patah-patah
kemungkinan diakibatkan oleh adanya gangguan
koordinasi
• Bidang tumpu melebar kemungkinan karena gangguan
keseimbangan
• Fase menumpu berlansung singkat, menunjukkan adanya
nyeri pd persendian / letak kerusakan pada persendian dan
kekuatan otot yang menurun
• Fase mengayun memendek, kemungkinan disebabkan oleh
adanya penurunan kekuatan otot, keterbatasan LGS serta
nyeri pada otot.
Interpretasi khusus pemeriksaan pola jalan pada
setiap fase berjalan :

1. Heel strike
• Tidak terjadi dengan baik, kemungkinan terdapat kelemahan
otot dorsalflexor ankle atau pemendekan otot plantarflexor
ankle
• Bila lutut tdk bisa lurus, kemungkinan kelemahan otot extensor
lutut atau pemendekkan otot flexor lutut
• Bila sendi panggul tdk dpt flexi, kemungkinan penurunan
kekuatan otot flexor panggul atau pemendekkan otot extensor
panggul.
2. Mid-stance
• Bila tdk terjadi dengan baik, kemungkinan nyeri pada sendi
panggul, lutut dan ankle, kelemahan otot tungkai, terutama
extensor panggul, lutut dan plantarflexor ankle, atau
pemendekkan ototflexor panggul, lutut dan dorsalflexor ankle.
• Bila posisi goyang, kemungkinan gangguan sendi panggul,
lutut dan ankle atau nyeri pada sendi panggul, lutut dan ankle.
• Bila panggul jatuh ke arah homolateral, kemungkinan
kelemahan otot abduktor panggul.
3. Push off
• Bila push off tdk berlangsung dengan baik, kemungkinan
kelemahan plantar flexor ankle, pemendekkan plantar
flexor ankle atau pemendekan flexor panggul.
4. Ascelerasi
• Bila tdk berlangsung dgn baik, kemungkinan kelemahan
flexor lutut, kelemahan flexor panggul, pemendekkan
extensor lutut, atau pemendekkan extensor panggul.
5. Mid-swing
• Bila tdk berlangsung dengan baik, kemungkinan
kelemahan flexor panggul dan lutut, kelemahan
dorsalflexor ankle, pemendekan extensor panggul dan
lutut atau pemendekan plantarflexor ankle
6. Descelerasi
• Bila tdk berlangsung dgn baik, kemungkinan kelemahan
flexor panggul, kelemahan extensor lutut, pemendekan
extensor panggul dan flexor lutut.
PEMERIKSAAN FUNGSI SENSORIK
• Pemeriksaan fungsi sensorik yang berkaitan dgn
lansia antara lain :
– Sensasi protektif (protopatik) :
• Nyeri superfisial
• Temperatur
• Sentuhan ringan
– Sensasi diskriminatif (epikritik)
• Taktil
• Diskriminasi 2 titik
• Kinestesia
• Proprioseptif
– Pemeriksaan nyeri, yg dilakukan dengan cara
• VAS (visual analog scale)
• VDS (verbal descriptive scale)
• Skala 5 tingkat.
• Dalam pemeriksaan fungsi sensorik dimulai dengan
pemeriksaan sensasi protektif kemudian diikuti
dengan pemeriksaan sensasi diskriminatif. Hal ini
dilakukan krn sensasi protektif merupakan respons yg
lebih primitif. Jika pemeriksaan menunjukkan adanya
gangguan respon protektif, kemungkinan besar juga
akan terjadi gangguan pd sensasi diskriminatif.
• Prosedur pengujian terdiri dari 2 komponen, yaitu
– Aplikasi stimulus
– Respons terhadap stimulus
• Selama pemeriksaan data yg harus dikumpulkan
meliputi tipe sensasi yg terkena, kuantitas atau
derajat kerusakan, lokalisasi, dan perasaan subyektif
pasien terhadap perubahan yang dialami.
• Peralatan yang diperlukan dalam pemeriksaan
sensorik
– Jarum yg berujung tajam dan tumpul
– Tabung reaksi
– Sikat bulu / kain katun
– Dermatom chart
PEMERIKSAAN FUNGSI SENSOMOTORIK

• Fungsi sensomotorik yg terpenting adalah


koordinasi dan keseimbangan.
• Pemeriksaan koordinasi dapat dibagi dalam :
– Pemeriksaan koordinasi non-ekuilibrium  utk
menilai komponen statis dan dinamis dari
gerakan saat tubuh tidak pd posisi tegak,
meliputi gerakan motorik kasar dan halus
– Pemeriksaan koordinasi ekuilibrium  utk menilai
komponen statis dan dinamis dari postur dan
keseimbangan ketika tubuh dalam posisi berdiri,
meliputi gerakan motorik kasar, dan observasi
tubuh saat statik dan dinamis.
Pemeriksaan koordinasi non-ekuilibrium

• Jari ke hidung • Kriteria penilaian :


• Jari lansia ke jari ft’s. 1. Tidak mampu
melakukan aktivitas
• Jari ke jari tangan yang lain 2. Keterbatasan berat,
• Menyentuh hidung dan jari-jari tangan hanya dpt
bergantian mengawali aktivitas,
• Gerak oposisi jari tangan tetapi tdk lengkap
3. Keterbatasan
• Menggenggam sedang, dapat
• Pronasi-supinasi menyelesaikan
• Rebound tes aktivitas, tetapi
koordinasi tampak
• Tepuk tangan menurun dengan
• Tepuk kaki jelas, gerakan
lambat, kaku, dan
• Menunjuk tidak stabil.
• Tumit ke lutut dan tumit ke jari-jari kaki 4. Keterbatasan
bergantian. minimal, dapat
menyelesaika
• Jari-jari kaki menyentuh jari tangan terapis. aktivitas dengan
• Tumit menyentuh bawah lutut kecepatan dan
• Menggambar lingkaran dengan tangan kemampuan lebih
lambat sedikit
• Menggambar lingkaran dengan kaki dibanding normal
• Mempertahankan posisi anggota gerak atas 5. Kemampuan normal
• Mempertahankan posisi anggota gerak bawah.
Pemeriksaan koordinasi ekuilibrium :
• Berdiri dengan postur normal • Kriteria penilaian :
• Berdiri dengan postur normal, mata 1. Tidak mampu
tertutup melakukan aktivitas
• Berdiri dengan kaki rapat 2. Mampu melakukan
• Berdiri pada satu kaki aktivitas dengan
• Berdiri, flexi trunk dan kembali ke bantuan sedang
posisi netral sampai maksimal
untuk
• Berdiri lateral flexi trunk mempertahankan
• Berjalan, letakkan tumit salah satu keseimbangan
kaki didepan jari kaki yang lain 3. Mampu melakukan
• Berjalan pada garis lurus aktivitas dengan
• Berjalan mengikuti tanda yang sedikit bantuan
digambar pada lantai untuk
• Berjalan menyamping mempertahankan
keseimbangan
• Berjalan mundur
4. Mampu melakukan
• Berjalan pada lingkaran aktivitas dengan
• Berjalan dengan tumit lengkap.
• Berjalan dengan ujung kaki.
• Penilaian dibuat dengan mempertimbangkan
:
– Kelemahan input visual yang mempengaruhi
kemampuan aktivitas atau kualitas penampilan
– Instruksi verbal diperlukan untuk melengkapi
aktivitas
– Perubahan pada kecepatan mempengaruhi
kualitas penampilan
– Diperlukan waktu yang cukup utk melengkapi
aktivitas
– Perubahan posisi lengan mempengaruhi
pemeriksaan ekuilibrium
– Pada kepala, leher dan tubuh harus diperhatikan
kemungkinan gerakan tambahan, tidak siap atau
osilasi.
– Kelelahan mempengaruhi konsistensi respons.
PEMERIKSAAN FUNGSI KOGNITIF DAN
INTRAPERSONAL
• Batasan fungsi kognitif meliputi : komponen atensi,
konsentrasi, memori, pemecahan masalah,
pengambilan sikap, integrasi belajar dan proses
komprehensif.
• Alat ukur untuk pemeriksaan fungsi kognitif dan
intrapersonal yaitu dengan cara tanya jawab,
kuesioner atau peragaan.
• Bentuk pemeriksaan fungsi kognitif dan
intrapersonal :
– Status mini mental
– Tes memori visual
– Tes memori pendek
– Tes memori panjang
– Orientasi
– Tes kemampuan mengikuti instruksi
– Tes atensi.
1) Status mini mental
– Meliputi : orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi, pengenalan kembali,
bahasa.
– Utk mengetahui kemampuan kognitif yg dilakukan secara sederhana
dan cepat.
2) Tes memori visual
– Tes reproduksi desain, tes ini digunakan utk melihat adanya gangguan
dari memori visual
– Tes dengan memperlihatkan sepuluh gambar. Bila lansia hanya
menyebutkan kurang dari tiga berarti ada gangguan memori.
3) Tes memori pendek
– Tes ini ditujukan utk mengetahui memori lansia terhadap kejadian atau
hal-hal yang dialaminya dalam jangka waktu relatif pendek.
4) Tes memori jangka panjang
– Tes ini bertujuan mengetahui memori lansia terhadap kejadian atau hal-
hal yang terjadi pd waktu lalu, seperti masa kecil, masa sekolah, dsb
5) Orientasi
– Tes ini berupa orientasi waktu, tempat, atau seseorang yang mempunyai
hubungan dengan lansia.
6) Tes kemampuan mengikuti instruksi
7) Tes atensi (perhatian terhadap rangsang)
– Dapat diperiksa dengan cara melihat kemampuan lansia utk
melaksanakan tugas motorik dengan waktu yang proporsional
– Pemeriksaan dimulai dengan menyebutkan dua angka kemudian
dilanjutkan sampai lansia gagal.
PEMERIKSAAN FUNGSI INTERPERSONAL
DAN SOSIAL
• Tujuan pemeriksaan interpersonal dan sosial adalah untuk
menilai kemampuan dalam berinteraksi, mengantisipasi
konflik, berperan atau menempatkan diri dalam berinteraksi,
bermasyarakat/berkelompok.
• Alat ukur / metode yang digunakan :
– Wawancara / tanya-jawab
– Angket / kuesioner
– Pengamatan,dll
• Pemeriksaan interpersonal dan sosial yg sederhana dan
mudah dilakukan, mis.pengamatan terhadap lansia dlm
kehidupan sehari-harinya di lingkungan keluarga, di
masyarakat. Selanjutnya dilakukan penilaian tentang
bagaimana keberhasilan lansia dlm melakukan hal-hal tsb.
• Lansia dikatakan mempunyai gangguan dalam aktivitas
interpersonal apabila tdk dpt melakukan hal-hal tsb, dengan
baik, mis.menjadi stres dan pasif dlm pergaulan.
PEMERIKSAAN KEMAMPUAN
FUNGSIONAL
• Pemeriksaan kemampuan fungsional
merupakan proses untuk mengetahui
kemampuan lansia dalam melakukan
aktivitas sehari-hari atau waktu senggangnya
yg terintegrasi dgn lingkungan aktivitasnya.
• Sistem penilaian yang dikembangkan dalam
pemeriksaan kemampuan fungsional :
– Indeks Barthel yang dimodifikasi
– Indeks Katz
– Indeks Kenny self-care
– Indeks activity daily living (ADL)
1. Indeks Barthel yang dimodifikasi
• Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan
orang lain dalam meningkatkan aktivitas
fungsional.
• Penilaian :
• 0 – 20 : ketergantungan penuh
• 21 – 61 : ketergantungan berat / sangat
tergantung
• 62 – 90 : ketergantungan moderat
• 91 – 99 : ketergantungan ringan
• 100 : mandiri.
• Penilaian meliputi 10 kemampuan.
Indeks Barthel yang dimodifikasi :

N AKTIVITAS NILAI
o BANTUAN MANDIRI
1. Makan 5 10
2. Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur dan sebaliknya 5 – 10 15
3. Kebersihan diri, mencuci muka, menyisir, mencukur, dan menggosok 0 5
gigi.
4. Aktivitas di toilet (menyemprot, mengelap) 5 10
5. Mandi 0 5
6. Berjalan di jalan yang datar (jika tdk mampu berjalan, lakukan dgn 10 15
kursi roda)
7. Naik turun tangga 5 10
8. Berpakaian termasuk mengenakan sepatu 5 10
9. Mengontrol defekasi 5 10
10 Mengontrol berkemih 5 10
JUMLAH 100
2. Indeks Katz
• Untuk mengukur aktivitas fungsional yang mencakup 6
kemampuan aktivitas :
• Mandi
• Berpakaian
• Pergi ke toilet
• Berpindah
• Mengontrol defekasi dan berkemih
• Makan
• Klasifikasi hasil pemeriksaan
• A : mandiri, untuk 6 fungsi
• B : mandiri, untuk 5 fungsi
• C : mandiri, kecuali utk mandi dan 1 fungsi lain
• D : mandiri, kecuali untuk mandi, berpakaian dan 1 fungsi
lain
• E : mandiri, kecuali utk mandi, berpakaian, pergi ke toilet
dan 1 fungsi lain
• F : mandiri, kecuali untuk mandi, berpakaian, pergi ke toilet,
transfer dan I fungsi lain
• G : tergantung untuk 6 fungsi.
Indeks Katz :

Bantuan berarti aktivitas dilakukan dgn pengawasan, pengarahan, atau bantuan org lain
Mandiri berarti aktivitas dpt dilakukan tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan seseorg
Mandi
( ) dpt mengerjakan sendiri ( ) sebagian/ pd bagian tertentu ( ) sebagian besar /
dibantu seluruhnya dibantu

Berpakaian
( ) seluruhnya tanpa bantuan ( ) dapat mengerjakan sendiri ( ) seluruhnya dengan
kecuali mengikat sepatu bantuan

Pergi ke Toilet
( ) dpt pergi ke WC dan ( ) dpt pergi ke WC, tetapi ( ) tdk dpt pergi ke WC
dpt mengerjakan sendiri memerlukan bantuan

Berpindah
( ) tanpa bantuan ( ) dpt melakukan dgn bantuan ( ) tdk dpt melakukan

Continence (defekasi & berkemih)


( ) dpt mengontrol ( ) kadang-kadang ngompol / ( ) dibantu seluruhnya
defekasi di tempat tidur (dgn kateter/manual)

Makan (feeding)
( ) dpt melakukan tanpa ( ) dpt makan sendiri, kecuali ( ) seluruhnya dibantu
bantuan hal-hal tertentu
3. Indeks Kenny self-care
• Merupakan pertimbangan untuk menilai sarat minimal
kemandirian individu atau tempay lain dengan
lingkungan terbatas.
• Hal-hal yang akan dinilai, meliputi 7 kategori :
• Aktivitas di tempat tidur
• Berpindah
• Ambulasi
• Berpakaian
• Higiene
• Defekasi / berkemih
• Makan
• Skala penilaian
• 0 : ketergantungan penuh
• 1 : perlu banyak bantuan
• 2 : perlu bantuan sedang
• 3 : perlu bantuan minimal / pengawasan
• 4 : mandiri penuh
Hasil penilaian merupakan jumlah rata-rata tiap bidang
kemampuan.
Indeks Kenny self-care :

Kategori Jenis Aktivitas


Aktivitas di tempat tidur 1) Bergeser di tempat tidur
2) Bangun dan duduk
1) Duduk
Berpindah
2) berdiri
3) penggunaan toilet
Ambulasi 1) berjalan
2) naik / turun tangga
3) penggunaan kursi roda
Berpakaian 1) anggota atas dan trunk bagian atas
2) anggota bawah dan trunk bagian bawwah
3) kaki
1) wajah, rambut, anggota atas
Higiene 2) trunk
3) anggota bawah
Defekasi
Berkemih
Makan
PENILAIAN LINGKUNGAN AKTIVITAS
• Pemeriksaan ini utk melihat lingkungan aktivitas baik di dalam rumah
atau di luar rumah.
• Keterangan yg diperlukan pd penilaian lingkungan aktivitas, antara
lain :
– Apakah ada kamar khusus utk lansia
– Berapakah jumlah ruang yg ada di rumah lansia
– Apakah lansia hrs naik-turun tangga bila masuk keluar rumah
– Apakah lingkungan sekitar rumah cukup aman
– Bagaimana kebersihan rumah tsb.
– Apakah rumah cukup memiliki ventilasi
– Apakah terdapat tanda-tanda kurang terurus
– Daftar keamanan
– Ada tidaknya bahaya / penyebab jatuh
• Dari lingkungan rumah
• Kamar mandi
• Kamar tidur
• Dapur
• Kamar duduk
• Tangga
• Diluar rumah
Contoh desain lingkungan aktivitas
Sumber : Kep. Mentri PU Nomor : 468/KPTS/1998, Tanggal 1-12- 1998
tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan dan
Lingkungan

PINTU
• Pintu utama Lebar bukaan minimal 90 cm, pintu kurang
penting minimal 80 cm
• Sedapat mungkin dihindari ramp (perbedaan ketinggian)
• Daun pintu yang tidak dianjurkan :
• Pintu geser
• Pintu yang berat dan sulit dibuka/ditutup
• Pintu yang terbuka kekedua arah
• Pintu dengan dua daun pintu yang berukuran kecil
• pintu dengan bentuk pegangan yang sulit dioperasikan
•Hindari bahan lantai licin disekitar pintu
TANGGA
• Dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran
seragam
• Kemiringan tangga kurang dari 60 derajat
• dilengkapi pegangan rambat (handrail) minimum
pada
salah satu sisi
• Handrail mudah dipegang dg ketinggian 65-80 cm
dari lantai
• Tidak ada air hujan yang menggenang (bila di
luar)
• tinggi anak tangga 15 – 19 cm, lebar pijakan 27-30
cm

Anda mungkin juga menyukai