Anda di halaman 1dari 6

Usulan Optimasi Interval Inspeksi dan Estimasi

Remaining Life pada Pressure Vessel Menggunakan


Metode Risk Based Inspection (RBI) Dengan
Pendekatan Semi-Kuantitatif
1st Martha Laura Purba 2nd Endang Budiasih 3rd Fransiskus Tatas Dwi Atmaji
Industrial Engineering Department School Industrial Engineering Department Industrial Engineering Department
of Industrial and System Engineering School of Industrial and System School of Industrial and System
Jl. Telekomunikasi Terusan Buah Batu , Engineering Engineering
Bandung, 40257, Indonesia Jl. Telekomunikasi Terusan Buah Batu , Jl. Telekomunikasi Terusan Buah Batu ,
marthalaura@student.telkomuniversity.ac.id Bandung, 40257, Indonesia Bandung, 40257, Indonesia
endangbudiasih@telkomuniversity.ac.id franstatas@telkomuniversitas.ac.id

Abstrak—Pressure vessel merupakan salah satu peralatan sebelum komponen mengalam kerusakan. Corrective
yang digunakan pada PT.XYZ. Kerugian yang diakibatkan Maintenance merupakan pemeliharaan yang dilakukan setelah
apabila pressure vessel ini mengalami kegagalan saat beroperasi komponen sudah berhenti bekerja atau mengalami kegagalan
adalah sekitar $ 11590.37, maka dari itu perusahaan perlu operasional [6]. Kegiatan yang dilakukan pada preventive
menjaga kehandalan peralatan ini. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui estimasi remaining life, tingkatan risiko,
maintenance adalah proses inspeksi untuk memeriksa kondisi
estimasi interval inspeksi, dan perbandingan biaya inteval fasilitas, dan pemeliharaan berjalan[7].
inspeksi usulan dan eksisting. Metode Risk Based Inspection (RBI) Risk Based Inspection adalah proses penilaian risiko dan
digunakan dalam penelitian ini, untuk menentukan program dan
proses manajemen yang fokus kepada kegagalan peralatan
rencana inspeksi berdasarkan risiko kegagalan dan konsekuensi
kegagalan suatu peralatan.Hasil penelitian dengan menggunakan karena kerusakan material pada fasilitas pemrosesan dan
metode RBI menunjukkan bahawa tingkat risiko pressure vessel dikelola dengan melakukan pemeriksaan peralatan [8]. RBI
adalah medium dengan estimasi interval inspeksi 6 tahun dan (Inspeksi berbasis risiko) merupakan suatu metode analisa
perbandingan biaya interval inspeksi usulan dan eksisiting inspeksi yang menjadikan risiko sebagai dasarnya[9]. Dengan
menghasilkan selisih sebesar $ 2181,84. metodologi ini, risiko yang disebabkan oleh kegagalan dapat
menjadi fungsi yang dapat diperkirakan berdasarkan
Kata Kunci—Interval Inspeksi, Pressure Vessel, Risk Based kemungkinan dan konsekuensi kegagalan [10]. Metodologi
Inspection, Remaining Life, Tingkat Risko RBI ini bertujuan untuk mengelola proses inspeksi yang paling
efisien dan meminimalkan risiko kecelakaan[11]. Peralatan
I. PENDAHULUAN opersional dapat dikategorikan berdasarkan tingkat risiko yang
dimiliki karena setiap peralatan memiliki tingkat risiko yang
Setiap perusahaan selalu mengharapkan agar proses yang berbeda-beda. Berdasarkan standar yang digunakan yaitu
produksi selalu berjalan dengan lancar dan baik [1]. Salah satu API 581, situasi risiko untuk masing-masing jenis peralatan
penyebab tidak lancarnya proses produksi adalah penggunaan diklasifikasikan dalam empat tingkat yaitu, tingkat risiko
peralatan ataupun mesin produksi yang tidak optimal. Ketidak rendah, risiko menengah, risiko menengah-tinggi, dan risiko
optimalan ini kerap kali terjadi karena mesin produksi atau tinggi [12]. Selain API 581 terdapat standar lain yang
peralatan bekerja tanpa berhenti selama dua puluh empat jam, digunakan untuk mengukur tingkat risiko suatu peralatan yaitu
maka maintenance system atau perawatan mesin adalah salah pendekatan CWA15740 Eropa namun standar ini belum
satu hal yang harus diperhatikan untuk menjamin kelangsungan diluncurkan pada utilities apapun, dan kebanyakan pendekatan
dan kelancaran proses produksi serta kehandalan mesin dan risiko menggunakan standar API 581 [13].
peralatan [2]. Maintenance merupakan suatu kegiatan untuk
mengembalikan fungsi mesin atau sistem ke standar awal PT. XYZ merupakan sebuah perusahaan yang bergerak
mesin atau sistem tersebut [3]. dibidang Interlining dan Non-woven Thermal Bond. Produk
yang dihasilkan berupa Non-woven atau lebih dikenal dengan
Aktivitas perawatan diperlukan untuk memperpanjang masa kain keras dengan bahan baku fiber buatan (sintesis) dimana
penggunaan aset, memastikan kesiapan operasional peralatan dalam proses produksinya tidak dirajut dan tidak menggunakan
yang diperlukan dan menjamin keamanan dan keselamatan bahan campuran kimia.
setiap orang yang menggunakan fasilitas tersebut [4].
Manajemen perawatan umumnya diklasifikasikan dalam dua Sebagai salah satu perusahaan dibidang Interlining dan
bagian besar yaitu Preventive Maintenance (Pencegahan) dan Non-woven Thermal Bond PT. XYZ selalu melakukan
Corrective Maintenance (Perbaikan) [5]. Preventive perbaikan terus-menerus dengan tujuan meningkatkan produksi
Maintenance merupakan pemeliharaan peralatan yang agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan untuk
dilakukan pada interval waktu yang telah ditentukan atau meningkatkan profit perusahaan. Pada PT. XYZ beberapa

M-19
kegiatan inspeksi yang dilakukan biasanya berupa penentuan temperatur berbeda dengan kondisi lingkungan untuk
lokasi pengukuran, pengukuran ketebalan peralatan dengan menyesuaikan dengan fluida[15]. Kerugian yang diakibatkan
menggunakan Ultrasonic Thickness Indicator, perekaman atau apabila peralatan ini mengalami kegagalan saat beroperasi
pencatatan hasil pengukuran, dan evaluasi hasil pengukuran. adalah sekitar $ 11590.37, maka dari itu perusahaan perlu
Kegiatan inspeksi dilakukan secara berkala setiap 5 tahun menjaga kehandalan peralatan ini dan menetapkan daftar
sekali, dimana biaya yang dikeluarkan setiap kali dilakukan prioritas inspeksi yang akan dilakukan.
inspeksi adalah sekitar $ 1715,07. Dari hasil kegiatan inspeksi
ini dapat menentukan kebijakan perawatan yang harus Seperti yang diketahui bahwa semua peralatan yang
dilakukan. Pada perusahaan ini setiap aspek yang berkaitan menggunakan tekanan termasuk pressure vessel harus di
dengan proses produksi merupakan inventaris dan asset, karena inspeksi atau di periksa sesuai dengan inspection code masing-
hal tersebut sangat penting untuk menjaga kehandalan masing peralatan, karena dapat menimbulkan beberapa potensi
(relalibilty) serta masa pemakaian peralatan atau mesin yang bahaya dan kecelakaan kerja. Potensi bahaya tersebut
digunakan. Kegagalan suatu peralatan dikategorikan ke dalam dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor internal maupun
enam kelompok yaitu kesalahan listrik, kerusakan struktural, eksternal. Faktor internal berupa umur pakai, korosi, penipisan
kegagalan fungsional, degradasi, kesalahan manusia dan (thinning) dan lain-lain. Sedangkan untuk faktor eksternal
sendiri salah satu contohnya adalah human error. Maka untuk
bahaya alam (eksternal)[14]. Salah satu peralatan yang
digunakan dalam perusahaan ini adalah pressure vesel. menanggulangi faktor-faktor tersebut dapat menggunakan Risk
Pressure Vessel merupakan alat yang memiliki tekanan dan Based Inspection (RBI).

Gambar 1. Model Penelitian

M-20
II. METODE PENELITIAN peralatan, kecelakaan kerja, kerugian produksi, dan
Berdasarkan model penelitian pada Gambar 1, tahap awal pencemaran lingkungan. Konsekuensi yang akan dihitung
dalam memulai penelitian ini adalah mengumpulkan data yang dikonversikan ke dalam bentuk finansial/uang yang akan
dibutuhkan untuk menentukan remaining life, probability of dikelurkan oleh perusahaan apabila suatu komponen
failure, dan consequence of failure yaitu data spesifikasi mengalami kerusakan. Tabel 2 merupakan kategori
Pressure Vessel, data thickness, dan data biaya yang terdiri dari konsekuensi kegagalan peralatan sesuai dengan standar API
: cost of equipment repair and replacement, cost of damage to 581.
surrounding equipment in affected areas, business impact cost, TABEL II. KATEGORI CONSEQUENCE OF FAILURE
cost due to potential injuries associated with a failure,
Kategori Range ($)
environment cost, biaya inspeksi. Pengumpulan data dilakukan
dengan wawancara dan observasi. A FC≤10,000
Tahap kedua adalah menentukan minimum allowance B 10,000<FC≤100,000
thickness, corotion rate dan remaining life. Dimana hasilnya
akan digunakan untuk memprediksi interval inspeksi dengan C 100,000<FC≤1,000,000
konsep half remaining life yaitu dengan menjadwalkan interval D 1,000,000<FC≤10,000,000
inspeksi pada setengah remaining life.
E FC<10,000,000
Selanjutnya masuk dalam tahap perhitungan RBI, pada
metode ini risiko merupakan kombinasi dari Probability of (Sumber API 581)
Failure (PoF) dan Consequence of Failure (CoF) [16]. Berikut merupakan rumus untuk menghitung CoF :
Probabilitas kegagalan merupakan kemungkinan terjadinya
suatu kegagalan dalam suatu komponen kemudian akan FC = FCcmd + FCaffa + FCprod + FCinj + FCenviron (2)
dianalisis. Menentukan probabilitas kegagalan (PoF) dilakukan dengan :
dengan menghitung generic failure frequency, damage factor,
dan faktor manajemen sistem yang merupakan alat evaluasi FCcmd : Cost of equipment repair and replacement
untuk mengevaluasi sebagian dari sistem manajemen fasilitas
FCaffa :Cost of damage to surrounding equipment in affected
yang memiliki dampak langsung terhadap kegagalan komponen
area
[17]. Tabel 1 merupakan kategori PoF sesuai dengan standar
API 581, tabel ini digunakan untuk menentukan kategori FCprod : Business impact cost
kemungkinan kegagalan peralatan setelah dilakukan
perhitungan PoF. FCinj : Cost due to potential injuries associated with a
failure
TABEL I. KATEGORI PROBABILITY OF FAILURE
FCenviron : Environment cost
Kategori Range
Tahap berikutnya adalah menentukan risk matrix RBI
1 Pf(t)≤0,1 dengan cara memplotkan probability of failure dan
2 0,1<Pf(t)≤0,2 consequence of failure yang terpilih. Risk matrix merupakan
cara efektif untuk menunjukkan distribusi risiko untuk
3 0,2<Pf(t)≤0,3 komponen yang berbeda secara visual [18]. Hasil dari risk
matrix adalah mengetahui tingkat risiko peralatan.
4 0,33<Pf(t)≤0,4
Selanjutnya menghitung prediksi interval inspeksi.
5 0,4<Pf(t)≤1,0 Inspeksi yang dilakukan pada peralatan stasioner tidak melebihi
(Sumber API 581) setengah dari umur sisa peralatan tersebut, maka cara pertama
untuk menghitung prediksi interval inspeksi adalah dengan
Untuk perhitungan PoF menggunakan persamaan di bawah ini : mempertimbangkan remaining life menggunakan konsep half
Pf(t) = Gff • Df(t) • Fms (1) remaining life menggunakan persamaan di bawah ini :
dengan : Interval inspeksi = Remaining life / 2 (3)
Pf(t) :Probabilitas Kegagalan (Probability of Failure) Cara kedua menghitung prediksi interval inspeksi berdasarkan
tingkat risiko peralatan dengan menggunakan matriks DNV
Gff :Frekuensi Kegagalan suatu komponen (Frequency (Det Norske Veritas), yang merupakan matriks qualitative
of Failure) interval dimana pengukurannya berdasarkan tingkat risiko[19].
Df(t) :Faktor Kerusakan (Damage) Langkah terakhir adalah melakukan perbandingan biaya
Fms :Faktor Sistem Manajemen (Management System interval inspeksi eksisting dan biaya interval inspeksi usulan.
Factor) III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap selanjutnya adalah menentukan consquence of Penentuan remaining life dilakukan dengan perhitungan
failure (CoF). CoF merupakan loss of containment dari fluida minimum allowable thickness dan corrosion rate. Minimum
berbahaya yang mengakibatkan kerusakan komponen disekitar allowable thickness merupakan ketebalan minimum pada

M-21
pressure vessel dengan mempertimbangkan tekanan desain, TABEL V. REMAINING LIFE
jari-jari, diameter, tegangan maksimum dan joint efficiency. Remaining
TABEL III. KETEBALAN MINIMUM PRESSURE VESSEL No Bagian Life
(tahun)
Minimum Allowable
No Bagian Thickness 1 Shell 26.45
(Inch) 2 Head 11.56
1 Shell 0.325344501 N1 47.81
2 Head 0.322288666 N2 12.42
N1 0.325344501 Nozzle N3 13.78
3
N2 0.325344501 N4 11.58
N3 0.325344501 N5 13.88
3 Nozzle
N4 0.325344501 Manhole (MH) 45.40
N5 0.325344501 Langkah selanjutnya adalah perhitungan RBI dengan
penentuan Probability of Failure (PoF). PoF didapatkan
Manhole 0.325344501
dengan mengalikan Generic Failures Frequency, Damage
Tabel 3 merupakan hasil perhitungan minimum allowable Factor dan Faktor Manajemen Sistem. Penentuan Generic
thickness untuk masing-masing komponen pressure vessel. Failures Frequency dilakukan berdasarkan API 581. Pada API
Setelah perhitungan minimum allowable thickness, selanjutnya 581 menunjukkan jenis ukuran lubang kerusakan dari
dilakukan perhitungan corrosoin rate. Korosi merupakan Vessel/Finfan yang terdiri dari golongan small, medium, large,
fenomenan kerusakan lingkungan utama dalam industri proses dan rupture. Nilai general failure frequency untuk
kimia yang mempengaruhi usia peralatan dan saluran pipa Vessel/Finfan adalah sebesar 3.06E-05 atau 0.0000306
yang dapat mengakibatkan kebocoran, kehilangan produk, kegagalan/tahun. Semakin besar nilai generic failures
pencemaran lingkungan dan kecelakaan kerja [20]. Corrosoin frequency maka semakin besar pula probabilitas terjadinya
rate dihitung dengan mempertimbangkan ketebalan awal, kegagalan pada peralatan stasioner. Kemudian dilakukan
ketebalan akhir dan waktu lamanya waktu alat dioperasikan perhitungan Faktor Manajemen Sistem yang merupakan
sampai inspeksi dilakukan. sebuah tools evaluasi sesuai prosedur API, yang digunakan
untuk mengevaluasi sistem manajemen yang berdampak
TABEL IV. CORROSION RATE
langsung terhadap kegagalan peralatan atau komponen. .
Corrosion Rate Evaluasi ini terdiri dari sejumlah pertanyaan yang
Part of Vessel berhubungan dengan manajemen pabrik, operasional, inspeksi,
(inch/tahun)
pemeliharaan, training, engineering dan keselamatan kerja.
Head 0.003759843 Hasil evaluasi sistem manajemen PT.XYZ adalah 838 dari 100
Shell 0.0067126 dengan pscore sebesar 83.8 % makan nilai Fms adalah
0.21086. Langkah terakhir penentuan PoF adalah perhitungan
Tabel 4 merupakan hasil corrosion rate untuk komponen Damage Factor, perhitungan damage factor dilakukan dengan
head dan shell. Berdasarkan nilai CR pada Tabel 4, nilai langkah-langkah yang sesuai dengan prosedur pada API 581
tertinggi untuk dijadikan acuan sebagai corrosion rate¸ yaitu sebagai berikut :
sehingga didapatkan nilai CR tertinggi adalah 0.003759843
inch/tahun. 1. Menentukan nilai efektifitas inspeksi dan jumlah inspeksi
yang telah dilakukan oleh peralatan. Berdasarkan tabel API
Berdasarkan minimum allowable thickness dan corrosion 581 didapatkan bahwa inspeksi yang telah dilakukan
rate maka akan dihitung remaining life untuk menentukan termasuk kedalam kategori highly effective. Hal ini
waktu dari peralatan mencapai batas minimum ketebalannya. disebabkan oleh, pengukuran ketebalan peralatan sudah
Tabel 5 merupakan hasil remaining life pada komponen menggunakan ultrasonic thickness indikator dan dilakukan
pressure vessel. Berdasarkan Tabel 5 disimpulkan bahwa juga tes radiography untuk mengetahui adanya cacat atau
remaining life pressure vessel ini adalah 12 tahun dikarenakan kerusakan pada sebuah peralatan.
pressure vessel ini merupakan kesatuan maka apabila satu
komponen sudah habis masa pakainya komponen lain tidak 2. Menentukan time in-service dan age yaitu waktu semenjak
bisa digunakan. pengukuran ketebalan terakhir.
Pada Tabel 6 dapat dilihat actual thickness yang terakhir
diperiksa.

M-22
TABEL VI. ACTUAL THICKNESS digunakan dalam perhitungan ini dikarenakan aturan pada
FDL hanya diperuntukkan pada pipa. Nilai welded
No Bagian Thickness (mm) construction (FWD), maintenance in accordance with API
1 Shell 10.79 653 (FAM), Settlement (FSM) tidak digunakan pada
perhitungan ini dikarenakan nilai-nilai pada FWD, FAM, dan
2 Head 9.29 FSM hanya berlaku untuk storage tank. Maka faktor
N1 12.83 kerusakan dari thinning Dfthin = 1.

N2 9.45 Setelah mendapatkan hasil perhitungan Generic Failures


Frequency, Damage Factor dan Faktor Manajemen Sistem,
N3 9.58 maka dengan menggunakan persamaan 1 hasil probability
3 Nozzle failure adalah 0.000006452, dan kategori probability of failure
N4 9.37 berdasarkan tabel 1adalah 1.
N5 9.59 Langkah selanjutnya adalah penentuan Consequence of
MH 12.6 Failure (CoF) dengan memperhitungkan biaya konsekuensi
apabila terjadi kerusakan pada pressure vessel. Biaya
Data Actual thickness pada Tabel 6 merupakan pengukuran konsekuensi yang dihitung adalah sebagai berikut :
ketebalan terakhir yang dilakukan oleh perusahaan.
Pengukuran ketebalan terakhir dilakukan pada Februari 1. Cost Of Equipment Repair And Replacement (FCcmd), besar
2017, sudah berlalu kurang lebih dua tahun tiga bulan masa biaya kerusakan komponen adalah $11241.83007
pakai peralatan. 2. Cost Of Damage to Surrounding Equipment In Affected
3. Mencari nilai Corrosion Rate, nilai CR tertinggi untuk Areas (FCaffa), biaya kerusakan komponen disekitar adalah
dijadikan acuan sebagai corrosion rate¸ sehingga sebesar $647744.6349
didapatkan nilai CR tertinggi adalah 0.003759843 3. Business Impact Cost (FCprod), biaya kerugian produksi
inch/tahun. dalam sehari adalah sebesar $ 189603
4. Mencari Minimum Allowable Thickness. Hasil ketebalan 4. Cost Due To Potential Injuries Associated With a Failure
minimum dapat dilihat pada Tabel III. (FCinj), biaya konsekuensi cedera personil adalah $
5. Menghitung parameter faktor kerusakan (Art). 20932.43
TABEL VII. PARAMETER FAKTOR KERUSAKAN 5. Environment Cost (FCenviron), biaya pembersihan
lingkungan adalah sebesar $ 1483.92
No Bagian Art
Berdasarkan hasil perhitungan biaya diatas maka,
1 Shell 0 Financial Cost Total (FCtotal) adalah biaya konsekuensi total
yang didapatkan dengan menjumlahkan cost of equipment
2 Head 0
repair and replacement, cost of damage to surrounding
N1 0 equipment in affected areas, business impact cost, cost due to
potential injuries associated with a failure, dan environment
N2 0 cost adalah sebesar $871005.4199. Berdasarkan API 581 pada
N3 0 Tabel 2 maka hasil financial cost total masuk kedalam
3 Nozzle kategori C.
N4 0
Selanjutnya hasil kategori PoF dan CoF yang didapatkan
N5 0 dari perhitungan menggunakan metode RBI diplot-kan ke
dalam risk matrix. Gambar 2 merupakan tabel risk matrix
MH 0 dimana Kategori PoF adalah 1 dan kategori CoF adalah C
Tabel VII merupakan hasil perhitungan parameter faktor maka pressure vessel termasuk dalam kategori medium
kerusakan, yang mana persamaan yang digunakan dalam (sedang).
perhitungan parameter faktor kerusakan ini sesuai dengan
standar API 581.
6. Mencari base damage factor for thinning DfBthin
berdasarkan nilai kategori efektifitas inspeksi pada API
581 dimana inspeksi sudah dilakukan lebih dari 6 kali dan
nilai Art maka nilai DfBthin adalah 1.
7. Menentukan faktor kerusakan dari thinning Dfthin . Mengacu
pada API 581, dijelaskan bahwa nilai On-Line Monitoring
(FOM) tidak digunakan pada perhitungan ini dikarenakan
nilai Dfthin = 1. Injection/Mix Points (FIP) bernilai 1 karena Gambar 2. Risk Matrix
tidak dilakukan proses injeksi. Dead legs (FDL) tidak

M-23
Berdasarkan risk matrix diatas maka interval isnpeksi [5] F. T. D. Atmaji and A. A. N. N. U. Putra, “Spare Part Inventory
menggunakan Qualitativ Interval menunjukkan inspeksi Policy at ABC Company Using RCS (Reliability Centered Spare)
method,” J. Manaj. Ind. Dan Logistik, vol. 2, no. 1, pp. 90–102,
peralatan akan dilakukan dalam 11 tahun kemudian, dengan 2018.
konsep half remaining life interval inspeksi yang didapatkan [6] M. Holgado, M. Macchi, and L. Fumagalli, “Value-in-use of e-
adalah 6 tahun kemudian. Mengacu pada API interval inspeksi maintenance in service provision: survey analysis and future
yang dihasilkan tidak boleh melebihi setengah remaining life research agenda,” IFAC-PapersOnLine, vol. 49, no. 28, pp. 138–
143, 2016.
sebuah peralatan karena apabila melebihi setengah dari [7] Y. Rosa, “Perencanaan dan Penerapan Preventive Maintenance
remaining life-nya maka peralatan tersebut membutuhkan Peralatan Laboratorium,” J. Tek. Mesin, vol. 2, no. 2, p. 109, 2005.
penangangan yang lebih intensif dan analisa detail untuk [8] A. P. Institute, “API RP 581 Risk-based Inspection Methodology,
mengetahui apakah peralatan tersebut masih dapat digunakan Api 581,” no. September, p. 306, 2016.
untuk proses operasi atau harus diganti dengan peralatan yang [9] A. Nugraha, “Studi Aplikasi Risk-Based Inspection ( Rbi )
Menggunakan Api 581 Pada Fuel Gas Scrubber Research of
baru. Dikarenakan remaining life dengan DNV Qualitative Application Risk Based Inspection ( Rbi ) Using Api 581 on Fuel,”
Interval melebihi setengah remaining life-nya interval 2016.
inspeksi yang terpilih adalah 6 tahun dengan konsep half [10] G. S. Prayogo, G. D. Haryadi, R. Ismail, and S. J. Kim, “Risk
remaining life. analysis of heat recovery steam generator with semi quantitative risk
based inspection API 581,” AIP Conf. Proc., vol. 1725, no. April
Langkah terakhir adalah perbandingan biaya inspeksi 2016, 2016.
eksisting dan biaya usulan inpeksi dengan biaya yang [11] P. Topalis, G. Korneliussen, J. Hermanrud, and Y. Steo, “Risk based
inspection methodology and software applied to atmospheric storage
dikeluarkan setiap kali melakukan inspeksi adalah sebesar $ tanks,” J. Phys. Conf. Ser., vol. 364, no. 1, 2012.
1715,07 dan diasumsikan inflasi sebesar 2.68% / tahun . Hasil [12] V. Naubnome, G. D. Haryadi, R. Ismail, and S. J. Kim, “Rlsk
perhitungan prediksi interval inspeksi usulan adalah 6 tahun analysis for pressure vessel with external corrosion using RBI
sekali dengan biaya inspeksi usulan sebesar $ 3725,08. method based on API 581,” AIP Conf. Proc., vol. 1725, no. April,
Interval inspeksi eksisting dilakukan 5 tahun sekali dengan 2016.
[13] S. Narain Singh and J. H. C. Pretorius, “Development of a sem-
biaya inspeksi eksisting adalah sebesar $ 5906,92. Maka quantitative approach for risk based inspection and maintenance of
perusahaan dapat menghemat biaya inspeksi sebesar $ 2181,84 thermal power plant components,” SAIEE Africa Res. J., vol. 108,
apabila menerapkan interval inspeksi usulan. no. 3, pp. 128–137, 2017.
[14] F. Dinmohammadi, “A risk-based modelling approach to
IV. KESIMPULAN maintenance optimization of railway rolling stock: A case study of
pantograph system,” J. Qual. Maint. Eng., vol. 25, no. 2, pp. 272–
Hasil remaining life atau estimasi umur sisa pada masing- 293, 2019.
masing komponen pressure vessel mendapatkan nilai yang [15] M. Al Qathafi and S. Sulistijono, “Studi aplikasi metode Risk Based
berbeda-beda. Namun dikarenakan pressure vessel ini Inspection (RBI) semi-kuantitatif API 581 pada production
merupakan kesatuan maka apabila satu komponen sudah habis separator,” J. Tek. ITS, vol. 4, no. 1, pp. F89–F94, 2015.
[16] N. R. Raditya, E. Haryono, and N. Arumsari, “Penilaian Resiko
masa pakainya maka komponen lain tidak bisa digunakan, Pada Export Line PPP menuju Tangki H-13 PT . Pertamina EP
maka umur sisa pada pressure vessel adalah 12 tahun. Asset 5 Field Sangasanga Menggunakan Metode Risk Based
Berdasarkan metode RBI, dan perhitungan yang telah Inspection ( RBI ),” no. 2656, pp. 39–44.
dilakukan kategori untuk probability of failure-nya adalah 1 [17] N. Fathnin, J. Alhilman, and F. T. D. Atmaji, “Jadwal Inspeksi Pada
dan kategori consequence of failure-nya adalah C. Hasil Storage Tank Menggunakan Metode Risk-Based Inspection Pada Pt
. Xyz,” J. Ind. Serv., vol. 4, no. 1, pp. 77–83, 2018.
kategori tersebut, lalu dimasukan ke dalam tabel risk matrix [18] W. K. Sari and D. Haryono, “Manajemen Risiko pada Penentuan
dengan hasil kategori medium (sedang) dan usulan jadwal Strategi Pemeliharaan Berdasarkan Faktor-Faktor Penyebab
inspeksi dilakukan dengan dua cara yaitu DNV Qualitative Kebocoran Pipeline Sebagai Upaya Mitigasi Risiko Di Pt. X,” J.
Interval dan half remaining life, maka usulan interval inspeksi Sains dan Seni ITS, vol. 4, no. 2, pp. 2337–3520, 2015.
yang dipilih adalah 6 tahun. Selisih biaya inspeksi berdasarkan [19] P. Ratnasari, J. Alhilman, and A. Pamoso, “Penilaian Risiko,
Estimasi Interval Inspeksi, dan Metode Inspeksi pada Hydrocarbon
perbandingan biaya inspeksi eksisting dan biaya inspeksi Piping Menggunakan Metode Risk Based Inspection (RBI),” J.
usulan adalah sebesar $ 2181,84 sehingga perusahaan dapat INTECH Tek. Ind. Univ. Serang Raya, vol. 5, no. 2, pp. 67–74,
menghemat biaya inspeksi jika menggunakan usulan interval 2019.
inspeksi yang telah dihitung pada penelitian ini. [20] K. E. Perumal, “Corrosion risk analysis, risk based inspection and a
case study concerning a condensate pipeline,” Procedia Eng., vol.
86, pp. 597–605, 2014.
DAFTAR PUSTAKA
[1] F. T. D. Atmaji, “Optimasi Jadwal Perawatan Pencegahan Pada
Mesin Tenun Unit Satu Di PT KSM, Yogyakarta,” J. Rekayasa Sist.
Ind., vol. 2, no. April, pp. 7–11, 2015.
[2] N. A. J.Alhilman, F.Atmaji, “Software Application for Maintenance
System,” 2017 Fifth Int. Conf. Inf. Commun. Technol., vol. 0, no.
RCM II, 2017.
[3] F. T. D. Atmaji, A. A. Noviyanti, and W. Juliani,
“IMPLEMENTATION OF MAINTENANCE SCENARIO FOR
CRITICAL SUBSYSTEM IN AIRCRAFT ENGINE Case study:
NTP CT7 engine,” Int. J. Innov. Enterp. Syst., vol. 2, no. 01, pp. 50–
59, 2018.
[4] J. Alhilman, R. R. Saedudin, F. T. D. Atmaji, and A. G. Suryabrata,
“LCC application for estimating total maintenance crew and optimal age of
BTS component,” 2015 3rd Int. Conf. Inf. Commun. Technol.
ICoICT 2015, pp. 543–547, 2015.

M-24

Anda mungkin juga menyukai