Anda di halaman 1dari 4

Power Supply AC Matic

Dinamakan Switch Mode Power Supply (SMPS) karena sistem kerjanya menggunakan
metode switching (pensaklaran) yaitu menghidup matikan tegangan yang masuk ke dalam
trafo dengan peralatan/komponen elektronik dengan frekuensi tertentu. Sedangkan nama
AC-matic diambil dari salah satu kelebihan dari SMPS yaitu kemampuan power supply
bekerja dengan rentang tegangan masukan yang lebar. Pada beberapa jenis smps, mampu
bekerja pada tegangan masukan antara 90 s/d 265V dengan output yang sama dan stabil.
Karena kelebihan tersebut, smps menjadi auto-voltage regulator atau wide range input
regulated power supply (secara mudahnya disebut AC-matic).

diagram blok SMPS

Line Filter
Line filter befungsi sebagai filter tegangan masukan, tujuan utamanya untuk menghilangkan
frekuensi-frekuensi liar dari line/jala-jala listrik (selain frekuensi tegangan AC masukan) yang
dimungkinkan bisa mengganggu kerja dari smps. Line filter dibentuk dari induktor-induktor
dan kapasitor-kapasitor yang dipasang secara seri terhadap tegangan masukan.

Rectifier
Blok penyearah berfungsi sebagai penyearah tegangan AC menjadi tegangan DC.
Komponen-komponen penyearahan terdiri dari dioda-dioda dan elco. Dioda berfungsi
sebagai penyearah dan elco befungsi sebagai filter untuk menghilangkan denyut ripple pada
tegangan DC yang dihasilkan selain kapasitor-kapasitor yang dipasang paralel terhadap
dioda. Jenis penyearahan pada umumnya menggunakan metode bridge rectifier, yang
mempunyai kelebihan pada tingginya isolasi antara tegangan DC yang dihasilkan dengan
tegangan AC masukan.

Tegangan masukan sekitar 220VAC setelah disearahkan dan melalui elko berubah menjadi
sekitar 1,4 x 220 = 308VDC. Jika elko pada penyearah kering, tegangan 308VDC tersebut
menjadi tidak tercapai sekaligus terdapat ripple. Akibat terburuknya adalah smps menjadi
lebih panas (karena berusaha menstabilkan output dan terganggu bentuk pulsanya oleh DC
ripple). Cara termudah mendeteksi ini adalah dengan mengukur tegangan 308V-nya atau
munculnya suara mendecit/mengerik pada trafo utama.

Start Up
Di awal sudah disinggung bahwa smps menggunakan frekuensi kerja antara 30 s/d 40 KHz.
Karena frekuensi tersebut tidak ditemukan pada tegangan DC, maka sistem smps harus
membuat/menggenerasikan sendiri pulsa/denyut tersebut. Metode paling sering ditemukan
adalah dengan metode self oscilating (osilasi sendiri). Pada jenis ini, rangkaian smps ibarat
sebagai rangkaian osilator frekuensi daya tinggi. Tidak jarang juga ditemukan smps yang
menggunakan IC untuk membuat pulsa tersebut, misalnya TDA8380, TEA2261, STR-group
dll.

Dalam setiap sistem osilator, dibutuhkan tegangan awal/pemicu yang berfungsi sebagai
pemicu awal rangkaian osilator untuk berosilasi. Tegangan pemicu ini muncul beberapa saat
setelah smps mendapat tegangan masukan (AC in). Besar tegangan pemicu ini tergantung
dari jenis rangkaian smps yang digunakan (contoh, pada STR-F665x osilator akan bekerja
jika tegangan pemicu sudah mencapai 16V). Karena sifatnya hanya sebagai pemicu,
tegangan ini tidak dipakai lagi ketika smps sudah bekerja. Pada umumnya, tegangan pemicu
diambil dari 308V dengan melalui R atau transistor start up.

Switcher
Switcher berfungsi sebagai penswitch utama transformator, pada umumnya menggunakan
transistor atau FET. Karakteristik switcher harus mampu menahan arus kolektor/drain yang
cukup besar untuk menahan tegangan pada lilitan primer transformator. Arus ini bukan arus
konstan melainkan arus sesaat tergantung lebar pulsa yang menggerakkan. Selain
kemampuan arus, transistor/fet switcher harus mempunyai frekuensi kerja yang cukup untuk
diperkerjakan sebagai switcher.

Error Amp/Detector
Rangkaian Error Amp/detector berfungsi sebagai stabiliser tegangan output. Cara kerjanya
adalah membandingkan tegangan output (diambil dari lilitan sekunder trafo) dengan
tegangan referensi yang stabil. Jika tegangan output terlalu tinggi, rangkaian ini akan
mengendalikan/memberitahu rangkaian primer/switching utama untuk segera menurunkan
tegangan. Kunci dari AutoVoltage berada pada blok ini.
Tegangan sekunder yang dihasilkan dinaikkan dengan cara melebarkan pulsa, dan
sebaliknya untuk menurunkan tegangan output dengan cara menyempitkan pulsa yang
masuk ke switcher (penswitch=TR/FET final).

Jika Error Amp gagal/tidak ada, rangkaian smps akan ‘dipaksa’ untuk menswitch
(mengkonsletkan) lilitan primer dengan lama yang melebihi kemampuan switcher, akibatnya
TR/FET final akan rusak.

Lokasi rangkaian error amp dapat ditemukan di bagian primer (nyetrum/hot) atau bisa
ditemukan di bagian sekunder (non hot area). Pada model-model smps terdahulu, sering
dijumpai pada primer, pada smps yang lebih baru dapat dijumpai pada bagian sekunder
(non hot area) dengan menggunakan optocoupler (mis. PC817, P721, P621 dll) sebagai
lintasan sekaligus isolator rangkaian Error Amp. Sanken Error (SE090, SE115) merupakan
IC error amp yang sering dipakai pada smps saat ini. SE090, SE110, SE115 dan SE lainnya
merupakan buatan Sanken/Allegro Semiconductor.

Snubber Circuit
Jika diartikan secara harfiah, snubber=mencerca, memang sedikit salah kaprah, tapi
sebenarnya memang tujuannya begitu. Pada sistem smps, trafo diswitch (diberi tegangan
sesaat olah TR/FET final) dengan lama tertentu, kemudian TR/FET akan melepaskan
(meng-off-kan) trafo. Ketika diberi tegangan, inti transformer menjadi magnet sesaat hingga
trafo di-off-kan. Ketika trafo di-off-kan, trafo akan men-transform energi magnet ke lilitan
sekunder hingga trafo di-on-kan lagi begitu seterusnya.

Tidak seluruh energi/magnet dalam trafo dapat dipindah semuanya (akibat tidak
sempurnanya trafo=efisiensi trafo) mengakibatkan masih adanya magnet yang ‘ngendon’ di
dalam inti trafo. Energi magnet yang ngendon tersebut secara langsung masuk ke TR/FET
melalui kaki kolektor/drain dengan tegangan mungkin lebih tinggi dari kemampuan kerja
tr/fet final. Fungsi utama dari snubber circuit adalah untuk menghilangkan/mengkonsletkan
tegangan tersebut (mempercepat demagnetisasi). Selain itu, snubber juga dipakai untuk
menentukan/mengadjust frekuensi kerja trafo. Karena sifat ‘mencerca’ kerja smps tersebut
akhirnya disebut snubber circuit.

Ciri utama snubber circuit adalah tersusun dari kombinasi C dan R (dalam beberapa jenis
terdapat dioda) yang dipasang secara paralel terhadap lilitan primer trafo.

Transformator (trafo)
Pada sistem power supply konvensional yang menggunakan trafo, supaya tranformator bisa
me-transform (memindah) daya dari primer ke sekunder, trafo harus diberi masukan yang
berpulsa. Masukan trafo power supply jenis konvensional dihubungkan secara langsung
dengan tegangan masukan yang berbentuk AC, karena hanya tegangan AC yang
mempunyai denyut/frekuensi (polaritasnya berganti-ganti dengan periode tertentu).
Kekurangan utama jenis konvensional adalah ukuran dari tranformator yang dipakai.
Semakin rendah desain frekuensinya, semakin besar ukuran trafonya, walaupun dengan
daya keluaran yang sama.
Pada desain trafo konvensional dengan input 220VAC/50Hz dan output 12VA, ukuran inti
trafo sekitar 3 X 6 cm, jika seandainya dibuat trafo dengan input 220VAC/100Hz dengan
output sama (12VA), mungkin ukuran inti dari trafonya menjadi setengah dari ukuran
sebelumnya, atau, ukuran inti yang sama tetapi jumlah gulungan menjadi setengah dari
sebelumnya. Kesimpulannya, frekuensi dari tegangan masukan menentukan ukuran dan
desain dari trafo.
Pada sistem smps, pada umumnya bekerja pada frekuensi antara 30 s/d 40 KHz. Sehingga
tidak heran jika trafo pada smps menjadi lebih ringkas. Karena frekuensi kerjanya yang
tinggi tersebut, inti dari trafonya tidak lagi menggunakan plat besi tetapi sudah
menggunakan ferit (besi oksida) yang notabene mempunyai kemampuan magnetisasi dan
demagnetisasi lebih cepat daripada besi biasa.

Secondary Rectifier
Tegangan pada sekunder transformator bukan dalam bentuk AC, melainkan DC yang
berbentuk pulsa. tegangan yang muncul pada sekunder trafo disearahkan dan difilter untuk
menghasilkan tegangan DC sekunder. Karakteristik penyearah/dioda harus mempunyai
berjenis fast rectifier. Misalnya UF4002 (bukan 1N4002). Fast rectifier dimaksudkan untuk
mampu menyearahkan pulsa dengan frekuensi tinggi. Elko perata cukup menggunakan
ukuran beberapa ratus uF, karena frekuensi tegangan yang keluar dari trafo cukup tinggi
(tergantung frekuensi kerja smps).

Blok Proteksi
Blok proteksi yang penting untuk kesempurnaan smps antara lain : 1. OVP (over voltage
protector) berfungsi untuk mendeteksi tegangan yang berlebihan. Blok ini akan mengoffkan
smps jika terdeteksi tegangan yang lebih. 2. OCP (Over Current Protection), berfungsi untuk
mendeteksi beban lebih, smps akan off jika terdeteksi pemakaian lebih pada bebannya. 3.
OHP (over heat protection), jika terlalu panas, smps akan shutdown dengan sendirinya.

Hampir semua blok tersebut sudah masuk dalam satu IC smps. misalnya STR-W575x, STR-
F665x dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai