Anda di halaman 1dari 14

PROSIDING UGM 2016 hal 160

Faktor bahaya fisik

Kajian Kualitas Udara Dalam Ruangan di Perkantoran


untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja Karyawan
Muslikha Nourma Rhomadhoni

Fakultas Kesehatan, Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya


Kampus B UNUSA RSI Jemursari No. 51-57 Surabaya
Tel: 031-8479070. E-mail: muslikhanourma@unusa.ac.id

Abstrak
Polusi udara dalam ruangan berdampak dua sampai lima kali lebih buruk dari udara
luar. Tahun 1989 Environmental Protection Agency Of America (EPA) mengumumkan
studi di Amerika isu polusi udara dalam ruang, bahwa polusi udara dalam ruangan lebih
berat dari pada di luar ruangan sebab hampir 90% manusia beraktivitas di dalam ruangan.
Dampaknya menurunkan produktivitas kerja hingga senilai US $10 miliar.
Kajian ini bertujuan untuk mengkaji sumber polusi udara dalam ruangan, persyaratan dan
tata laksana udara di ruangan perkantoran di Indonesia, serta pengaruh kualitas udara
ruangan dalam meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
Hasil kajian National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) bahwa
sumber polusi udara dalam ruangan adalah ventilasi yang tidak baik (52%), kontaminasi
dari dalam gedung (16%), kontaminasi yang berasal dari luar gedung (10%), kontaminasi
mikrobiologi (5%), dan kontaminasi material bangunan (4%), lain-lain (13%). Untuk
mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan mencegah timbulnya gangguan
kesehatan di perkantoran, Pemerintah Republik Indonesia melalui Keputusan Menteri
Kesehatan No. 1405 Tahun 2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja
perkantoran dan industri telah mengatur persyaratan kualitas udara dalam ruangan.
Kualitas udara ruangan yang dimaksud meliputi suhu, kelembaban, debu, pertukaran
udara, gas pencemar, mikrobiologi. Kualitas lingkungan kerja yang baik dan sesuai
dengan kondisi manusia sebagai pekerja berdampak pada kinerja dan produktivitas kerja
yang dihasilkan. Sedangkan kualitas udara dalam ruangan yang buruk dapat menurunkan
produktivitas kerja.
Kata kunci: perkantoran, produktivitas kerja karyawan, udara dalam ruangan.
1. Pendahuluan
Kualitas udara dalam ruang berpengaruh pada kesehatan manusia, sebab
hampir 90% hidup manusia berada dalam ruangan.1 Polusi udara dalam ruangan
merupakan urutan lima besar risiko lingkungan pada kesehatan Environmental
Protection Agency Of America (EPA). Udara dikelompokan menjadi udara luar
ruangan (outdoor air) dan udara dalam ruangan (indoor air). Sebanyak 400
sampai 500 juta orang di negara berkembang sedang menghadapi masalah polusi
udara dalam ruangan.2 Tahun 1989 EPA melakukan studi di Amerika bahwa
polusi udara dalam ruangan lebih berat dari pada di luar ruangan. Dampaknya
mampu menurunkan produktivitas kerja hingga senilai US $10 milyar.3 Dalam
penelitian lain polusi udara di dalam ruangan telah membunuh 3,5 juta orang di
seluruh dunia tahun 2010.4 Kualitas udara yang rendah dalam suatu bangunan
berhubungan erat dengan Sick Building Syndrome (SBS). Pegawai yang bekerja di
dalam ruangan dengan suhu lebih dari 26ºC mempunyai risiko 3,363 kali lebih
besar untuk mengalami SBS, dibanding dengan pegawai yang bekerja dalam
161
ruangan dengan suhu udara 26ºC atau lebih rendah.5 Berdasarkan hasil penelitian
di atas peneliti ingin mengkaji sumber polusi udara dalam ruangan, persyaratan
dan tata laksana udara di ruangan perkantoran di Indonesia, serta pengaruh
kualitas udara ruangan dalam meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah studi pustaka tentang kualitas udara dalam ruangan
kerja dan pengaruhnya dengan produktivitas kerja pada publikasi penelitian dan
referensi terkait.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Sumber polusi udara dalam ruangan
Menurut EPA, polusi udara dalam ruangan dua sampai lima kali lebih buruk
dari udara di luar. Hal ini disebabkan karena sebagian besar rumah terisolasi
bahan-bahan beracun yang dihasilkan oleh bangunan itu sendiri, perlengkapan
dalam bangunan (karpet, AC, dan sebagainya), kondisi bangunan, suhu,
kelembaban, pertukaran udara, dan hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
orang-orang yang berada di dalam ruangan, misalnya merokok. Menurut National
Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) bahwa masalah kualitas
udara dalam ruang disebabkan oleh6 ventilasi yang tidak baik (52%), kontaminasi
dari dalam gedung (16%), kontaminasi yang berasal dari luar gedung (10%),
kontaminasi mikrobiologi (5%), dan kontaminasi material bangunan (4%), lainlain
(13%). Sumber polusi udara dalam ruang selain berasal dari bahan-bahan
sintetis dan beberapa bahan alamiah yang digunakan untuk karpet, busa, pelapis
dinding, dan perabotan rumah tangga (asbestos, formaldehid, Volatile Organic
Compound (VOC)), juga berasal dari produk konsumsi (pengkilap perabot,
perekat, kosmetik, pestisida/insektisida).7
Unsur utama polutan dalam ruangan seperti formaldehida pada kayu lapis,
papan partikel dan perekat; itu ditemukan di sebagian besar lemari, karpet dan
dinding. Benzena pada deterjen, cat lateks, minyak, busa, pewarna, karet. Karbon
monoksida dihasilkan dari kompor gas, knalpot kendaraan bermotor, dan asap
rokok dan trichloroethylene pada cat, lak, shampoo karpet, penghilang spot dan
perekat, serta digunakan dalam dry cleaning.
3.2 Persyaratan dan Tata Laksana Udara di Ruangan
Untuk mencegah pencemaran lingkungan dan mencegah timbulnya
gangguan kesehatan terjadinya di perkantoran dan industri Pemerintah Republik
Indonesia telah mengatur di dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.
1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja
perkantoran dan industri. Persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran
meliputi: persyaratan air, udara, limbah, pencahayaan, kebisingan, getaran,
radiasi, vektor penyakit, persyaratan lokasi, ruang dan bangunan, toilet dan
instalasi. Berikut adalah persyaratan dan tata laksana udara ruang di perkantoran:
3.2.1 Suhu dan kelembaban
Persyaratan: Suhu: 18–28°C, Kelembaban: 40% - 60%. Tata laksana: Agar
ruang kerja perkantoran memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan upayaupaya
sebagai berikut: tinggi langit-langit dari lantai minimal 2,5 m ; bila suhu
udara >28oC perlu menggunakan alat penata udara seperti Air Conditioner (AC),
kipas angin, dll ; bila suhu udara luar <18oC perlu menggunakan pemanas ruang ;
162
bila kelembaban udara ruang kerja >60% perlu menggunakan alat dehumidifier ;
bila kelembaban udara ruang kerja <40% perlu menggunakan humidifier
(misalnya: mesin pembentuk aerosol).
3.2.2 Debu
Persyaratan kandungan debu maksimal di dalam udara ruangan dalam
pengukuran rata-rata 8 jam adalah debu total konsentrasi maksimal 0,15 mg/m ;
asbes total konsentrasi maksimal 5 serat/ml udara dengan panjang serat 5 u
(Mikron). Tata laksana agar kandungan debu di dalam udara ruang kerja
perkantoran memenuhi persyaratan kesehatan maka perlu dilakukan upaya-upaya
sebagai berikut: kegiatan membersihkan ruang kerja perkantoran dilakukan pada
pagi dan sore hari dengan menggunakan kain pel basah atau pompa hampa
(vacuum pump), pembersihan dinding dilakukan secara periodik 2 kali/tahun dan
dicat ulang 1 kali setahun, serta sistem ventilasi yang memenuhi syarat.
3.2.3 Pertukaran udara
Persyaratan pertukaran udara ; 0,283 m3/menit/orang dengan laju ventilasi:
0,15 – 0,25 m/detik. Untuk ruangan kerja yang tidak menggunakan pendingan
harus memiliki lubang ventilasi minimal 15% dari luas lantai dengan menerapkan
sistim ventilasi silang. Tata laksana agar pertukaran udara ruang perkantoran
dapat berjalan dengan baik maka perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:
untuk ruangan kerja yang tidak ber AC harus memiliki lubang ventilasi minimal
15% dari luas lantai dengan menerapkan sistem ventilasi silang, ruang yang
menggunakan AC secara periodik harus dimatikan dan diupayakan mendapat
pergantian udara secara alamiah dengan cara membuka seluruh pintu dan jendela
atau dengan kipas angin, membersihkan saringan/filter udara AC secara periodik
sesuai ketentuan.
3.2.4 Gas pencemar
Persyaratan kandungan gas pencemar dalam ruang kerja, dalam rata-rata
pengukuran 8 jam sebagai berikut:
Tabel 3.2 Kandungan Gas Pencemar dalam Ruang Kerja
No. Parameter
Konsentrasi maksimal
mg/m3 ppm
1. Asam Sulfida (H2S) 1 -
2. Amonia (NH3) 17 25
3. Karbon Monoksida (CO) 29 25
4. Nitrogen Dioksida (NO2) 5,60 3,0
5. Sulfur Dioksida (SO2) 5,2 2
Tata laksana agar kandungan gas pencemar dalam udara ruang kerja
perkantoran tidak melebihi konsentrasi maksimum perlu dilakukan tindakantindakan
sebagai berikut: pertukaran udara ruang diupayakan dapat berjalan
dengan baik, ruang kerja tidak berhubungan langsung dengan dapur, dilarang
merokok didalam ruang kerja, dan tidak menggunakan bahan bangunan yang
mengeluarkan bau yang menyengat.
3.2.5 Mikrobiologi
Persyaratan angka kuman kurang dari 700 koloni/m3 udara dan bebas
kuman patogen. Tata laksana agar angka kuman di dalam udara ruang tidak
melebihi batas persyaratan maka perlu dilakukan beberapa tindakan sebagai
163
berikut: karyawan yang sedang menderita penyakit yang ditularkan melalui udara
untuk sementara waktu tidak boleh berkerja, lantai dibersihkan dengan antiseptik,
memelihara sistem ventilasi agar berfungsi dengan baik, dan memelihara sistem
AC sentral.
3.3 Pengendalian
Studi National Aeronautics and Space Administration (NASA) menunjukkan
bahwa tanaman di dalam ruangan dapat mendetoksifikasi hingga 85 % polusi
udara dalam ruangan. Dr. Bill Wolverton, peneliti senior dari NASA's, John C.
Stennis Space Center, Bay St. Louis, Missisipi, meneliti penggunaan tanaman
hidup sebagai penyaring udara selama lebih dari 20 tahun. Dari 40 jenis tanaman
yang telah diuji, diantaranya yang paling bermanfaat adalah palem (areca palm),
sirih gading (golden photos) dan tanaman jagung. Tanaman tersebut mudah
tumbuh di dalam rumah, memerlukan cahaya rendah, dan efektif membersihkan
udara. Hasil eksperimen NASA menyebutkan bahwa tanaman-tanaman tersebut
efektif dalam memindahkan polutan seperti formaldehyde, karbonmonoksida
(CO), dan nitrogen dioksida (NO2).8
NASA dan Associated Landscape Contractors of America (ALCA) telah
melakukan penelitian terhadap beberapa jenis tumbuhan. Hasilnya, beberapa
tanaman hias di dalam ruangan mampu menyerap polutan dan gas-gas berbahaya
seperti benzena, xylene, formaldehide, xilena, nitrogen oksida dan berbagai bahan
kimia lain di udara. Tanaman yang dimaksud adalah:
1. Lidah mertua (snake plant)
Dikenal dengan Sansieverra, mampu menyerap karbon
monoksida, nikotin, benzene, formaldehyde,
trychloroethylene, dan dioksin. Lima helai daun
Sansieverra dewasa mampu menyerap dan membersihkan
ruangan seluas 100m3 dari berbagai jenis polutan .
2. Lidah buaya (Aloe vera)
Tanaman ini mampu menetralisir racun benzena dan
berbagai bahan kimia lainnya.
3. Spider plant (chlorophytum comosum)
Tanaman ini mampu menyerap benzena, formaldehida,
karbon monoksida dan xilena, bahkan bahan kimia pada
industri, karet dan percetakan.
4. Gerber daisy (gerbera jamesonii)
Di Indonesia dikenal sebagai Herbras. Tanaman ini
efektif menghilangkan trichloroethylene. Cocok
diletakkan di kamar mandi, ruang mencuci atau kamar
tidur.
5. Sirih gading (epipremnum aureum)
Sirih gading sering disebut golden photos atau devil’s ivy.
Tanaman ini mampu menjadi pembersih udara dalam
ruangan dan menyerap racun formaldehid dan berbagai
polutan lainnya.
164
6. Dragon tree (dracaena marginata)
Dragon tree atau red –edged dracaena dari famili
asparagaceae. Tanaman ini mampu menyerap xylene,
trichloroethylene dan formaldehida yang ada di udara
akibat lak, pernis dan bensin.
7. Bunga krisan (chrysanthemum morofolium) Dalam
bahasa inggris dikenal sebagai florist’s daisy atau herdy
garden mum. Tanaman ini mampu menghilangkan
benzena (dari lem, cat, plastik dan detergen), formaldehid
dan bahan kimia lainnya di udara.
8. Beringin (ficus benjamina)
Tanaman ini mampu membersihkan udara di dalam
ruangan terutama menyerap polutan terkait karpet dan
furnitur seperti formadehide, benzena dan
trychlorosthylene.
9. Rhododendron (Rhododendron simsii)
Tanaman ini mampu menyerap polutan formaldehide dari
sumber playwood atau insulasi busa.
10. English ivy (hedera helix)
Tanaman ini mampu membersihkan udara dalam ruangan
dari partikel pengotor udara. Juga menyerap formaldehid
pada produk pembersih rumah tangga.
11. Warneck dracaena (dracaena deremensis)
Tanaman ini mampu menghilangkan polutan yang
diakibatkan oleh pernis dan minyak.
12. Evergen cina (aglaonema crispum)
Tanaman ini mampu membersihkan polutan dalam
ruangan diantaranya benzena dan formaldehid.
13. Palem bambu (chamaedorea seifrizii)
Tanaman ini mampu menyerap polutan benzena dan
trychloroethylene serta gas beracun formaldehid yang
melekat pada furnitur.
14. Heart leaf philodendron (philodendron oxycardium)
Tanaman ini mampu menyerap hampir semua jenis
polutan di udara.
15. Peace lily (spathiphyllum)
Tanaman ini mampu menghilangkan racun dan polutan
di dalam ruangan seperti formaldehide, benzen,
trrichloroethylen, toulena dan xilena.
3.4 Udara Ruangan dalam Meningkatkan produktivitas kerja
Rasa nyaman penting secara biologis sebab berpengaruh pada kinerja organ
tubuh manusia ketika sedang bekerja. Faktor lingkungan fisik yang
mempengaruhi kinerja karyawan, adalah pewarnaan, penerangan, udara, suara
bising, ruang gerak, keamanan.9 Dampak positif udara ruangan yang baik adalah
165
karyawan akan melaksanakan kegiatannya dengan baik dan mencapai hasil yang
optimal, mendukung kinerja dan produktivitas kerja yang dihasilkan.10 Efisiensi
kerja pegawai kantor rata-rata menguntungkan 20% setelah diberi Air
Conditioning (AC). Karena penggunaan AC mengatur keadaan udara dengan
mengawasi suhu, peredaran, kelembaban, dan kebersihan. Dengan terpenuhinya
kualitas dan kuantitas udara yang baik maka akan memberikan banyak
keuntungan bagi kantor yaitu meningkatkan produktivitas kerja, meningkatkan
mutu kerja kantor, menjaga kesehatan pegawai, meningkatkan semangat kerja dan
menimbulkan kesan yang menyenangkan bagi para tamu.11
Kualitas udara ruangan yang buruk dapat menurunkan produktivitas.12 Suhu
udara juga berpengaruh signifikan pada kelelahan mata karyawan.13 Pada tempat
pengelasan udara yang panas mampu menurunkan tingkat konsentrasi, tingkat
kesalahan yang lebih tinggi dan meningkatkan ketidakhadiran pekerja pada saat
bekerja, mengurangi produktivitas sehingga meningkatkan biaya pelatihan dan
pengobatan karena efek dari kualitas udara dalam ruangan.14 Tahun 1994 OSHA
menghitung kerugian pengusaha adalah total biaya tahunan akibat Indoor air
quality (IAQ) US $15 miliar karena inefisiensi pekerja dan cuti sakit. Suhu udara
akan mengurangi efisiensi kerja dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi
otot. Suhu udara yang panas menurunkan prestasi kerja. Suhu lingkungan yang
terlalu tinggi menyebabkan peningkatan beban psikis (stres) sehingga
menurunkan konsentrasi dan persepsi kontrol terhadap lingkungan kerja yang
selanjutnya menurunkan prestasi kerja. Suhu yang terlalu tinggi dapat
menimbulkan terjadinya risiko kecelakaan dan kesehatan kerja.
4. Kesimpulan
Sumber polusi udara dalam ruangan, ventilasi yang tidak baik (52%),
kontaminasi dari dalam gedung (16%), kontaminasi yang berasal dari luar gedung
(10%), kontaminasi mikrobiologi (5%), dan kontaminasi material bangunan (4%),
lain-lain (13%). Untuk mencegah pencemaran lingkungan dan mencegah
timbulnya gangguan kesehatan terjadinya di perkantoran, Pemerintah Republik
Indonesia melalui Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405 Tahun 2002 tentang
persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri telah mengatur
persyaratan kualitas udara dalam ruangan. Kualitas udara ruangan yang dimaksud
meliputi suhu, kelembaban, debu, pertukaran udara, gas pencemar, mikrobiologi.
Kualitas lingkungan kerja yang baik dan sesuai dengan kondisi manusia sebagai
pekerja akan mendukung kinerja dan produktivitas kerja yang dihasilkan.
Sedangkan kualitas udara dalam ruangan yang buruk dapat menurunkan
produktivitas kerja.
PROSIDING UGM 2016 hal 246
Faktor KIMIA

Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko,dan Pengendalian Risiko


Pada Pekerjaan Tambang Belerang
Studi Pada Pekerja Tambang Belerang di Taman Wisata Alam Kawah Ijen
Khairul Anwar, Isa Ma’rufi, Anita Dewi Prahastuti S
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember
Jl. Kalimantan 37, Jember
Tel. 085745106202, E-mail: khairul.fkm@gmail.com, isa.marufi@gmail.com

Abstrak
Gunung Ijen merupakan salah satu dari rangkaian Gunung berapi di Jawa Timur yang
masih aktif, terletak di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi. Gunung Ijen
mengandung derajat keasaman dan kandungan belerang yang sangat tinggi,tingginya
kandungan belerang menjadikan kawasan tersebut sebagai wilayah pertambangan
belerang yang dilakukan secara tradisional. Permasalahan pekerja tambang di wilayah
Gunung Ijen adalah manajemen risiko diantaranya beban kerja, alat pelindung diri yang
tidak standart, jaminan sosial tenaga kerja yang buruk, masalah kesehatan kerja,
psikologis pekerja dan iklim kerja. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi bahaya,
menilai risiko dan menyusun pengendalian risiko dari proses kerja. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif melalui pendekatan mix methods. dengan modifikasi
metode what-if dan Job Safety Analysis. Hasil identifikasi dan analisis risiko diketahui
risiko sangat tinggi (very high) adalah paparan gas Hidrogen Sulfida (H2S) pada proses
penurunan kedasar kawah, pengambilan belerang di dasar kawah, pengangkutan belerang
dari dasar kawah menuju puncak Gunung Ijen.
Kata kunci: bahaya, risiko, tambang belerang,.
1. Pendahuluan
Gunung Ijen merupakan salah satu dari rangkaian Gunung berapi di Jawa
Timur, Gunung tersebut masih aktif dan terletak di Kabupaten Bondowoso dan
Kabupaten Banyuwangi yaitu pada wilayah Kecamatan Licin, Kabupaten
Banyuwangi dan Kecamatan Klobang, Kabupaten Bondowoso, Provinsi Jawa
Timur. Gunung Ijen telah mengalami 12 kali erupsi1. Gunung Ijen memiliki
ketinggian 2.386 meter di atas permukaan laut. Secara geografis Gunung Ijen
berada pada posisi 8º03’30” LS dan 114º14’30” BT, pada puncak Gunung
terdapat Danau Kawah Ijen dengan panjang dan lebar masing-masing sebesar 800
meter dan 700 meter serta kedalaman danau mencapai 180 meter2. Selain terkenal
sebagai obyek wisata juga memiliki kandungan belerang yang tinggi. Sedikitnya
jumlah belerang yang dihasilkan adalah sebanyak 14 ton per harinya. Jumlah
tersebut baru sekitar 20% dari potensi yang sesungguhnya disediakan oleh alam3.
Berdasarkan pengukuran gas belerang yang dilakukan oleh tim Pusat
Vulkanologi Mitigasi Bencana dan Geologi (PVMBG) di wilayah Gunung Ijen
yang dilakukan pada tujuh titik pengukuran. Hasil dari pengukuran tersebut yaitu
kadar gas belerang diketahui yang tertinggi yaitu sebesar 47 ppm (batas normal 10
ppm)4. Tingginya kandungan belerang yang terdapat di Kawah Ijen menjadikan
kawasan tersebut sebagai wilayah pertambangan, pada umumnya aktivitas
penambangan dilakukan secara tradisional oleh pekerja, sehingga, kesehatan dan
keselamatan pekerja penambang belerang di Gunung Ijen berisiko terganggu.

Berdasarkan studi pendahuluan ke Gunung Ijen pada tanggal 21 Maret


2015, diketahui upah yang didapatkan oleh pekerja tambang belerang di Kawah
Gunung Ijen yaitu setiap kilo dihargai Rp.925/kg untuk angkutan pertama dan Rp.
1.025/kg untuk angkatan keduadan pekerja tiap angkut mampu membawa
belerang 50-80 kg dengan dua kali angkut jadi jumlah perhari bisa mengangkut
belerang sebanyak 100 kg–160 kg.
Masalah utama pada pekerja penambangan belerang Ijen adalah masalah
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang tidak mendapatkan perlindungan
secara maksimal, baik dari perusahaan maupun dari pemerintah. diketahui
terdapat beberapa masalah keselamatan dan kesehatan yaitu pekerja terpapar
langsung dengan bahan kimia yang dikeluarkan seperti gas sulfatara (S, SO2, SO3,
H2S), uap fumarol (uap air panas (H2O), gas nitrogen), gas asam arang, CO,
hidrogen klorida, hidrogen fluorida dapat mengancam para pekerja setiap saat,
beban kerja, tidak standarnya alat pelindung diri (APD) yang dipakai. pemberian
jaminan sosial tenaga kerja yang buruk, iklim kerja dan psikologis pekerja selain
itu, masalah kesehatan seperti tulang keropos, batuk, sakit gigi, nyeri persendian,
dan sesak napas5. Segala bentuk permasalahan diatas diketahui pula bahaya yang
sangat besar dan risiko kecelakaan kerja yang sangat tinggi, dan sebuah
rekomendasi atau pengendalian risiko dalam proses manajemen risiko guna
mengurangi risiko pada pekerjaan tambang belerang di Kawah Ijen.
Frekuensi penambang belerang untuk melakukan penambangan tergantung
dari kekuatan fisik masing-masing penambang. Dampak ergonomi atau sikap
kerja yang salah dan paparan gas H2S yang terus menerus tentunya berdampak
negatif bagi keselamatan dan kesehatan penambang belerang. Oleh karena itu
sebagai upaya tindakan preventif dan promotif akibat adanya bahaya dan risiko
kerja maka perlu dilakukan penelitian tentang manajemen risiko pada pekerjaan
tambang belerang di Kawah Gunung Ijen. tujuan penelitian ini adalah
mengidentifikasi bahaya, menilai risiko dan menyusun upaya pengendalian dari
langkah kerja, proses kerja dan risiko kecelakaan kerja pada pekerja tambang
belerang di Taman Wisata Alam Kawah Ijen Kabupaten Banyuwangi.

3. Hasil dan Pembahasan


3.1.Hasil
3.1.1. Identifikasi Bahaya
Berdasarkan hasil penelitian pada penambangan belerang di kawah
Gunung Ijen diketahui alat yang digunakan untuk penambangan belerang yaitu
keranjang yang terbuat dari bambu, karung, troli, alat pengungkit (linggis), alat
penimbangan berupa neraca gantung dan neraca duduk, mesin pompa air dan
handuk sebagai masker. Peralatan yang digunakan oleh penambang belerang
memiliki risiko masing-masing seperti keranjang dan karung yang digunakan
sebagai alat angkut memiliki risiko tersandung, terkilir dan nyeri sendi/encok, alat
pengungkit dan neraca gantung memiliki risiko tergores, mesin pompa air
memiliki risiko kebisingan, dan handuk memiliki risiko keracunan gas berbahaya
yang bisa mengakibatkan cidera ataupun meninggal.
Bahan yang digunakan dalam proses penambangan adalah sulfatara dan
solar sebagai pembangkit mesin pompa air pada proses sublimasi. Adapun hasil
dari identifikasi bahaya pada proses penambangan belerang dijelaskan pada empat
tahapan yaitu tahap persiapan, tahap eksploitasi, tahap pengangkutan dan tahap
penimbangan.
a. Tahap persiapan
Tahap persiapanterdiri dari proses mempersiapkan peralatan dan
perbekalan, proses pendakian ke puncak Gunung Ijen dan proses penurunan
menuju dasar Kawah Ijen. Pada tahap ini terindentifikasi risiko yaitu terjatuh dari
motor saat perjalanan ke Paltuding dan serangan hewan buas seperti macan tutul
dan babi hutan, tersandung, terkilir, gigitan hewan berbisa seperti ular atau
kalajengking, iritasi mata, terhirup gas H2S dan nyeri sendi/encok. Sedangkan
sumber bahaya diketahui dari faktor unsafe condition yaitu kondisi jalan yang
berlubang, licin, dan menanjak, jarak tempuh yang sangat jauh, terjadi hujan,
kabut tebal, kondisi gelap akibat tidak ada penerangan, paparan gas CO2, SO2,
SO4, dan gas hidrogen sulfida (H2S), dari faktor unsafe action yaitu mengantuk
dan tidak mengunakan APD (safety shoes, marks respiratory) sedangkan dampak
risiko bisa terjadi cidera, memar, pendarahan atau meninggal.
b. Tahap Eksploitasi

Tahap eksploitasi terdiri dari dua proses yaitu pengambilan bongkahan


belerang di dasar Kawah Ijen, proses penataan bongkahan belerang ke atas
keranjang. Pada tahap ini teridentifikasi beberapa risiko yaitu terhirup atau
keracunan gas berbahaya (H2S), tertimpa bebatuan dari atas tebing, tergores alat
pengungkit (linggis), terkilir, iritasi mata nyeri sendi pada punggung. Sumber
bahaya yang diketahui dari faktor unsafe condition yaitu kondisi gelap akibat
tidak ada penerangan, paparan gas CO, SO2, SO4, HCl, dan gas H2S. Sedangkan
dari faktor unsafe action yaitu tidak mengunakan APD (safety shoes, safety
helmet, safety goggle, marks respiratory) risiko pada tahap ini bisa berdampak
cidera, penyakit pernafasan, pingsan atau bahkan meninggal dunia.

c. Tahap Pengangkutan
Gambar 2. Proses pengangkutan belerang dari dasar Kawah Ijen.
Tahap pengangkutan terdiri dari dua proses yaitu proses pengangkutan
belerang dari dasar kawah menuju puncak Gunung Ijen dan proses pengangkutan
dari puncak Gunung Ijen menuju Paltuding (Tempat penimbangan akhir). Pada
tahap ini terindentifikasi beberapa risiko yaitu terhirup atau keracunan gas H2S,
tertimpa bebatuan dari atas tebing, tersandung, kaki terkilir, iritasi mata,
nyerisendi/encok pada persendian dan tergores alat angkut. Sumber bahaya dari
faktor unsafe condition yaitu paparan gas CO, SO2, SO4, HCl, gas hidrogen sulfida
(H2S), kondisi jalan sempit, curam, menanjak, jarak tempuh, jalan berbatu dan
jalan menuju Paltuding berpasir dan berdebu,beban angkut yang sangat berat
(>40kg) dari faktor unsafe action yaitu kelelahan kerja, riwayat penyakit, usia dan
tidak mengunakan APD (safety shoes, marks respiratory). Dampak risiko pada
tahap ini bisa terjadi cidera, memar, pendarahan ataupun meninggal dunia.
d. Tahap Penimbangan
Tahap ini terdiri dari dua proses yaitu proses penimbangan di tempat
peristirahatan pertama (pondokan) dan Proses penimbangan akhir di Paltuding.
Pada tahap ini terindentifikasi jenis risiko yaitu terkilir, terjatuh, nyeri sendi pada
pungung. Sumber bahaya dari faktor unsafe condition yaitu tempat licin, berdebu,
beban angkut yang berat (>40kg), beban kerja tinggi, sedangkan faktor unsafe
action yaitu tidak mengunakan APD (safety shoes) risiko pada tahap ini bisa
berdampak kelelahan kerja dan cidera.
3.1.2. Penilaian Risiko
Penilaian risiko merupakan salah satu proses dari analisiss risiko, penilaian
risiko dalam penelitian ini mengunakan metode semi kuantitatif yaitu dengan
mengkalikan tingkat kemungkinan (probability), konsekuensi (consequences) dan
paparan (exposure) berdasarkan standart dari AS/NZS 4360 melalui wawancara
kepada informan utama dan informan kunci. bertujuan untuk mengetahui nilai
risiko dan level risiko. Hasil penilaian risiko pada proses penambangan belerang
di wilayah Gunung Ijen dijelaskan pada tabel berikut:

Pengendalian Risiko
Risiko yang memiliki level tertinggi yaitu terhirup gas berbahaya Hidrogen
Sulfida (H2S) adapun pengendaliannya adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Hirarki dan pengendalian risiko proses penambangan
Jenis Risiko Hierarki of Pengendalian
Control (rekomendasi)
Terhirup gas Engineering Terdapat alat pendeteksi adanya gas berbahaya
berbahaya Administrative Membuat Standart Operasional Prosedur bagi
Hidrogen Sulfida pekerja yang melakukan pekerjaan di dapur
(H2S) belerang
Melakukan inspeksi dan pengukuran secara
berkala terkait paparan gas H2S
Pembatasan izin memasuki area dabur belerang dan dasar
kawah
Melakukan pemeriksaan kesehatan awal, berkala
dan khusus kepada pekerja
Menyediakan klinik kesehatan sebagai tindakan
emergency
Training Safety Talks sebelum memasuki area,
Melatih penangungjawab area dapur belerang
PPE/APD Chemical Catrige Respiratory, Gas Mask, Self Consumed
Breathing Apparatus (SCBA)

3.2.Pembahasan
Hasil identifikasi bahaya dalam penelitian ini, ditemukan risiko yang
memiliki level risiko sangat tinggi (very high) sehingga dapat mengakibatkan
kecelakaaan kerjapenyakit akibat kerja yaitu adalah risiko terhirup atau keracunan
gas Hidrogen Sulfida (H2S). Bahaya paparan gas H2S tidak hanya teridentifikasi
pada proses penurunan belerang namun juga terdapat pada proses pengambilan
belerang didasar kawah, proses penataan belerang didasar kawan dan
pengangkutan belerang dari dasar kawah menuju puncak Gunung Ijen artinya
bahaya ini setiap saat akan selalu mengintai para pekerja kapanpun dan disetiap
proses kerja saat penambangan belerang, sehingga hal ini perlu adanya tindakan
khusus dalam upaya preventif promotif yang dilakukan oleh pihak stakeholder
baik perusahaan, pemerintah setempat atau para pekerja tambang itu sendiri.
Penelitian ini berhubungan dengan temuan dari penelitian sebelumnyayaitu:
diketahui hasil penelitian Ma’rufi dkk. (2014) menyatakan bahwa terdapat
keluhan pernafasan, sebagian besar penambang belerang di Gunung Ijen berupa
mengeluh batuk berdahak yaitu sebesar 74%, keluhan pada mata, berupa mata
berair ketika menambang sebesar 94%, keluhan pada gigi, berupa gigi linu
sebesar 68%5, dan hasil penelitian Dyah Pranani (2008) menyatakan bahwa
paparan uap belerang merupakan faktor risiko untuk terjadinya erosi gigi
sedang/berat, subjek penelitian yang terpapar uap belerang mempunyai risiko
untuk mengalami erosi gigi sedang/berat sebesar 42,25 kali lebih besar
dibandingkan dengan subjek yang tidak terpapar uap belerang10. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Taufiq (2012) menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan
antara faal paru pekerja tambang belerang di Gunung Ijen dengan bukan
penambang belerang di lingkungan sekitar Gunung Ijen11. pekerjaan tambang di
Kawah Ijen memiliki risiko yang sangat komplek terutama di bidang kesehatan
pekerja. Risiko yang paling tinggi dari proses penambangan belerang adalah
terhirup gas berbahaya H2S.
Hidrogen Sulfida (H2S) merupakan suatu gas tidak berwarna, sangat
beracun, mudah terbakar dan memiliki karakteristik bau seperti telur busuk.
Hydrogen sulfida dikenal juga dengan sebutan sebagai gas rawa atau asam
sulfide7. Gas ini dapat menyebabkan dampak yang buruk bagi kesehatan,
hydrogen sulfide mempunyai efek anoksit dan merusak secara langsung sel-sel
sistem syaraf pusat. Jika kadar di atas 50 ppm akan menyebabkan sakit kepala,
tidak dapat tidur, mual, batuk, badan lemah, mengantuk, edema paru dan
kojungtivitas yang disertai rasa sakit. Sedangkan jika kadar gas H2S di atas 500
ppm dapat menyebabkan tidak sadar dengan segera depresi pernapasan dan
kematian dalam waktu 30-60 menit8. Risiko paparan gas H2S kemungkinan terjadi
252
kontak dengan pekerja, saat turun hujan di siang atau sore hari. Ketika gas H2S di
atas air danau gas ini mampu di bawa permukaan akibat hembusan angin, jika gas
ini terpapar lasung oleh pekerja maka dapat mengakibatkan cidera bahkan
meninggal dunia.
Bahan kimia beracun seperti gas H2S dapat masuk kedalam tubuh
kemudian masuk melalui aliran darah ke dalam tubuh melalui: saluran pernafasan,
penyerapan melalui kulit (absorbsi) dan saluran pencernaan, saluran pernafasan
terdiri dari dua yaitu bagian atas (hidung, tengorokan, trachea, dan sebagaian
besar pipa bronchial yang membawa ke cuping dan paru-paru) dan alveoli dimana
dapat terjadi pemindahan gas yang menembus dinding sel yang tipis. Gas dan uap
dengan daya larut yang rendah, namun berdaya larut tinggi didalam lemak
melewati lapisan alveoli kemudian masuk kedalam aliran daran dan dibawa
(disebarkan) ke organ-organ yang memiliki afinitas khusus9.
Pengendalian risiko merupakan langkah penting dan menentukan dalam
keseluruhan manajemen risiko6. Risiko yang telah diketahui besar dan potensi
akibatnya harus dikelola dengan tepat, efektif dan sesuai dengan kemampuan dan
kondisi lokasi penambangan belerang di Gunung Ijen. Menurut OHSAS 18001
pengendalian risiko yang lebih spesifik untuk bahaya K3 adalah 1) Eliminasi, 2)
Subtitusi, 3) Pengendalian Teknis, 4) Pengendalian Administratif 5) Penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD).
Pengendalian risiko pada tingkat risiko sangat tinggi diketahui yaitu
penyediaan alat deteksi gas berbahaya (H2S, CO, SO4) yang terintegrasi dengan
alarm, membuat standar operasional prosedur (SOP) bagi pekerja yang melakukan
pekerjaan di dapur belerang, melakukan inspeksi dan pengukuran secara rutin,
pembatasan izin memasuki area dapur belerang, melakukan pemeriksaan
kesehatan dan menyediakan klinik kesehatan di lingkungan pertambangan.
Mananjemen risiko pada proses penambangan belerang di Kawah Ijen
kabupaten Banyuwangi secara keseluruhan belum dikelola secara maksimal baik
oleh perusahaan PT. Candi Ngrimbi ataupun pemerintah setempat. Oleh sebab itu
agar setiap langkah dan proses kerja penambangan dapat berjalan aman, sehat dan
produktif maka seharusnya dilakukan sebuah manajemen risiko secara terencana
dan komprehensif.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian padapekerjaan tambang belerang di kawah
Gunung Ijen diketahui risiko tertinggi yaitu terhirup gas berbahaya Hidrogen
Sulfida (H2S), upaya pengendalian berupa rekomendasi adanya gas detector,
safety talk, klinik emergency dan APD berupa Chemical Catrige Respiratory, atau
Gas Mask. Saran atau rekomendasi yang dapat diberikan dari peneliti adalah
diharapkan perusahaan bersinergi dengan pemerintah daerah untuk segera
melakukan upaya pencegahan, pengendalian risiko pada proses penambangan
belerang di Kawah Gunung Ijen berupa melaksanakan program tentang
keselamatan dan kesehatan kerja diantaranya memasangan safety sign ramburambu
bahaya, melakukan sosialisasi tentang K3 secara rutin, menyediakan APD,
membuat prosedur kerja, memberikan bantuan alat angkut yang ergonomis,
membangun layangan kesehatan sebagai upaya tidakan emergency jika terjadi
kecelakaan kerja.
PROSIDING UGM 2016 HAL 78

Tinjauan Rujukan Daftar Bahaya dan Usulan Tambahan Daftar


Bahaya Keselamatan dan Kesehatan
Syamsul Arifin
Universitas Balikpapan
Jl Pupuk Raya, Gn Bahagia, Balikpapan
Tlp (0542) 765442, 764205, E-Mail: syamsul.arifin@yahoo.com

Abstrak
Ada beberapa institusi yang dapat dijadikan rujukan ketika melakukan identifikasi
bahaya, diantaranya: International Labour Organization (ILO), Occupational Safety and
Health Administration (OSHA), Canadian Centre for Occupational Health and Safety
(CCOHS), dan Viner. Dengan melakukan penelitian analisis isi, penulis membandingkan
daftar bahaya yang disusun tersebut, mengkritisi, dan mengusulkan beberapa tambahan
daftar bahaya sehingga bisa menghasilkan suatu daftar bahaya yang lebih komprehensif.
Daftar bahaya yang dibahas dapat juga diklasifikasikan menjadi beberapa kategori: fisika,
kimia, biologi, ergonomi, dan psikososial.

4. Kesimpulan
a. Bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi merugikan.
b. Daftar bahaya yang dibahas dapat juga diklasifikasikan menjadi beberapa
kategori: fisika, kimia, biologi, ergonomi, dan psikososial.
c. Daftar bahaya fisika bisa berupa permukaan licin, sandungan, perbedaan
ketinggian permukaan, benda bergerak, benda stasioner di jalur lintasan,
berada pada jalur lintasan bahaya/berada dijalur pergerakan mesin, potensi
benda jatuh, potensi pekerja jatuh (perbedaan ketinggian kerja), peralatan
tidak standar/buatan sendiri, api, panas dan dingin, gas atau udara dan cairan
bertekanan, mekanik, benda berputar, benda tajam, getaran, kebisingan,
listrik, listrik statis, radiasi pengion dan radiasi bukan pengion,
pencahayaan, bencana alam, cuaca (salju, hujan, angin, es, gelombang laut,
gempa bumi, longsor, tsunami, aktifitas gunung api, banjir bandang, cuaca
ekstrim, kekeringan, kebakaran hutan, topan, badai/ombak besar, petir).
d. Daftar bahaya kimia bisa berupa bahan kimia beracun, mudah terbakar,
korosif, mudah meledak akibat reaksi kimia dan tekanan berlebih, iritan,
tidak ada/kurang oksigen, kualitas udara dalam ruangan.
e. Daftar bahaya biologi bisa berupa mikrobiologi, bakteri, virus, jamur,
penyakit, wabah, jamur, binatang berbisa, binatang buas, carrier, serangga,
pengerat.
f. Daftar bahaya ergonomi bisa berupa tampilan visual alat elektronik (visual
display units), jam kerja, manual handling, pengaturan kantor, posisi dudukberdiri,
shift kerja, peralatan, gerakan berulang-ulang, posisi janggal,
bekerja terlalu lama, beban berlebih, kurang/tidak ada komunikasi,
informasi terbatas.
g. Daftar bahaya psikososial bisa berupa kekerasan, stres, bullying, bekerja
sendirian, keamanan (penipuan, pencurian, perampokan), pelecehan,
pekerjaan bersamaan/Simultaneous Operations (SIMOPS).
IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA KERJA DAN PENGENDALIAN
DAMPAK DI UNIT PRODUKSI PALM KERNEL CRUSHING
PT. WILMAR CAHAYA INDONESIA
PONTIANAK TAHUN 2014
Oleh Indah Safitri1; Widi Raharjo2; Agus Fitriangga3

INI SEMUA FAKTOR DIBAHAS !!!!!!!

Anda mungkin juga menyukai