3 Penyehatan Udara
Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di
bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam
kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat
memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal.
Kualitas udara dalam ruang sangat mempengaruhi kesehatan manusia, karena
hampir 90 % hidup manusia berada dalam ruangan.
2.3.1 Pengertian Pencemaran Udara
Berbagai kegiatan manusia, baik disengaja atau tidak dapat
menyebabkan pencemaran udara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.
41 Tahun 1999 mengenai Pengendalian Pencemaran udara, yang dimaksud
dengan pencemaran udara adalah “masuknya atau dimaksuknya zat, energi
dan/atau komponen lain ke dalam udara ambient oleh kegiatan manusia
sehingga mutu udara ambient turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan udara ambient tidak memenuhi fungsinya”.
2.3.2 Sumber Pencemaran Udara
Pencemaran udara dan kebisingan dapat terjadi didalam ruangan
(indoor) maupun di luar ruangan (outdoor) yang dapat membahayakan
kesehatan manusia dan terjadinya penularan penyakit. Selain kualitas udara
ambien, kualitas udara dalam ruangan (indoor air quality) juga merupakan
masalah yang perlu mendapat perhatian karena akan berpengaruh terhadap
kesehatan manusia. Timbulnya kualitas udara dalam ruangan umumnya
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kurangnya ventilasi udara (52%) adanya
sumber kontaminasi di dalam ruangan (16%) kontaminasi dari luar ruangan
(10%), mikroba (5%), bahan material bangunan (4%) ,lain-lain (13%) (Kuat
Prabowo, Burhan Muslim. 2018).
Sumber pencemaran udara dapat pula berasal dari aktifitas rumah
tangga dari dapur yang berupa asap. Menurut beberapa penelitian
pencemaran udara yang bersumber dari dapur telah memberikan kontribusi
yang besar terhadap penyakit ISPA. Sumber penyebab polusi udara dalam
ruangan antara lain yang berhubungan dengan bangunan itu sendiri,
perlengkapan dalam bangunan (karpet, AC, dan sebagainya), kondisi
bangunan, suhu, kelembaban, pertukaran udara, dan hal-hal yang
berhubungan dengan perilaku orang-orang yang berada di dalam ruangan,
misalnya merokok. Sumber polusi udara dalam ruang dapat berasal dari
bahan-bahan sintetis dan beberapa bahan alamiah yang digunakan untuk
karpet, busa, pelapis dinding, dan perabotan rumah tangga (asbestos,
formaldehid, VOC), juga dapat berasal dari produk konsumsi (pengkilap
perabot, perekat, kosmetik, pestisida/insektisida). [ CITATION Kua18 \l 1057 ].
Mikroorganisme yang berasal dari dalam ruangan misalnya serangga,
bakteri, kutu binatang peliharaan, jamur. Mikroorganisme yang tersebar di
dalam ruangan dikenal dengan istilah bioaerosol. Bioaerosol di dalam
ruangan dapat berasal dari lingkungan luar dan kontaminasi dari dalam
ruangan. Dari lingkungan luar dapat berupa jamur yang berasal dari
organisme yang membusuk, tumbuh-tumbuhan yang mati dan bangkai
binatang, bakteri Legionella yang berasal dari soil-borne yang menembus ke
dalam ruang, alga yang tumbuh dekat kolam/danau masuk ke dalam
ruangan melalui hembusan angin dan jentik-jentik serangga di luar ruang
dapat menembus bangunan tertutup (Kuat Prabowo. 2018).
Kontaminasi yang berasal dari dalam ruang yaitu kelembaban antara
25-75%. Spora jamur akan meningkat dan terjadi kemungkinan peningkatan
pertumbuhan jamur, dan sumber kelembaban adalah tandon air, bak air di
kamar mandi. Penyakit yang berhubungan dengan bioaerosol dapat berupa
penyakit infeksi seperti flu, hipersensitivitas: asma, alergi, dan juga
toxicoses yaitu toksin dalam udara di ruangan yang terkontaminasi sebagai
penyebab gejala SBS (Sick Building Syndrome). ‘Sick building syndrome’
adalah sindroma penyakit yang diakibatkan oleh kondisi gedung. Beberapa
bentuk penyakit yang berhubungan dengan SBS: iritasi mata dan hidung,
kulit dan lapisan lendir yang kering, kelelahan mental, sakit kepala, ISPA,
batuk, bersin-bersin, dan reaksi hipersensitivitas (Kuat Prabowo.2018).
Sementara itu, The National Institute of Occupational Safety and
Health (NIOSH) dalam penelitiannya menyebutkan ada lima sumber
pencemaran di dalam ruangan yaitu:
1. Pencemaran dari alat-alat di dalam gedung seperti asap rokok, pestisida,
bahan-bahan pembersih ruangan.
2. Pencemaran di luar gedung meliputi masuknya gas buangan kendaraan
bermotor, gas dari cerobong asap atau dapur yang terletak di dekat
gedung, dimana kesemuanya dapat terjadi akibat penempatan lokasi
lubang udara yang tidak tepat.
3. Pencemaran akibat bahan bangunan meliputi pencemaran formaldehid,
lem, asbes, fibreglass dan bahan-bahan lain yang merupakan komponen
pembentuk gedung tersebut.
4. Pencemaran akibat mikroba dapat berupa bakteri, jamur, protozoa dan
produk mikroba lainnya yang dapat ditemukan di saluran udara dan alat
pendingin beserta seluruh sistemnya.
5. Gangguan ventilasi udara berupa kurangnya udara segar yang masuk,
serta buruknya distribusi udara dan kurangnya perawatan sistem ventilasi
udara.
2.3.3 Kualitas dan Standar Baku Mutu Udara Rumah Sakit
2.3.3.1 Kualitas Fisik Udara
Terdapat beberapa komponen kualitas fisik udara dalam
ruangan. Beberapa parameter kualitas udara dalam ruangan antara
lain meliputi suhu udara, kelembaban udara, kecepatan aliran udara,
kebersihan udara, kualitas ventilasi, dan pencahayaan.
1. Suhu Udara
Kualitas udara dalam ruang tidak hanya dipengaruhi oleh
adanya pencemaran tetapi juga dipengaruhi oleh adanya udara
panas. Udara yang panas dapat menurunkan kualitas udara dalam
ruang dan mempengaruhi kenyamanan manusia yang tinggal atau
bekerja dalam ruang tersebut. (Fardiaz, 1992).
2. Kelembaban Udara
Air bukan merupakan polutan, namun uap air merupakan
pelarut untuk berbagai polutan dan dapat mempengaruhi
konsentrasi polutan di udara. Uap air dapat menumbuhkan dan
mempertahankan mikroorganisme di udara dan juga dapat
melepaskan senyawa-senyawa volatile yang berasal dari bahan
bangunan seperti formaldehid, amoni dan senyawa lain yang
mudah menguap, sehingga kelembapan yang tinggi melarutkan
senyawa kimia lain lalu menjadi uap dan akan terpajan pada
pekerja (Fardiaz, 1992). Kelembaban yang relativ rendah kurang
dari 20% dapat menyebabkan kekeringan selaput lender
membrane, sedangkan kelembaban yang tinggi akan
meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme. Kelembaban dan
suhu yang ekstrim juga menjadi media pertumbuhan beberapa
jenis bakteri dan jamur. Sebagai contoh jamur dapat tumbuh
dalam suasana anaerob dengan kelembaban udara lebih dari
65%.
3. Kecepatan Aliran Udara
Kecepatan aliran udara mempengaruhi gerakan udara dan
pergantian udara dalam ruang. Kecepatan aliran udara yang
nyaman bagi suatu ruangan besarnya berkisar antara 0,15 sampai
dengan 1,5 m/s. Kecepatan udara kurang dari 0,1 m/s atau lebih
rendah menjadikan ruangan tidak nyaman karena tidak ada
pergerakan udara. Sebaliknya bila kecepatan udara terlalu tinggi
akan menyebabkan kebisingan dalam ruangan (Arismunandar,
1991). Agar pertukaran udara ruang perkantoran dapat berjalan
dengan baik, Ruang yang menggunakan AC secara periodik harus
dimatikan dan diupayakan mendapat pergantian udara secara
alamiah dengan cara membukan seluruh pintu dan jendela atau
dengan kipas angin. Saringan/filter udara AC juga harus
dibersihkan secara periodik sesuai dengan ketentuan pabrik.
Tingkat kenyamanan panas dipengaruhi oleh kecepatan udara.
Ketika pendinginan diperluan, dapat dilakukan peningkatan
kecepatan udara. Standar baku mutu suhu, kelembaban, dan
tekanan udara menurut jenis ruang dapat dilihat pada tabel 2.4.
4. Kebersihan Udara
Kebersihan udara berkaitan dengan keberadaan kontaminasi
udara baik kimia maupun mikrobiologi. Sistem ventilasi AC
umumnya diperlengkapi dengan saringan udara untuk mengurangi
atau menghilangkan kemungkinan masuknya zat-zat berbahaya ke
dalam ruangan. Untuk ruangan pertemuan atau gedung-gedung
dimana banyak orang berkumpul dan ada kemungkinan merokok,
dibuat suatu perangkat hisap udara pada langit-langit ruangan
sedangkan lubang hisap jamur dibuat dilantai dengan cenderung
menghisap debu.
Tabel 2.4 Standar Baku Mutu Suhu, Kelembaban, dan Tekanan
Udara menurut Jenis Ruang
No. Ruang/Unit Suhu (oC) Kelembaban (%) Tekanan
1. Operasi 22-27 40-60 Positif
2. Bersalin 24-26 40-60 Positif
3. Pemulihan/Perawatan 22-23 40-60 Seimbang
4. Observasi Bayi 27-30 40-60 Seimbang
5. Perawatan Bayi 32-34 40-60 Seimbang
6. Perawatan 32-34 40-60 Positif
7. ICU 22-23 40-60 Positif
8. Jenazah/Autopsi 21-24 40-60 Negatif
9. Penginderaan Medis 21-24 40-60 Seimbang
No. Ruang/Unit Suhu (oC) Kelembaban (%) Tekanan
10. Laboratorium 20-22 40-60 Negatif
11. Radiologi 17-22 40-60 Seimbang
12. Sterilisasi 21-30 40-60 Negatif
13. Dapur 22-30 40-60 Seimbang
14. Gawat Darurat 20-24 40-60 Positif
15. Administrasi 20-28 40-60 Seimbang
16. Ruang Luka Bakar 24-26 40-60 Positif
Sumber : PERMENKES No. 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit
5. Pencahayaan
Cahaya merupakan pancaran gelombang elektromagnetik
yang melayang melewati udara. Illuminasi merupakan jumlah atau
kuantitas cahaya yang jatuh ke suatu permukaan. Apabila suatu
gedung tingkat illuminasinya tidak memenuhi syarat maka dapat
menyebabkan kelelahan mata, sehingga dapat menimbulkan
terjadinya kesalahan dalam melakukan pekerjaan serta kelelahan
pada indra mata yang terus menerus dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan pada mata.
Tabel 2.5 : Standar Baku Mutu Intensitas Pencahayaan menurut
Jenis Ruangan atau Unit
No. Ruangan/Unit Intensitas Faktor Keterangan
Cahaya Refleksi
(lux) Cahaya (%)
1 Ruang Pasien Warna Cahaya
-Saat Tidak 250 Maksimal sedang
tidur 30
-Saat Tidur 50
Rawat Jalan 200 Ruangan Tindakan
No. Ruangan/Unit Intensitas Faktor Keterangan
Cahaya Refleksi
(lux) Cahaya (%)
Unit Gawat 300 Maksimal Ruangan Tindakan
Darurat (UGD) 60
2 R. Operasi 300-500 Maksimal Warna Cahaya
Umum 30 Sejuk
3 Meja Operasi 10.000- Maksimal 9 Warna Cahaya
20.000 Sejuk atau sedang
tanpa bayangan
4 Anestesi, 300-500 Maksimal Warna Cahaya
Pemulihan 60 Sejuk
5 Endoscopy, lab 75-100
6 Sinar X Minimal 60 Maksimal Warna Cahaya
30 Sejuk
7 Koridor Minimal
100
8 Tangga Minimal Malam hari
100
9 Administrasi / Minimal Warna Cahaya
Kantor 100 Sejuk
10 Ruang Alat/ Minimal
gedung 200
11 Farmasi Minimal
200
12 Dapur Minimal
200
13 Ruang Cuci Minimal
100
14 Toilet Minimal
100
15 Ruang isolasi 0,1-0,5 Maksimal Warna Cahaya Biru
khusus 30
penyakit
16 Ruang luka 100-200 Maksimal Warna Cahaya
bakar 10 Sejuk
Sumber : PERMENKES No. 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit
6. Kebisingan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 7 Tahun 2019
kebisingan ruangan rumah sakit adalah terjadinya bunyi yang
tidak dikehendaki sehingga mengganggu dan membahayakan
kesehatan. Pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian
rupa sehingga kamar dan ruangan yang memerlukan suasana
tenang terhindar dari kebisingan. Untuk nilai ambang batas
kebisingan ambien di halaman luar rumah sakit mengacu pada
peraturan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah. Pengukuran
kebisingan ruangan dapat dilakukan secara mandiri menggunakan
peralatan ukur kesehatan lingkungan yang sesuai, atau dapat
dilakukan oleh alat ukur dari laboratorium luar yang telah
terakreditasi nasional.
Tabel 2.6 Standar Baku Mutu Tekanan Bising/ Sound Pressure
Level Menurut Jenis Ruangan
No. Ruangan Maksimum Tekanan Bising/Sound
Pressure Level (dBA)
1 Ruang pasien
- Saat tidak tidur 45
- Saat tidur 40
2 Ruang operasi 45
3 Ruang umum 45
4 Anestesi, pemulihan 50
5 Endoskopi, laboratorium 65
6 SinarX 40
7 Koridor 45
8 Tangga 65
9 Kantor/lobby 65
10 Ruang alat/Gudang 65
11 Farmasi 65
12 Dapur 70
13 Ruang cuci 80
14 Ruang isolasi 20
15 Ruang Poli Gigi 65
16 Ruang ICU 65
17 Ambulan 40
Sumber : PERMENKES No. 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit
Rata-rata Konsentrasi
No Parameter Kimiawi Waktu Maksimum sebagai
Pengukuran Standar
Mukono, J. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga University Press. Surabaya.