Anda di halaman 1dari 18

2.

3 Penyehatan Udara
Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di
bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam
kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat
memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal.
Kualitas udara dalam ruang sangat mempengaruhi kesehatan manusia, karena
hampir 90 % hidup manusia berada dalam ruangan.
2.3.1 Pengertian Pencemaran Udara
Berbagai kegiatan manusia, baik disengaja atau tidak dapat
menyebabkan pencemaran udara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.
41 Tahun 1999 mengenai Pengendalian Pencemaran udara, yang dimaksud
dengan pencemaran udara adalah “masuknya atau dimaksuknya zat, energi
dan/atau komponen lain ke dalam udara ambient oleh kegiatan manusia
sehingga mutu udara ambient turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan udara ambient tidak memenuhi fungsinya”.
2.3.2 Sumber Pencemaran Udara
Pencemaran udara dan kebisingan dapat terjadi didalam ruangan
(indoor) maupun di luar ruangan (outdoor) yang dapat membahayakan
kesehatan manusia dan terjadinya penularan penyakit. Selain kualitas udara
ambien, kualitas udara dalam ruangan (indoor air quality) juga merupakan
masalah yang perlu mendapat perhatian karena akan berpengaruh terhadap
kesehatan manusia. Timbulnya kualitas udara dalam ruangan umumnya
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kurangnya ventilasi udara (52%) adanya
sumber kontaminasi di dalam ruangan (16%) kontaminasi dari luar ruangan
(10%), mikroba (5%), bahan material bangunan (4%) ,lain-lain (13%) (Kuat
Prabowo, Burhan Muslim. 2018).
Sumber pencemaran udara dapat pula berasal dari aktifitas rumah
tangga dari dapur yang berupa asap. Menurut beberapa penelitian
pencemaran udara yang bersumber dari dapur telah memberikan kontribusi
yang besar terhadap penyakit ISPA. Sumber penyebab polusi udara dalam
ruangan antara lain yang berhubungan dengan bangunan itu sendiri,
perlengkapan dalam bangunan (karpet, AC, dan sebagainya), kondisi
bangunan, suhu, kelembaban, pertukaran udara, dan hal-hal yang
berhubungan dengan perilaku orang-orang yang berada di dalam ruangan,
misalnya merokok. Sumber polusi udara dalam ruang dapat berasal dari
bahan-bahan sintetis dan beberapa bahan alamiah yang digunakan untuk
karpet, busa, pelapis dinding, dan perabotan rumah tangga (asbestos,
formaldehid, VOC), juga dapat berasal dari produk konsumsi (pengkilap
perabot, perekat, kosmetik, pestisida/insektisida). [ CITATION Kua18 \l 1057 ].
Mikroorganisme yang berasal dari dalam ruangan misalnya serangga,
bakteri, kutu binatang peliharaan, jamur. Mikroorganisme yang tersebar di
dalam ruangan dikenal dengan istilah bioaerosol. Bioaerosol di dalam
ruangan dapat berasal dari lingkungan luar dan kontaminasi dari dalam
ruangan. Dari lingkungan luar dapat berupa jamur yang berasal dari
organisme yang membusuk, tumbuh-tumbuhan yang mati dan bangkai
binatang, bakteri Legionella yang berasal dari soil-borne yang menembus ke
dalam ruang, alga yang tumbuh dekat kolam/danau masuk ke dalam
ruangan melalui hembusan angin dan jentik-jentik serangga di luar ruang
dapat menembus bangunan tertutup (Kuat Prabowo. 2018).
Kontaminasi yang berasal dari dalam ruang yaitu kelembaban antara
25-75%. Spora jamur akan meningkat dan terjadi kemungkinan peningkatan
pertumbuhan jamur, dan sumber kelembaban adalah tandon air, bak air di
kamar mandi. Penyakit yang berhubungan dengan bioaerosol dapat berupa
penyakit infeksi seperti flu, hipersensitivitas: asma, alergi, dan juga
toxicoses yaitu toksin dalam udara di ruangan yang terkontaminasi sebagai
penyebab gejala SBS (Sick Building Syndrome). ‘Sick building syndrome’
adalah sindroma penyakit yang diakibatkan oleh kondisi gedung. Beberapa
bentuk penyakit yang berhubungan dengan SBS: iritasi mata dan hidung,
kulit dan lapisan lendir yang kering, kelelahan mental, sakit kepala, ISPA,
batuk, bersin-bersin, dan reaksi hipersensitivitas (Kuat Prabowo.2018).
Sementara itu, The National Institute of Occupational Safety and
Health (NIOSH) dalam penelitiannya menyebutkan ada lima sumber
pencemaran di dalam ruangan yaitu:
1. Pencemaran dari alat-alat di dalam gedung seperti asap rokok, pestisida,
bahan-bahan pembersih ruangan.
2. Pencemaran di luar gedung meliputi masuknya gas buangan kendaraan
bermotor, gas dari cerobong asap atau dapur yang terletak di dekat
gedung, dimana kesemuanya dapat terjadi akibat penempatan lokasi
lubang udara yang tidak tepat.
3. Pencemaran akibat bahan bangunan meliputi pencemaran formaldehid,
lem, asbes, fibreglass dan bahan-bahan lain yang merupakan komponen
pembentuk gedung tersebut.
4. Pencemaran akibat mikroba dapat berupa bakteri, jamur, protozoa dan
produk mikroba lainnya yang dapat ditemukan di saluran udara dan alat
pendingin beserta seluruh sistemnya.
5. Gangguan ventilasi udara berupa kurangnya udara segar yang masuk,
serta buruknya distribusi udara dan kurangnya perawatan sistem ventilasi
udara.
2.3.3 Kualitas dan Standar Baku Mutu Udara Rumah Sakit
2.3.3.1 Kualitas Fisik Udara
Terdapat beberapa komponen kualitas fisik udara dalam
ruangan. Beberapa parameter kualitas udara dalam ruangan antara
lain meliputi suhu udara, kelembaban udara, kecepatan aliran udara,
kebersihan udara, kualitas ventilasi, dan pencahayaan.
1. Suhu Udara
Kualitas udara dalam ruang tidak hanya dipengaruhi oleh
adanya pencemaran tetapi juga dipengaruhi oleh adanya udara
panas. Udara yang panas dapat menurunkan kualitas udara dalam
ruang dan mempengaruhi kenyamanan manusia yang tinggal atau
bekerja dalam ruang tersebut. (Fardiaz, 1992).
2. Kelembaban Udara
Air bukan merupakan polutan, namun uap air merupakan
pelarut untuk berbagai polutan dan dapat mempengaruhi
konsentrasi polutan di udara. Uap air dapat menumbuhkan dan
mempertahankan mikroorganisme di udara dan juga dapat
melepaskan senyawa-senyawa volatile yang berasal dari bahan
bangunan seperti formaldehid, amoni dan senyawa lain yang
mudah menguap, sehingga kelembapan yang tinggi melarutkan
senyawa kimia lain lalu menjadi uap dan akan terpajan pada
pekerja (Fardiaz, 1992). Kelembaban yang relativ rendah kurang
dari 20% dapat menyebabkan kekeringan selaput lender
membrane, sedangkan kelembaban yang tinggi akan
meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme. Kelembaban dan
suhu yang ekstrim juga menjadi media pertumbuhan beberapa
jenis bakteri dan jamur. Sebagai contoh jamur dapat tumbuh
dalam suasana anaerob dengan kelembaban udara lebih dari
65%.
3. Kecepatan Aliran Udara
Kecepatan aliran udara mempengaruhi gerakan udara dan
pergantian udara dalam ruang. Kecepatan aliran udara yang
nyaman bagi suatu ruangan besarnya berkisar antara 0,15 sampai
dengan 1,5 m/s. Kecepatan udara kurang dari 0,1 m/s atau lebih
rendah menjadikan ruangan tidak nyaman karena tidak ada
pergerakan udara. Sebaliknya bila kecepatan udara terlalu tinggi
akan menyebabkan kebisingan dalam ruangan (Arismunandar,
1991). Agar pertukaran udara ruang perkantoran dapat berjalan
dengan baik, Ruang yang menggunakan AC secara periodik harus
dimatikan dan diupayakan mendapat pergantian udara secara
alamiah dengan cara membukan seluruh pintu dan jendela atau
dengan kipas angin. Saringan/filter udara AC juga harus
dibersihkan secara periodik sesuai dengan ketentuan pabrik.
Tingkat kenyamanan panas dipengaruhi oleh kecepatan udara.
Ketika pendinginan diperluan, dapat dilakukan peningkatan
kecepatan udara. Standar baku mutu suhu, kelembaban, dan
tekanan udara menurut jenis ruang dapat dilihat pada tabel 2.4.
4. Kebersihan Udara
Kebersihan udara berkaitan dengan keberadaan kontaminasi
udara baik kimia maupun mikrobiologi. Sistem ventilasi AC
umumnya diperlengkapi dengan saringan udara untuk mengurangi
atau menghilangkan kemungkinan masuknya zat-zat berbahaya ke
dalam ruangan. Untuk ruangan pertemuan atau gedung-gedung
dimana banyak orang berkumpul dan ada kemungkinan merokok,
dibuat suatu perangkat hisap udara pada langit-langit ruangan
sedangkan lubang hisap jamur dibuat dilantai dengan cenderung
menghisap debu.
Tabel 2.4 Standar Baku Mutu Suhu, Kelembaban, dan Tekanan
Udara menurut Jenis Ruang
No. Ruang/Unit Suhu (oC) Kelembaban (%) Tekanan
1. Operasi 22-27 40-60 Positif
2. Bersalin 24-26 40-60 Positif
3. Pemulihan/Perawatan 22-23 40-60 Seimbang
4. Observasi Bayi 27-30 40-60 Seimbang
5. Perawatan Bayi 32-34 40-60 Seimbang
6. Perawatan 32-34 40-60 Positif
7. ICU 22-23 40-60 Positif
8. Jenazah/Autopsi 21-24 40-60 Negatif
9. Penginderaan Medis 21-24 40-60 Seimbang
No. Ruang/Unit Suhu (oC) Kelembaban (%) Tekanan
10. Laboratorium 20-22 40-60 Negatif
11. Radiologi 17-22 40-60 Seimbang
12. Sterilisasi 21-30 40-60 Negatif
13. Dapur 22-30 40-60 Seimbang
14. Gawat Darurat 20-24 40-60 Positif
15. Administrasi 20-28 40-60 Seimbang
16. Ruang Luka Bakar 24-26 40-60 Positif
Sumber : PERMENKES No. 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit
5. Pencahayaan
Cahaya merupakan pancaran gelombang elektromagnetik
yang melayang melewati udara. Illuminasi merupakan jumlah atau
kuantitas cahaya yang jatuh ke suatu permukaan. Apabila suatu
gedung tingkat illuminasinya tidak memenuhi syarat maka dapat
menyebabkan kelelahan mata, sehingga dapat menimbulkan
terjadinya kesalahan dalam melakukan pekerjaan serta kelelahan
pada indra mata yang terus menerus dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan pada mata.
Tabel 2.5 : Standar Baku Mutu Intensitas Pencahayaan menurut
Jenis Ruangan atau Unit
No. Ruangan/Unit Intensitas Faktor Keterangan
Cahaya Refleksi
(lux) Cahaya (%)
1 Ruang Pasien Warna Cahaya
-Saat Tidak 250 Maksimal sedang
tidur 30
-Saat Tidur 50
Rawat Jalan 200 Ruangan Tindakan
No. Ruangan/Unit Intensitas Faktor Keterangan
Cahaya Refleksi
(lux) Cahaya (%)
Unit Gawat 300 Maksimal Ruangan Tindakan
Darurat (UGD) 60
2 R. Operasi 300-500 Maksimal Warna Cahaya
Umum 30 Sejuk
3 Meja Operasi 10.000- Maksimal 9 Warna Cahaya
20.000 Sejuk atau sedang
tanpa bayangan
4 Anestesi, 300-500 Maksimal Warna Cahaya
Pemulihan 60 Sejuk
5 Endoscopy, lab 75-100
6 Sinar X Minimal 60 Maksimal Warna Cahaya
30 Sejuk
7 Koridor Minimal
100
8 Tangga Minimal Malam hari
100
9 Administrasi / Minimal Warna Cahaya
Kantor 100 Sejuk
10 Ruang Alat/ Minimal
gedung 200
11 Farmasi Minimal
200
12 Dapur Minimal
200
13 Ruang Cuci Minimal
100
14 Toilet Minimal
100
15 Ruang isolasi 0,1-0,5 Maksimal Warna Cahaya Biru
khusus 30
penyakit
16 Ruang luka 100-200 Maksimal Warna Cahaya
bakar 10 Sejuk
Sumber : PERMENKES No. 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit
6. Kebisingan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 7 Tahun 2019
kebisingan ruangan rumah sakit adalah terjadinya bunyi yang
tidak dikehendaki sehingga mengganggu dan membahayakan
kesehatan. Pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian
rupa sehingga kamar dan ruangan yang memerlukan suasana
tenang terhindar dari kebisingan. Untuk nilai ambang batas
kebisingan ambien di halaman luar rumah sakit mengacu pada
peraturan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah. Pengukuran
kebisingan ruangan dapat dilakukan secara mandiri menggunakan
peralatan ukur kesehatan lingkungan yang sesuai, atau dapat
dilakukan oleh alat ukur dari laboratorium luar yang telah
terakreditasi nasional.
Tabel 2.6 Standar Baku Mutu Tekanan Bising/ Sound Pressure
Level Menurut Jenis Ruangan
No. Ruangan Maksimum Tekanan Bising/Sound
Pressure Level (dBA)

1 Ruang pasien
- Saat tidak tidur 45
- Saat tidur 40
2 Ruang operasi 45
3 Ruang umum 45
4 Anestesi, pemulihan 50
5 Endoskopi, laboratorium 65
6 SinarX 40
7 Koridor 45
8 Tangga 65
9 Kantor/lobby 65
10 Ruang alat/Gudang 65
11 Farmasi 65
12 Dapur 70
13 Ruang cuci 80
14 Ruang isolasi 20
15 Ruang Poli Gigi 65
16 Ruang ICU 65
17 Ambulan 40
Sumber : PERMENKES No. 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit

2.3.2.2 Kualitas Kimia Udara


Terdapat beberapa komponen kualitas kimia udara dalam
ruangan. Beberapa parameter kualitas kimia udara dalam
ruangan antara lain meliputi Volatile Organic Compound (VOC),
Formaldehida, Carbon dioksida (CO2), Carbon Monooksida (CO),
Ozon (O3), Bau, dan partikulat (respirable suspended
perticulate). Standar baku mutu parameter kimia udara
menjamin kualitas udara dengan konsentrasi gas dalam udara
ruangan tidak melebihi konsentrasi maksimum seperti dalam
tabel berikut:
Tabel 2.7. Standar Baku Mutu Kualitas Kimia Bahan Pencemar
Udara Ruang

Rata-rata Konsentrasi
No Parameter Kimiawi Waktu Maksimum sebagai
Pengukuran Standar

1 Karbon monoksida(CO) 8 jam 10.000 µg/m3


2 Karbon dioksida (CO2) 8 jam 1 ppm
3 Timbal (Pb) 1 tahun 0,5 µg/ m3
4 Nitrogen Dioksida (N02) 1 jam 200 µg/ m3
5 Radon (Rn) - 4pCi/liter
6 Sulfur Dioksida (S02) 24 jam 125 µg/ m3
7 Formaldehida (HCHO) 30 menit 100 µg/ m3
8 Total senyawa organic 8 Jam 3 ppm
yang mudah menguap
(T.VOC)
Sumber : PERMENKES No. 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit

1. Volatile Organic Compound (VOC)


Beberapa senyawa organik volatile dapat menimbulkan
beberapa gejala penyakit yaitu sakit kepala, iritasi mata dan
selaput lendir, iritasi sistem pernapasan, drowsiness (mulut
kering), fatigue (kelelahan), malaise umum. Dalam ruangan
gedung dapat dideteksi ratusan jenis VOC, yaitu bahan
organik yang mudah menguap. Bahan itu muncul dari
peluruhan degradasi, penguapan dari bahan material
bangunan, bahan perekat dan pelarut, pembersih ruangan,
pewangi ruangan, kosmetik, cat, serta asap rokok. Beberapa
jenis VOC dikenal bersifat racun (toxic), menimbulkan
perubahan sel dan kanker. Dalam konsentrasi normal dan
waktu yang relatif pendek, pada umumnya VOC kurang
serius bagi kesehatan manusia (Roe, Perry & Gee, 1995).
2. Formaldehida
Formaldehid adalah gas yang tidak berwarna dengan
bau yang menyengat. Banyak bahan yang ada dalam ruang
dapat mengemisikan gas formaldehid termasuk bahan yang
diisolasi, plafon, kayu lapis, furniture kantor, lem karpet,
plastik, serat sintetis dalam karpet, pestisida, cat, dan kertas.
Tingkat emisi gas formaldehid naik sebanding dengan
kenaikan suhu (Pudjiastuti, 1998). Sifat-sifat iritan
Formaldehid sebagian besar merupakan penyebab sejumlah
keluhan yang berhubungan dengan iritasi pada mata, saluran
pernafasan atas dan kulit.
3. Karbondioksida (CO2)
CO2 dalam ruangan tertutup bersumber dari hasil
pernapasan manusia. Pada ruangan yang menggunakan
sistem pengatur udara, udara yang dihasilkan dari penghuni
tidak dapat keluar sehingga secara langsung penghuni
menghirup kembali CO2. Pada udara dalam ruangan
khususnya ruangan yang menggunakan sistem sirkulasi
udara terpusat, keberadaan CO 2 semakin meningkat,
sementara keberadaan O2 semakin menurun, hal ini karena
manusia pada proses respirasi membutuhkan oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida (Fardiaz, 1992).
4. Karbon monoksida (CO)
Karbon monoksida / CO terbentuk akibat proses
pembakaran bahan-bahan karbon yang digunakan sebagai
bahan bakar secara tidak sempurna. Pengaruh beracun CO
terhadap tubuh terutama disebabkan oleh reaksi antara CO
dengan hemoglobin (Hb) di dalam darah. Dengan adanya
CO, Hb, dapat membentuk COHb dan menyebabkan
kemampuan darah untuk mentranspor oksigen menjadi
berkurang. (Fardiaz, 1992). Jika CO terhirup dapat
mengakibatkan hal-hal sebagai berikut:
a. Gangguan keseimbangan refleksi, sakit kepala, pusing,
koma, kerusakan sel otak dengan keterpajanan CO
selama 1 jam atau lebih dengan konsentrasi 50-100
ppm.
b. Menyebabkan sakit kepala yang cukup berat, pusing,
koma, kerusakan sel otak dengan keterpajanan selama 2
jam dan konsentrasi CO sebesar 250 ppm.
c. Keterpajanan CO selama 1 jam dengan konsentrasi 750
menyebabkan kehilangan kesadaran, keterpajanan 3-4
jam menyebabkan kematian.
5. Ozon
Sumber utama ozon dari kegiatan manusia dalam
ruangan berasal dari mesin fotokopi, pembersih udara
elektrostatis, dan udara luar. Ozon dapat menyebabkan iritasi
pada mata dan bersifat toksik terhadap saluran pernafasan,
paparan ozon secara akut mengakibatkan sakit kepala,
kelelahan dan batuk.
6. Bau
Bau merupakan faktor kualitas udara yang penting.
Bau dapat menjadi penunjuk keberadaan suatu zat kimia
berbahaya seperti Hidrogen sulfida, Ammonia, dan lain-lain.
Selain itu bau juga dihasilkan oleh berbagai proses biologi
oleh mikroorganisme. Kondisi ruangan yang lembab dengan
suhu tinggi dan aliran udara yang tenang biasanya
menebarkan bau kurang sedap karena proses pembusukan
oleh mikroorganisme (Mukono, 2006).
7. Kadar Debu / Partikulat (Respirable Suspended Perticulate)
Partikulat RSP (Respirable Suspended Particulate)
adalah partikulat atau fiber yang melayang-layang diudara,
dan mempunyai ukuran cukup kecil untuk dapat dihirup oleh
manusia. Partikulat ini meliputi semua materi baik fisik
maupun kimia, dan dalam bentuk cair maupun padat, atau
kedua-duanya. Umumnya partikulat berdiameter kurang dari
10m3. Partikulat kecil ini bisa berasal dari material gedung,
alat-alat pembakaran, aktivitas penghuni gedung, dan
infiltrasi dari sumber¬sumber partikulat diluar gedung.
Partikulat RSP dapat terakumulasi didalam paru-paru, dan
dapat menetap lama dan mampu mempengaruhi jaringan-
jaringan disekitarnya.

Tabel 2.8. Standar Baku Mutu Partikulat Udara Ruang Rumah


Sakit
No Parameter Rata-rata Konsentrasi Maksimal
Fisik Waktu Pengukuran sebagai Standar

1 PM10 8jam 150 µg/m3


24jam ≤ 70µg/m3*
2 PM2.5 24 jam 35 µg/m3*
Sumber : PERMENKES No. 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit

2.3.3.3 Kualitas Mikrobiologi Udara


Mikroorganisme dapat berasal dari lingkungan luar (seperti
serbuk sari, jamur, dan spora) dan dapat pula berasal dari dalam
ruangan (seperti serangga,jamur, pada ruang yang lembab, kutu
binatang peliharaan, bakteri). Mikroorganisme dapat
menyebabkan menyebabkan reaksi alergi pernapasan seperti
infeksi pada pernapasan. Udara disatu ruangan dalam rumah
yang bersih, mungkin saja masih terdapat ratusan partikel-
partikel biologi.
Lamanya mikroba berada di udara tergantung dari kecepatan
angin serta kelembaban udara, sedangkan banyaknya sangat
ditentukan oleh aktivitas atau keadaan lingkungan yang ada.
Flora mikroba yang ada di udara bersifat sementara dan
beragam. Udara bukan merupakan medium tempat mikroba
tumbuh, tetapi merupakan pembawa bahan partikulat, debu, dan
tetesan air yang semuanya sangat mungkin dimuati mikroba.
Jumlah dan tipe mikroba yang mencemari udara ditentukan oleh
sumber pencemaran di dalam lingkungan, misalnya dari saluran
manusia disemprotkan melalui batuk dan bersin (Slamet, 2009).
Mikrobiologi yang paling banyak berkeliaran di udara bebas
adalah bakteri, jamur, dan mikroalga. Mikroba yang paling
banyak ditemukan sebagai jasad hidup yang tidak diharapkan
kehadirannya di udara, umumnya disebut jasad kontaminan.
Suatu benda atau substrat yang ditumbuhinya dinyatakan
sebagai benda atau substrat yang terkontaminasi. Jasad-jasad
renik kontaminan, antara lain:
1. Bakteri: Bacillus, Staphyloccocus, Streptoccocus,
Pseudomonas, Sarcina;
2. Kapang : Aspergillus, Mucor, Rhizopus, Penicillium,
Trichordema;
3. Khamir: Canidida, Saccharomyces, Paecylomyces, dan
sebagainya.
Kandungan udara di dalam dan di luar ruangan akan berbeda.
Tingkat pencemaran di dalam ruangan oleh mikroba dipengaruhi
oleh faktor-faktor seperti laju ventilasi, padatnya orang, sifat, dan
taraf kegiatan orang yang menempati ruangan tersebut. Mikroba
terhembuskan dalam bentuk percikan dari hidung dan mulut
selama bersin, batuk, dan bercakap-cakap (Waluyo, 2009).
Standar baku mutu parameter mikrobiologi udara menjamin
kualitas udara ruangan memenuhi ketentuan angka kuman
dengan indeks angka kuman untuk setiap ruang/unit seperti tabel
berikut (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2019
tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit) :
Tabel 2.9. Standar Baku Mutu Mikrobiologi Udara
Konsentrasi Maksimum Mikroorganisme
No Ruang Per m3 Udara (CFU/m3)
1 Ruang operasi kosong 35
2 Ruang operasi dengan aktifitas 180
3 Ruang operasi Ultraclean 10
Sumber : PERMENKES No. 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit\

Pemeriksaan jumlah mikroba udara menggunakan alat


pengumpul udara (air sampler), diperhitungkan dengan rumus
sebagai berikut:
Jumlah Mikroba (cfu/m3) =
Jumlah koloni ( total colonies ) x 103
Kecepatan aliran ( aliran flow rate ) x waktu dalam menit

2.3.4 Persyaratan Kesehatan Udara Rumah Sakit


Ruang bangunan dan halaman di rumah sakit harus memenuhi persyaratan
kesehatan kualitas udara ruang sebagai berikut (Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit):
1. Pemeliharaan kualitas udara ruangan rumah sakit untuk menjamin agar
udara tidak berbau (terutama bebas dari H2S dan amoniak) dan tidak
mengandung debu asbes.
2. Persyaratan pencahayaan ruang rumah sakit sebagai berikut:
a. Lingkungan rumah sakit baik dalam maupun luar ruangan
harus mendapat cahaya dengan intensitas yang cukup
berdasarkan fungsinya.
b. Semua ruang yang digunakan baik untuk bekerja ataupun
untuk menyimpan barang/peralatan perlu diberikan
penerangan.
c. Ruang pasien/bangsal harus disediakan penerangan umum
dan penerangan untuk malam hari dan disediakan saklar dekat
pintu masuk, saklar individu di tempatkan pada titik yang mudah
dijangkau dan tidak menimbulkan berisik.
d. Pengukuran pencahayaan ruangan dapat dilakukan secara
mandiri menggunakan peralatan ukur kesehatan lingkungan, atau
dapat dilakukan oleh alat ukur dari laboratorium luar yang telah
memiliki akreditasi nasional (KAN).
3. Penghawaan dan pengaturan udara ruangan
Persyaratan penghawaan untuk masing-masing ruang sebagai
berikut:
a. Ruang-ruang tertentu seperti ruang operasi, perawatan bayi,
laboratorium, perlu mendapat perhatian yang khusus karena
sifat pekerjaan yang terjadi di ruang-ruang tersebut.
b. Ventilasi ruang operasi dan ruang isolasi pasien dengan
imunitas menurun harus dijaga pada tekanan lebih positif
sedikit (minimum 0,10 mbar) dibandingkan dengan ruangruang lain
di rumah sakit.
c. Ventilasi ruang isolasi penyakit menular harus dijaga pada
tekanan lebih negatif dari lingkungan luar.
d. Pengukuran suhu, kelembaban, aliran dan tekanan udara
ruangan dapat dilakukan secara mandiri menggunakan
peralatan ukur kesehatan lingkungan yang sesuai, atau
dapat dilakukan oleh alat ukur dari laboratorium luar yang
telah terakreditasi nasional
e. Ruangan yang tidak menggunakan AC, maka pengaturan
sirkulasi udara segar dalam ruangan harus memadai dengan
mengacu pada Pedoman Sarana dan Prasarana Rumah Sakit
atau Standar Nasional Indonesia.
f. Penghawaan atau ventilasi di rumah sakit harus mendapat
perhatian yang khusus, terutama untuk ruangan tertentu
misalnya ruang operasi, ICU, kamar isolasi dan ruang steril.
Ruang-ruang tersebut harus dilengkapi dengan HEPA filter.
Jika menggunakan sistem pendingin, hendaknya dipelihara
dan dioperasikan sesuai buku petunjuk, sehingga dapat
menghasilkan suhu, aliran udara, dan kelembaban yang
nyaman bagi pasien dan karyawan. Untuk rumah sakit yang
menggunakan pengatur udara sentral harus diperhatikan
cooling tower-nya agar tidak menjadi perindukan bakteri
legionella dan untuk AHU (Air Handling Unit) filter udara
harus dibersihkan dari debu dan bakteri atau jamur.
g. Suplai udara dan exhaust hendaknya digerakkan secara
mekanis, dan exhaust fan hendaknya diletakkan pada ujung
sistem ventilasi.
h. Ruangan dengan volume 100m3 sekurang-kurangnya 1 (satu) fan
dengan diameter 50 cm dengan debit udara 0,5 m 3/detik, dan
frekuensi pergantian udara perjam adalah 2 (dua) sampai dengan
12 kali.
i. Pengambilan suplai udara dari luar, kecuali unit ruang
individual, hendaknya diletakkan sejauh mungkin, minima
l7,50 meter dari exhauster atau perlengkapan pembakaran.
j. Tinggi intake minimal l0,9 meter dari atap.
k. Sistem hendaknya dibuat keseimbangan tekanan.
l. Suplai udara untuk daerah sensitif: ruang operasi, perawatan
bayi, diambil dekat langit-langit dan exhaust dekat lantai,
hendaknya disediakan 2 (dua) buah exhaust fan dan
diletakkan minimal 7,50 cm dari lantai.
m. Suplai udara di atas lantai.
n. Suplai udara koridor atau buangan exhaust fan dari tiap
ruang hendaknya tidak digunakan sebagai suplai udara
kecuali untuk suplai udara ke WC,toilet, dan gudang.
o. Ventilasi ruang-ruang sensitif hendaknya dilengkapi dengan
saringan 2 beds. Saringan I dipasang di bagian penerimaan
udara dari luar dengan efisiensi 30% dan saringan II (filter
bakteri) dipasang 90%. Untuk mempelajari sistem ventilasi
sentral dalam gedung hendaknya mempelajari khusus central air
conditioning system.
p. Penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistem
silang (cross-ventilation) dan dijaga agar aliran udara tidak
terhalang.
q. Penghawaan ruang operasi harus dijaga agar tekanannya
lebih tinggi dibandingkan ruang-ruang lain dan
menggunakan cara mekanis (air conditioner).
r. Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air
conditioner dipasang pada ketinggian minimum 2,00 meter di atas
lantai atau minimum 0,20 meter dari langit-langit
s. Untuk mengurangi kadar kuman dalam udara ruang (indoor) harus
didisinfeksi menggunakan bahan dan metode sesuai ketentuan.
t. Pemantauan kualitas udara ruang minimum 2 (dua) kali
setahun dilakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan
parameter k

Fardiaz, S., 1992, Polusi Air dan Udara, Kanisius, Yogyakarta.

Juli Soemirat Slamet.2009.Kesehatan Lingkungan.Yogyakarta : Gadjah Mada.University Press

Kuat Prabowo, B.M. (2018).Penyehatan Udara.Jakarta:Bahan Ajar Kesehatan Lingkungan

Mukono, J. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga University Press. Surabaya.

Pudjiastuti.1998. Kualitas udara dalam ruangan. Jakarta: Depdikbud.p.1-64

Anda mungkin juga menyukai