Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Anderson dan Mc Farlane (2007), bahwa pengaruh globalisasi berdampak pula
pada pergeseran paradigma kesehatan, yaitu dengan berkembangnya penyakit menular
maupun tidak menular yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi dunia. Penyakit
menular yang cukup meresahkan dunia, terutama negara-negara berkembang yaitu
HIV/AIDS, kolera, malaria dan tuberkulosis.

Globalisasi menyebabkan transisi epidemiologi penyakit yang semula tidak tampak,


suatu ketika merupakan beban berat bagi negara yang terkena termasuk penyakit
HIV/AIDS. Penyakit HIV/AIDS menjadi persoalan yang serius dan menimbulkan masalah
dunia dimasa yang akan datang. Penyakit HIV dan AIDS dan penyakit menular seksual
lainnya telah menjadi penyebab utama kematian di dunia.

Perjalanan penyakit HIV sangat progresif merusak kekebalan tubuh. Kebanyakan orang
dengan HIV akan meninggal dalam beberapa tahun setelah tanda pertama AIDS muncul
dan tidak mendapatkan pelayanan dan terapi yang tepat (Departemen Kesehatan RI,
2010).

AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human


Immunodeficiency Virus (HIV). Penyakit infeksi HIV/AIDS hingga saat ini merupakan
masalah kesehatan darurat global karena angka kejadian dan kematian yang masih tinggi
(Nasronudin, 2007).

AIDS (Acquired Immnunodeficiency Syndrom) menduduki peringkat ke-4 penyebab


kematian pada orang dewasa di seluruh dunia. AIDS juga menyebabkan usia harapan
hidup turun lebih dari 10 tahun di beberapa negara (Komisi Penanggulangan AIDS
Nasional, 2009).
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (2009) menyampaikan penyakit HIV dan AIDS
merupakan ancaman besar bagi masyarakat, sektor sosial dan pembangunan. Menurut
perhitungan para ahli pembangunan masyarakat, HIV dan AIDS dapat menyebabkan
pertumbuhan Growth Development People (GDP) turun sampai 15% pertahun. Apabila
tidak ditanggulangi, epidemi HIV dan AIDS dengan cepat meniadakan kemajuan
pembangunan yang telah dicapai selama 50 tahun terakhir.

Menurut Judarwanto (2008) di seluruh dunia lebih dari 20 juta orang meninggal
sementara 40 juta orang telah terinfeksi. Fakta yang lebih memprihatinkan adalah di
seluruh dunia setiap hari virus HIV menular kepada sekitar 2.000 anak di bawah 15 tahun,
terutama berasal dari penularan ibu-bayi, menewaskan 1400 anak di bawah 15 tahun,
dan menginfeksi lebih dari 6000 orang muda dalam usia produktif antara 15 sampai
dengan 24 tahun yang juga merupakan mayoritas dari orang-orang yang hidup dengan
HIV dan AIDS.

Apabila lingkungan memberikan peluang pada perilaku seksual yang permisivenes maka
kelompok masyarakat yang sekual aktif akan cenderung melakukan promiskuitas
sehingga akan meningkatkan penyebaran HIV dalam masyarakat. Maka itu, peran
keluarga sangat penting bagi seorang karena keluarga mempunyai kewajiban dalam
memberikan pendidikan dan pembentuk karakter seseorang (Sudarsono, 2004).
Keutuhan dalam keluarga juga dapat berpengaruh terhadap psikologis seorang,
sehingga apabila psikologisnya terganggu maka orang tersebut akan lebih mudah lari
dalam pergaulan negative di luar rumah dan juga akan mudah terjerumus dalam gaya
hidup seksual maupun penyalahgunaan NAPZA (Hawari, 2009).

Penyalahguna NAPZA di Indonesia masih banyak melibatkan pada kalangan remaja, hal
ini menyebabkan salah satu ancaman yang dapat menghancurkan generasi muda,
dibuktikan dengan semakin meningkatnya tindak pidana (Waluyo B, 2011).

Pengguna NAPZA di Indonesia semakin meluas di kalangan anak usia sekolah, sehingga
bila tidak segera diatasi maka dapat menjadi salah satu ancaman bagi kesejahteraan
generasi yang akan datang, di mana generasi muda merupakan penerus bangsa dan
juga merupakan sumber daya manusia. Penyalahgunaan NAPZA dapat disebabkan
salah satunya karena faktor lingkungan keluarga. Keluarga merupakan unit terkecil dalam
suatu masyarakat. Penyebab penyalahgunaan NAPZA pada lingkungan keluarga salah
satunya yaitu karena keharmonisan (Depkes, 2001).

Dampak penyalahgunaan NAPZA bagi penggunanya adalah dapat merasakan


kecemasan yang luar biasa, paranoid, delusi formikasi, berperilaku agresi, memiliki nafsu
seksual yang tinggi, dan timbulnya berbagai penyakit seperti stroke, radang hati, jantung
dan sebagainya hingga menimbulkan kematian. Penyalahgunaan NAPZA dapat
disimpulkan bahwa NAPZA dapat merusak dan membahayakan bagi generasi muda
dalam suatu bangsa (Budiarta, 2000).

1.2 Tujuan
1.2.1 Agar mahasiswa mampu memahami tentang trend dan issue pada pasien
dengan HIV/AIDS (ODHA) dan penyalahgunaan NAPZA
1.2.2 Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang family centered
Pada ODHA dan Penyalahgunaan NAPZA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keperawatan berpusat pada keluarga (Family Center Nursing)


Friedman, Bowden dan Jones (2010) praktik keperawatan keluarga adalah pemberian
asuhan keperawatan kepada keluarga dan anggota keluarga. Lima cara berfikir tentang
keluarga yang menjadi dasar praktik, pendidikan, penelitian dan perkembangan teori
keperawatan keluarga dengan HIV/AIDS adalah sebagai berikut.

2.1.1. Keluarga sebagai konteks


Cara pertama menjabarkan konsep keperawatan keluarga adalah sebuah tempat,
keluarga dipandang sebagi konteks bagi klien atau anggota keluarga (Bozett, 1987;
Robinson, 1995 dalam Friedman, Bowden & Jones, 2010). Asuhan keperawatan
berfokus pada individu dalam keluarga. Keluarga yang biasanya adalah kelompok primer
paling penting bagi klien, umumnya dipandang sebagai sebuah sumber daya bagi klien,
walaupun dalam beberapa kasus keluarga dipandang sebagai sebuah stressor. Keluarga
adalah latar belakang atau fokus sekunder dan individu yang merupakan bagian terdepan
atau fokus utama terkait dengan pengkajian dan intervensi (Friedman, Bowden & Jones,
2010; Stanhope & Lanchaster, 2004). Perawat melakukan asuhan keperawatan dalam
keluarga, ODHA sebagai fokus utama yang merupakan bagian keluarga.

2.1.2. Keluarga sebagai kumpulan dari anggotanya


Keluarga dipandang sebagai akumulasi atau kumpulan individu yang menjadi anggota
keluarganya. Fokus utamanya adalah masing-masing klien yang dipandang sebagai unit
yang terpisah bukan unit yang saling terkait (Friedman, Bowden & Jones, 2010; Stanhope
& Lanchaster, 2004). Perawat melakukan asuhan keperawatan pada keluarga dengan
memandang ODHA dan anggota keluarga yang lain sebagai unit yang berdiri sendiri
dalam intervensi.
2.1.3. Keluarga sebagai subsitem
Subsistem keluarga merupakan fokus dan penerima pengkajian dan intervensi. Keluarga
Diad dan triad, serta subsistem keluarga yang lain adalah unit analisis dan perawatan.
Hubungan antara orang tua dan anak, interaksi pernikahan, isu pemberian asuhan
keperawatan dan masalah bonding attachment adalah contoh fokus keperawatan
keluarga (Friedman, Bowden & Jones, 2010; Stanhope & Lanchaster, 2004).
Pada keluarga dengan ODHA, asuhan keperawatan difokuskan pada interaksi antara
ODHA dengan pasangan hidupnya, anak, menantu, orang tua dan orang-orang satu
keluarga yang tinggal bersama ODHA.

2.1.4. Keluarga sebagai klien


Menurut Friedman, Bowden dan Jones (2010), dan Stanhope dan Lanchaster (2004)
pada keluarga sebagai klien keseluruhan keluarga dipandang sebagai klien atau sebagai
fokus utama pengkajian dan perawatan. Keluarga merupakan bagian terdepan,
sedangkan individu anggota keluarga berada sebagai latar belakang atau konteks.
Keluarga dipandang sebagai sebuah sistem yang saling mempengaruhi. Fokusnya
adalah pada hubungan dan dinamika internal keluarga, fungsi dan struktur keluarga dan
hubungan subsistem keluarga dengan keseluruhan serta hubungan keluarga dengan
lingkungan luarnya.
Asuhan keperawatan keluarga dengan ODHA difokuskan pada fungsi dan struktur
keluarga dengan ODHA, hubungan subsistem keluarga ODHA dengan keseluruhan
keluarga serta hubungan keluarga ODHA dengan lingkungan sekitarnya.

2.1.5. Keluarga sebagai komponen masyarakat


Keluarga dipandang sebagai sebuah sistem yang lebih besar yaitu komunitas dan
masyarakat. Keluarga dipandang sebagai salah lembaga dasar di masyarakat, seperti
lembaga pendidikan, kesejahteraan atau agama (Friedman, Bowden & Jones, 2010;
Stanhope & Lanchaster, 2004). Dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga
ODHA merupakan sistem bagian dari masyarakat yang bisa menimbulkan stigma dan
diskriminasi.
2.2 Konsep Family Centered Care pada ODHA
Martabat dan kehormatan Praktisi keperawatan mendengarkan dan menghormati
pandangan dan pilihan pasien. Pengetahuan, nilai, kepercayaan dan latar belakang
budaya pasien dan keluarga bergabung dalam rencana dan intervensi keperawatan pada
ODHA.
1. Berbagi informasi
Praktisi keperawatan berkomunikasi dan memberitahukan informasi yang berguna
bagi pasien dan keluarga dengan benar dan tidak memihak kepada pasien dan
keluarga. Pasien dan keluarga menerima informasi setiap waktu, lengkap, akurat agar
dapat berpartisipasi dalam perawatan dan pengambilan keputusan pada ODHA.
2. Partisipasi
Pasien pada ODHA dan keluarga termotivasi berpartisipasi dalam perawatan dan
pengambilan keputusan sesuai dengan kesepakatan yang telah mereka buat.
3. Kolaborasi
Pasien pada ODHA dan keluarga juga termasuk ke dalam komponen dasar
kolaborasi. Perawat berkolaborasi dengan pasien pada ODHA dan keluarga dalam
pengambilan kebijakan dan pengembangan program, implementasi dan evaluasi,
desain

2.3 Elemen Family-Centered Care pada ODHA


Sembilan element Family-Centered Care pada ODHA (orang dengan HIV AIDS) yaitu:
1. Keluarga dipandang sebagai unsur yang konstan sementara kehadiran profesi
kesehatan fluktuatif.
2. Memfasilitasi kolaborasi keluarga professional pada semua level perawatan
kesehatan.
3. Meningkatkan kekuatan keluarga, dan mempertimbangkan metode-metode
alternative dalam koping.
4. Memperjelas hal-hal yang kurang jelas dan informasi lebih komplit oleh keluarga
tentang perawatan pada ODHA yang tepat.
5. Menimbulkan kelompok support antara orang tua dengan ODHA.
6. Mengerti dan memanfaatkan sistem pelayanan kesehatan dalam memenuhi
kebutuhan pelayanan pada ODHA.
7. melaksanakan kebijakan dan program yang tepat, komprehensif meliputi dukungan
emosional dan finansial dalam memenuhi kebutuhan kesehatan keluarganya.
8. Menunjukkan desain transportasi perawatan kesehatan fleksibel, accessible, dan
responsive ODHA terhadap kebtuhan pasien.
9. Implementasi kebijakan dan program yang tepat komprehensif meliputi dukunga
nemosional dengan staff. Element Family Centered Care.
Menurut (Shelton, 2012), terdapat beberapa elemen Family Centered Care, yaitu:
Perawat menyadari bahwa keluarga adalah bagian yang konstan dalam kehidupan
ODHA. Sementara system layanan dan anggota dalam system tersebut berfluktuasi.
Oleh karena itu, dalam menjalankan sistem perawatan kesehatan, keluarga dilibatkan
dalam membuat keputusan, mengasuh, mendidik, dan melakukan pembelaan terhadap
hak pada pasien ODHA selama menjalani masa perawatan.

Beberapa hal yang diterapkan untuk menghargai dan mendukung individualitas dan
kekuatan yang dimiliki dalam satu keluarga seperti:
1. Kunjungan yang dibuat dirumah keluarga atau ditempat lain dengan waktu dan lokasi
yang disepakati bersama keluarga.
2. Perawat mengkaji keluarga berdasarkan kebutuhan keluarga.
3. Orangtua adalah bagian dari keluarga yang menjadi fokus utama dari perawatan yang
diberikan mereka turut merencanakan perawatan dan peran mereka dalam
perawatan anak.
4. Perencanaan perawatan yang diberikan bersifat komprehensif dan perawatan
memberikan semua perawatan yang dibutuhkan misalnya perawatan pada pasien
ODHA, dukungan kepada orangtua, bantuan keuangan, hiburan dan dukungan
emosional.
Memfassilitassi kerjasama antara keluarga dengan perawat di semua tingkat pelayanan
kesehatan, merawat anak secara individual, pengembangan program, pelaksanaan dan
evaluasi serta pembentukan kebijakan hal ini ditujukan ketika.
1. Kalaborasi untuk memberikan perawatan kepada anak peran kerjasama antara
orangtua dan tenaga perofesional sangat penting dan vital. Keluarga bukan sekedar
sebagai pendamping, tetapi terlibat didalam pemberian pelayanan kesehatan kepada
anak mereka.
2. Kerjasama dalam mengembangkan masyarakat dan pelayanan rumah sakit Pada
tahap ini pada pasien ODHA dengan kebutuhan khusus merasakan mamfaat dari
kemampuan orangtua dan perawat dalam mengembangkan, melaksanakan dan
mengevaluasi program.
3. Kalaborasi dalam tahap kebijakan Family Centered Care dapat tercapai melalui
kalaborasi orangtua dan tenaga professional dalam tahap kebijakan.
4. Menghormati keanekaragaman ras, etnis budaya dan sosial ekonomi dalam keluarga
tujuannya adalah untuk menunjang keberhasilan perawatan pada pasien ODHA
mereka dirumah sakit dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan pasien
diagnosa medis.
5. Memberikan imformasi yang lengkap dan jelas kepada keluarga dan secara
berkelanjutan dengan dukungan penuh memberikan imformasi kepada keluarga
bertujuan untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan orangtua terhadap perawat
pada pasien ODHA. Selain itu, dengan demikian imformasi keluarga akan merasa
menjadi bagian yang penting dalam perawatan pada pasien ODHA.
6. Mendorong dan mempasilitasi keluarga untuk saling mendukung.
Komunikasi peran perawat dan orangtua pasien ODHA sesuai dengan Hirarki Family
Centerd Care terdiri dari 3 tahap yaitu:
1. Keterlibatan orangtua
Pada tahap ini orang tua dan perawat untuk pertama kalinya melakukan intraksi. Perawat
berperan penuh dalam memberikan asuhan keperawatan dan bertindak sebagai
pemimpin dalam memberikan perawatan dan orangtua dilibatkan dalam perawatan ini.
2. Partisipasi orangtua
Pada tahap ini ditandai dengan telah terbinanya hubungan kerjasama antar orangtua dan
perawat.
3. Family Centered Care
Hubungan yang terjalin pada tahap ini adalah perawat dan orangtua saling menghormati
peran masing-masing dan melibatkan anggota keluarga dalam perawatan pada pasien
ODHA.

2.4 Konsep Family Centered Pada Penyalahgunaan NAPZA


Banyak penelitian menunjukkan bahwa sikap keluarga memegang peranan penting
dalam membentuk keyakinan remaja dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA.
Penelitian Rutter menunjukan bahwa hubungan kedua orang tua yang tidak harmonis
turut mendorong anak terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba. Tidak hanya alasan
keluarga yang tidak harmonis yang menjadikan penyebab seorang remaja
menyalahgunakan NAPZA, kurangnya komunikasi, kurangnya keterbukaan, kurangnya
pengawasan orang tua terhadap anaknya, terlalu memanjakan anaknya, orang tua terlalu
sibuk mencari nafkah, kurangnya perhatian, kehangatan, kasih sayang terhadap anak-
anaknya dan bisa juga dikarenakan karena kedua orang tua sebagai pemakai.

Upaya untuk mengubah sikap keluarga terhadap remaja dengan penyalahgunaan


NAPZA tentunya dengan memperbaiki pola asuh orang tua dalam rangka menciptakan
komunikasi dan lingkungan yang lebih baik di rumah. Bentuk dukungan, upaya,
pengawasan, dan cara dalam mendidik diharapkan dapat menghindarkan anak-anaknya
dari kenakalan remaja. Tidak hanya itu, adanya beberapa cara dalam mengawasi dan
mendidik anaknya tentunya dengan memberikan alternatif kegiatan positif, memerhatikan
lingkungan pergaulan anak agar tidak terjermus pada hal-hal yang merusak (destruktif).

Berikut adalah bebeapa cara untuk terhindar dari penyalahgunaan NAPZA di lingkungan
keluarga, diantaranya:
1. Orang tua hendaknya mengambil kesempatan untuk mempelajari masalah narkoba
dengan membaca, mendengarkan ceramah, berdiskusi, serta mencari informasi yang
berasal dari buku, internet, maupun referensi lain. Umumya remaja menerima
informasi tentang narkoba dari luar rumah, sebagian besar dari teman sebayanya.
Akan sangat berbahaya jika anak mengetahui suatu hal baru yang hanya setengah-
setengah. Oleh karena itu, sebagai orang tua harus memiliki informasi yang benar
dan luas mengenai permasalahan narkoba.
2. Pola asuh orang tua dalam keluarga sangat mempengaruhi perkembangan dan
kepribadian seorang anak. Menjadi sahabat anak dapat diterapkan orang tua dalam
pendidikan keluarga. Dalam kesehariannya, anak-anak pasti membutuhkan figur
orang tua, tetapi tidak menutup kemungkinan seorang anak juga membutuhkan sosok
sahabat yang bisa menjadi partner dalam dunianya. Mendapatkan kepercayaan dari
anak sangat berarti besar, saat seorang anak menghadapi masalah ia akan
menjadikan orang tuanya sebagai tempat curhat dan berbagi beban.
3. Jangan terlalu memanjakan anak, karena menurut penelitian terlalu memanjakan
anak dengan menuruti kemauan memberikan fasilitas-fasilitas secara berlebihan
kepada anaknya akan membuat seorang anak mempunyai mental dan prinsip apapun
yang mereka inginkan semuanya mudah didapat dan anak tidak belajar menghadapi
situasi frustasi, kegagalan, penolakan, larangan serta memahami konsekuensi dari
tindakannya. Akibatya mereka kurang memiliki kontrol diri sehingga mudah
terpengaruh dengan godaan dari lingkungan luar.
4. Perilaku orang tua hendaknya menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya,
seringkali orang tua lupa bahwa anak belajar dari tingkah laku dan perilaku orang tua
yang mereka lihat dan memperhatikan setiap harinya dari bayi sampai remaja. Untuk
itu, sebagai orang tua harus memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya.
5. Menjalin hubungan interpersonal yang baik dengan pasangan dan juga dengan anak-
anaknya dapat memungkinkan orang tua dalam melihat gejala-gejala awal pemakaian
narkoba pada anak-anak. Komunikasi diperlukan pada setiap anggota keluarga,
karena komunikasi merupakan sebuah fondasi demi terwujudnya keluarga harmonis.
6. Bekerja sama dengan lingkungan sekitar dan memiliki hubungan yang baik dengan
para tetangga selalu mendatangkan kenyamanan dan keamanan bagi kita. Bila ikatan
dan sistem yang dibangun dengan para tetangga itu kuat, gejala-gejala
penyahgunaan NAPZA di pemukiman kita akan terdeteksi dan dapat tertanggulangi
dengan cepat dan baik.
Pencegahan penyalahgunaan NAPZA di dalam keluarga tentunya sangat penting untuk
dilakukan dan dinilai sangat efektif, dikarenakan keluarga merupakan pendidikan
pertama dari pembentukan karakter seorang anak dan keluarga adah lingkungan yang
paling dekat dengan anak. Apabila sebuah keluarga tidak dapat menciptakan
keharmonisan di dalam kehidupan berkeluarga, maka akan dapat mengakibatkan banyak
kejadian-kejadian yang merugikan setiap anggota keluarga, salah satunya adalah
kenakalan remaja yang berdampak pada penyalahgunaan NAPZA. Bayangkan saja
apabila tidak adanya pencegahan, 10-20 tahun kedepan kemungkinan dapat terjadi
hilangnya penerus bangsa akibat penyahgunaan NAPZA. Oleh karena itu, marilah
menciptakan keluarga yang sejahtera, dan harmonis sebagai dasar pembentukan
generasi emas bangsa.
BAB II
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Praktik keperawatan keluarga adalah pemberian asuhan keperawatan kepada keluarga
dan anggota keluarga. Lima cara berfikir tentang keluarga yang menjadi dasar praktik,
pendidikan, penelitian dan perkembangan teori keperawatan keluarga dengan HIV/AIDS
adalah keluarga sebagai konteks, keluarga sebagai kumpulan dari anggotanya, keluarga
sebagai subsitem, keluarga sebagai klien, dan keluarga sebagai komponen masyarakat.

Praktisi keperawatan berkomunikasi dan memberitahukan informasi yang berguna bagi


pasien dan keluarga dengan benar dan tidak memihak kepada pasien dan keluarga.
Pasien dan keluarga menerima informasi setiap waktu, lengkap, akurat agar dapat
berpartisipasi dalam perawatan dan pengambilan keputusan pada ODHA.

Sikap keluarga memegang peranan penting dalam membentuk keyakinan remaja dalam
mencegah penyalahgunaan NAPZA. Penelitian Rutter menunjukan bahwa hubungan
kedua orang tua yang tidak harmonis turut mendorong anak terjerumus dalam
penyalahgunaan narkoba. Tidak hanya alasan keluarga yang tidak harmonis yang
menjadikan penyebab seorang remaja menyalahgunakan NAPZA, kurangnya
komunikasi, kurangnya keterbukaan, kurangnya pengawasan orang tua terhadap
anaknya, terlalu memanjakan anaknya, orang tua terlalu sibuk mencari nafkah,
kurangnya perhatian, kehangatan, kasih sayang terhadap anak-anaknya dan bisa juga
dikarenakan karena kedua orang tua sebagai pemakai.

Upaya untuk mengubah sikap keluarga terhadap remaja dengan penyalahgunaan


NAPZA tentunya dengan memperbaiki pola asuh orang tua dalam rangka menciptakan
komunikasi dan lingkungan yang lebih baik di rumah. Bentuk dukungan, upaya,
pengawasan, dan cara dalam mendidik diharapkan dapat menghindarkan anak-anaknya
dari kenakalan remaja.
DAFTAR PUSTAKA

SURATINI, 2011 Pengalaman Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) Mendapatkan


Perawatan Keluarga Di Wilayah Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa
Yogyakarta Studi Fenomenologi.
file:///C:/Users/ASUS/AppData/Local/Temp/file%20(1).pdf. Diakses 10 November
2019
Sahabat M 2018, Trend Dan Issue Family Center Pada Penyalahgunaan Napza,
http://sahabatmemepedia.blogspot.com/2018/06/trend-dan-issue-family-center-
pada.html. Diakses 10 November 2019
Sulistyawati E 2017, BAB II Tinjauan Pustaka A. Family Centered Pada-ODHA
https://www.scribd.com/presentation/373074831/Family-Centered-Care-Pada-ODHA.
Diakses 10 November 2019

Khamimatuz Zulfa dan Eny Purwandari 2016, Pola Keluarga Remaja Berisiko
Penyalahgunaan Napza file:///C:/Users/ASUS/AppData/Local/Temp/3716-7848-1-
PB.pdf. Diakses 10 November 2019

Asmoro Dwi Oktavia Sri, M Soenarnatalina 2015, Pengaruh Lingkungan Keluarga


terhadap Penyalahgunaan NAPZA pada Rmaja,
file:///C:/Users/ASUS/AppData/Local/Temp/5798-17785-1-SM.pdf. Diakses 10
November 2019

Anda mungkin juga menyukai