Setiap Lembaga Negara Berwenang Membentuk Peraturan Perundangundangan?
Apakah Setiap Lembaga Negara Berwenang Membentuk
Peraturan Perundangundangan?
Pertanyaan :
Apakah setiap lembaga negara berhak membentuk peraturan perundangundangan? Serta lembaga negara
apakah yang berhak membentuk peraturan perundangundangan?
Jawaban :
Saya terlebih dahulu akan memulai membahas istilah peraturan perundangundangan dan istilah lembaga
negara, hal ini dimaksudkan untuk memberikan batasan terhadap pembahasan mengenai lembaga mana yang
berwenang membentuk peraturan perundangundangan.
Bagir Manan dan Kuntana Magnar (1987) memberikan pengertian peraturan perundangundangan ialah setiap
putusan tertulis yang dibuat, ditetapkan dan dikeluarkan oleh lembaga dan/atau pejabat negara yang
mempunyai (menjalankan) fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku.
Sementara A Hamid S Attamimi (1990) memberikan batasan peraturan perundangundangan adalah peraturan
negara, di tingkat pusat dan di tingkat daerah, yang dibentuk berdasar kewenangan perundangundangan, baik
bersifat atribusi maupun bersifat delegasi. Attamimi juga memberikan batasan mengenai peraturan perundang
undangan sebagai berikut: semua aturan hukum yang dibentuk oleh semua tingkat lembaga dalam bentuk
tertentu, dengan prosedur tertentu, biasanya disertai sanksi dan berlaku umum serta mengikat rakyat.
Berdasarkan fungsinya, Bagir Manan (2009) membedakan lembaga negara ke dalam dua kelompok yaitu
lembaga negara dalam pengertian ketatanegaraan dan lembaga negara yang tidak bersifat
ketatanegaraandalam hal ini bersifat administratif saja, sebagai badan penunjang/auxiliary agency atau bahkan
terdapat lembaga negara yang sifatnya hanya ad hoc. Yang dimaksud dengan lembaga negara yang
menjalankan fungsi ketatanegaraan tersebut adalah lembaga negara yang fungsinya menjalankan salah satu
dari tiga kekuasaan dalam trias politica yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif atau kekuasaan
peradilan (judicial).
Apabila ditinjau dari pembagian secara tersebut jelas bahwa lembaga atau fungsi pembentukan peraturan
perundangundangan hanya ada pada satu fungsi yaitu fungsi legislatif. Fungsi ini biasanya dilaksanakan oleh
sebuah lembaga yang merupakan perwakilan rakyat sebagai sebuah pelaksanaan demokrasi dan kedaulatan
rakyat.
Dalam perkembangan penyelenggaraan negara, ternyata pembagian tersebut menjadi terlalu kaku dan tidak
dapat diterapkan secara limitatif, karena kebutuhan dalam praktik menjadikan semua fungsi memerlukan
kewenangan untuk membentuk peraturannya masingmasing yang menjadikan fungsi mengatur tidak hanya
ada pada lembaga legislatif.
Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan melainkan pembagian kekuasaan menjadikan fungsi
legislasi yang utama yaitu pembentukan undangundang tidak hanya pada tangan lembaga legislatif dalam hal
ini DPR melainkan juga melibatkan Presiden sebagai penyelenggara kekuasaan eksekutif.
Selain itu, dalam pembahasan mengenai kekuasaan eksekutif, fungsi legislasi Presiden bukan hanya pada
pembentukan undangundang yang dilakukan bersamasama dengan DPR saja, melainkan juga fungsi
pembentukan peraturan perundangundangan lain yang diperlukan untuk menjalankan UUD dan undang
undang. Dalam hal ini Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang (dalam hal ihwal kegentingan yang
memaksa), Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden. Bahkan Pemerintah Daerah bersama DPRD
sebagai penyelenggara kekuasaan eksekutif di tingkat lokal dapat membentuk Peraturan Daerah.
Atas dasar prinsip pemisahan ataupun pembagian kekuasaan, wewenang eksekutif membentuk peraturan
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52f84433d9b94/apakahsetiaplembaganegaraberwenangmembentukperaturanperundangundangan 1/3
6/22/2016 Apakah Setiap Lembaga Negara Berwenang Membentuk Peraturan Perundangundangan?
perundangundangan hanya dapat dilakukan berdasarkan UU atau UUD (Bagir Manan dan Kuntana Magnar:
1987). Dari prinsip tersebut, dapat dikatakan bahwa wewenang lembaga negara lain untuk membentuk
peraturan perundangundangan harus dilandaskan pada ketentuan yang sudah dibentuk oleh lembaga
legislatif atau harus berdasarkan UU atau UUD. Terlebih untuk lembaga yang pembentukannya atas perintah
UU atau UUD. Sejalan dengan itu, sebagaimana dikemukakan Hamid Attamimi di atas, sumber kewenangan
pembentukan peraturan perundangundangan berasal dari atribusi dan delegasi.
Atribusi kekuasaan (attributie van rechtsmacht), khususnya atribusi kekuasaan pembentukan peraturan
perundangundangan (attributie van wetgevendemacht) sering diartikan sebagai pemberian kewenangan
kepada badan atau lembaga atau pejabat (ambt) negara tertentu, baik oleh pembentuk UndangUndang Dasar
maupun pembentuk undangundang. Dalam hal ini berupa penciptaan wewenang baru untuk dan atas nama
yang diberi wewenang tersebut. Dengan pemberian wewenang tersebut maka melahirkan atau memunculkan
suatu kewenangan baru serta tanggung jawab yang mandiri.
Sementara itu, delegasi kewenangan (delegatie van bevoegdheid) dimaksudkan sebagai suatu penyerahan
atau pelimpahan kewenangan (dalam hal ini kewenangan pembentukan peraturan perundangundangan) dari
badan atau lembaga atau pejabat negara kepada badan atau lembaga atau pejabat negara lain. Kewenangan
tersebut semula ada pada badan atau lembaga atau pejabat yang menyerahkan atau melimpahkan wewenang
tersebut (delegans). Dengan penyerahan tersebut maka kewenangan dan tanggung jawab beralih kepada
penerima kewenangan (delegataris). (Rosjidi Ranggawidjaja: 1998).Dengan demikian, tidak semua lembaga
negara berwenang membentuk peraturan perundangundangan. Namun kewenangan membentuk peraturan
perundangundangan tidak eksklusif dimiliki oleh lembaga atau pejabat negara saja, melainkan juga dimiliki
oleh lembaga atau pejabat pemerintahan tertentu atas dasar delegasi pembentukan peraturan perundang
undangan.
Secara teoritik, ada kalanya suatu lembaga atau pejabat membentuk peraturan bukan atas dasar atribusi atau
delegasi pembentukan peraturan perundangundangan. Apabila peraturan tersebut dibentuk berdasarkan
kewenangan pejabat atau lingkungan jabatan (lembaga) sebagai pelaksanaan fungsi administrasi negara maka
terdapat bentuk keputusan lain yang disebut sebagai beleidsregels (peraturan kebijakan) yang sifatnya memiliki
kemiripan dengan peraturan perundangundangan sehingga seringkali disebut sebagai peraturan perundang
undangan semu. Namun demikian, Beleidsregels bukan merupakan peraturan perundangundangan.
Peraturan kebijakan didasarkan kepada kebebasan pertimbangan atau kebebasan bertindak (atau tidak
bertindak) freies Ermessen atau discretionary powers). Sifatnya mengikat secara umum, dan muncul dalam
lingkup penyelenggaraan pemerintahan yang ”tidak terikat” (vrijbeleid), dalam arti tidak diatur secara tegas oleh
peraturan perundangundangan.Jadi mungkin saja suatu lembaga negara mempunyai dasar kewenangan
untuk membentuk suatu peraturan, namun bukan merupakan suatu peraturan perundangundangan.
Lembaga negara yang berwenang membentuk peraturan perundangundangan atas dasar atribusi kekuasaan
dalam UUD 1945 adalah sebagai berikut:
1. MPR dalam menetapkan UndangUndang Dasar (Pasal 3),
2. Presiden dan DPR dalam membentuk Undangundang (Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 20 ayat (1) s/d ayat (5)),
3. Presiden dalam membentuk Peraturan Pemerintah dan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang
Undang (Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 22);
4. Pemerintahan Daerah dalam membentuk Peraturan Daerah (Pasal 18 ayat (6).
Selain peraturan perundangundangan di atas, Pasal 7 ayat (1) Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan (“UU No. 12 Tahun 2011”), juga menambahkan 2
peraturan perundangundangan atas dasar kewenangan atribusian, yaitu:
1. Ketetapan MPR; 2. Peraturan Presiden. Sebagai catatan, Ketetapan MPR yang dimaksud dalam ketentuan di
atas bukanlah Ketetapan MPR baru, melainkan KetetapanKetetapan MPR yang masih berlaku sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor:
I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002,
tanggal 7 Agustus 2003 (vide Penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf b UU No. 12 Tahun 2011). Dengan demikian,
MPR tidak lagi berwenang membentuk Ketetapan MPR sebagai peraturan perundangundangan.Selanjutnya
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52f84433d9b94/apakahsetiaplembaganegaraberwenangmembentukperaturanperundangundangan 2/3
6/22/2016 Apakah Setiap Lembaga Negara Berwenang Membentuk Peraturan Perundangundangan?
Pasal 8 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 mengatur lembagalembaga (bukan hanya lembaga negara), yang
berwenang membentuk peraturan perundangundangan lainnya, sebagai berikut:“Jenis Peraturan Perundang
undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung,
Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga,
atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan UndangUndang atau Pemerintah atas perintah Undang
Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.”Pasal 8 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011
selanjutnya mengatur bahwa:“Peraturan Perundangundangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan
Perundangundangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.”Peraturan yang
dibentuk oleh lembagalembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 dengan
syarat “sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundangundangan yang lebih tinggi” dapat dikatakan
sebagai peraturan perundangundangan delegasian (atas dasar delegasi). Yang menjadi pertanyaan adalah
apakah peraturan yang dibentuk lembagalembaga tersebut dengan syarat “dibentuk berdasarkan
kewenangan” dapat dikategorikan sebagai peraturan perundangundangan?Politik hukum yang terdapat dalam
Pasal 8 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011, khususnya mengenai peraturan perundangundangan yang dibentuk
“atas dasar kewenangan” mengacaukan konstruksi teoritik tentang kewenangan membentuk peraturan
perundangundangan. Semestinya, tidak semua lembaga negara memiliki kewenangan membentuk peraturan
perundangundangan dan tidak semua peraturan yang dibentuk lembaga yang disebutkan dalam Pasal 8 ayat
(2) UU No. 12 Tahun 2011 dikategorikan sebagai peraturan perundangundangan. Namun demikian,
berdasarkan Pasal 8 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011, semua peraturan yang dibentuk lembaga negara atau
bahkan lembaga/pejabat pemerintahan (seperti Menteri) yang diatur dalam Pasal 8 ayat (1) undangundang
tersebut, dikategorikan sebagai peraturan perundangundangan, walaupun hanya didasarkan atas
kewenangan, yang belum tentu merupakan kewenangan membentuk peraturan perundangundangan (atribusi
atau delegasi pembentukan peraturan perundangundangan).Dasar Hukum:
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52f84433d9b94/apakahsetiaplembaganegaraberwenangmembentukperaturanperundangundangan 3/3