Anda di halaman 1dari 12

TUGAS KELOMPOK

PEMBELAJARAN AGENDA I
ANALISIS ISU KONTEMPORER

DIBUAT OLEH:
NURIZKA NAFILA, A.Md.Ak. (NDH. 04)
SIWI KHOIMATUDINA LATIFAH, A.Md.Gz (NDH. 33)
DIYANTI ATIKA ROZIAWATI, A.Md.Kes. (NDH. 34)
SUSANTI HANDAYANI, A.Md.A.K. (NDH. 36)
SYIFA CHOIRUNNISA, A.Md.Kes. (NDH 37)

KELOMPOK 4.4 ANGKATAN IV

PESERTA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DASAR CPNS 2022


PEMERINTAH KOTA BEKASI
ANALISIS ISU KONTEMPORER

A. Pendahuluan
Pada era kontemporer sekarang ini dunia merupakan zaman dimana kemajuan
teknologi sudah semakin meningkat, ini terbukti semakin banyaknya media, peralatan
canggih maupun merebaknya teknologi modern yang banyak berkembang dan mudah
diakses oleh semua orang. Akibat kemajuan teknologi ini dapat membawa perubahan
dalam kehidupanmasyarakat itu sendiri.
Selain banyaknya teknologi baru, Isu isu kontenporer juga banyak merebak dalam
kalangan masyarakat sehingga diperlukan pemahaman dan pengetahuan untuk
menganalisisnya. Pada dasarnya semua orang harus memiliki kemampuan memahami
konsepsi perubahan, tak terkecuali ASN (Aparatur Sipil Negara) sebagai pelaksana
kebijakan publik, pelayan kebijakan publik juga sebagai perekat pemersatu bangsa dan
negara. Perubahan lingkungan strategis melalui isu-isu strategis kontemporer sebagai
wawasan strategis ASN dengan menyadari pentingnya modal insani, dengan menunjukan
kemampuan berpikir kritis dalam menghadapi perubahan lingkungan strategis.
PNS dihadapkan pada pengaruh yang datang dari eksternal juga internal yang
semakin lama dapat menggerus kehidupan berbangsa dan bernegara (Pancasila,UUD
1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika) sebagai konsensus dasar berbangsa dan
bernegara. Fenomena-fenomena tersebut menjadikan pentingnya setiap PNS mengenal
dan memahami secara kritis terkait dengan isu-isu kritikal yang terjadi saat ini atau bahkan
yang akan berpotensi terjadi, isu-isu tersebut diantaranya; Peningkatan kasus HIV akibat
penyimpangan seksual di kalangan LSL, Lonjakan Volume Limbah Medis Dampak
Pandemi Covid-19, Ancaman kekurangan gizi Dikarenakan Emisi Karbon, Meningkatnya
kasus kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren dan Dampak tekhnologi pada
anak.
Isu adalah suatu fenomena yang diartikan sebagai masalah. Kontemporer yang
dimaksud disini adalah sesuatu hal yang modern, yang eksis dan terjadi dan masih
berlangsung sampai sekarang, atau segala hal yang berkaitan dengan saat ini. Isu kritikal
adalah adanya atau disadarinya suatu fenomena atau kejadian yang dianggap penting atau
dapat menjadi menarik perhatian orang banyak, sehingga menjadi bahan yang layak untuk
didiskusikan. Secara umum,isu kritikal terbagi dalam tiga kelompok berbeda berdasarkan
tingkat urgensinya , yaitu : 1. Isu saat ini (current issue) 2. Isu berkembang (emerging
issue), dan 3. Isu potensial. Untuk menganalisis sebuah isu, terdapat beberapa teknik yang
bisa digunakan, Teknik tersebut diantaranya adalah teknik tapisan isu, teknik analisis isu,
dan analisis kesenjangan atau gap analysis.
B. Deskripsi dan Identifikasi Isu

1. Peningkatan kasus HIV akibat penyimpangan seksual di kalangan LSL

Perilaku seks menyimpang seperti LGBT semakin terang-terangan. Data


Penyumbang Kasus HIV dari kelompok Lelaki Seks Lelaki (LSL) dan transgender
terus meningkat. Berbagai data peningkatan faktor risiko penularan HIV/AIDS
dari kelompok LSL yang masuk dalam kelompok LGBT harus diwaspadai
keluarga Indonesia. Anggota Komisi IX DPR RI, Kurniasih Mufidayati,
menyatakan kewaspadaan ini dalam rangka menekan salah satu penyakit menular
yang menjadi perhatian dunia.
"Kewaspadaan keluarga Indonesia terhadap perilaku LGBT karena
memiliki faktor risiko penularan yang tinggi dalam penyebaran HIV/AIDS.
Lindungi anak-anak kita agar jauh dari tindakan penyimpangan seksual yang
berpotensi memiliki faktor risiko tinggi penularan HIV," kata Kurniasih dalam
keterangan persnya yang dikutip Republika.co.id pada Ahad (15/5/2022).
Adanya banyak konten-konten yang mempromosikan tindakan LGBT
secara terbuka lewat berbagai media, hal inilah yang patut menjadi kewaspadaan
bersama keluarga Indonesia. Selain meminimalkan faktor risiko penularan HIV
AIDS , tindakan LGBT tersebut juga tidak sesuai dengan norma kebudayaan
masyarakat di Indonesia.
Diketahui, menurut data UNAIDS pada 2019, populasi penderita HIV baru
dari kalangan LSL dan transgender mencapai 18 persen. Sementara peningkatan
risiko tertular HIV terbesar adalah kelompok LSL (22 kali), kelompok transgender
memiliki potensi risiko tertular 12 kali. Adapun jumlah kasus HIV di Indonesia
menurut faktor resiko menunjukkan bahwa LSL menyumbang sebanyak 506 kasus
pada 2010 dan 555 kasus pada 2011 dari data Kemenkes RI.
Berdasarkan pemodelan matematik epidemi HIV di Indonesia 2010-2025
dengan menggunakan data demografi, perilaku dan epidemiologi pada populasi
utama oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, diproyeksikan akan terjadi
peningkatan kasus HIV yang signifikan pada seluruh kelompok LSL.

2. Lonjakan Volume Limbah Medis Dampak Pandemi Covid-19


Limbah medis masih menjadi
masalah setelah pandemi Covid-19
memasuki tahun kedua di Indonesia.
Melonjaknya kasus Covid-19 juga
membuat volume limbah medis menjadi
semakin besar, salah satunya karena
muatan limbah medis yang berasal dari
sampah rumah tangga. Kepala Dinas
Lingkungan Hidup (Dinas LH) DKI
Jakarta Asep Kuswanto menuturkan,
memang terjadi peningkatan limbah
medis yang bersumber dari sampah
rumah tangga.
Jumlah limbah medis di tahun 2021
meningkat sebesar 568 kilogram
dibandingkan tahun 2020. "Jumlah
limbah medis Covid-19 rumah tangga mengalami peningkatan dari tahun 2020, yaitu
1.538 kilogram limbah medis Covid-19 yang telah terkumpul dan dimusnahkan oleh
pihak ketiga (di tahun 2020)," kata Asep dalam dokumen pemaparan Dinas LH dalam
acara diskusi, Jumat (17/12/2021). Sementara itu, dilansir dari Kompas.id, pada tahun
2021 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar melaporkan,
sejak Maret 2020 hingga Juni 2021, Indonesia telah menghasilkan 18.460 ton limbah
medis kategori bahan berbahaya dan beracun (B3) dari penanganan Covid-19.
Pengamatan yang dilakukan di lima provinsi episentrum Covid-19 menunjukkan
lonjakan limbah, bahkan ada yang melebihi 1.000 persen. Lonjakan limbah yang
paling banyak terjadi di Provinsi Jawa Barat, mencapai 1.030,6 persen. Pada Maret
2021, tercatat jumlah limbah B3 Covid-19 di Jawa Barat sebanyak 74,03 ton,
kemudian naik menjadi 836,98 ton di Juli 2021. Tak hanya di Jawa Barat, kenaikan
limbah medis secara drastis terjadi juga di Jawa Tengah 309,1 persen, Banten 159,5
persen, DKI Jakarta 45,9 persen, dan Jawa Timur 23,6 persen. Seluruh provinsi yang
menjadi pusat penularan mencatat kenaikan limbah di periode Maret-Juli 2021.
Adapun data tersebut belum meliputi angka yang sesungguhnya. Perhimpunan Rumah
Sakit Seluruh Indonesia (Persi) pun memperkirakan jumlah limbah medis bisa
mencapai 493 ton per hari.

3. Ancaman kekurangan gizi Dikarenakan Emisi Karbon

Sistem pangan di seluruh dunia berdampak dan mendorong perubahan iklim.


Proses yang mengangkut makanan dari peternakan hingga dikonsumsi dikenal sebagai
sistem makanan. Sistem makanan berlaku untuk cara kita menanam, menyiapkan,
mengangkut, menjual, dan mengkonsumsi makanan. Sebanyak 820 juta orang
kekurangan gizi, dan sekitar dua miliar orang mengalami ketidakstabilan pangan dan
gizi. Masalah ini akan memburuk sebagai akibat dari perubahan iklim. Panel
Antarpemerintah PBB tentang Perubahan Iklim (IPCC) menggarisbawahi bahwa,
penurunan kualitas nutrisi makanan diakibatkan oleh peningkatan kadar CO2 di
atmosfer. Jika perubahan iklim semakin parah, lebih banyak orang akan berada dalam
bahaya kerawanan pangan dan gizi, kelaparan kronis, dan kehilangan mata
pencaharian sebagai akibat dari meningkatnya biaya pangan yang disebabkan oleh
kekurangan pangan. Obesitas, serangan jantung, stroke, dan diabetes adalah penyakit
terkait diet yang juga akan menjadi lebih umum.
Permintaan daging dan susu di antara konsumen menyumbang lebih dari setengah
emisi GRK dari sistem pangan. Daging dan susu juga merupakan produk yang sangat
bergantung pada bahan bakar fosil pertanian industri saat ini. Selain menaikkan
permukaan laut, menghangatkan lautan, serta cuaca dan peristiwa iklim yang ekstrim,
GRK juga berdampak pada pertumbuhan tanaman dan hewan. Perubahan iklim juga
berdampak pada sistem pangan dan kesehatan kita. Sektor peternakan dan tanaman
menderita sebagai akibat dari kenaikan suhu daratan dan lautan, kekeringan, banjir,
dan curah hujan yang tidak terduga. Hasil tanaman pokok Kenya, jagung, diperkirakan
turun 50 persen akibat panen negara itu terkena kekeringan. Sementara itu, ratusan
ternak sapi dirusak oleh banjir di Australia, yang juga merusak peternakan dan mesin
pertanian.
Satu dari lima kematian di seluruh dunia dapat dikaitkan dengan pola makan yang
tidak memadai. Hal ini disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan sehat termasuk
biji-bijian, buah-buahan, dan sayuran. Hasil panen ini akan menurun sebagai akibat
dari perubahan iklim, membahayakan kesehatan lebih banyak orang. Ini adalah faktor
dalam kekurangan pangan dan kenaikan harga pangan Pola makan dan kesehatan yang
buruk terkait erat dengan ketidakadilan dalam sistem pangan. Saat ini, mayoritas orang
di seluruh dunia tidak mampu membeli atau mendapatkan makanan sehat.

4. Meningkatnya kasus kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren

Belakangan ini, kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan Pondok


Pesantren terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik,
kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh pengurus pondok pesantren kepada pada
santri menempati urutan kedua setelah kasus kekerasan seksual di Perguruan Tinggi.
Sistem di pondok pesantren yang mengharuskan santrinya membatasi pergaulan
dengan kehidupan di luar pondok, menyebabkan informasi mengenai kasus-kasus ini
sulit untuk diperoleh. Para santri yang menjadi korban kekerasan seksual merasa
enggan untuk melaporkan hal yang dialaminya kepada pihak berwajib.
Pondok pesantren seharusnya menjadi wadah utama sebagai tempat pembentukan
moral serta norma agama. Namun, akibat banyaknya kasus kekerasan seksual yang
terjadi di dalamnya, menjadikan para orang tua enggan menyekolahkan putra-putri
mereka di tempat tersebut. Hal ini tentunya membawa dampak negatif bagi
Pendidikan di Indonesia khususnya Pendidikan mengenai agama islam di Pondok
Pesantren. Banyak pondok pesantren lain yang sejatinya masih menjujung tinggi
kaidah-kaidah agama islam menjadi ikut tercoreng bersamaan dengan maraknya
kasus-kasus seperti demikian.
Maka dari itu, dari analisi isu kontemporer di atas, dapat disimpulkan bahwa isu
mengenai meningkatnya kasus kekerasan seksual di lingkungan Pondok Pesantren
menjadi isu yang harus segera diselesaikan baik oleh pemerintah maupun masyarakat
luas. Karena, apabila dibiarkan maka kasus seperti ini akan menjadikan pondok
pesantren di Indonesia kehilangan hakikatnya sebagai tempat yang positif untuk
menuntut ilmu agama.

5. Dampak tekhnologi pada anak

Tidak bisa dipungkiri lagi, teknologi membawa banyak perubahan. Meski


demikian, ada dampak negatif jika tidak bisa mengendalikan. Salah satunya ialah
teknologi sudah dekat dengan anak. Mereka sudah terbiasa dengan teknologi yang
berasal dari gawai atau ponsel pintar. Padahal, perkembangan otak anak tergantung
dari nutrisi dan stimulasi lingkungan. Termasuk pendampingan dari orangtua juga
sangat penting. Apalagi pola asuh orangtua, jika kekurangan stimulasi atau kelebihan
stimulasi ini tentu akan mengganggu tumbuh kembang anak. Gangguannya bisa
berupa gangguan sensorik, motorik maupun gangguan dari proses kecerdasan dan
perilaku. Pada saat anak menggunakan gawai ataupun televisi itu akan menimbulkan
stimulus di otaknya. Dalam webinar Siberkreasi gelaran Direktorat Sekolah Dasar
Kemendikbud Ristek beberapa waktu lalu, salah satu narasumber Dr. dr. Yetty Ramli,
SpS(k), Spesialis Syaraf Anak Departemen Neurologi RSCM memberikan penjelasan
terkait dampak teknologi bagi anak. "Nanti ada persepsi di otak yang akan disimpan
melalui informasi, kalau informasi itu bagus yang diterima anak pun akan berdampak
positif," ujarnya seperti dikutip dari laman Direktorat SD. Namun, jika anak
mengonsumsi informasi yang negatif maka akan ada perubahan di otak anak tersebut
yang mengarah kepada hal negatif pula. Oleh karena itu lingkungan terutama orang
tua sangat berperan penting agar anak terhindar dari paparan informasi yang tidak
sesuai dan menimbulkan efek negatif. Terlebih di era perkembangan teknologi dan
digital yang semakin pesat dan semakin dekat dengan kehidupan manusia saat ini.
Untuk itu orang tua harus bijak dalam memanfaatkan teknologi terkini yang tidak
terpisahkan dengan kehidupan, termasuk juga dekat dengan anak-anak
Berikut ini 7 cara agar anak terhindar dampak buruk teknologi:
1. Orangtua harus mendorong pemilihan program yang cermat untuk dilihat
bersama-sama dan mendiskusikan konten dengan anak-anak dan remaja.
2. Orangtua harus mengajarkan keterampilan menonton secara kritis.
3. Orangtua harus membatasi dan memfokuskan waktu jangan dihabiskan dengan
media.
4. Harus selektif serta membatasi pilihan media bagi anak-anak.
5. Orangtua juga harus menekankan kegiatan alternatif dan menciptakan
lingkungan bebas media elektronik di kamar anak-anak.
6. Hindari penggunaan media sebagai babysitter elektronik.
7. Orangtua diimbau untuk menghindari tayangan televisi untuk anak di bawah usia
2 tahun meskipun program televisi tertentu dapat meningkatkan kemampuan
kecerdasan anak.
Ada penelitian tentang perkembangan otak dini menunjukkan bahwa bayi dan
balita memiliki kebutuhan penting untuk interaksi langsung dengan orangtua.
Tentunya dalam pengasuhan anak, untuk pertumbuhan dan perkembangan otak yang
sehat dalam meningkatkan keterampilan sosial, emosional dan kognitif yang sesuai.
"Oleh karena itu mengekspos anak-anak kecil pada program televisi harus dicegah,"
katanya. Maka setidaknya berikan waktu selama 60 menit perhari untuk aktivitas fisik.
Selama 2 jam atau kurang setiap harinya waktu untuk rekreasi di layar. Tak hanya itu
saja, anak juga harus tidur 9 sampai 11 jam per malam bagi anak berusia 8 sampai 11
tahun. Masa anak-anak di bawah 3 tahun adalah masa periode sensitif dan penting
terhadap perkembangan otak anak. Pengalaman awal dan lingkungan mereka dapat
mengubah ekspresi dan memengaruhi perkembangan saraf jangka panjang.

C. Teknik Analisis Isu


Dari beberapa isu yang ada, kami melakukan beberapa teknik analisis isi untuk
menentukan isu mana yang akan lebih dibahas dan dicarikan solusinya. Teknik yang kami
gunakan adalah Teknik Tapisan dan Teknik Fishbone Diagram.
1. Teknik Tapisan Isu
Dari pemaparan di atas maka dapat dinyatakan bahwa isu adalah masalah yang
terjadi. Dari beberapa isu yang telah diajukan, kelompok kami melakukan teknik analisis
isu tapisan untuk menentukan isu mana yang sangat penting untuk dicarikan solusinya.
Setelah memahami berbagai isu yang terjadi di masyarakat perlu dilakukan analisis untuk
memahami bagaimana isu tersebut secara utuh dan kemudian dicarikan beberapa solusi
pemecahan isu. Dalam penentuan isu yang akan dibahas dilakukan analisis dengan alat
bantu penetapan isu yang terdiri dari U (Urgency) / Kegawatan, S (Seriousness) /
Mendesak, dan G (Growth)/ Pertumbuhan.

Seleksi Isu Menggunakan METODE USG

No. Isu/Masalah Kriteria Penilaian Total


Peringkat
U S G Skor
1 Peningkatan kasus HIV
akibat penyimpangan seksual 3 3 5 11 III
di kalangan LSL
2 Lonjakan Volume Limbah
Medis Dampak Pandemi 5 5 5 15 I
Covid-19
3 Ancaman kekurangan gizi
4 4 4 12 II
Dikarenakan Emisi Karbon
4 Meningkatnya kasus
kekerasan seksual di 3 4 3 10 IV
lingkungan pondok pesantren
5 Dampak tekhnologi pada
3 3 3 9 IV
anak

Keterangan USG yaitu:


Urgency = Kegawatan
Seriousness =Mendesak
Growth = Pertumbuhan
Adapun kriteria penetapan indikator USG, yaitu:
Nilai 1 = Tidak penting
Nilai 2 = Kurang penting
Nilai 3 = Cukup penting
Nilai 4 = Penting
Nilai 5 = Sangat penting

2. Teknik Fish Bone Diagram


Dari sejumlah isu yang telah dianalisis melalui teknik Tapisan dengan dibantu kriteria
USG, selanjutnya dilakukan analisis mendalam dengan teknik Fishbone. Fishbone diagram
digunakan ketika kita ingin mengidentifikasi kemungkinan penyebab masalah dan terutama
ketika sebuah team cenderung jatuh berpikir pada rutinitas. Analisis tersebut dapat
digambarkan pada diagram seperti berikut:
a. Masih adanya fasilitas pelayanan Kesehatan
yang tidak mengelola limbah medisnya dengan
aman. 1. Kurangnya pemahaman masyarakat
b. Kurangnya teknologi pengolahan limbah untuk tentang pengelolaan limbah medis
Masih minimnya anggaran untuk mempercepat proses pengelolaan limbah 2. Kurangnya pengetahuan masyarakat
pengolahan limbah medis medis. mengenai bahaya limbah medis

Money Sarana Man

Lonjakan Volume
Limbah Medis
Dampak Pandemi
Covid-19

Environment System

Adanya lonjakan limbah medis yang a. Kurangnya sanksi yang tegas terhadap fasilitas pelayanan
Kesehatan yang tidak mengelola limbah medisnya dengan
bersumber dari rumah tangga di masa
baik dan benar.
pandemi
b. Sulitnya relaksasi aturan untuk memberikan percepatan izin
bagi fasilitas pelayanan Kesehatan yang belum memiliki
pengolahan limbah medis.
Untuk memudahkan identifikasi penyebab masalah tersebut, maka diagram
fishbone diatas, dianalisis dengan menggunakan RCA (Root Causal Analisys ), sebagai
berikut :

POSSIBLE ROOT DISCUSSION ROOT CAUSE


CAUSE

MAN (SDM) Kurangnya Kurangnya pengetahuan


pemahaman masyarakat mengenai bahaya
masyarakat tentang limbah medis
pengelolaan limbah
medis

SARANA DAN Masih adanya Kurangnya teknologi


PRASARANA fasilitas pelayanan pengolahan limbah untuk
mempercepat proses
Kesehatan yang tidak pengelolaan limbah medis.
mengelola limbah
medisnya denga
naman
MONEY Masih minimnya
anggaran untuk
pengolahan limbah
medis

SYSTEM Kurangnya sanksi Sulitnya relaksasi aturan


yang tegas terhadap untuk memberikan percepatan
fasilitas pelayanan
Kesehatan yang tidak izin bagi fasilitas pelayanan
mengelola limbah Kesehatan yang belum
medisnya dengan
memiliki pengolahan limbah
baik dan benar.
medis

ENVIRONMENT Adanya lonjakan


limbah medis yang
bersumber dari rumah
tangga di masa
pandemi
D. Strategi Penyelesaian Isu

Lonjakan Volume Limbah Medis Dampak Pandemi Covid-19 ini menjadi isu
sangat penting dan serius jika tidak ditangani dengan cepat, tepat dan efisien, dalam
mengatasi lonjakan limbah medis yang tinggi akibat adanya pandemi covid ini seperti
contohnya banyak masyarakat yang membuang masker medis saat dan selesai isolasi
mandiri yang dibuang sembarangan tanpa dikelola dengan baik dan permasalahan-
permasalahan limbah yang muncul di fasilitas pelayanan kesehatan, Maka dari itu terdapat
beberapa strategi dalam mengatasi persoalan tersebut, yaitu:

1. Penyuluhan yang dilakukan kepada masyarakat secara berkesinambungan


tentang pengelolaan limbah medis.
2. Memperbanyak lokasi pengolahan limbah medis
3. Mengembangkan teknologi pengolahan limbah medis berskala kecil dan mobile
4. Kemudahan dalam proses perizinan bagi fasilitas pelayanan Kesehatan yang
belum memiliki pengolahan limbah medis.
5. Pembentukan organisasi kemasyarakatan dalam pengelolaan limbah medis di
lingkungan.
6. Pemanfaatan media sosial sebagai sarana untuk menyebarkan informasi
mengenai pentingnya pengolahan limbah medis

Anda mungkin juga menyukai