TINJAUAN PUSTAKA
Neonatus adalah bayi baru lahir sampai usia 4 minggu (0-28 hari), periode neonatal adalah periode yang
paling rentan terhadap infeksi karena imunitas bayi yang masih immatur dan bayi sedang
menyempurnakan penyesuaian fisiologis yang dibutuhkan pada kehidupan extrauterin. Pada kehidupan
intrauterin bayi sepenuhnya mendapat perlindungan dari ibu, bayi memperoleh antibodi melalui
plasenta yang menghubungkan tubuh bayi dengan tubuh ibu,antibodi ini sangat penting untuk menjaga
janin dalam kandungan agar tidak terkena infeksi dan berbagai komplikasi yang membahayakan
kesehatannya (Irsal, Paramita,& Sugianto 2017). Saat bayi dilahirkan ia kehilangan perlindungan
tersebut dan bayi juga akan terpapar lingkungan yang penuh kuman, sementara tubuhnya belum
sepenuhnya mampu melindungi dirinya sendiri, hal ini dapat mengakibatkan bayi akan lebih mudah
terkena infeksi.(Armini, Sriasih,& Marhaeni 2017).Periode ini merupakan periode yang sangat rentan
terhadap suatu infeksi sehingga Periode ini juga masih membutuhkan penyempurnaan dalam
penyesuaian tubuhnya secara fisiologis untuk dapat hidup di luar kandungan seperti sistem pernapasan,
sirkulasi, termoregulasi dan kemampuan menghasilkan glukosa (Juwita & Prisusanti, 2020).
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa
memakai alat (Jamil et al., 2017). Kriteria bayi normal adalah lahir dengan umur kehamilan genap 37
minggu sampai 42 minggu, dengan berat badan lahir 2500–4000 gram, panjang badan: 48–52 cm,
lingkaran dada: 30–38 cm, nilai Apgar 7–10 dan tanpa cacat bawaan (Ribek et al., 2018).
Masa gestasi atau dapat disebut dengan umur kehamilan merupakan waktu dari konsepsi yang dihitung
dari ibu hari pertama haid terakhir (HPHT) pada ibu sampai dengan bayi lahir (Novieastari et al., 2020).
1) Bayi kurang bulan: bayi yang lahir <259 hari (37 minggu).
2) Bayi cukup bulan: bayi yang lahir antara 259–293 hari (37 minggu–42 minggu).
3) Bayi lebih bulan: bayi yang lahir >294 hari (>42 minggu).
b. Neonatus menurut berat badan saat lahir
Bayi lahir ditimbang berat badannya dalam satu jam pertama jika bayi lahir di fasilitas kesehatan dan jika
bayi lahir di rumah maka penimbangannya dilakukan dalam waktu 24 jam pertama setelah kelahiran
(Novieastari et al., 2020).
1) Bayi berat badan lahir rendah: bayi yang lahir dengan berat badan <2,5 kg.
2) Bayi berat badan lahir cukup: bayi yang lahir dengan berat badan antara 2,5kg–4 kg.
3) Bayi berat badan lahir lebih: bayi yang lahir dengan berat badan >4 kg.
(Kementrian Kesehatan RI. Buku Kesehatan Ibu dan Anak, (Jakarta : Kementrian Kesehatan dan
JICA(Japan International Cooperation Agency)
Pola pertumbuhan dan perkembangan anak umumnya merupakan interaksi banyak faktor yang saling
mempengaruhi. Soetjiningsih (2002), menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal .
Juliana (2019) menyatakan fisiologi neonatus merupakan ilmu yang mempelajari fungsi dan proses vital
neonatus mulai dari sistem pernapasan sampai keseimbangan asam dan basa sebagai berikut :
1. Peredaran darah
Setelah bayi lahir, paru akan berkembang dan mengakibatkan tekanan artriol dalam paru
menurun yang diikuti dengan menurunnya tekanan pada jantung kanan. Kondisi ini
menyebabkan tekanan jantung kiri lebih besar dibandingkan dengan tekanan jantung kanan dan
hal tersebut dapat membuat foremen ovale secara fungsional menutup. Hal ini terjadi pada jam-
jam pertama setelah kelahiran. Oleh karena itu, tekanan dalam aorta desenden naik disebabkan
karena biokimia (PaO yang naik) serta duktus arteiosus yang berobliterasi (Juliana, 2019).
2. Suhu tubuh
Ada empat kemungkinan yang dapat menyebabkan bayi baru lahir kehilangan panas tubuhnya,
yang pertama yaitu konduksi panas dihantarkan dari tubuh bayi dan benda sekitarnya yang
kontak langsung dengan tubuh bayi pemindah panas dari tubuh bayi ke objek lain melalui
kontak langsung. Kedua konveksi yaitu panas yang hilang dari tubuh bayi ke udara sekitarnya
yang sedang bergerak (jumlah panas yang hilang bergantung pada kecepatan dan suhu udara).
Ketiga radiasi yaitu panas dipancarkan dan BBL keluar tubuhnya ke lingkungan yang lebih dingin
(pemindahan panas antara 2 objek yang mempunyai suhu berbeda). (Sembiring, 2019).
3. Imunoglobulin
Bayi baru lahir tidak memiliki sel plasma pada sumsum tulang juga tidak memiliki lamina propia
ilium dan apendiks. Plasenta merupakan sawar, sehingga fetus bebas dari antigen dan stress
imonogis. Akan tetapi bila ada infeksi yang melalui plasenta (lues, toksoplasma, herpes simplek,
dan lain-lain) reaksi imonologis dapat terjadi dengan pembentukan sel plasma serta antibody
gama A,G dan M (Sembiring, 2019).
Pada masa bayi sangat rentan terhadap penyakit yang dapat berpengaruh untuk kelangsungan
hidupnya. Bayi akan mengalami morbiditas dan mortalitas apabila tidak dapat beradaptasi dengan
lingkungan di luar rahim dengan baik (Armini dkk, 2017).
Bayi baru lahir memerlukan penyesuain diri yaitu menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterine ke
kehidupan ekstrauterin, ketika bayi lahir berada pada suhu lingkungan yang lebih rendah dari suhu di
dalam rahim ibu hal ini menyebabkan suhu bayi turun sekitar 2 0C dalam waktu 15 menit.
Ketidakmampuan bayi untuk mempertahankan produksi panas pada tubuh dikarenakan mekanisme
pengaturan suhu tubuh pada bayi baru lahir belum berfungsi dengan sempurna, dan perawatan yang
tidak tepat segera lahir merupakan penyebab dari hipotermia pada bayi baru lahir (Ribek et al., 2018).
Hipotermia adalah keadaan suhu tubuh bayi <36,5 0C (Kemenkes RI, 2019). Hipotermia pada bayi baru
lahir merupakan masalah kesehatan global dan merupakan faktor utama morbiditas dan mortalitas
neonatal, terutama di negara berpenghasilan rendah dan menengah (Beletew et al., 2020).
Hasil penelitian disalah satu rumah sakit di Brazil, didapatkan hasil prevalensi bayi baru lahir yang
mengalami hipotermia sebesar 66,9% dari 359 bayi yang dirawat (Soares et al., 2020). Penelitian yang
dilakukan di lima rumah sakit di Ethiopia ditemukan prevalensi hipotermia pada bayi baru lahir sangat
tinggi, dari 3.758 bayi yang tercatat suhu tubuhnya 80% mengalami hipotermia (Demtse et al., 2020).
Prevalensi hipotermia neonatal di Afrika Timur keseluruhann yaitu mencapai 57,2% dari 20.911 bayi
yang diukur suhu tubuhnya. Hasil tersebut menunjukkan bahwa masih tingginya kejadian hipotermia
pada bayi baru lahir di Afrika Timur (Beletew et al., 2020).Hasil penelitian di Indonesia pada bayi baru
lahir yang dirawat di salah satu rumah sakit ibu dan anak pada bulan Juni tahun 2016 menunjukkan
sebanyak 54% dari 35 bayi yang dirawat pada bulan tersebut pernah mengalami hipotermia, (Fridely,
2017). Penelitian yang dilakukan oleh (Sari, 2020) diketahui rata-rata suhu tubuh dari 20 bayi yang baru
lahir 90% mengalami hipotermia.
Oleh karena itu, Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator penting dari derajat
kesehatan masyarakat dan keberhasilan pelayanan kesehatan suatu negara. Berdasarkan Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 AKB yaitu sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup.
AKB di Indonesia mengalami penurunan menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI) tahun 2017.
Menurut Kemenkes RI tahun 2019, AKB disebabkan oleh beberapa diantaranya kondisi berat badan lahir
rendah (35,3%), kelainan kongenital (21,4%), asfiksia (27%), sepsis (12,5%), tetanus (3,5%) dan sisanya
sekitar 0,36% dengan penyebab lain. Untuk mendukung penurunan AKB, Pemerintah melalui
Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai usaha sehingga pada tahun 2024 penurunan AKB
menjadi 16 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan data tersebut sepsis memberikan distribusi sebagai
salah satu penyebab tertinggi kematian pada bayi (Kemenkes RI, 2019).
Penelitian menunjukkan bahwa 50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal, yaitu dalam bulan
pertama kehidupan. Kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang sehat akan menyebabkan kelainan
- kelainan yang mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian. Misalnya karena hipotermi akan
menyebabkan hipoglikemia dan akhirnya dapat terjadi kerusakan otak. Pencegahan merupakan hal
terbaik yang harus di lakukan dalam penanganan neonatal, sehingga neonatus sebagai organisme yang
harus menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterin dan ekstrauterin dapat bertahan dengan baik,
kareba periode neonatal merupakan periode yang paling kritis dalam fase pertumbuhan dan
perkembangan bayi. Oleh karena itu maka adaptasi fisiologis yang di lakukan bayi baru lahir perlu di
ketahui dengan baik oleh tenaga kesehatan, khususnya bidan, yang selalu memberikan pelayanan
kesehatan bagi ibu, bayi dan anak. ( Ni Wayan Armini, S.S.T., M. Keb., Ni Gusti Kompianh Srirasih,
S.S.T., M. Kes. dan Gusti Ayu Marhaeni, S.K.M., M. Bloomed., 2017)
Trend Angka Kematian Bayi (IMR) di Sulawesi Selatan pada tahun 2000, penurunan IMR yang signifikan
terjadi di Kabupaten Maros, Luwu dan Pare – Pare. Pada tahun 2005, trend IMR menurun pada
Kabupaten Selayar, Bulukumba, Jeneponto, Pangkep, Barru, Sidrap, Pinrang, Enrekang, dan Tator,
sedangkan Trend IMR meningkat pada Kabupeten Takalar, Luwu, Makassar, dan Pare – Pare. Pada tahun
2010, trend IMR meningkat Kabupaten Gowa, Enrekang, dan Soppeng. di Kota Makassar tahun 2010
Sampai 2014, 2010 sebesar 10,9, 2011 sebesar 6,9, 2012 sebesar 6,78, 2013 sebesar 6,71, dan 2014
sebesar 2,6. (BPS SulSel).
Pemeriksaan bayi baru lahir umur 0-28 hari (neonatus) oleh tenaga kesehatan merupakan salah satu
upaya mengurangi kematian pada usia neonatal. Pada Riskesdas 2018 dilakukan pengumpulan data
kunjungan neonatus yang meliputi kunjungan pada saat bayi saat berumur 6-48 jam (KN1), 3-7 hari
(KN2), dan 8-28 hari (KN3). Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama atau KN1 merupakan indikator yang
menggambarkan upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko kematian pada periode
neonatal yaitu 6-48 jam.
Definisi kunjungan neonatal lengkap: pada saat umur 0-28 hari yang telah mendapatkan minimal 1 kali
pelayanan neonatal saat umur 6-48 jam (KN1), minimal 1 kali pelayanan neonatal saat umur 3-7 hari
(KN2), dan minimal 1 kali pelayanan neonatal saat umur 8-28 hari (KN3).(Riskedas, Prov. Sulawesi
Selatan, 2018)
Tabel 2.1.1
Proporsi Kunjungan Neonatal pada Anak 0 – 59 Bulan menurut Kabupaten/Kota, Provinsi Sulawesi
Tabel 2.1.2
Proporsi Kunjungan Neonatal Pada Anak 0-59 Bulan menurut Karakteristik, Provinsi Sulawesi Selatan,
Riskesdas 2018
Tabel 2.1.3
Proporsi Pelayanan Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) sesuai Standar Pada Anak 0-59 Bulan menurut
Kabupaten/Kota, Provinsi Sulawesi Selatan, Riskesdas 2018
Tabel 2.1.4
Proporsi Pelayanan Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) sesuai Standar pada Anak 0-59 Bulan menurut
Karakteristik, Provinsi Sulawesi Selatan, Riskesdas 2018
Awal tahun 2020 ini, dunia terancam adanya kejadian infeksi berat pada pernafasan yang diberi nama
oleh World Health Organization (WHO) yaitu virus corona 2019 (corona virus disease atau COVID-19)
yang pertama kali dilaporkan di Wuhan, Provinsi Hubei, China pada akhir 2019.10 Virus ini menular
dengan sangat cepat dan telah menyebar ke semua negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu
beberapa bulan. Setelah dilakukan identifikasi virus dan isolasi, pneumonia ini awalnya bernama 2019
novel coronavirus(2019-nCoV) 2 tetapi kemudian secara resmi dinamai (SARS-CoV-2) oleh WHO. WHO
mengumumkan wabah SARS-CoV-2 merupakan Darurat Kesehatan Masyarakat Kepedulian
Internasional. Dibandingkan SARS-CoV yang menyebabkan wabah SARS pada tahun 2003, SARS-CoV-2
memiliki kapasitas transmisi yang lebih kuat. Peningkatan pesat dalam kasus yang dikonfirmasi
membuat pencegahan dan pengendalian COVID-19 sangat serius. Meski secara klinis manifestasi COVID-
19 didominasi gejala pernafasan, sebagian penderita mengalami kerusakan kardiovaskuler yang berat.
Dalam situasi virus COVID-19 ini, banyak pembatasan ke semua layanan rutin termasuk pelayanan
kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Maka dari itu, adaptasi kebiasaan baru di Indonesia harus dilakukan
dan dipenuhi sesuai protokol kesehatan yang berlaku baik tenaga kesehatan maupun masyarakat
sehingga terhindar dari virus COVID-19 dan masyarakat dapat hidup sehat.10 Adapun era adaptasi baru
COVID-19 ini pelayanan kunjungan neonatal menjadi tiga kali diantaranya kunjungan neonatal 1
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan, dan kunjungan neonatal 2 dan 3 dilakukan melalui media
komunikasi/secara daring, baik untuk pemantauan maupun edukasi. Apabila sangat diperlukan, dapat
dilakukan kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan didahului dengan janji temu dan menerapkan
protocol kesehatan, baik tenaga kesehatan maupun ibu dan keluarga.
Berdasarkan Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 menunjukkan AKN
sebesar 15 per 1.000 kelahiran hidup.12 Angka kematian di DIY dari tahun 2016-2017 mengalami
peningkatan yaitu 192 pada tahun 2016 dan 234 pada tahun 2017.12 Provinsi D.I.Yogyakarta juga
menjadi provinsi yang memiliki cakupan Kunjungan Neonatal Lengkap (KN lengkap) paling rendah di
tahun 2018 sebesar 72,12%.12 Data dari Profil Kesehatan Kabupaten Kulon Progo, menunjukkan bahwa
terjadi penurunan prevalensi kunjungan neonatal pada tahun 2012 dan 2017 sebesar 94,7% dan
88,3%.13Menurut studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, bahwa yang memiliki cakupan
kunjungan neonatal rendah dan salah satu yang memiliki program inovasi “Mata Hati” dibidang
kesehatan ibu dan anak di Kulon Progo adalah Puskesmas Panjatan II sebesar 67,4%.
Periode Neonatus
Periode neonatus adalah masa terpenting dalam perkembangan sistem imun manusia akibat kerentanan
neonatus terhadap paparan dari lingkungan luar sehingga membutuhkan stimulasi sistem imun yang
baik. Tahnik kurma seperti saliva, kurma, dan stimulasi mukosa merupakan faktor yang dapat
memodulasi sistem imun yang ditandai dengan ukuran diameter peyer’s patch. Metode yang telah
diterapkan dalam menstimulasi sel imun adalah pemberian ASI. Namun, apakah ASI mampu sebagai
metode tunggal yang dapat menstimulasi sel imun secara optimal, hingga saat ini masih belum jelas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tahnik kurma terhadap diameter peyer’s patch di
mukosa usus halus bayi tikus putih (Rattus norvegicus) galur wistar baru lahir.
Penelitian eksperimental dengan rancangan post test only randomized control groups design
menggunakan sampel yang diambil dengan metode simple random sampling sebanyak 12 sampel yang
dibagi menjadi kelompok kontrol dan kelompok tahnik kurma. Kedua kelompok diukur diameter peyer’s
patch menggunakan mikroskop cahaya olympus CX21 perbesaran 10x0,25 serta camera obtilab dengan
piranti komputer image raster v2.1. Kemudian, data diuji normalitas Shapiro-Wilk, uji homogenitas, uji T
Tidak Berpasangan.
Hasil rerata diameter peyer’s patch kelompok kontrol adalah 0,1333±0,16 dan tahnik kurma
0,6333±0,27. Data tersebut diuji T Tidak Berpasangan (p=0,003).Dari hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh tahnik kurma terhadap diameter peyer’s patch di mukosa usus halus bayi
tikus putih (Rattus norvegicus) galur wistar baru lahir.
( http://repository.unissula.ac.id/7683/1/ABSTRAK.pdf )
Kemampuan adaptasi fungsional neonatus dari kehidupan di dalam uterus ke ke- hidupan di luar uterus.
Kemampuan adaptasi fisiologis ini disebut juga homeostasis. Homeostasis adalah kemampuan
mempertahankan fungsi-fungsi vital, bersifat dina- mis, dipengaruhi oleh tahap pertumbuhan dan
perkembangan, termasuk masa per- tumbuhan dan perkembangan intrauterin. Masa neonatus lebih
tepat jika dipandang sebagai masa adaptasi dari kehidupan ekstra uterin dari berbagai sistem. Pada bayi
kurang bulan, terdapat berbagai gangguan mekanisme adaptasi. Adaptasi segera setelah lahir meliputi
adaptasi fungsi-fungsi vital (sirkulasi, respirasi, susunan saraf pusat, pencernaan dan metabolisme).
Setelah saudara mempelajari tentang pengertian tentang adaptasi fisik bayi baru lahir, marilah
selanjutnya saudara pelajari tentang konsep-konsep esensial adaptasi fisiologi bayi baru lahir.
Memulai segera pernafasan dan perubahan dalam pola sirkulasi merupakan hal yang esensial
dalam kehidupan ekstra uterin. Setelah lahir, bayi baru lahir harus mampu beradaptasi dari
keadaan yang sangat tergantung (plasenta) menjadi mandiri secara fisiologi. Setelah lahir bayi
harus memenuhi kebutuhan oksigennya dengan menggunakan sistem pernafasannya sendiri,
begitu juga dengan sistem sirkulasi darahnya. Perubahan ini merupakan hal yang sangat penting
dan terjadi pertama kali setelah bayi lahir, karena transisi yang paling cepat terjadi adalah pada
sistem pernafasan, sirkulasi darah.
Dalam 24 jam setelah lahir, sistem ginjal, gastrointestinal, hematologi, metabolik, dan sistem
neurologi bayi baru lahir harus berfungsi secara memadai untuk dapat beradaptasi dengan
lingkungan ektra uteri, dan mempertahankan kehidupan ekstrauterin.
3. Periode Transisi
Periode adaptasi sering disebut sebagai periode transisi, yaitu transisi dari kehidupan dalam rahim ke
kehidupan di luar rahim. Periode ini berlangsung sampai 1 bulan atau lebih. Periode transisi ini terbagi
dalam beberapa fase, yaitu :
a. Periode tidak stabil / fase tidak stabil selama 6 sampai 8 jam pertama kehidupan, yang akan
dialami oleh seluruh bayi, dengan mengabaikan usia gestasi atau sifat persalinan dan
melahirkan. Baik bayi baru lahir prematur maupun aterm akan melewati fase ini.
b. Pada periode pertama reaktifitas (segera setelah lahir), pernafasan cepat dapat mencapai 80 kali
permenit, dan pernafasan cuping hidung sementara, retraksi, dan suara seperti mendengkur
dapat terjadi. Denyut jantung dapat mencapai 180 kali permenit selama beberapa menit
pertama kehidupan.
c. Setelah respon awal ini, bayi baru lahir menjadi tenang, rileks, dan tertidur. Tidur pertama ini
dikenal sebagai fase tidur dalam 2 jam setelah kelahiran dan berlangsung beberapa menit
sampai beberapa jam.
d. Periode kedua reaktifitas, dimulai waktu bayi bangun, ditandai dengan respons berlebihan
terhadap stimulus, perubahan warna kulit dari merah muda menjadi agak sianosi, dan denyut
jantung cepat.
e. Lendir pada mulut dapat menyebabkan masalah besar bagi bayi baru lahir, misal- nya tersedak,
tercekik dan batuk.
1) Mencuci tangan secara seksama sebelum dan setelah melakukan kontak dengan bayi.
2) Memakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum dimandikan.
3) Memastikan semua peralatan, termasuk klem gunting dan benang tali pusat telah didesinfeksi
tingkat tinggi atau steril. Jika menggunakan bola karet penghisap, pakai yang bersih dan baru.
Jangan pernah menggunakan bola karet penghisap untuk lebih dari satu bayi.
4) Memastikan bahwa semua pakaian, handuk, selimut serta kain yang digunakan untuk bayi, telah
dalam keadaan bersih.
5) Memastikan bahwa timbangan, pita pengukur, termometer, stetoskop, dan bendabenda lainnya
yang akan bersentuhan dengan bayi dalam keadaan bersih (dekontaminasi dan cuci setiap kali
setelah digunakan).
6) Menganjurkan ibu menjaga kebersihan diri, terutama payudaranya dengan mandi setiap hari
(putting susu tidak boleh disabun).
7) Membersihkan muka, pantat dan tali pusat bayi baru lahir dengan air bersih, hangat dan sabun
setiap hari.
8) Menjaga bayi dari orang-orang yang menderita infeksi dan memastikan orang yang memegang
bayi sudah cuci tangan sebelumnya.
( Modul Bahan Cetak Ajar Kebidanan ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS, BAYI, BALITA DAN ANAK
PRA SEKOLAH. Penulis : Astuti Setiyani, Sukesi, dan Esyuananik.)
Risiko Kematian dan Kesakitan Pada bayi KMK: Sebuah Ringkasan Disertasi
Kejadian kematian masa neonatal merupakan 40% dari kematian di bawah 5 tahun dan sulit diturunkan
dibandingkan anak di bawah 5 tahun (balita) maupun di bawah 1 tahun (bayi). Indonesia termasuk
dalam 10 negara dengan kematian neonatal tertinggi di dunia (Unicef, 2014). Kematian neonatal di
Indonesia merupakan 59% dari seluruh kejadian kematian bayi di bawah 1 tahun. Tidak jauh berbeda,
berdasar data dari Dinas Kesehatan DIY, menunjukkan bahwa jumlah kematian neonatal tahun 2017
adalah sebesar 68% dari seluruh kematian balita. Dan bahkan dari seluruh kasus kematian pada masa
neonatal tersebut, 76% di antaranya terjadi pada usia satu minggu pertama kelahiran.
Pengertian masa neonatal adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28 hari) sesudah kelahiran.
Neonatus adalah bayi berumur 0 (baru lahir) sampai dengan usia 28 hari. Masa neonatal sendiri dapat
dibedakan lagi menjadi neonatal dini (0-7 hari) dan neonatal lanjut (8-28 hari).
Terdapat suatu kondisi di mana bayi baru lahir baik prematur, cukup bulan ataupun post matur, namun
berat badannya lebih kecil dibandingkan dengan usia kehamilannya, maka kondisi tersebut dikatakan
Kecil Masa Kehamilan (KMK) atau Small for Gestasional Age (SGA). Diperkirakan 27% bayi lahir hidup
adalah KMK, dengan 24,7% cukup bulan dan 2,3% kurang bulan. Indonesia termasuk dalam 11 negara
dengan kelahiran kurang bulan lebih dari 15% dan termasuk dalam 10 negara dengan jumlah bayi KMK
tertinggi di dunia (WHO, 2012).
Ukuran saat lahir mencerminkan pertumbuhan dan kesehatan janin serta berguna untuk memberikan
informasi penting terkait bayi baru lahir, antara lain memprediksi pertumbuhan, mengestimasi risiko
bayi KMK, mengidentifikasi bayi baru lahir berisiko yang membutuhkan penilaian dan pemantauan
selama periode neonatal. Masa neonatal, terutama saat lahir dan neonatal dini, adalah masa yang
rentan dan mudah terjadi komplikasi. Seperti disampaikan sebelumnya, dua pertiga kematian neonatus
terjadi di minggu pertama kehidupan.
Secara umum, bayi kurang bulan mempunyai risiko tinggi kematian neonatal dan pasca neonatal. Di sisi
lain, bayi KMK mempunyai risiko kematian yang lebih tinggi pada masa neonatal dan pasca neonatal
dibandingkan bayi Sesuai Masa Kehamilan ( SMK) dan cukup bulan. Risiko kematian neonatal tertinggi
jika didapatkan keduanya, bayi kurang bulan dan KMK.
Masalah bayi KMK dan distress respirasi pada masa neonatal merupakan masalah yang bisa
menyebabkan kematian dan kecacatan pada bayi yang selamat. Jika selama ini ada anggapan bahwa
bayi KMK akan lebih baik daripada bayi SMK karena kondisi paru bayi KMK sudah lebih matang, maka
ternyata hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Sebagai gambaran, pada 2 bayi dengan berat lahir yang
sama 2000 gram, di mana satu bayi SMK (misal pada kasus prematur) dan bayi lain adalah KMK (usia
kehamilan sudah cukup, tetapi berat bayi kurang), maka bayi KMK tidak lebih baik dibanding bayi SMK.
Kondisi KMK meningkatkan risiko secara signifikan pada beberapa penanda dari sindrom distres respirasi
(SDR) dan hampir pada semua penanda gangguan pernafasan dan kematian. Di sisi lain, bayi KMK
mempunyai masalah karena mempunyai tantangan konsekuensi jangka pendek untuk meningkatkan
keberhasilan hidup dan pertumbuhan linier, kemudian dampak jangka panjang pada kognitif, kecacatan,
perkembangan psikososial, stunted, risiko penyakit tidak menular dan metabolik.
Untuk itu, masalah bayi lahir sangat kecil dan lahir terlalu awal ini merupakan prioritas yang mendesak
untuk diintervensi sehingga dapat meningkatkan keselamatan dan menurunkan kecacatan, stunting dan
penyakit tidak menular. Intervensi tersebut tentunya dimulai dengan melakukan pemantauan berat dan
panjang janin serta lingkar kepala sejak dalam kandungan. (pf26)
( Sumber utama: Ringkasan disertasi DR. dr. Ekawaty Lutfia Haksari, MPH, Sp.A(K), dilengkapi sumber
lain.)