Anda di halaman 1dari 25

MATERI TAMBAHAN UNTUK MENUNJANG PELATIHAN PERAWATAN

JANGKA PANJANG BAGI LANSIA KEPADA CAREGIVER INFORMAL


DI TINGKAT MASYARAKAT

Materi Inti 3
Perawatan Lansia dengan Masalah Khusus yang Sering Terjadi

1. PENGGUNAAN TABUNG OKSIGEN DIRUMAH


Tabung oksigen adalah alat bantu medis yang berisi oksigen murni. Penggunaannya dengan
cara dihirup melalui hidung, untuk meningkatkan suplai oksigen keseluruh tubuh sehingga
pasien merasa nyaman. Kadangkala ada kondisi tertentu pada lansia dengan ketergantungan
sedang sampai total, yang oleh rekomendasi tenaga kesehatan, membutuhkan perawatan
harian menggunakan tabung oksigen. Misalnya pada lansia dengan PPOK (Penyakit Paru
Kronis Obstruktif) atau lansia pada stadium terminal yang menginginkan peristirahatan
terakhirnya adalah dirumah. Untuk itu caregiver perlu mengetahui teknik penggunaan tabung
oksigen dirumah.

Yang perlu diingat oleh caregiver, penggunaan tabung oksigen dirumah harus atas
rekomendasi tenaga kesehatan dan dibawah pengawasan tenaga kesehatan.

Alat dan Bahan :


Flowmeter/
regulator oksigen Kanul Oksigen

Keran utama tabung


oksigen

Tabung Masker
oksigen Oksigen
Sederhana

Humadifier
TUTORIAL PENGGUNAAN TABUNG OKSIGEN

a. Cara mengisi air di tabung kecil tabung oksigen


1) Tutup kran utama pada tabung oksigen
2) Buang sisa-sisa udara bertekanan di sepanjang selang dan regulator,
dengan membuka kran pada regulator, kemudian tutup kembali krannya.
3) Buka botol humidifier dengan memutar badan botol berlawanan arah
jarum jam
4) Isi botol humidifier dengan air bersih hingga garis pengisian maksimum.
Jangan memenuhi sampai melebihi batas atas
5) Pasang tutup humidifier ke botol. Kencangkan dengan hati-hati pastikan
untuk memasang tutup dan botol dengan pas, agar tidak terjadi
kebocoran.

b. Cara mematikan dan menyalakan tabung oksigen


1) Tempatkan tabung oksigen jauh dari sumber panas atau sumber listrik
2) Pastikan bahwa tekanan ataupun isi oksigen sebelum digunakan 1500
psi.
3) Pastikan bahwa regulator telah terpasang sampai benar-benar kencang.
4) Pastikan bahwa humidifier dari regulator telah terisi air bersih yang cukup
untuk pendingin.
5) Pastikan posisi regulator dalam posisi normal (0)
6) Untuk mengecek isi dari tabung oksigen dan ingin menggunakannya,
putar penutup tabung oksigen kearah kiri (berlawanan dengan arah jarum
jam) setelah selesai putar kembali kearah kanan sesuai dengan arah
jarum jam apabila selesai mengecek isi tabung oksigen ataupun selesai
menggunakan.
7) Atur jumlah pemberian oksigen yang akan diberikan sesuai dengan
kebutuhan.
8) Pastikan bahwa saat akan memberikan oksigen, jalan nafas pasien lansia
tidak ada sumbatan yang akan mengganggu pemberian oksigen.
9) Selalu mencatat jumlah terakhir kapasitas oksigen di kertas catatan yang
telah disediakan.
10) Bila ingin mematikan putar tuas pad sisi humidifier ke kanan.

c. Cara pemasangan tabung oksigen pada lansia


1) Pastikan tabung oksigen dan selangnya telah terpasang dengan benar
2) Cuci tangan caregiver dengan sabun dan air mengalir
3) Jelaskan kepada lansia dengan sabar, tindakan yang akan diberikan
kepadanya
4) Posisikan lansia dengan posisi duduk agar lansia dapat bebas bernapas
5) Pasang masker oksigen diwajah lansia sampai lansia merasa nyaman.
Gunakan ukuran masker dewasa
6) Posisikan kedua sisi selang diatas dan belakang telinga lansia
7) Hubungkan selang kanul/masker ke humidifier yg telah terpasang ke
tabung oksigen
8) Nyalakan aliran oksigen sesuai dengan kebutuhan yang disarankan
tenaga kesehatan
9) Atur jumlah pemberian oksigen yang akan diberikan sesuai dengan
kebutuhan yang disarankan tenaga kesehatan, dengan cara memutar
katub di humidifier
10) Pastikan air didalam humidifier diisi ulang bila habis.

d. Cara membersihkan selang dan masker oksigen


1) Cuci selang/ masker di dalam rendaman air hangat
2) Bersihkan kembali dengan pancuran air hangat yang mengalir
3) Keringkan selang atau masker oksigen tersebut (jangan gunakan
sikat/benda tajam lainnya yang akan merusak selang dan masker)

Hal yang perlu diperhatikan apabila terdapat tabung oksigen dirumah adalah risiko
kebakaran dan pencegahannya
1. Perhatikan jarak penempatan tabung oksigen dari tempat-tempat yang mengeluarkan
api. Jarak aman untuk menempatkan tabung oksigen dari sumber api adalah 1,5-3
meter.
2. Untuk menghindari terjadinya kebakaran, usahakan tidak memakai alat-alat listrik yang
berpotensi memercikkan api saat memakai tabung oksigen.
3. Jauhkan cairan yang mudah terbakar dari tabung oksigen. Bahkan losion mengandung
alkohol, sebaiknya tidak dioleskan pada pasien saat sedang menghirup tabung oksigen.
4. Jangan membersihkan tabung oksigen dengan cairan yang mudah terbakar.
Menggunakan air lebih aman untuk membersihkannya.
5. Pastikan semua orang mengetahui aturan untuk tidak menyalakan api, misalnya
merokok, di tempat Anda menyimpan tabung oksigen. Menempelkan tanda dilarang
merokok di tempat tabung oksigen berada merupakan salah satu cara efektif memberi
tahu semua orang.
6. Usahakan tabung oksigen tidak tergeletak begitu saja agar alat ini tidak terlontar saat
terjadi kebocoran.
7. Jangan mencoba memperbaiki sendiri kerusakan pada tabung oksigen. Lebih aman jika
Anda memanggil teknisi dari perusahaan tempat Anda membeli tabung oksigen.
8. Pastikan detektor asap di rumah bekerja dengan benar. Anda juga harus melengkapi
rumah dengan alat pemadam kebakaran.
9. Jika aliran listrik mengalami kerusakan, pastikan petugas yang memperbaikinya
mengetahui bahwa Anda memiliki tabung oksigen.

Risiko yang mungkin terjadi apabila menggunakan tabung oksigen tanpa rekomendasi
dan pengawasan rutin dari tenaga kesehatan
1. Keracunan oksigen
2. iritasi saluran nafas
3. Keringnya permukaan bagian dalam hidung dan saluran nafas lain
4. Risiko henti nafas mendadak
5. Kerusakan paru
6. Timbulnya bahaya kebakaran
7. Terjadinya perlukaan pada saluran nafas.

2. PERAWATAN LANSIA YANG MEMILIKI STOMA


Stoma adalah lubang buatan paska operasi di dinding perut, fungsinya untuk membuang tinja.
Stoma care/perawatan stoma adalah suatu tindakan pemeliharaan dengan membuang tinja
melalui stoma dan perawatan kulit di sekitar stoma. Tujuan dilakukan perawan stoma adalah :
- Menjaga kebersihan stoma
- Mencegah infeksi Stoma
- Mencegah kebocoran
- Melindungi kulit
- Mengontrol bau
- Memberikan kenyamanan dan keamanan
- Mengajarkan perawatan diri jika diperlukan

Sumber : pngfind.com

TUTORIAL PERAWATAN STOMA

Persiapan alat:
a. Sarung tangan
b. Pispot atau dilengkapi dengan plastik sampah
c. Alat untuk membersihkan kantong: air hangat, sabun dan handuk
d. Kasa
e. Perlak
f. Pelindung kulit (bila ada)
g. Alat pengukur stoma
h. Pena atau pensil
i. Gunting
j. Kantong stoma baru, dengan ikat pinggang/pelindungnya (bila ada)
k. Bedak khusus (bila ada)
l. Deodoran untuk kantong (bila ada)

a. Mengosongkan kantong stoma :


1. Menjelaskan tujuan tindakan kepada lansia
2. Menjaga privasi lansia dan letakkan bantal di punggung lansia sehingga lansia
setengah duduk dengan ketinggian sesuai dengan ketinggian (posisi) caregiver
3. Berikan lansia posisi yang nyaman.
4. Cuci tangan dengan air dan sabun, gunakan sarung tangan bersih.
5. Pasang perlak dan handuk.
6. Perhatikan lokasi stoma.
7. Apabila lansia menggunakan stoma dengan penutup/penjepit dibawahnya, maka
buka penutupnya dan buang isinya ke dalam pispot yang sudah disediakan
sebelumnya.
8. Perhatikan jumlah dan warna feses.
9. Apabila kantong masih akan dipergunakan maka dengan menggunakan botol yang
berisi air hangat, bilas kantong secara menyeluruh dan buang bilasannya.
10. Pasang penjepitnya.

b.Mengganti kantong stoma :


1. Menjelaskan tujuan tindakan kepada lansia.
2. Menjaga privasi lansia dan letakkan bantal di punggung lansia sehingga lansia
setengah duduk dengan ketinggian sesuai dengan ketinggian (posisi) caregiver
3. Berikan lansia posisi yang nyaman.
4. Cuci tangan dengan air dan sabun, gunakan sarung tangan bersih.
5. Pasang perlak dan handuk.
6. Perhatikan lokasi stoma.
7. Buka perekat kantong dengan kulit secara hati- hati. Buang kantong dalam plastik
sampah. Ingat penjepit bagian bawah kantong jangan dibuang, karena masih bisa
dipergunakan.
8. Perhatikan dan catat jumlah dan warna tinja
9. Bersihkan kulit dan stoma dengan lembut dengan air hangat dan kain yang lembut.
10. Keringkan kulit dengan kain yang lembut.
11. Sediakan kasa didekat stoma untuk membuang kotoran yang bisa saja keluar pada
saat stoma dibersihkan.
12. Amati kulit dan stoma: apakah terdapat perubahan dalam ukuran, luka terbuka/
tukak/ ulserasi, dan warna.
13. Ukur stoma dengan alat pengukur stoma.
14. Letakkan ukuran pada pola yang ada di kantong stoma.
15. Telusuri pola ukuran pada kantong stoma dan gunting untuk membuat bukaan
sesuai ukuran stoma. Hati-hati saat melakukan pemotongan. Ukuran bukaan
tidak lebih dari 1/8-1/4 inci lebih besar dari stoma. Raba tepi bukaan dengan
menggosokkan tepian pada jari.
16. Jika menggunakan kantong dua bagian, maka potong bagian stoma dan kantong
penampung secara bersama-sama. Keluarkan kertas dari bagian stoma (pada
kantong) dan simpan (dapat digunakan sebagai pola untuk perubahan kantong
berikutnya).
17. Gunakan lingkaran pada bagian stoma (penghalang kulit) untuk membuka
kantong.
18. Letakkan dan rekatkan kantong pada bagian kulit dan stoma yang sudah bersih.
19. Pastikan bagian bawah kantong dalam posisi tertutup.
20. Rapikan alat dan buang sampah sesuai tempatnya
21. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.
22. Kembalikan posisi lansia yang dirasakan nyaman.
c.Perawatan kulit sekeliling stoma :
1. Iritasi kulit sekitar stoma biasanya disebabkan oleh kulit yang terkena tinja, ciran
tinja.
2. Gunakan stoma powder
3. Re-evaluasi produk yang digunakan.
4. Bersihkan area sekitar stoma dg air hangat atau sabun antiseptic
5. Bersihkan lendir yang keluar dari stoma.
6. Bersihkan kulit di sekitar stoma dengan air hangat dan waslap.
7. Bilas kulit sampai bersih.
8. Keringkan kulit di sekitar stoma

Pengelolaan diet untuk mencegah timbulnya gas, bau, diare atau konstipasi pada lansia
dengan stoma :
 Hindari makanan yang menyebabkan diare, sembelit, atau yang mengiritasi kulit.
 Hindari makanan berpengawet, dan yang menimbulkan gas seperti brokoli, kubis, jagung,
timun, bawang, dan lobak.
 Konsumsi makanan berserat ataupun cairan yang seimbang 8-10 gelas air per hari atau
1,5 hingga 2 liter air per hari

Masalah yang sering timbul pada lansia yang menggunakan stoma dan pencegahannya :
a. Dehidrasi : penjelasan dan pencegahan singkat
 Dehidrasi dan hilangnya elektrolit (garam dan mineral) yang mungkin jika cairan tidak
cukup dikonsumsi dalam sehari
 Asupan cairan 8-10 gelas air per hari, atau 1,5 hingga 2 liter air per hari
b. Sumbatan makanan : penjelasan dan pencegahan singkat
Setelah menjalani operasi pada usus besar yang disebut kolostomi, pasien akan
disarankan untuk menjalani diet khusus
c. Kulit iritasi : penjelasan dan pencegahan singkat
 Feses yang seharusnya dibuang karena mengandung bakteri dan zat limbah malah
tidak bisa dikeluarkan oleh anus. Iritasi bisa terjadi karena feses keluar lalu mengenai
lubang stoma dan menyebabkan peradangan disekitar lubang perut. Selain dari feses
bahan atau penggunaan dari kantong juga bisa menjadi penyebab dari iritasi kulit.
 Pencegahan dngen melakukan perawatan kulit sejotar stoma

Caregiver harus mencari pertolongan medis, bila stoma memperlihatkan tanda-tanda:


1. Lubang stoma tampak hitam atau ungu gelap, karena adanya komplikasi akut dini akibat
gangguan aliran darah
2. Penyempitan stoma akibat luka pada kulit disekitar stoma
3. Stoma tertarik masuk ke dalam dinding perut
4. Terdapatnya usus yang masuk pada lubang stoma yang terbuka terlalu besar atau
disebut sebagai herniasi. Herniasi merupakan komplikasi stoma jangka panjang yang
paling sering terjadi, herniasi sering menyebabkan masalah dengan perlekatan alat
stoma.
5. Tumpahnya isi stoma ke kulit di sekitarnya atau lecet kulit pada saat penggantian alat.
Activity Daily Living/Aktivitas HIdup Sehari-Hari yg
harus diperhatikan pada lansia dengan stoma :
 Diet
 Kebersihan diri
 Perawatan luka

3. BLADDER TRAINING/ Latihan Mengontrol BAK


Bladder training adalah proses pengajaran agar lansia dapat berkemih kembali seperti normal.
Lansia yang membutuhkan bladder training, adalah lansia yang:
1. Mengalami kesulitan mengeluarkan urin
2. Terpasang kateter dalam waktu yang lama
3. Tidak dapat mengontrol keluarnya air kemih atau inkontinensia urin
4. Akan dilakukan pelepasan kateter
5. Post operasi
6. Kesulitan memulai atau menghentikan aliran kemih

Waktu yang tepat untuk melakukan blader training adalah pada yang memakai kateter yang
lama dan post operasi

Tutorial teknik melakukan blader training dirumah :


1. Cobalah untuk buang air kecil pada waktu yang teratur. Mulailah dengan memilih interval
waktu (jumlah waktu), seperti setiap satu jam.
2. Selama satu hari, pergilah ke kamr mandi setiap jam toileting yang telah dijadwalkan,
terlepas dari apakah toileting atau tidak. Hal ini untuk melatih kandung kemih mematuhi
jadwal yang telah dibuat. Jumlah urin yang dikeluarkan tidaklah penting.
3. Jika selama 4 hari metode per jam ini berhasil, maka tingkatkan interval toileting 15-30
menit selama 4 hari berikutnya.
4. Jangan menambah interval waktu sampai interval waktu awal dipenuhi. Tingkatkan
interval waktu 15-30 menit sampai dapat menahan kencing selama 3-4 jam.
5. Buatlah jadwal khusus untuk toileting dan jangan melanggar jadwal tersebut.
6. Jika merasa ingin sekali toileting, maka cobalah tahan dan gunakan teknik relaksasi
(napas dalam). Jika terpaksa, maka diperbolehkan untuk toileting, namun tetap
mengikuti jadwal toileting yang dibuat sebelumnya

4. TOILET TRAINING/ LATIHAN KE TOILET


Adalah proses belajar untuk mengontrol buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK)
secara benar dan teratur. Lansia yang membutuhkan toilet training adalah lansia yang memiliki
gangguan dalam melakukan aktivitas Buang Air Kecil (BAK) dan Buang Air Besar (BAB).
Tutorial tehnik melakukan toilet training :
1. Caregiver mempersilahkan lansia untuk ke toilet/WC/kloset pada waktu-waktu tertentu,
namun tetap disesuaikan dengan kebutuhan individual lansia
2. Melatih lansia untuk melepas dan mengenakan pakaian saat ketoilet.
3. Caregiver melatih lansia untuk menyiram toilet/WC/kloset.
4. Caregiver mengawasi dan memberikan bantuan jika dibutuhkan.
5. Caregiver memastikan lansia mencuci tangan dengan sabun dan air bersih yang
mengalir setelah BAK dan BAB.
6. Caregiver memastikan lansia untuk mengeringkan tangannya setelah cuci tangan.
7. Caregiver mencuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir sebelum keluar
dari kamar mandi sesuai kebutuhan
Materi Inti 4
Melakukan Pertolongan Pertama Pada Keadaan Darurat Yang Sering Terjadi Pada
Lansia

MELAKUKAN PENILAIAN TANDA-TANDA VITAL NORMAL LANSIA


Penilaian tanda vital adalah penilaian fungsi tubuh yang paling mendasar, yaitu tingkat
kesadaran, jumlah pernapasan dalam 1 menit, jumlah denyut jantung dalam 1 menit, suhu
tubuh dan tekanan darah. Caregiver perlu mengetahui cara menilai tanda vital lansia, agar
dapat melakukan deteksi dini adanya masalah kesehatan akut pada lansia, memantau
perkembangan status kesehatan lansia (memantau tekanan darah lansia yang hipertensi) dan
sebagai acuan dalam mencari pertolongan tenaga medis.

Melakukan penilaian tanda-tanda vital normal lansia :


1. Mengukur Denyut Nadi
Denyut nadi adalah gelombang (di pembuluh darah) yang berjalan ke seluruh tubuh setiap
kali jantung memompakan darah ke seluruh tubuh.

Cara mengukur denyut nadi lansia :


- Lakukan pada saat lansia sedang beristirahat (posisi duduk/posisi tidur)
- Siapkan jam yang ada hitungan menitnya atau stopwatch
- Lansia dilarang berbicara atau mengunyah saat denyut nadi sedang diukur
- Letakkan ujung jari Caregiver (jari telunjuk dan jari tengah) di lekukan persis diatas
lipatan pergelangan tangan didasar ibu jari
- Hitung dan catat jumlah denyut nadi dalam satu menit
- Normalnya jumlah denyut nadi lansia pada saat istirahat adalah 60-80 kali per menit

2. Mengukur Suhu tubuh menggunakan thermometer digital


Suhu tubuh adalah hasil keseimbangan antara panas tubuh yang
dihasilkan dan panas tubuh yang hilang. Perubahan suhu tubuh
merupakan tanda-tanda awal terjadinya penyakit akut, sehingga
caregiver harus waspada apabila lansia mengalami perubahan suhu
tubuh dari hari-hari biasanya. Sumber : pngwing.com

Normalnya suhu tubuh lansia adalah 36-37°C. Pengukuran suhu tubuh lansia menggunakan
thermometer digital dan disarankan agar setiap lansia memiliki thermometer digital dirumah.

Tanda-tanda fisik suhu tubuh yang sangat rendah adalah lansia merasa kedinginan dan
dapat disertai menggigil, pucat, gelisah. Tanda-tanda fisik suhu tubuh yang tinggi adalah
lansia merasa meriang, kedinginan, kulit wajah tampak kemenrahan, berkeringat dan
menggigil.

Cara mengukur suhu tubuh lansia di ketiak :


- Lakukan pada saat lansia sedang beristirahat (posisi duduk/posisi tidur)
- Bersihkan thermometer, nyalakan, lalu tunggu sampai layar kosong
- Pastikan bahwa ketiak lansia kering dan letakkan thermometer dibawah lipatan ketiak
lansia dan minta ia untuk melipat lengan bawahnya menyilang di atas dada. Upayakan
agar lansia tidak bergerak
- Diamkan thermometer tersebut sampai ia berbunyi
- Ambil thermometer, lihat angka digital yang muncul dan catat
- Matikan thermometer digital, lap dengan kain bersih dan simpan di tempat
penyimpanannya

3. Mengukur Tekanan darah menggunakan alat tensi digital


Pengukuran Tekanan Darah di Rumah (PTDR) adalah pemantauan
tekanan darah rutin dirumah khususnya pada orang yang memiliki
faktor risiko darah tinggi/hipertensi (misalnya pada lansia karena
proses penuaan) dan pada penderita hipertensi. Pengukuran bisa
dilakukan pagi dan malam, sekitar 2 menit setelah beristirahat.
Sumber : pnsdownload.id

Manfaat melakukan PTDR :


- Untuk membantu Caregiver mengetahui lebih awal diagnosa hipertensi
- Untuk memonitoring tekanan darah dan menindaklanjuti hasil monitoring sesuai
kompetensi Caregiver
- Untuk mengetahui rata-rata tekanan darah harian, khususnya apabila tekanan darah
lansia berbeda dengan pengukuran di fasilitas kesehatan
- Sebagai nilai pembanding apabila terjadi fenomena hipertensi jas putih dan hipertensi
terselubung

Cara melakukan PTDR :


- Jumlah pengukuran adalah 2-3 kali setiap pengukuran, selang 1 menit, selama
setidaknya 3 hari
- Pengukuran dapat dilakukan berkala : harian, mingguan atau bulanan
- Pengukuran bisa dilakukan pagi/ malam atau dilakukan pagi dan malam :
 pada pagi hari, 1 jam setelah bangun, setelah BAK, sebelum sarapan dan
sebelum minum obat hipertensi
 pada malam hari sebelum tidur
- Pemeriksaan tekanan darah di rumah pada hari pertama biasanya menghasilkan
tekanan darah yang lebih tinggi dan belum stabil, sebaiknya diekslusikan
- Alat PTDR yang digunakan sebaiknya yang telah mendapat izin edar Kementerian
Kesehatan dan harus dikalibrasi setiap 6-12 bulan untuk menjaga akurasi
- Gunakan ukuran manset yang sesuai (bagian yang dikembangkan harus mencakup 80-
100% lingkar lengan atas lansia)
Cara mengukur tekanan darah menggunakan alat tensi digital :
- Lakukan pada situasi tenang, nyaman, dilarang berbicara dan
dalam posisi duduk. Pada lansia yang bedridden maka dapat
dalam posisi tidur
- Lengan diposisikan santai diatas meja, dengan ketinggian se-
level dengan posisi jantung
- Pasang manset di lengan atas, posisi batas bawah manset
sekitar 2,5 cm diatas siku. Sumber : health.harvard.edu

- Pastikan saluran manset air tube/ pompa udara menghadap ke jari lansia. Jangan terlalu
kencang. Perkirakan satu jari harus bisa muat dibawah manset setelah pemasangan
manset
- Nyalakan alat tensi digital dan mulai pengukuran secara digital
- Lakukan pengukuran ulang dengan jeda 1-2 menit, ambil nilai yang tertinggi, catat di
buku pemantauan kesehatan lansia
- Carilah bantuan dari tenaga medis apabila Caregiver memiliki keraguan atau masalah
mengenai PTDR
- Jangan pernah melakukan pengobatan sendiri berdasarkan hasil PTDR tanpa
berkonsultasi dengan dokter. Karena komplikasi dari pengobatan hipertensi yang tidak
tepat sangat besar misalnya risiko stroke, risiko efek samping obat hipertensi, risiko
upaya penurunan tekanan darah sesuai target yang telah ditetapkan dokter tidak
tercapai dan risiko berbahaya lainnya.
Materi Inti 7
Kesehatan Jiwa bagi Lansia Serta Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan Spiritual
Lansia

1. KESEPIAN (LONELINESS)
Definisi kesepian adalah suasana perasaan hati yang sunyi, kosong, hampa dan sepi baik
dalam keadaan ramai maupun sendirian, individu merasa terasing dan terisolasi secara fisik
dan atau psikologis.
Orang yang kesepian sangat berisiko besar akan mengalami gangguan depresi jika tidak
mampu untuk melakukan penyesuaian/ adaptasi terhadap kondisi ‘sepi’ tersebut. Banyak lansia
melakukan rutinitas aktivitas harian sejak bangun tidur sampai sore dan malam hari tertidur
kembali agar merasa tetap hidup. Orang yang tinggal sendiri di rumahnya belum tentu kesepian
karena ia menyukai kesendiriannya dan tetap mempunyai kesibukan pekerjaan yang
dilakukannya. Meskipun demikian secara sosial ia tetap dikelompokkan sebagai “kesepian”
karena isolasi sosialnya. Sebaliknya, orang yang tinggal Bersama keluarga besar namun tak
pernah terlibat/terkoneksi dengan orang di sekitarnya sangat mungkin mengalami kesepian
secara psikologis dan merasa terasing di dalam rumahnya sendiri.

Yang dapat dilakukan oleh caregiver untuk mengurangi kesepian para lansia :
1. Ajak dan libatkan lansia untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan kelompok
lansia di masyarakat, puskesmas atau Lembaga kelanjut-usiaan lainnya
2. Perbanyak sarana dan fasilitas untuk beraktivitas di dalam maupun di luar Gedung
seperti Taman untuk Lansia berolah raga dan tamasya, ruang pertemuan serbaguna
untuk menari-menyanyi-bermain drama dsb, kolam renang / kolam aquatic untuk terapi,
rumah masak-masak/berkebun/belajar agama dan ketrampilan pengisi waktu luang dll.
3. Usahakan untuk selalu bersikap suportif pada lansia, hargai privasi dan dignity,
kemauan dan nilai sosial budayanya. Contoh sikap suportif adalah mendengarkan
aspirasi, gagasan dan keluhan lansia walaupun hal tersebut sudah diucapkan berulang-
ulang kali, sambil tetap tersenyum dan menunjukkan minat, seperti seolah-olah baru
pertama kali mendengar
4. Membantu mendampingi secara rutin berkunjung untuk sekedar menyapa, bercakap-
cakap (jika lansia mau) atau hanya sekedar duduk diam menemaninya
5. Sesekali boleh membawakan buah tangan (oleh-oleh) untuk lansia yang dikunjungi agar
lansia merasa ada yang memperhatikan dirinya.
6. Bagi lansia yang suka seni suara/menyanyi, bisa diajak bernyanyi Bersama dengan
musik atau tanpa musik sesuai dengan minat lansia tersebut
7. Jangan menghakimi perilaku lansia hanya dari kesan luar sahaja sebelum menyelidiki
lebih dalam (judgmental ataupun generalisasi) agar tidak terjadi kesalahpahaman yang
tidak perlu atau merusak suasana persahabatan dengan lansia.

2. DEPRESI DAN CEMAS PADA LANSIA


Gangguan mental depresi pada lansia unik tampilannya, karena sering tidak menampilkan
kesedihan yang nyata namun orang lansia dengan depresi akan banyak mengeluh baik rasa
sakit badan maupun mengeluhkan perlakuan orang terhadap dirinya. Lansia yang depresi
umumnya merasa bersalah berlebihan, menyalahkan dirinya sendiri atas situasi yang
dialaminya dan merasa tidak berguna, ingin mati namun tidak ada tenaga serta terganggu tidur
dan makannya. Tidak bisa merasa senang /bahagia untuk hal yang biasanya kebanyakan orang
rasa. Semua ini terjadi di luar kemauan orang lansia yang sedang mengalami gangguan depresi
tersebut.
Gangguan Depresi umumnya disertai juga dengan kecemasan, cemas akan penyakit atau
cemas akan seperti apa hidupnya di masa depan, cemas kalau-kalau tidak bisa sembuh dari
gangguan depresinya. Bagi orang yang depresi dunia serasa gelap semua, tak ada jalan keluar
ataupun jendela di ruang tertutup.
Yang bisa dilakukan oleh seorang caregiver untuk lansia dengan gangguan depresi dan cemas:
1. Pahami bahwa Depresi itu suatu gangguan dalam alam perasaan pasien
yangdisebabkan perubahan kimiawi di otak, perasaan sedih murung ini terjadi di luar
kemauan lansia. Jadi bantulah lansia untuk bisa bangkit ceria Kembali keluar dari
kemurungan, kesedihan dan gejala lain yang menyertai gangguan depresi.
2. Tanyakan isi pikir lansia secara langsung maupun tidak langsung, apakah ada ide
bunuh diri, apa yang terbayang dan terfikir, bagaimana usaha mengatasinya? Jangan
memvonis atau menyudutkan lansia.
3. Temani dan damping lansia, berikan dukungan mental dan sosial agar lansia yang
depresi mepunyai energi lagi untuk berinisiatif dan beraktifitas.
4. Ajaklah ke dokter untuk alasan yang dapat diterima oleh lansia, baru kemudian
diskusikan masalah mentalnya
5. Ajak makan Bersama dan berolahraga, minimal jalan kaki pagi dan sore selama 30
menit sehari.
6. Berikan makanan yang kaya akan serotonin seperti anggur, keju, coklat, kerang, dan
lain-lain
7. Berikan stimulus musik, bacaan, televisi atau apa pun yang disukai oleh lansia.
Materi Inti 8
Tindakan Keamanan bagi Lansia

BENTUK-BENTUK KEKERASAN PADA LANSIA SERTA DAMPAK HUKUMNYA


Faktor beban keluarga yang dapat memicu kekerasan pada lansia
Beberapa faktor yang mempengaruhi beban keluarga dalam merawat lansia berkenaan dengan
status kesehatan, pengetahuan cara merawat, kepuasan merawat, dukungan sosial keluarga
dan status fungsional lansia. Untuk itu keluarga perlu mendapat :
a. Psiko edukasi yang tujuannya untuk:
 Meningkatkan pengetahuan keluarga
 Mengurangi beban merawat lansia. Proses internalisasi nilai bahwa merawat lansia di
keluarga dapat meningkatkan ikatan emosional diantara anggota keluarga.
 Mengurangi depresi. Memberikan pemahaman bahwa merawat lansia sebagai bentuk
pengabdian anak terhadap orang tua, memberikan perhatian dan perawatan dengan
baik
b. Pendidikan kesehatan, untuk:
 Memberdayakan keluarga
 Meningkatkan rasa percaya diri dan kompetensi keluarga dalam merawat lansia
 Mengurangi stres merawat lansia. Salah satunya dengan menghormati mereka sebagai
pribadi yang membutuhkan perhatian lebih namun tidak berlebihan. Itu bisa dimulai dari
diri kita sendiri. Suatu saat nanti kita akan menjadi sama seperti mereka, menjadi lansia.
c. Pengembangan program pemberdayaan keluarga oleh petugas Puskesmas, yakni:
 Pelatihan cara deteksi dini beban yang dialami keluarga dalam merawat lansia;
 Cara perawatan lansia di rumah
 Promosi kesehatan untuk mencegah kekerasan dan penelantaran.

Bentuk-bentuk kekerasan pada lansia


1. kekerasan terhadap lansia bisa timbul dari orang-orang terdekat seperti anak, menantu
bahkan cucu sendiri.
2. Kekerasan terhadap orang lansia bisa terjadi dalam bentuk fisik, verbal, diabaikan secara
emosional (psikologis), dan juga dimanfaatkan.
3. Tanda-tanda dan gejala-gejala kekerasan terhadap orang lansia, juga mirip dengan bentuk-
bentuk lain, seperti dalam bentuk kekerasan dalam rumah tangga antara suami dengan istri
atau orangtua dengan anak.

Kondisi yang dapat memicu tindak kekerasan terhadap lansia


1. Isolasi sosial dan gangguan mental (seperti Dementia atau penyakit Alzheimer's)
merupakan dua faktor yang dapat membuat lansia lebih rentan terhadap kekerasan. Ketika
lansia mendapatkan penyakit-penyakit usia renta seringkali ditemukan pihak keluarga
sendiri yang melakukan kekerasan terhadap mereka dan biasanya mereka ditelantarkan
tanpa diberikan bantuan.
2. Korban mungkin benar-benar atau sebagian hidupnya tergantung pada pelaku untuk
kebutuhan perawatan sehari-hari, seperti makanan, kegiatan mobilitas, dan akses terhadap
dana dan obat-obatan. Dan dalam beberapa kasus, justru pelaku tergantung pada korban
untuk tempat tinggal, uang, dan makanan.
3. Lansia hidup dengan seseorang yang memiliki masalah kesehatan mental seperti
kecanduan obat-obatan atau alkohol atau yang sakit mental dapat meningkatkan peluang
untuk terjadinya kekerasan.

Bentuk-bentuk kekerasan yang mungkin terjadi


1. Kekerasan secara fisik: Kekerasan yang dilakukan sehingga menyebabkan rasa sakit,
luka, cacat atau penyakit. Dalam kasus ini, kekerasan dilakukan karena lansia tidak
memiliki kemampuan untuk melawan dan hanya bisa menerima. Contoh kekerasan
yang dialami: dicubit, dipukul, didorong, sampai tindakan pemerkosaan.
2. Kekerasan secara verbal: Kekerasan yang dilakukan dengan mengucapkan perkataan
yang menyakitkan sehingga membuat mental lansia tersebut menjadi lemah dan tidak
berharga. Biasanya kekerasan ini berbentuk intimidasi, penghinaan, dipanggil namanya,
diperlakukan seperti anak-anak, diancam, ditakut-takuti, dan lain-lain.
3. Kekerasan secara financial (keuangan): Kekerasan ini biasanya tidak menimbulkan
tanda-tanda atau gejala. Hal ini sering terjadi pada lansia yang mempunyai penghasilan
cukup (bisa dari uang pensiun, usaha dagang atau pemberian dari anak-anaknya) dan
tinggal dengan anak yang sudah berkeluarga namun tidak mempunyai penghasilan.
Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, anak ini biasanya akan mengancam untuk tidak
akan merawatnya atau mengancam dengan cara-cara tertentu, dan ini bisa berlangsung
lama. Bentuk yang lain adalah penyalahgunaan harta para lansia untuk kepentingan
orang lain. Misalnya menggunakan uang lansia untuk kepentingan orang lain, sehingga
kebutuhan pokok lansia tidak bisa terpenuhi.
4. Kekerasan secara emosional/psikologis: Bentuk kekerasan ini
adalah Penelantaran. Contohnya: Tidak lagi memberikan perawatan, meninggalkan
lansia sendirian, dilupakan, menghentikan kebutuhan seperti makanan, obat-obatan,
pakaian, peralatan mandi, dan lain sebagainya. Jenis lainnya adalah Isolasi. Mereka
dilarang untuk melakukan kegiatan rutin, bertemu dan berbicara dengan orang lain.
Hidup mereka dibatasi, sehingga membuat mereka menjadi tertekan dan tidak berarti.

Dampak hukum bagi pelaku kekerasan pada lansia


1. Penerapan Ancaman Pidana Penjara
Penegakan hukumnya menggunakan UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT
2. Penerapan Pidana Tambahan
Hingga kini belum ada putusan Pengadilan yang menjatuhkan hukuman pidana tambahan
terhadap pelaku KDRT sebagaimana yang diatur oleh UU No. 23 tahun 2004. Pasal 50 UU
tersebut mengatur:
“Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini, Hakim dapat menjatuhkan pidana
tambahan berupa:
a. pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban
dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku;
b. penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga
tertentu.”
Putusan Pengadilan ini diharapkan menjadi suatu bentuk perlindungan hukum bagi hak-
hak korban dan merespon kebutuhan untuk mencegah berlanjutnya ancaman tindak
KDRT.
3. Penerapan Perlindungan Bagi Korban oleh Pengadilan
Salah satu bentuk perlindungan hukum yang juga dirancang khusus untuk merespon
kebutuhan korban kejahatan KDRT dan anggota keluarganya adalah penetapan yang
berisi perintah perlindungan yang dapat ditetapkan oleh Pengadilan sebagaimana diatur
dalam pasal-pasal 28-38 UU No. 23 tahun 2004. Ketua Pengadilan wajib mengeluarkan
surat penetapan yang beisi perintah perlindungan tersebut dalam tenggang waktu 7
(tujuh) hari sejak diterimanya surat permohonan kecuali ada alasan yang patut (pasal
28). Permohonan tersebut dapat disampaikan dalam bentuk lisan atau tulisan.
Pasal 29 UU ini mengatur:
”Permohonan untuk memperoleh surat perintah perlindungan dapat diajukan oleh:
a. korban atau keluarga korban;
b. teman korban;
c. kepolisian;
d. relawan pendamping;atau
e. pembimbing rohani.”
Bentuk perlindungan hukum ini juga belum banyak dikenal dan diterapkan oleh para
penegak hukum dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Untuk itu perlu:
a. Sosialisasi mengenai Undang-Undang Penghapusan KDRT dan Peraturan
Pemerintahnya serta informasi teknis penerapannya di kalangan penegak hukum
dan masyarakat luas merupakan kebutuhan mendesak yang perlu direncanakan
dengan baik.
b. Penegakan hukum untuk menerapkan Undang-Undang Penghapusan KDRT
yang sarat dengan perlindungan hak-hak korban dan keluarganya memerlukan
komitmen yang kuat dengan penghargaan yang tinggi terhadap nilai keadilan,
non diskriminasi dan hak asasi manusia sebagaimana telah dijamin oleh
konsititusi.
c. Selain itu dibutuhkan pula kondisi penegakan hukum yang bebas dan bersih dari
korupsi, suap dan kolusi di seluruh jajaran lembaga penegak hukum, layanan
sosial dan layanan publik yang terkait.

Tips sederhana untuk meningkatkan ketahanan keluarga yang memiliki lansia dengan
PJP agar terhindar dari perilaku kekerasan
1. Menyegarkan, memperbaharui, reorientasi nilai, tujuan, makna dan ikatan keluarga;
2. Meningkatkan fungsi agama dan pribadi yang religius; ketaatan dan kepatuhan menjalankan
ajaran agama;
3. Meningkatkan komunikasi dan interaksi dalam keluarga, mendorong ekspresi saling peduli,
menjaga, dan melindungi keluarga;
4. Mengatur ulang pengelolaan sumberdaya keluarga (waktu, finansial, pengetahuan-
keterampilan, energi perhatian) disesuaikan dengan fokus tujuan keluarga;
5. Internalisasi nilai dan keterampilan hidup dalam sistem keluarga, khususnya kepada anak
dan generasi muda;
6. Memelihara dan atau meningkatkan kesehatan dan kebugaran tubuh, dan tetap produktif;
7. Memprediksi dan mengenali tekanan-tekanan dan masalah yang muncul, dan
mengelolanya serta menanggulanginya secara bijaksana dan efektif;
8. Mengenali kerentanan dan potensi krisis keluarga dan mencegahnya supaya tidak menjadi
krisis;
9. Berinvestasi dalam proses membangun kelentingan keluarga sebagai bagian dari upaya
meningkatkan kapasitas menurunkan risiko;
10. Meningkatkan kematangan kepribadian; memelihara, mengembangkan, dan menguatkan
konsep diri, sikap, dan perilaku positif;
11. Memperluas lingkungan yang dapat menjadi aset perlindungan keluarga (protective factor);
mencari dukungan materi dan sosial (dari keluarga luas, teman, tetangga) jika keluarga
membutuhkan bantuan;

Referensi:
1. Artikel Hukum Pidana, Penegakan Hukum Kejahatan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
dalam Sistem Informasi Dijen PUU Kementerian Hukum dan HAM
2. https://www.kompas.com/edu/read/2020/04/16/070000171/13-tips-menguatkan-ketahanan-
keluarga-selama-wabah-pandemi-corona, diakses 10 Juni 2020;
3. Kompasiana.com, Kekerasan Terhadap Orang Tua (Lansia), diakses 10 Juni 2020
4. R. Siti Maryam, et.all, Beban Keluarga Merawat Lansia Dapat Memicu Tindak Kekerasan
dan Penelantaran Terhadap Lansia, Poltekes, Jakarta, 2012
Materi Inti 9
Pemenuhan Gizi Seimbang dan Cairan Sesuai Kebutuhan Lansia

CARA MEMBUAT BUBUR UNTUK LANSIA


a. Bahan bahan yang digunakan :
- 3 macam sayur sayuran secukupnya (brokoli, wortel, bayam, sawi hijau)
- Protein Nabati Tahu/tempe 50 gram
- Putih telur 50 gram
- Protein hewani : Daging ayam / sapi giling, ikan tuna/Dori/ gabus 50 – 100 gram /
kaldu daging /kaldu ceker ayam
- Seledri, daun bawang secukupnya
- Nasi (5-8 sendok makan)
- Garam secukupnya
- Minyak sayur 1 sdm

b. Cara membuatnya
- Dengan api yang sedang, rebus nasi dan daging bersamaan dengan air sampai
setengah matang masukan sayur, tahu, putih telur sampai mendidih tambahkan
garam secukupnya.
- Kecilkan api setelah agak lembut, lalu masukan kaldu (jika ada) dan tambahkan
seledri atau daun bawang (jika ada).
- Hidangkan selagi hangat.

CARA MEMBUAT SUSU


a. Bahan yang digunakan
- Susu lansia (2-3 sendok makan)
- Gula khusus/gula biasa, sereal (sebagai campuran jika susu tidak ada rasa)
- Air hangat 250ml (suam - suam kuku)

b. Cara membuatnya
- Siapkan air hangat 50 ml (suam suam kuku) kedalam gelas, kemudian tuangkan
susu (sesuai takaran) kedalam gelas, aduk susu sampai larut dengan air hangat
kemudian tambahkan kembali air hangan 200ml, pastikan takaran air dan susu pas.
- Berikan susu selagi hangat.

CARA MEMBUAT MAKANAN BAGI LANSIA YANG TIDAK NAFSU MAKAN


Caregiver perlu memberi perhatian yang lebih bila dilihat bahwa lansia menolak atau nafsu
makannya menurun. Masalah terkait asupan gizi yang sering terjadi pada lansia :
 Masalah gizi : masalah gusi, ompong dan gigi palsu yang tidak pas sehingga
menimbulkan kesulitan mengunyah makanan
 Berkurangnya sensitifitas terhadap rasa dan aroma makanan sehingga beresiko Lansia
lebih senang mengkonsumsi makanan yang terlalu asin/manis
 Berkurangnya sensitifitas tehadap rasa haus sehingga beresiko dehidrasi/kekurangan
cairan
 Lansia sedang mengalami masalah psikologis sehingga napsu makan menurun/hilang
atau karena sedang mengalami masalah sembelit
 Lansia mengalami penurunan kemampuan bergerak/motoric sehingga kesulitan makan
dan menyiapkan makanan sendirian
 Lansia mengalami demensia sehingga lupa makan

UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN CAREGIVER BAGI LANSIA YANG TIDAK NAFSU
MAKAN
 Memberikan lansia makanan yang disukainya misalnya saat membuat bubur bisa di
tambahkan dengan menggunakan serundeng, abon, ayam /ikan suwir,kaldu hangat,
bawang goreng dan juga bisa digantikan dengan memberikan klien susu nutrisi untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi lansia. Dapat juga menggunakan air rebusan kacang hijau
untuk membuat susu.
 Berikan makanan dalam bentuk lunak dan mudah dikunyah (dipotong kecil, dicincang,
diparut, dan lainnya)
 Diupayakan agar lansia makan bersama anggota keluarga lainnya
 Bisa juga dengan cara caregiver menaruh pigura berisi foto anggota keluarga yang
disayangi Lansia diatas meja makan, disaat lansia sedang makan
 Gunakan bumbu-bumbu dalam memasak agar citarasa makanan tetap ada
 Apabila masalah berlanjut maka Caregiver dapat berkonsultasi dengan tenaga
kesehatan
Materi Inti 10
Masalah yang Dapat Dialami Caregiver dan Pencegahan Serta Cara Mengatasinya

TANDA-TANDA BURNOUT PADA CAREGIVER


Menjadi caregiver atau pemberi asuhan pada orang sakit, khususnya lanjut usia sakit bukanlah
sesuatu yang selalu menyenangkan. Banyak suka duka caregiver, kadang bisa menjadi
tertekan (stres) dalam mengurus lansia sakit. Bisa terjadi sekedar kejenuhan, bosan dan capek
sehingga tak punya waktu lagi untuk mengurus diri sendiri.
Burn out adalah suatu perasaan lelah, terbebani, rasa hampir menyerah pada kondisi yang ada,
merasa tak sanggup lagi mengelola diri dan mengendalikan diri. Burnout sering terjadi pada
caregiver yang merawat Orang Dengan Demensia, Gangguan Depresi, penyakit kanker
penyakit kronis/menahun seperti Diabetes Melitus, Jantung, nyeri punggung, sesak nafas Asma
atau penyakit paru dan lain-lain.
Tanda-tanda burnout:
- Mudah marah dan tersinggung
- Merasa lelah sekali, apatis, banyak keluhan
- Putus asa tidak mau mencoba usaha baru
- Merasa tak sanggup lagi menjadi caregiver
- Ingin berhenti bekerja, terserah saja mau apa yang terjadi
Rasa penat, tertekan, moody, pesimis yang berkepanjangan dapat mengarah ke gangguan
depresi baik ringan, sedang dan berat yang akan berdampak pada kualitas layanan (care) pada
lansia.

CARA MENCEGAH DAN MENGELOLA BURNOUT SEBAGAI CAREGIVER


1. Usahakan untuk selalu ada break time (istirahat) dalam sehari
2. Selalu adakan waktu untuk diri sendiri (walaupun hanya sejenak, beberapa menit-jam)
3. Nikmati pekerjaan menjaga/mendampingi lansia, lakukan setulus mungkin (apapun
motivasi anda menjadi caregiver)
4. Selalu bersikap professional, ramah, hormat dan siap menolong lansia dalam situasi
apapun
5. Bagikan energi positif, tebarkan senyum dan keceriaan, hargai usaha anda dan usaha
klien
6. Anggaplah orang yang anda asuh adalah keluarga anda sendiri
Lakukan apa yang anda pikir yang terbaik untuk klien/pasien dengan mempertimbangkan
berbagai hal termasuk kesanggupan diri anda.
1. Black, J. & Hawks, J. (2005). Medical Surgical Nursing. (7th ed). St.Louis-
Missouri: Elsevier Saunders.
2. Carpenito, L.J. (2000). Handbook of Nursing Diagnosis. Philadelphia:
Lippincot Williams & Wilkins.
3. Dochterman, J.M. & Bulechek, G.M. (2000). Nursing Intervention
Classification (NIC) Fourth Edition. Philadhelpia: Mosby Inc.
4. Ellis, J.R. & Bentz, P.M. (2007). Modules for Basic Nursing Skills. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
5. GMCT Urology Nursing Education, (2008). Nursing Management of Patients
with Nephrostomy tubes, Diakses dari
http://www.health.nsw.gov.au/resources/gmct/urology/pdf/tk_nephrosto
my_tube_management.pdf
6. Gulanick, M. & Myers, J.L. (2007). Nursing Care Plan (Nursing Diagnosis &
Intervention). 6th Edition, Philadhelpia: Mosby Inc.
7. LeMone, P & Burke, K. (2008). Medical Surgical Nursing (Critical Thinking in
Client Care 4 ed). New Jersey: Pearson Education, Inc.
8. Lewis, et al. (2005). Medical Surgical Nursing, Assessment and Management
of Clinical Problem. New South Wales: Mosby Inc.
9. Moorhead, S., Johnson, M. & Maas, M. (2000). Nursing Outcomes
Classification (NOC) Third Edition, Philadhelpia: Mosby Inc.
10. NANDA International. (2012). Nursing Diagnoses Definitions and Classification
2012-2014, Oxford: Wiley Blackwell Publishing.
11. National Kidney Foundation (2002). Kidney Disease Outcomes and Quality
Initiative (Guidelines for CKD). Diakses dari http://www.kidney.org
12. Perry, A.G. & Potter, P.A. (2008). Clinical Nursing Skill. St.Louis: Mosby Inc.
13. Smeltzer, S.C., & Bare, B. (2003). Brunner and Suddarth's Textbook of
Medical-Surgical Nursing (10th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
14. Tanagho, E.A. & McAninch, J.W. (2008). Smiths General Urology, Edisi ke-17,
North America: McGraw Hill Companies Inc.
15. Pedoman Praktis Perawatan Kesehatan Untuk Pengasuh Orang Usia Lanjut :
Edisi Pertama. Siti Setiati, M.Juwan Pribadi, dkk. Pusat Informasi dan
Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Tahun 2020
16. Pedoman Pengukuran Tekanan Darah di Rumah. Perhimpunan Dokter
Hipertensi Indonesia. Dr. dr. Yuda Turana, Sp.S, dr. Bambang Widyantoro,
Sp.JP, PHD, dkk. Jakarta. 2009
17. Artikel Hukum Pidana, Penegakan Hukum Kejahatan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga dalam Sistem Informasi Dijen PUU Kementerian Hukum dan
HAM
18. https://www.kompas.com/edu/read/2020/04/16/070000171/13-tips-menguatkan-
ketahanan-keluarga-selama-wabah-pandemi-corona, diakses 10 Juni 2020;
19. Kompasiana.com, Kekerasan Terhadap Orang Tua (Lansia), diakses 10 Juni
2020
20. R. Siti Maryam, et.all, Beban Keluarga Merawat Lansia Dapat Memicu Tindak
Kekerasan dan Penelantaran Terhadap Lansia, Poltekes, Jakarta, 2012
21. Brosur makanan sehat Lansia. Direktorat Gizi dan Kesehatan Masyarakat.
Tahun 2018
22. Panduan Praktis Caregiver Dalam Perawatan Jangka Panjang Bagi Lansia.
Kementerian Kesehatan RI. 2018
23. Pedoman Untuk Puskesmas Dalam Perawatan Jangka Panjang bagi Lansia.
Kementerian Kesehatan RI. 2018
TIM PENYUSUN
dr. Kirana Pritasari, MQIH (Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat), dr. Erna Mulati, MSc,
CMFM (Direktur Kesehatan Keluarga), N. Nurlina Supartini, S.Kp, MPH (Subdit Kesehatan
Lanjut Usia), dr. Wanarani Alwin Sp.KFR-K (FK UI), Dr. dr. Marthina Wiwie SpKJ (FKUI RSCM),
dr. Nurul Rana Mutu Manikam, M.Gizi, Sp.GK (K) (FKUI RSCM), dr. Ika Fitriana, Sp. PD (FKUI
RSCM), dr. Anastasia A.D, Sp.PD (PERGEMI), Prof. Tri Budi W. Rahardjo (CeFAS URINDO),
Shinta Silaswati, S.Kp, MSc (PERGEMI), dr. Wira Hartiti, M.Epid (Subdit Kesehatan Lanjut
Usia), Wahyuni Khaulah, SKM.M.Kes (Subdit Kesehatan Lanjut Usia), dr. Yetty Silitonga (Subdit
Kesehatan Lanjut Usia), dr. Nindya Savitri (Subdit Kesehatan Lanjut Usia), Masnapita SKM,
MKM (BPPSDMK), Nia Fitriasari S.ST, MKM (BPPSDMK), drg. Made Muryani T, MA
(BPPSDMK), Drs. Ade Rustama MP (Kemenko PMK), R.A. Syuri Hatiasari, S.Ip (Kemenko
PMK), Nyimas Aliyah SE, S.Sos, M.IKom.(KPPPA), Wandansari S (Kemensos), Erika Her
(BKKBN), Rani Widashanti (BKKBN), Hemiliana Dwi P. (BKKBN), Drs. Rambudi Helmi, Apt,
MKM (Dit. P2MKJD), Karnely H (Dit. P2MKJD), Mina Febriani (Dit. Pelayanan Kesehatan
Primer), dr. Nur Indah, MKM (Dit. Yankestradkom), Cempaka Rini, SKM, MKM (Dit.
Yankestradkom), Syaiful Anwar (Dinkes Provinsi DKI Jakarta), Susi Safrina Irawati S.Psi, M.SI
(HIMPSI), Sondang Deri MP, S,Kep, MH.Kes (Asossiasi Senior Living Indonesia), Ibnu Abbas
(Sarana Tresna Wredha Ria Pembangunan, Dr Tri Suratmi (Kepala Sekolah Lansia Urindo),
Dra.Dinni Agustin M RSos (Kepala Sekolah Care Giver URINDO), Patricia T. (Alzheimer
Indonesia), Ns. Evi Christine Tambunan S.Kep (Wulan 247 Health and Care), Nindya Apriyani
(Assosiasi Senior Living Indonesia), Nia Ayu Suridaty (Dit Pelayanan Kesehatan Rujukan), dr.
Vebry H.L, MARS (Assosiasi Senior Living Indonesia), Lionni Tjakra (Senior Club Indonesia), dr.
Savaart Hutagalung, MARS (Subdit Kesehatan Lanjut Usia), Elmy Ridang Turhayati, SKM,
MKM (Subdit Kesehatan Lanjut Usia), dr. Farsely Mranani, MKM (Subdit Kesehatan Lanjut
Usia), Yunita Restu Safitri, S.Kep, MKM (Subdit Kesehatan lanjut Usia), Ingrat Padmosari,
SKM, M.Epid (Subdit Kesehatan Lanjut Usia), dr. Florentine Marthatilova (Subdit Kesehatan
Lanjut Usia)
TIM SEKRETARIAT

Midyawati Ahmad, SKM (Subdit Kesehatan Lanjut Usia), Abdul Muis Soeharto S.Kom (Subdit
kesehatan Lanjut Usia), Saiful Bahri (Subdit Kesehatan Lanjut Usia), Aria Wigati, SE (Dit.
Kesehatan Keluarga)

Anda mungkin juga menyukai