Oleh:
ASMAUL HUSNA
21001047
i
PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DALAM
MENINGKATKAN EKONOMI KELUARGA (STUDI KASUS
BAPAK ISMAIL) DI DESA PELAWA BARU KECAMATAN
PARIGI TENGAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG
PROVINSI SULAWESI TENGAH
Oleh :
ASMAUL HUSNA
21001047
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Lulus Ujian :
Menyetujui :
Pembimbing
Finarti,S.Pi,MP
Disahkan oleh
Mengetahui :
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Materai
10000
Asmaul Husna
21 001 047
iv
RINGKASAN
Sistem Pemasaran yang dilakukan oleh nelayan di Desa Pelawa Baru yaitu
pedagang pengumpul maupun pengecer langsung menjemput ikan pada saat
pendarataan. Setelah melakukan aktifitas penangkapan ikan, kegiatan yang
dilakukan oleh bapak Ismail adalah memperbaiki alat tangkap dan perahu, agar
tetap dapat digunakan dalam melakukan aktifitas penangkapan.
Penanganan pasca penangkapan dilakukan dengan mempertahankan ikan
dalam keadaan dingin, sangat penting untuk dilakukan agar ikan tidak mudah
rusak atau busuk (Manoppo dan Luasunaung 2017). Menurut Aminatuzzuhra,
Purwaningsih, dan Susanto (2016), proses pembusukan pada ikan yang tidak
menggunakan sistem rantai dingin menyebabkan suhu ikan tidak terjaga dengan
baik sehingga mempercepat berkembangnya bakteri.
v
KATA PENGANTAR
vi
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
vii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
x
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2. Tujuan
Tujuan dari Penulisan Laporan ini adalah untuk mengetahui Penanganan
Hasil Tangkapan Dalam Meningkatkan Ekonomi yang ada di Desa Pelawa Baru
1.3. Manfaat
Manfaat dari Penulisan Laporan ini adalah dapat memberikan informasi
dan pengetahuan kepada penulis dan pembaca tentang Penanganan Hasil
Tangkapan Dalam Meningkatkan Ekonomi yang ada di Desa Pelawa Baru.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1. Pengertian Nelayan
3
Penanganan ikan hasil tangkapan nelayan harus dilakukan dengan benar,
dimulai dari saat ikan ditangkap hingga sampai ke tangan konsumen. Salah satu
cara yang dilakukan nelayan adalah menggunakan sistem rantai dingin. Hal ini
dilakukan untuk mencegah kemunduran mutu ikan. Sistem rantai dingin atau cold
chain management adalah sebuah sistem yang menjamin proses penangkapan
di laut, pengolahan, distribusi produk ikan beku sampai dengan tiba di negara
pengimpor, yang berlangsung secara utuh dan fungsional sesuai standar yang
diinginkan (Lailossa 2009).
Penanganan pasca penangkapan dilakukan dengan mempertahankan ikan
dalam keadaan dingin, sangat penting untuk dilakukan agar ikan tidak mudah
rusak atau busuk (Manoppo dan Luasunaung 2017). Menurut Aminatuzzuhra,
Purwaningsih, dan Susanto (2016), proses pembusukan pada ikan yang tidak
menggunakan sistem rantai dingin menyebabkan suhu ikan tidak terjaga dengan
baik sehingga mempercepat berkembangnya bakteri.
Kapal perikanan merupakan kapal, perahu, atau alat apung lain yang
dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi
penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan,
pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan (UU no.31 Th. 2004).
Perlengkapan atau benda-benda lainnya merupakan mesin bantu
penangkapan ikan (Deck Machinery) seperti penarik tali (line hauler dan winch),
penggulung tali atau kelos (line reel) dan penarik jaring (net drum atau power
blok), alat bantu penduga adanya gerombolan ikan (echo sounder, fish finder,
sonar), dan alat bantu pengumpul ikan (rumpon, lampu) (Hakim, 2006).
4
pancing tunggal, ganda, bahkan sampai ribuan. Prinsip alat tangkap ini
merangsangikan dengan umpan alam atau buatan yang dikaitkan pada mata
pancingnya. Alat ini pada dasarnya terdiri dari dua komponen utama yaitu tali
dan mata pancing. Namun, sesuaidengan jenisnya dapat dilengkapi pula
komponen lain seperti tangka, pemberat, pelampung dan kili-kili. Cara
pengoperasiannya bisa di pasang menetap pada suatu perairan, ditarik dari
belakang perahu/kapal yang sedang dalam keadaan berjalan, dihanyutkan,
maupun langsung diulur dengan tangan. Alat ini cenderung tidak destruktif dan
sangat selektif. Pancing dibedakan atas rawai tuna, rawai hanyut, rawai tetap,
pancing tonda, dan lain-lain (Gunawan, 2019).
Jumlah mata pancing bisa satu buah, bisa juga lebih, nisa menggunakan
umpan asli ataupun palsu pemancingan dapat dilakukan disekitar rumpon dasar
dan perairan sekitarnya (Sudirman dan Mallawa, 2004) Pada umumnya mata
pancing diberikan umpan baik dalam bentuk mati maupun hidup atau umpan
tiruan Banyak macam alat pancing digunakan oleh para nelayan, mulai dari
bentuk yang sederhana sampai dalam bentuk ukuran skala besar yang
digunakan untuk perikanan industri.
2.4.2. Jala
Jala adalah alat penangkap yang berbentuk seperti kerucut dan terdiri dari
badan jaring (kantong), pemberat yang dipasang mengelilingi mulut dan tali yang
diikatkan pada bagian ujung jaring agar tidak terlepas pada waktu dioperasikan.
Tujuan utamanya untuk mengurung ikan dan udang dari atas dengan cara
menebarkan alat tersebut pengoprasian sendiri dilakukan dengan cara
menjatuhkan/menebarkan pada suatu perairan dimana target sasaran tangkapan
berada,dilanjutkan dengan menarik tali kerut pada bagian bawah jala
dioperasikan di perairan yang lebih jauh dari pantai dengan menggunakan alat
bantu penangkapan lampu yang berfungsi sebagai pengumpul ikan atau tanpa
alat bantu penangkapan berupa lampu dan kapstan sebagai penarik tali kerut
dan juga berfungsi untuk menaikan hasil tangkap (Ayodhyoa, 1981).
Menurut (Klust dan Gerhard, 2010) menyatakan bahwa Jala adalah alat
untuk menangkap ikan yang digunakan oleh masyarakat tradisional Melayu yang
tinggal di daerah pesisir pantai atau di pinggiran sungai. Alat tangkap ini
5
ditemukan hampir di semua negara yang berkebudayaan Melayu, seperti
Malaysia, Indonesia, Singapura dan Brunei. Jala pada umumnya digunakan oleh
para nelayan yang menggunakan perahu sampan. Para nelayan ini menyusuri
tepian pantai ketika air surut, jumlah mereka biasanya dua orang untuk sebuah
sampan. Satu orang sebagai pendayung sampan, dan satu lagi yang menebar
jala.
2.4.4 Bubu
6
Menurut Subani dan Barus (1988), bubu adalah suatu alat tangkap
dengan bentuk dan ukuran yang bervariasi yang dipasang secara pasif dan
dibuat sedemikian rupa sehingga memungkinkan ikan masuk kedalamnya dan
sukar untuk keluar.
Menurut (Gunarso 1989), bubu merupakan alaat tangkap yang umumnya
berbentuk kurungan. Ikan dapat masuk dengan mudah tanpa ada paksaan,
tetapi ikan akan sukar keluar karena terhalang pintu masuk yang berbentuk
corong.
Menurut sudirman dan Mallawa (2004), umumnya bubu terdiri dari 3
bagian:
Badab bubu terbuat dari anyaman bambu yang berbentuk empat persegi
panjanng.
Lubang untuk mengeluarkan hasil tangkapan posisinya tepat dibelakang
mulut.
Mulut bubu yang berfungsi untuk masuknya ikan yang terdapat pada
bagian depan badan bubu
Menurut Subani dan Barus (1988), bubu terdiri dari:
a. Badan atau tubuh bubu terbuat dari anyaman bambu berbentuk persegi
panjang.
b. Lubang tempat mengeluarkan hasil tangkapan. Lubang ini terletak berada
dibelakang mulut bubu dan lubang ini dilengkapi dengan penutup mulut.
c. Mulut bubu untuk tempat masuknya ikan terletak pada bagian badan
bubu, menjorok kedalam badan atau tubuh bubu.
Menurut BPPI (1996), alat tangkap bubu lebih cocok dioprasikan
diperairan dangkal, berkarang, dan berpasir dengan kedalaman 2-7 m. Karena
umumnya terbuat dari bambu, bubu diletakkan pada celah karang untuk
menhadang ikan yang keluar dari celah karang dan posisi mulutnya harus
menghadap ke hilir mudik ikan yang berada diperairan karang. waktu
pemasangan atau setting dan penangkapan (hauling) ada yang dilakukan pagi
hari, siang hari, sore hari, dan sebelum matahari terbenam. Lamah perendaman
bubu diperairan ada yang direndam beberapa jam, ada yang direndam satu
malam, dan ada yang direndam tiga hari sampai empat hari (Mustasuganda,
2002).
7
Menurut Arthur (1976), alat bantu yang digunakan pada bubu adalah
menggunakan GPS (Global Positioning System). GPS digunakan untuk
menentukan dan mencari posisi bubu saat setting dan hauling.Menurut Hakim
(2008), alat bantu bubu sebagai berikut:
a. Umpan; diletakkan didalam bubu yang akan dioprasikan. Umpan yang dibuat
disesuaikan dengan jenis ikan ataupun udang yang menjadi tujuan
penangkapan.
b. Rumpon; pemasangan rumpon berguna dalam pengumpulan ikan.
c. Pelampung; penggunaan pelampung membantu dalam pemasangan bubu,
dengan tujuan agar memudahkan mengetahui tempat dimana bubu dipasang.
d. Perahu; digunakan sebagai alat transportasi dari darat kelaut (daera
pemasangan bubu).
e. Katrol; membantu dalam penangkapan dan biasanya pada bubu jeimal.
BAB III
METODOLOGI PRAKTEK
8
Pelaksanaan Praktek Sosiologi Perikanan Dan Kehidupan Nelayan
dilaksanakan selama Empat Hari dan bertempat di Desa Pelawa Baru , Kec.
Kecamatan Parigi Tengah, Kabupaten Parigi Moutong pada tanggal 19-22 Maret
2022
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Desa Pelawa Baru merupakan salah satu Desa yang terletak Kecamatan
Parigi Tengah, Kabupaten Parigi Moutong, Propinsi Sulawesi Tengah. Jarak
Desa Pelawa Baru dari ibu kota provinsi sekitar 77 km dan dari ibu Kota
Kabupaten sekitar 5 km, serta jarak ibu Kota Kecamatan sekitar 3 KM dan dapat
ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat. Secara Administrasi
Desa Pelawa Baru terbagi atas 5 dusun 5 RW dan 5 RT.
Sebelah Utara : Desa Pangi
Sebelah Timur : Teluk Tomini
Sebelah Selatan : Desa Pelawa
Sebelah Barat : Desa Binangga dan Desa Matolele
10
Tabel 2. Data penduduk menurut pekerjaan
11
dihancurkan. Penanganan ikan dilakukan untuk mempertahankan tingkat
kesegaran ikan.
12
Tabel 3. Nama Ikan Dominan Tertangkap
13
4.6. Kendala Yang Dihadapi
Kendala yang dihadapi bapak Ismail diantaranya cuaca dan kerusakan
alat tangkap (pancing dan perahu). Hal ini sangat berpengaruh terhadap aktifitas
penangkapan, karena jika cuaca buruk dan alat tangkap tidak bisa digunakan
maka rangkaian kegiatan penangkapan tidak bisa dilakukan. Bapak Ismail
Pernah mendapatkan Bantuan dari Baznas berupa perahu.
14
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
Saran yang dapat penulis berikan pada praktek lapangan Sosiologi
Perikanan dan kehidupan nelayan adalah Masyarakat nelayan harus lebih
bersikap aktif untuk sama-sama memberikan dorongan dan motivasi dalam
membangun perekonomian warga pesisir untuk menjadi lebih baik;
15
DAFTAR PUSTAKA
Ayodhyoa, A. U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Penerbit Yayasan Dewi Sri. Bogor.
BRKP. 2004. Daya dukung kelautan dan perikanan. Tim Proyek Carrying Capacity
Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan.
Jakarta. 122hlm.
Kusnadi. 2000. Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Humaniora Utama
Press. Bandung
Kusnadi. 2009. Keberdayaan Nelayan dan Dinamika Ekonomi Pesisir. Jogyakarta: Ar-
ruzz Media.
Lailossa, Grasiano Warakano. 2009. “Studi Awal Design Model Sistem Rantai Dingin
(Cold Chain System) Komoditas Unggulan Ekspor Sektor Perikanan Maluku
(Ikan Beku/Frozen Fish).” in Seminar Nasinaol Teori dan Aplikasi Teknologi
Kelautan. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh November.
Manoppo, Victoria E. .., dan Alfret Luasunaung. 2017. “IBM Kelompok Nelayan Desa
Tateli Ii Kecamatan Mandolang Kabupaten Minahasa Dalam Menerapkan Sistem
Rantai Dingin Guna Meningkatkan Pemasaran Dan Pendapatan.” AKULTURASI
(Jurnal Ilmiah Agrobisnis Perikanan) 5(10). doi:
10.35800/akulturasi.5.10.2017.179 53.
Subani, W dan Barus, H.R., 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di
Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut, Bapan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta
Sudirman dan Mallawa, 2004 Teknik Penangkapan Ikan. Penerbit Rineka Cipta
Jakarta.
16
LAMPIRAN
17
LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2.
Bapak Ismail Alat tangkap Bapak Ismail
Lampiran 3.
Perahu Bapak Ismail
18