Anda di halaman 1dari 92

ANALISIS KELAYAKAN USAHA KELOMPOK BUDIDAYA RUMPUT

LAUT (Eucheuma cottoni) DI KELURAHAN PABIRINGA


KECAMATAN BINAMU
KABUPATEN JENEPONTO

SKRIPSI

HASNIATI
218 21 029

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGROBISNIS PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN
UNIVERSITAS COKROAMINOTO
MAKASSAR
2020

i
ABSTRAK

HASNIATI (NIM 21821029). Analisis Kelayakan Usaha Kelompok Budidaya


Rumput Laut (Eucheuma Cottoni) Di Kelurahan Pabiringa, Kecamatan Binamu,
Kabupaten Jeneponto. Dibimbing oleh ANDI UMMUNG, S.P., M.Si dan Dr. ANDI
AKRIANI DEWI BAU SINRANG, S.Pi., MM.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan lahan dan kualitas air pada
kawasan budidaya rumput laut eucheuma cottonii, mekanisme pemodalan
kelompok petani pembudidaya rumput laut dan untuk mengetahui kelayakan
usaha dan nilai investasi petani pembudidaya rumput laut di Kelurahan Pabiringa
Kecamatan Bianamu Kabupaten Jeneponto. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode kombinasi (mixed methods) yaitu merupakan penelitian, di mana
peneliti mengumpulkan dan menganalisis data, mengintegrasikan temuan, dan
menarik kesimpulan secara inferensial dengan menggunakan dua pendekatan
atau metode penelitan yaitu metode kuantitatif dan kualitatif dalam satu studi.
Berdasarkan hasil analisis bahwa kelayakan lahan terkait legalitas usaha telah
sesuai dengan peruntukan lahan yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) dan Zonasi Wilayah Pesisir Kabupaten Jeneponto. Dengan
ketersediaan aksesbilitas dan sarana prasarana juga menjadi fasilitas pendukung
dalam upaya mengembangkan usaha budidayayang berkelanjutan. Di samping
itu, parameter kelayakan kualitas air yang ditinjau dari analisis suhu, Derajat
Keasaman (pH), Salinitas, Oksigen terlarut (Do) juga masih dalam kategori
normal. Di mana masih berada pada ambang batas kualitas perairan. Modal
usaha merupakan hal pertama yang harus dipersiapkan untuk membantu dan
mendukung keberlanjutan investasi usaha kelompok budidaya rumput laut
eucheuma cottonii. Hal tersebut, dapat dibuktikan dengan menggunakan
hitungan investasi payback period dan hitungan investasi return on investment.
Kelompok Cahaya rezeki dengan pengembalian modal investasi terlama
(payback period) dikisaran waktu 0,5 tahun, masih dalam kewajaran yaitu tidak
lebih dari kurun waktu 12 bulan sehingga layak memperoleh keberlanjutan modal
investasi. Hal demikian tentunya memengaruhi nilai persentase return on
investment, sehingga usaha kelompok budidaya rumput laut di Kelurahan
Pabiring Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto dapat dikatakan layak untuk
dilanjutkan dan dikembangkan.

Kata Kunci: Kelompok Budidaya, Rumput laut Eucheuma Cottonii, Kelayakan


Usaha

ii
ABSTRACT

HASNIATI (NIM 21821029). Feasibility Analysis of Seaweed Cultivation


Business Group (Eucheuma Cottonii) In Pabiringa Village, Binamu district,
Jeneponto Regency. Guided by ANDI UMMUNG, S.P., M.Si and AKRIANI DEWI
BAU SINRANG, S.Pi., MM

This research purpose to determine the feasibility of land and water quality in the
eucheuma cottonii seaweed cultivation area, the mechanism of capital for groups
of seaweed cultivating farmers and to determine the business feasibility and
investment value of seaweed cultivating farmers in Pabiringa Village, Binamu
district, Jeneponto Regency. The research method used is a combination method
(mixed methods) which is research, in which researchers collect and analyze
data, integrate findings, and draw conclusions inferentially by using two
approaches or research methods, namely quantitative and qualitative methods in
one study.

Based on the results of the analysis, it can be concluded that land feasibility
related to business legality is in accordance with the land allotment contained in
the Regional Spatial Plan (RTRW) and Zoning of the Coastal Area of Jeneponto
Regency. With the availability of accessibility and infrastructure, it is also a
supporting facility in the effort to develop a sustainable cultivation business. In
addition, the feasibility parameters of water quality in terms of temperature
analysis, Degree of Acidity (pH), Salinity, Dissolved Oxygen (Do) are also still in
the normal category. Where is still on the threshold of water quality. Business
capital is the first thing that must be prepared to assist and support the
sustainability of the seaweed cultivation group business investmenteucheuma
cottonii. This can be proven by using investment calculations payback period and
investment calculations return on investment. The Cahaya rezeki Group with the
longest return on investment capital (payback period) in the range of 0.5 years, is
still within the reasonable, namely not more than 12 months so that it is feasible
to obtain sustainable investment capital. This of course affects the percentage
value return on investment, so that the seaweed cultivation business group in
Pabiringa Village, Binamu district, Jeneponto Regency can be said to be feasible
to continue and developed.

Keywords: Cultivation Group, Seaweed Eucheuma Cottonii, Business


Qualifications

iii
ANALISIS KELAYAKAN USAHA RUMPUT LAUT (Eucheuma
cottoni) DI KELURAHAN PABIRINGA KECAMATAN
BINAMU KABUPATEN JENEPONTO

Oleh :

HASNIATI
218 21 029

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Pada
Program Studi Manajemen Agrobisnis Perikanan
Fakultas Perikanan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGROBISNIS PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN
UNIVERSITAS COKROAMINOTO
MAKASSAR
2020

iv
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : ANALISIS KELAYAKAN USAHA KELOMPOK


BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma cottoni) DI
KELURAHAN PABIRINGA KECAMATAN BINAMU
KABUPATEN JENEPONTO

Nama : HASNIATI

No. Pokok : 218 21 029

Telah diperiksa dan disetujui oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

ANDI UMMUNG, S.P., M.Si AKRIANI DEWI BAU SINRANG, S.Pi., MM


NIDN : 0906047203 NIDN : 0929046602

Mengetahui

Dekan Fakultas Perikanan Ketua Program Studi


Universitas Cokrominoto Manajemen Agrobisni Perikanan

……………………………… ………………………………………….

v
RIWAYAT HIDUP

Hasniati dilahirkan di Jeneponto pada tanggal 12 Juni


1988. Penulis merupakan Anak ke 4 dari 5 bersaudara,
dari pasangan Patta dan Biya.

Penulis pertama kali masuk pendidikan di SD Negeri


81 Tanrusampe pada tahun 1996 dan tamat 2002 pada
tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke
SMP Negeri 2 Binamu dan tamat pada tahun 2005.

Setelah tamat di SMP, penulis melanjutkan ke SMK Negeri 3 Jeneponto


dan tamat pada tahun 2008. Dan pada tahun yang sama penulis terdaftar
sebagai Mahasiswa di Universitas Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene
Dan Kepulauan, Fakultas Budidaya Perikanan Dan Tamat Pada Tahun
2011.
Setelah Lulus Dari Universitas Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene
Dan Kepulauan Penulis Melanjutkan S1 Ke Universitas Cokroaminoto
Makassar Pada Tahun 2018 Dan Tamat Pada Tahun 2020

Dengan ketekunan, motivasi tinggi untuk terus belajar dan berusaha.


Penulis telah berhasil menyelesaikan pengerjaan tugas akhir skripsi ini.
Semoga dengan penulisan tugas akhir skripsi ini mampu memberikan
kontribusi positif bagi dunia pendidikan.

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

atas rahmat dan karunia- Nya sehingga rangkaian kegiatan penelitian dengan

judul “Analisis Kelayakan Usaha Kelompok Budidaya Rumput Laut

(Eucheuma Cottoni) Di Kelurahan Pabiringa Kecamatan Binamu

Kabupaten Jeneponto” dapat terlaksana hingga pada tahap penulisan skripsi.

Tak lupa penulis haturkan salam dan shalawat kepada Nabi Besar Muhammad

SAW, Rasulullah yang telah menyampaikan iman dan islam di seluruh penjuru

dunia. Kupersembahkan salah satu karya terbaikku kepada kedua orang tua

kutercinta, Terima kasih untuk segala doa, cinta dan kasih sayang serta motifasi

yang diberikan kepada saya selama ini. Selama penelitian hingga akhir penulisan

skripsi ini, penulis banyak mengalami kesulitan, namun berkatarahan, bimbingan,

dukungan, partisipasi, saran dan kritik dari berbagai pihak, maka dapat

terselesaikan dengan baik. Oleh karenanya melalui skripsi ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Andi Ummung, S.P., M.Si, sebagai pembimbing utama dan Ibu Dr.

Andi Akriani Dewi Bau Sinrang, S.Pi., M.Si. sebagai pembimbing anggota,

yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk membimbing,

mengarahkan, memberi saran dan perhatiannya kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Agus Suryahman, S.Pi., M.Si, dan Ibu Andi Masriah, S.Pi., M.Si,

selaku penguji atas waktu yang diluangkan untuk memberi masukan

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Bapak ……………. sebagai Penasehat Akademik, atas segala perhatian,

masukan dan arahannya selama penulis menjadi mahasiswa.

vii
4. Seluruh teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam bidang

akademik.

Penulis dengan penuh kesadaran menyadari bahwa penyusunan skripsi

ini tidak luput dari kekurangan baik dari segi penulisan maupun pembahasannya.

Maka dari itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya

membnagun demi penyempurnaan tugas ini.

Makassar, 2020

Hasniati

viii
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK.........................................................................................................................ii
ABSTRACT.....................................................................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................v
RIWAYAT HIDUP...........................................................................................................vi
KATA PENGANTAR......................................................................................................vii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................................xi
DAFTAR TABEL............................................................................................................xii
I. PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................3
C. Tujuan..................................................................................................................4
D. Manfaat Penilitian...............................................................................................4
II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................5
A. Rumput Laut (Eucheuma Cottonii)...................................................................5
1. Morfologi Rumput Laut (Eucheuma cottoni)................................................6
2. Klasifikasi Rumput Laut (Eucheuma cottoni)...............................................7
B. Pemilihan Lokasi Budidaya Rumput Laut........................................................9
C. Parameter Kualitas Air Pada Rumput Laut Eucheuma Cottonii.................13
D. Usaha Kelompok Pembudidaya Rumput Laut..............................................17
E. Usaha Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottoni).....................................19
F. Kerangka Pikir Penelitian.................................................................................34
III. METODOLOGI PENELITIAN..........................................................................36
A. Lokasi dan Waktu Penelitian...........................................................................36
B. Subjek Penelitian..............................................................................................37
C. Teknik Pengumpulan Data..............................................................................37
D. Metode Penelitian.............................................................................................38
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................................40
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian..............................................................40

ix
B. Subjek Penelitian..............................................................................................41
1. Data Kelompok Berdasarkan Usia/ Umur..................................................43
2. Data Kelompok Berdasarkan Tingkat Pendidikan.....................................44
C. Analisis Kelayakan Lahan Kelompok Usaha Budidaya Rumput Laut E
Cottonii...............................................................................................................45
D. Analisis Kelayakan Kualitas Air.......................................................................48
E. Penerapan Budidaya Rumput Laut Eucheuma Cottonii..............................52
F. Mekanisme Permodalan Kelompok Usaha Budidaya Rumput Laut
Eucheuma Cottonii...........................................................................................56
G. Produktivitas Kelompok Usaha Rumput Laut Eucheuma Cottonii.............61
1. Payback Period..............................................................................................66
2. Kelayakan Usaha/ Investasi Return On Investment.................................68
V. PENUTUP..........................................................................................................71
A. KESIMPULAN...................................................................................................71
B. SARAN...............................................................................................................73
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................74

x
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rumput Laut (Eucheuma cottoni)..............................................................7


Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian..........................................................................35
Gambar 3. Peta titik lokasi Penelitian.........................................................................36
Gambar 4. Aksesbilitas dan Sarana Budidaya Rumput Laut..................................48
Gambar 5. Pengukuran Suhu......................................................................................49
Gambar 6. Pemilihan Benih/ Bibit..............................................................................53
Gambar 7. Metode Budidaya dengan menggunakan tali bentangan ganda.........53
Gambar 8. Kegiatan Pengawasan dan Pemeliharan Budidaya Rumput laut.......54
Gambar 9. Kegiatan Pemanenan Budidaya Rumput laut........................................55

xi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Nilai parameter kualitas air optimal untuk rumput laut..............................12


Tabel 2. Data Kelompok Usaha Rumput Laut...........................................................41
Tabel 3. Data Kelompok Berdasarkan Usia...............................................................43
Tabel 4. Tingkat Pendidikan Kelompok Petani Rumput Laut..................................44
Tabel 5. Luas Lahan Kelompok Usaha Budidaya Rumput Laut eucheuma
cottonii.............................................................................................................46
Tabel 6. Modal Awal Kelompok Usaha Rumput Laut...............................................57
Tabel 7. Jumlah dan Sumber Modal...........................................................................58
Tabel 8. Kelompok Usaha dan Sumber Modal..........................................................60
Tabel 9. Jumlah Tenaga Kerja Kelompok Petani Rumput Laut..............................62
Tabel 10. Status Tenaga kerja dari Sepuluh Kelompok...........................................63
Tabel 11. Produksi Rumput Laut Perpanen Ton Basah...........................................64
Tabel 12. Kelayakan Usaha/Investasi Payback Period............................................67
Tabel 13. Kelayakan Usaha/ Investasi Return On Investment................................68

xii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan negara maritim


terbesar di dunia yang memiliki garis pantai sepanjang 95.181 km dan
merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia, dengan luas perairan
laut mencapai 5,8 juta kilometer persegi, yang merupakan 71% dari
keseluruhan wilayah Indonesia (KKP, 2019). Hal ini merupakan salah satu
capaian pembangunanan dan pengembangan sektor kelautan dan
perikanan, di mana juga telah mengalami peningkatan kualitas dan mutu
produksi khususnya pada komoditas rumput laut. Di samping itu,
Indonesia juga merupakan salah satu negara pengekspor produk hasil
perikanan rumput laut, dimana rumput laut merupakan salah satu komoditi
unggulannya.
Rumput laut memiliki peranan dalam perekonomian nasional karena
menjadi salah satu komoditas unggulan ekspor pada program revitalisasi
perikanan. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP, 2020),
luas potensi budidaya rumput laut saat ini mencapai 1,4 juta hektar, atau
11% dari total luas potensi budidaya laut serta didukung dengan iklim
yang tropis, di mana iklim tersebut sesuai untuk pertumbuhan berbagai
jenis rumput laut. Sebagai bagian dari segi tiga karang (coral triangle)
dunia, Indonesia memiliki setidaknya 550 jenis varian rumput laut bernilai
ekonomis tinggi dari sekitar 8000 jenis yang ada di dunia dapat tumbuh
dengan baik di Indonesia. Termasuk, salah satunya yaitu jenis Eucheuma
cottoni yang diperkirakan nilai total potensinya di Indonesia mencapai
USD10 miliar per tahun.
Merujuk data yang dirilis oleh Organisasi Pangan dan Pertanian PBB
(FAO) pada 2019, Indonesia menjadi produsen nomor satu di dunia untuk
rumput laut jenis Eucheuma cottoni dan menguasai lebih dari 80 persen
pasokan untuk dunia. Untuk jenis tersebut, Indonesia sudah berhasil
melakukan pengembangan dengan teknologi kultur jaringan.

1
Daerah penghasil utama rumput laut di Indonesia ada di 10 daerah
Provinsi di Indonesia, yaitu: Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi
Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Jawa Timur, Provinsi
Sulawesi Tenggara, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Bali, Provinsi
Gorontalo, Provinsi Maluku dan Provinsi Jawa Barat. Di Provinsi Sulawesi
Selatan, budidaya rumput laut Eucheuma cottoni dilakukan sejak tahun
1983 dengan alasan : (1) perairan Sulawesi Selatan mempunyai potensi
yang sangat cocok untuk budidaya rumput laut, (2) Usaha budidaya
rumput laut tidak terlalu sulit pemeliharaannya sehingga dapat dilakukan
oleh setiap nelayan, (3) Usaha budidaya rumput laut membuka lapangan
kerja pada masyarakat, (4) Komoditas rumput laut mempunyai peluang
pasar yang sangat bagus di pasar luar negeri sebagai bahan baku industri
pengolahan, dan (5) Sumbangan devisa rumput laut cukup besar terhadap
total nilai ekspor daerah Sulawesi Selatan (Soebarini, 2003). Areal potensi
bagi perkembangan budidaya rumput laut di Sulawesi Selatan berlokasi
pada pantai barat dan timur Sulawesi selatan. Wilayah pantai barat
meliputi Kabupaten Mamuju, Maros, Makassar, Gowa, Takalar, dan
Jeneponto, sedangkan wilayah pantai timur meliputi Kabupaten Bantaeng,
Selayar, Bulukumba, Sinjai, Bone dan Luwu.
Kabupaten Jeneponto sesuai dengan potensinya yang ditunjang oleh
tujuh kecamatan daerah pesisir dengan panjang garis pantai sekitar 114
km, ditetapkan sebagai pusat pengembangan (inkubator) agribisnis
perikanan dan rumput laut (Febriani, 2014). Sehingga dapat diasumsikan
sementara bahwa komoditi perikanan dan rumput laut di perairan
Kabupaten Jeneponto juga mempunyai kualifikasi ekspor yang layak.
Khususnya pada komuditi rumput laut jenis Eucheuma cottoni yang
mendominasi perairan Kabupaten Jeneponto. Akan tetapi, potensi
tersebut tidak semerta-merta menjadi syarat untuk dilakukannya ekspor
daripada komuditi rumput laut jenis Eucheuma cottoni.
Terdapat beberapa faktor masalah yang menjadi hambatan dalam
menentukan kelayakan usaha rumput laut jenis Eucheuma cottoni di
Kabupaten Jeneponto, salah satunya adalah bagaimana pelaku usaha

2
mendapatkan akses permodalan. Selain akses permodalan, kurangnya
pengetahuan terkait kualitas air untuk rumput laut di Kelurahan Pabiring,
Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto masih menjadi pertanyaan
besar bagi pembudidaya. Karena bagi mereka, parameter kualitas air
yang tepat untuk pertumbuhan rumput laut Eucheuma Cottonii juga
merupakan indikator kelayakan untuk memulai usaha budidaya rumput
laut.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti sebelum
penelitian ini diteruskan, disertai dengan testimoni sederhana terhadap
beberapa pelaku usaha pembudidaya rumput laut di lokasi penelitian,
bahwa sebagian besar pelaku usaha mengalami kesulitan untuk
mendapatkan modal awal dalam budidaya rumput laut sehingga membuat
keberlanjutan usaha para pembudidaya tidak menentu yang juga
memengaruhi kualitas dan kuantitas hasil produksinya. Di samping itu,
peneliti ingin lebih mengetahui lebih dalam mengenai kelayakan dan
potensi pada lahan budidaya rumput laut Eucheuma cottoni sehingga
dapat mendatangkan investasi untuk memudahkan kelompok usaha
dalam memperoleh modal usaha. Hal inilah yang mendorong dan
memotivasi peneliti untuk melanjutkan penelitian ini lebih jauh, mengingat
belum pernah ada penelitian yang meneliti Kelayakan Usaha Kelompok
Budidaya Rumput Laut (Eucheuma Cottoni) di Kelurahan Pabiringa
Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar Belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka


penulis mengangkat masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Kelayakan Lahan Usaha kelompok budidaya rumput laut


Eucheuma Cottonii di Kelurahan Pabiring Kabupaten Jeneponto
2. Bagaimana Mekanisme Permodalan Kelompok Pembudidaya
Rumput Laut Di Kelurahan Pabiringa Kecamatan Binamu Kabupaten
Jeneponto ?

3
3. Bagaimana Kelayakan Usaha Investasi Kelompok Budidaya Rumput
Laut Di Kelurahan Pabiringa Kecamatan Binamu Kabupaten
Jeneponto Dalam Menjalankan Usahanya ?

C. Tujuan

a. Untuk mengetahui kelayakan lahan dan kualitas air pada kawasan


budidaya rumput laut eucheuma cottonii di Kelurahan Pabiring,
Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto
b. Untuk Mengetahui mekanisme pemodalan Kelompok petani
pembudidaya rumput laut di Kelurahan Pabiringa Kecamatan Binamu
Kabupaten Jeneponto.
c. Untuk Mengetahui kelayakan usaha petani pembudidaya rumput laut
di Kelurahan Pabiringa Kecamatan Bianamu Kabupaten Jeneponto.

D. Manfaat Penilitian

Penilitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Diharapkan dapat memberikan gambaran umum dan informasi


kepada petani rumput laut dalam rangka usaha budidaya rumput
laut.
2. Dapat dijadikan pertimbangan bagi pemerintah daerah setempat
dalam perencanaan dan pengembalian keputusan dalam
pengembangan rumput laut di Kelurahan Pabiringa Kecamatan
Binamu Kabupaten Jeneponto serta dapat menjadi referensi untuk
penelitian lebih lanjut.
3. Dapat dijadikan sebagai referensi untuk dikembangkan oleh peneliti
lainnya maupun pelajar yang akan melakukan studi di Kelurahan
Pabiring Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto.

4
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumput Laut (Eucheuma Cottonii)

Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah


(Rhodophyceae) yang secara ilmiah dikenal dengan nama Kappaphyus
alvarezii karena menghasilkan karaginan jenis Kappa. Secara taksonomi
Eucheuma cottonii, disebut Kapaphycus alvarezii. Nama “cottonii”
umumnya lebih dikenal oleh masyarakat dan umum dipakai dalam dunia
perdagangan nasional ataupun internasional (Doty, 1986)
Rumput Laut E. Cottonii tidak memiliki akar namun batangnya
dapat menempel pada batu karang dan tumbuh diatasnya. E. Cottonii
tumbuh dengan banyak percabangan tapi sebagagian besar cabangnya
akan tumbuh kearah permukaan laut. Cabang-cabangnya dapat tumbuh
dengan berbagai macam bentuk dan warna, tergantung rumput laut ini
ditanam dimana. Jangan terkejut jika rumput laut yang anda tanam
mempunyai warna yang berbeda sepanjang tahun walau ditanam pada
tempat yang sama. Saat kemarau biasanya rumput laut E.Cottonii akan
tumbuh dengan batang yang besar dan mempunyai cabang yang tidak
banyak, sedangkan saat musim dingin akan muncul banyak tunas dan
berkembang menjadi cabang. Hal tersebut disebabkan oleh suhu yang
rendah selama musim dingin bersamaan dengan sirkulasi air yang baik
sehingga meningkatkan sirkulasi unsur hara yang dibutuhkan oleh rumput
laut yang dibawa oleh arus air laut. (RºChimin Ramadhani, 2014)
Umumnya genus Eucheuma tumbuh dengan baik di daerah pantai
terumbu karena di tempat inilah beberapa persyaratan untuk
pertumbuhannya banyak terpenuhi, diantaranya adalah faktor kedalaman
perairan, cahaya, substrat dengan pergerakan air. Berbagai faktor
lingkungan seperti cahaya, suhu, kadar garam, gerakan air, zat hara dan
faktor biologis seperti binatang laut, berpengaruh penting pada laju
pertumbuhan dan kelangsungan hidup rumput laut Eucheuma cottoni.
Suhu yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut Eucheuma Cottoni

5
adalah berkisar antara 25 - 30°C. akan tetapi, Eucheuma Cottoni
mempunyai toleransi terhadap suhu 24 - 36°C dengan fluktuasi harian
4°C. (Aslan L.M, , 1998).

1. Morfologi Rumput Laut (Eucheuma cottoni)

Rumput laut tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar,


batang dan daun. Secara kesuluruhan, tanaman ini mempunyai morfologi
yang mirip, walaupun sebenarnya berbeda. Bentuk-bentuk tersebut
sebenarnya hanyalah thallus belaka. Morfologi Eucheuma cottoni adalah,
permukaan licin, Cartilogeneus, Thalli (kerangka tubuh tumbuhan) bulat
silindris atau gepeng, warnanya merah, abu-abu, hijau kuning, dan hijau,
bercabang berselang tidak teratur, Dichotomous atau trikhoyomous,
memiliki benjolan-benjolan (blunt nodule) dan duri-duri atau spines, dan
substansi thalli “gelatinus “ dan “kartilagenus” (lunak seperti tulang rawan).
Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau
kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi hanya
karena faktor lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi
kromatik yaitu penyusaian antara proporsi pigmen dengan berbagai
kualitas pencahayaan (Aslan, 1998).
Penampakan thallus bervariasi mulai dari bentuk sederhana
sampai kompleks. Duri-duri pada thallus runcing memanjang, agak jarang-
jarang dan tidak bersusun melingkari thallus. Percabangan ke berbagai
arah dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan ke daerah
basal (pangkal). Tumbuh melekat ke substrat dengan alat perekat berupa
cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh dengan mebentuk
rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya
sinar matahari (Atmadja, 1996).
Menurut Aslan (1998) dari segi morfologinya, rumput laut tidak
memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang dan daun. Secara
keseluruhan tanaman ini mempunyai morfologi yang mirip walaupun
sebenarnya disebabkan karena thallus yang mempunyai beragam bentuk,
diantaranya bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong dan

6
rambut dan sebagainya. Thallus ini ada yang tersusun uniseluler (satu sel)
atau multiseluler (banyak sel), ada yang dichotomus (bercabang dua terus
menerus), pectinate (berderet searah pada satu sisi thallus utama),
pinnate (bercabang dua-dua pada sepanjang thallus utama secara
berselang-seling), ferticillate (cabangnya berpusat melingkari sumbu
utama) dan ada juga yang bentuknya sederhana dan tidak bercabang.
Sifat substansi thallus juga beraneka ragam yaitu ada yang lunak seperti
gelatin (gelatinous), koraks mengandung kapur (calcareous), lunak seperti
tulang rawan (cartilagenous), berserabut (spongius) dan sebagainya.
Struktur anatomi thalli (rangka tubuh tumbuhan) untuk tiap jenis
rumput laut berbeda-beda. Pada Eucheuma Cottoni dengan Eucheuma
spinosum bentuk thallus yang melintang mempunyai susunan sel yang
berbeda. Perbedaan ini membantu dalam pengenalan berbagai jenis
rumput laut baik dalam mengidentifikasi jenis, genus ataupun famili
(Aslan, 1998).

2. Klasifikasi Rumput Laut (Eucheuma cottoni)

Klasifikasi rumput laut dari genus Eucheuma cottonii sebagai berikut:

Gambar 1. Rumput Laut (Eucheuma cottoni)

Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : gigartinales

7
Famili : Solieracea
Ganus : Eucheuma
Spesies : Eucheuma cottoni

Dalam reproduksinya tidak mempunyai stadia gamet berbulu


cambuk, reproduksinya seksual dengan karpogonia dan spermatia,
pertumbuhannya bersifat uniaksial (satu sel diujung thallus) dan
multiaksial (banyak sel di ujung thallus), alat pelekat (holdfast) terdiri dari
sel tunggal atau sel banyak, memiliki figmen fikobilin yang terdiri dari
fikoeretrin (warna merah), bersifat adaftasi kromatik yaitu memiliki
penyusaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas
pencahayaan dan dapat menimbulkan berbagai warna pada thalli seperti:
warna merah tua, merah muda, pirang, abu - abu, kunig, dan hijau, dan
dalam dinding selnya tersusun dua lapisan yaitu lapisan dalam yang keras
banyak mengandung selulosa dan lapisan luar yang terdiri dari
substansiter pektik yang mengandung agar dan carragenan. (Aslan,
1998).
Prabowo, (2007) mengatakan agar-agar merupakan asam sulfanik
yang merupakan ester dari galakto linier dan diperoleh dengan cara
mengektraksi dan hasil produk yang biasa dikenal oleh masyarakat dalam
bentuk tepung dan biasa digunakan untuk pembuatan pudding.
Rumput laut merupakan salah satu sumber pangan yang juga
berkontribusi dalam mengatasi kemiskinan masyarakat khususnya di
wilayah pesisir Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar
261,9 juta jiwa (Tahun 2017) memerlukan pangan protein, karbohidrat,
dan serat dalam jumlah yang besar. Hal tersebut mendasari keinginan
yang kuat agar rumput laut dapat dikembangkan secara luas sehingga
akan menjadi pengungkit perekonomian masyarakat pesisir yang
jumlahnya mencapai sekitar 60% dari total penduduk Indonesia.
Sementara potensi budidaya rumput laut di Indonesia terdapat di 15
provinsi yaitu Aceh, Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Bali, NTT, NTB, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,

8
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Papua (Kementerian
Kelautan dan Perikanan, 2019). Rumput laut (Eucheuma cottoni)
umumnya terdapat di daerah tertentu dengan persyaratan khusus.
Kebanyakan tumbuh di daerah pasang surut (intertidal) atau pada daerah
yang selalu terendam air (subtidal) melekat pada substrat di dasar
perairan yang berupa karang batu mati, karang batu hidup, batu gamping
atau cangkang molusca.

B. Pemilihan Lokasi Budidaya Rumput Laut

Dalam menentukan lokasi budidaya rumput laut, harus


mempertimbangkan aspek - aspek yang sesuai dengan aturan berlaku.
Berikut aspek yang telah ditentukan versi WWF-Indonesian dalam seri
panduan perikanan skala kecil budidaya rumput laut edisi juni 2014:
1. Legalitas Usaha Budidaya Perikanan
a) Lokasi budidaya sesuai dengan peraturan/kebijakan pemerintah
daerah setempat.
 Pemilihan lokasi sesuai dengan peruntukan lokasi/lahan budidaya
perikanan yang tertuang dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau - Pulau Kecil (RZWP3K) dan atau Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) untuk daratan di tingkat Kabupaten
Kota/Kabupaten Atau Propinsi. Kesesuaian lokasi budidaya dengan
peruntukannya dimaksudkan untuk menghindari konflik dengan
pemanfaatan lain seperti kawasan pemukiman, konservasi,
penangkapan ikan, wisata, industri, pelayaran dan lain-lain.
 Apabila belum ada RZWP3K atau RTRW, maka sebaiknya laporkan
dan konsultasikan dengan aparat berwenang di tingkat
desa/kelurahan atau kecamatan ataupun dinas terkait di
kabupaten/kota agar lokasi dimasukkan sebagai kawasan budidaya
pada saat penyusunan tata ruang wilayah.
b) Perizinan Usaha
 Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia No. 49/Permen-KP/2014 tentang usaha pembudidayaan

9
ikan, usaha budidaya perikanan wajib memiliki Surat izin Usaha
Perikanan (SIUP) atau memiliki Tanda Pencatatan Usaha
Pembudidayaan Ikan (TPUPI).
 SIUP wajib dimiliki oleh usaha budidaya skala menengah sampai
dengan skala besar dan dikeluarkan oleh Dinas Perikanan terkait.
 Usaha budidaya skala kecil tidak berkewajiban memiliki SIUP, tetapi
wajib memiliki TPUPI. Usaha budidaya kecil untuk pembesaran ikan
di laut sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor 49/Permen-KP/2014/ tentang Usaha
Pembudidayaan Ikan, yaitu:
 Melakukan pembudidayaan ikan dengan menggunakan teknologi
sederhana
 Melakukan pembudidayaan di laut dengan luas lahan tidak lebih
dari 2 ha
 Sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia No. 3/2015 tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian
Izin Usaha di Bidang Pembudidayaan Ikan dalam rangka
pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu kepada Kepala Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), SIUP untuk usaha budidaya
dengan kriteria:
 Menggunakan modal asing,
 Berlokasi di wilayah laut di atas 12 (dua belas) mil laut diukur dari
garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan,
 Berlokasi di darat pada wilayah lintas propinsi,
 Menggunakan teknologi super intensif di darat dan wilayah laut di
atas 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas
dan atau ke arah perairan kepulauan.
 Izin diterbitkan oleh BKPM dengan rekomendasi dari Menteri
Kelautan dan Perikanan.
c) Peraturan lain yang terkait dengan aktivitas budidaya perikanan yang
dilakukan di pesisir, yaitu:

10
 Undang-Undang No. 27/2007 dan perubahannya pada Undang-
Undang No.1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil, yaitu larangan melakukan konversi lahan atau ekosistem
di kawasan atau zona budidaya yang tidak emperhitungkan
keberlanjutan fungsi ekologis pesisir dan pulau-pulau kecil.
 Undang-Undang No. 31/2004 tentang Perikanan dan Peraturan
Pemerintah No. 60/2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan,
yaitu berpartisipasi dalam melakukan konservasi ekosistem
mangrove, padang lamun, terumbu karang dan ekosistem lainnya
terkait dengan sumber daya ikan.

2. Kelayakan lokasi untuk budidaya rumput laut berdasarkan tipe


perairan, kualitas air, dan akses ke kawasan budidaya, yaitu :
a) Tipe Perairan
 Dasar Perairan berupa pasir dan batu
Lokasi dengan dasar yang berlumpur kurang sesuai karena pergerakan
arus lemah sehingga lumpur mudah menempel pada rumput laut dan
mengakibatkan perkembangan rumput laut terhambat. Jika
menggunakan sistem patok dasar, lokasi harus bersih dari hama
rumput laut seperti bulu babi, teripang, bintang laut, dan penyu.
Penanganan biota - biota tersebut harus dilakukan dengan cara yang
tidak menyebabkan kematian.
 Terlindung dari ombak kuat yang dapat merusak konstruksi budidaya
dan tanaman rumput laut. Budidaya sebaiknya dilakukan di daerah
teluk, selat dan laut dangkal terlindung.
b) Kualitas Air
 Terdapat gerakan arus air, dengan kecepatan arus berkisar 0,5
m/detik. Gerakan air diperlukan untuk mengangkut nutrisi yang
diperlukan untuk pertumbuhan rumput laut dan membantu
membersihkan kotoran yang menempel pada rumput laut.Gerakan
arus tidak terlalu keras sehingga tidak merusak rumput laut.

11
 Kedalaman perairan disesuaikan dengan sistem budidaya.
Kedalaman pada metode lepas dasar sistem patok minimal 0,3 m
saat surut terendah, sedangkan pada sistem longline, kedalaman
perairan pada surut terendah minimal 1,0 m. Sistem budidaya
longline juga bisa dilakukan pada perairan dalam.
 Perairan cukup jernih, untuk metode longline daya tembus cahaya
matahari lebih dari 5 m.
 Tinggi gelombang tidak terlalu besar (sebaiknya kurang dari 1,0 m)
sehingga tidak merusak konstruksi sarana budidaya dan rumput laut.
 Jauhi lokasi yang dekat dengan sumber air tawar seperti muara
sungai karena salinitas yang rendah tidak baik untuk perkembangan
rumput laut.
 Jauhi lokasi dengan kandungan nitrat dan phosphat yang tinggi.
Kandungan N dan P yang lebih tinggi dari nilai rentang optimal
menandakan bahwa perairan tersebut mengalami eutrofikasi yang
dapat berpengaruh negatif terhadap rumput laut yang dibudidayakan,
yaitu meningkatnya pertumbuhan organisme penempel.

Tabel 1. Nilai parameter kualitas air optimal untuk rumput laut

c) Aksesbilitas
 Sebaiknya memilih lokasi budidaya dimana kegiatan pengontrolan
perkembangan rumput laut dan penjagaan keamanan dapat
dilakukan dengan mudah.
 Terdapat sarana dan prasarana yang memadai pada lokasi budidaya
sehingga akan memudahkan aktivitas budidaya serta penanganan
pasca panen dan pemasaran hasil.

12
 Budidaya dekat dengan sumber bibit berkualitas. Jika tidak tersedia,
maka bibit dapat didatangkan dari daerah lain dengan
memperhatikan kaidah penanganan dan pengangkutan yang baik.

C. Parameter Kualitas Air Pada Rumput Laut Eucheuma Cottonii

Kelayakan lokasi untuk budidaya rumput laut Eucheuma Cottonii


berdasarkan tipe Suhu, Derajat Keasaman (Ph), Salinitas, Oksigen
Terlarut (Do), Nitrat, Fosfat dan Amoniak menurut beberapa ahli, yaitu :

1. Suhu
Suhu perairan sangat penting dalam proses fotosintesis rumput laut.
Suhu yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut E. cottonii adalah
berkisar 25 – 30 ºC. Akan tetapi, Euchema sp mempunyai toleransi
terhadap suhu antara 24 – 36 ºC dengan fluktuasi harian 4 ºC. Suhu erat
kaitannya dengan cahaya. ( Widodo dan Suadi, 2006 ).
Pemanasan yang terjadi di permukaan laut yang terjadi pada siang
hari tidak seluruhnya dapat diabsorbsi oleh air laut karena adanya awan
dan posisi lintang. Energy akan cukup banyak diserap ketika matahari
berada di atas ketinggian di langit dan berkurang ketika dekat dengan
horizon. Posisi matahari di daerah tropic dan subtropik yang selalu berada
di atas horizon sepanjang musim menjadikan daerah ini lebih hangat
dibandingkan umumnya di daerah kutub (Widodo dan Suadi, 2006).
Dahuri, dkk (2001), menyatakan bahwa di perairan nusantara kita
suhu air laut umumnya berkisar antara 28 - 38 ºC. suhu permukaan laut
(SPL), Indonesia secara umum berkisar antara 26-29 ºC karena perairan
Indonesia dipengaruhi oleh angin musim, maka sebaran SPL-nya pun
mengikuti perubahan musim. Suhu di laut adalah factor yang amat penting
bagi kehidupan organisme (Nybakken, 2000). Selanjutnya ditambahkan
Romimohtarto (2001) bahwa suhu merupakan faktor fisik yang sangat
penting di laut, perubahan suhu dapat memberi pengaruh besar kepada
sifat-sifat air laut lainnya dan kepada biota laut.

13
2. Derajat Keasaman (Ph)
Kisaran pH antara 6-9. Nilai optimal diharapkan pada kisaran 7,5-8,0.
Perubahan pH akan mempengaruhi keseimbangan kandungan karbon
dioksida (CO2) yang secara umum dapat membahayakan kehidupan biota
laut dari tingkat produktivitas primer perairan. Sutika (1989) mengatakan
bahwa derajat keasaman atau kadar ion H dalam air merupakan salah
satu faktor kimia yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan organisme
yang hidup di suatu lingkungan perairan. Tinggi atau rendahnya nilai pH
air tergantung dalam beberapa faktor yaitu : kondisi gas-gas dalam air
seperti CO2, konsentrasi garam-garam karbonat dan bikarbonat, proses
dekomposisi bahan organik di dasar perairan. Derajat keasaman
merupakan faktor lingkungan kimia air yang berperan dalam pertumbuhan
dan perkembangan rumput laut. Menurut pendapat Soesono (1988)
bahwa pengaruh bagi organisme sangat besar dan penting, kisaran pH
yang kurang dari 6,5 akan menekan laju pertumbuhan bahkan tingkat
keasamannya dapat mematikan dan tidak ada laju reproduksi sedangkan
pH 6,5 – 9 merupakan kisaran optimal dalam suatu perairan.

3. Salinitas
Salinitas merupakan salah satu parameter kualitas air yang cukup
berpengaruh pada organisme dan tumbuhan yang hidup di perairan laut.
Saliniatas perairan yang ideal untuk digunakan sebagai lahan budidaya
rumput laut adalah yang memiliki salinitas perairan yang tinggi dengan
kisaran 28-34 o/00. Hal ini tergantung dari spesiesnya, dan Euchema spp
tumbuh dengan baik pada perairan antara 30 – 37 permil. Rumput laut
jenis Euchema sp hidup dan tumbuh pada perairan dengan kisaran
salinitas 33 – 35 permil dengan nilai optimum 33 permil, bahkan Euchema
spp memiliki toleransi salinitas yang cukup luas dan dapat tumbuh dengan
baik pada salinitas perairan 27 – 34 permil. Meskipun demikian nilai
salinitas yang optimum bagi rumput laut adalah 32 o/00 (Sutika, 1989 ).
Menurut Dahuri (2001), secara umum salinitas permukaan perairan
Indonesia rata-rata berkisar antara 32 – 34 per mil. Selanjutnya

14
ditambahkan oleh Sutika (1989) bahwa salinitas air laut pada umumnya
berkisar 33 o/oo sampai 37 o/oo dan berubah-ubah berdasarkan waktu
dan ruang. Nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh suplai air tawar ke air
laut, curah hujan, musim, topografi, pasang surut dan evaporasi
(Nybakken, 2000). Ditambahkan pula oleh Nontji (1987) bahwa sebaran
salinitas dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air,
penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Salinitas merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut. Kondisi
salinitas yang baik untuk pertumbuhan rumput laut yaitu berkisar antara
15-35 ppm (Aslan,1998)

4. Oksigen Terlarut (DO)


Oksigen sangat penting karena dibutuhkan oleh organisme perairan
dan sangat mempengaruhi organisme baik langsung maupun tidak
langsung. Oksigen terlarut dalam air diperoleh langsung dari udara yaitu
dengan difusi langsung dari udara dan melalui pergerakan air yang teratur
juga dihasilkan dari fotosintesis tanaman berklorofil (Sutika, 1989).
Menurut Effendi (2003), bahwa hubungan antara kadar oksigen
terlarut jenuh dengan suhu yaitu semakin tinggi suhu maka kelarutan
oksigen dan gas-gas lain juga berkurang dengan meningkatnya salinitas,
sehingga kadar oksigen terlarut dalam laut cenderung lebih rendah dari
pada kadar oksigen di perairan tawar. Selanjutnya dikatakan bahwa
peningkatan suhu sebesar 1ºC akan meningkatkan konsumsi oksigen
sekitar 10%. Distribusi oksigen secara vertikal dipengaruhi oleh gerakan
air, proses kehidupan di laut dan proses kimia (Achmad, 2006).
Pada dasarnya proses penurunan oksigen dalam air disebabkan
oleh proses kimia, fisika dan biologi yaitu proses respirasi baik oleh hewan
maupun tanaman, proses penguraian (dekomposisi) bahan organik dan
proses penguapan. Kelarutan oksigen ke dalam air terutama dipengaruhi
oleh faktor suhu, oleh sebab itu, kelarutan gas oksigen pada suhu rendah
relatif lebih tinggi jika dibandingkan pada suhu tinggi (Sutika, 1989).

15
Menurut Fardiaz (1992), menyatakan bahwa kejenuhan oksigen
dalam air dipengaruhi oleh suhu air, semakin tinggi suhu maka
konsentrasi oksigen terlarut semakin turun. Konsentrasi dan distribusi
oksigen di laut ditentukan oleh kelarutan gas oksigen dalam air dan
proses biologis yang mengontrol tingkat konsumsi dan pembebasan
oksigen.
Faktor-faktor yang menurunkan kadar oksigen dalam air laut adalah
kenaikan suhu air, respirasi (khusus pada malam hari), adanya lapisan
minyak di atas permukaan laut dan masuknya limbah organik yang
mudah terurai ke lingkungan laut. Untuk pertumbuhan rumput laut jenis
Eucheuma cottonii dibutuhkan jumlah oksigen terlarut dalam perairan
sebanyak 2 – 4 ppm, tetapi pertumbuhan lebih baik jika oksigen terlarut
berada di atas 4 ppm (Indriani & Sumiarsih, 2003).
Kadar oksigen terlarut dalam suatu perairan akan tinggi karena
adanya sirkulasi arus di wilayah tersebut yang menyebabkan kandungan
oksigen terlarut tinggi (Ramdhan et al., 2018).
Kadar oksigen di permukaan laut yang normal berkisar antara 5,7-
8,5 ppm (Sutamihardja, 1978).

5. Nitrat
Nitrat adalah bentuk nitrogen utama dalam perairan alami dan
merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan alga. Nitrat sangat mudah
larut dalam air dan stabil. Nitrat dihasilkan dari proses oksidasi sempurna
senyawa nitrogen di perairan (Effendi, 2003). Nitrat terbentuk karena tiga
proses, yakni badai listrik, organisme pengikat nitrogen dan bakteri yang
menggunakan amoniak. Nitrat merupakan nutrient yang dapat
mempercepat pertumbuhan organisme juga dapat menurunkan
konsentrasi oksigen terlarut di dalam perairan (Sastrawijaya, 1991).
Dibeberapa perairan laut, nitrat menggambarkan senyawa
mikronutrien penghasil produktifitas primer di lapisan permukaan daerah
eufotik. Kadar nitrat di daerah eufotik dipengaruhi oleh transportasi nitrat

16
ke daerah tersebut, oksidasi amoniak oleh mikroorganisme dan
pengambilan nitrat untuk produktivitas primer (Hutagalung et al, 1997).
Kebutuhan nitrat setiap alga sangat beragam. Apabila kadar nitrat
dibawah 0,1 atau diatas 45 ml/l, maka nitrat merupakan pembatas berarti
pada kadar demikian nitrat bersifat toksik dan dapat mengakibatkan
terjadinya eutrofikasi yang dapat merangsang pertumbuhan fitoplankton
dengan cepat (blooming). (Tambaru dan Samawi, 1996).

6. Fosfat
Orto fosfat merupakan bahan kandungan unsur P (fosfor) yang
sangat dibutuhkan oleh alga (Sutika, 1989). Pada umumnya dalam
perairan alami kandungan fosfat terlarutnya tidak lebih dari 0,1 ppm,
kecuali pada perairan penerima limbah rumah tangga dan industri tertentu
serta limpahan air dari pertanian yang umumnya mengalami penumpukan
fosfat. Fosfat merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan dan alga
aquatik serta mempengaruhi tingkat produktivitas perairan (Effendi, 2003).
Daur ulang fosfat banyak interaksi yang terjadi antara tumbuh-
tumbuhan dan hewan, antara senyawa organik dan anorganik dan antara
kolom air dan permukaan serta substrat. Misalnya, beberapa hewan
membebaskan sejumlah besar fosfat terlarut dalam kotorannya.Fosfat ini
kemudian terlarut dalam air sehingga tersedia bagi tumbuh-tumbuhan.
Sebagian senyawa fosfat anorganik mengendap sebagai mineral ke dasar
laut (Romimohtarto dan Juwana, 1999).

D. Usaha Kelompok Pembudidaya Rumput Laut

Kelembagaan dapat diartikan sebagai organisasi atau Kelompok.


Kelembagaan sebagai organisasi/ Kelompok Usaha biasanya menunjuk
pada lembaga-lembaga formal. Sedangkan dari sudut pandang ekonomi,
lembaga dalam artian organisasi biasanya menggambarkan aktivitas
ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh mekanisme pasar tetapi melalui
mekanisme administrasi atau komando. Pasar dapat menjadi batas

17
eksternal dari suatu organisasi, akan tetapi secara internal aktivitas
ekonomi dikoordinasikan secara administratif (Pakpahan,1990).
Saptana dkk (2003) memberikan pengertian kelembagaan secara
sosiologis, yaitu kelembagaan ibarat organ-organ dalam tubuh manusia
yang menjalankan masyarakat tersebut. Setiap fungsi dalam masyarakat
pasti dijalankan oleh sebuah (atau lebih) kelembagaan. Tjondronegoro
(1990) dalam penelitiannya terhadap sistem sosial masyarakat desa di
Sukabumi dan Kendal membedakan atas “lembaga” yang berasal dan
terbentuk dari dalam masyarakat desa sendiri, dan “organisasi” yang
cenderung sebagai sesuatu yang formal yang datang dan dibentuk dari
atas desa. Ia mempelajari bagaimana lembaga dan organisasi memainkan
peranannya dalam pembangunan khususnya dalam merangsang
partisipasi masyarakat.
Menurut Tim Perikanan WWF-Indonesia dalam seri panduan
perikanan skala kecil budidaya rumput laut Kotoni edisi (Juni 2014),
tentang upaya meningkatkan posisi tawar dan membina kebersamaan
untuk menjaga keberlanjutan usaha budidaya yang dilakukan, sebaiknya
pembudidaya dapat bergabung dalam kelompok formal pembudidaya,
dengan kriteria sebagai berikut:
1. Mendapatkan pengesahan dari tingkat desa dan dibina oleh Dinas
Kelautan dan Perikanan setempat.
2. Terdiri dari beberapa atau banyak orang anggota. Idealnya untuk satu
kelompok, beranggotakan 10 sampai 25 orang dan apabila
pengorganisasian kelompok sudah kuat, jumlah anggota bisa lebih
dari 25 orang. Wanita dalam hal ini memiliki hak yang sama untuk
menjadi anggota kelompok.
3. Kelompok pembudidaya didampingi oleh pendamping lapangan,
contohnya Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dan atau Petugas
Teknis Perikanan dari pemerintah setempat.
4. Memiliki kegiatan produktif yang sama, yaitu budidaya rumput laut.
5. Mengadakan pertemuan rutin secara berkala, minimal satu kali dalam
dua minggu.

18
6. Memiliki kepengurusan yang dipilih secara demokratis, keanggotaan
kelompok jelas, dan memiliki sistem administrasi kelompok. Ketua
kelompok sebaiknya
7. Memiliki kepemimpinan yang baik.
8. Mengupayakan kemitraan dengan pihak terkait.
9. Sebaiknya kelompok dibentuk dengan pertimbangan lokasi budidaya
yang berdekatan sehingga memudahkan pengelolaan
10. Ketua kelompok sebaiknya adalah pembudidaya itu sendiri
Pembentukan dan jumlah anggota kelompok sebaiknya
mempertimbangkan kemudahan pengelolaan suatu kawasan budidaya
rumput laut dan koordinasi antar anggota kelompok. Hal-hal yang dapat
dilakukan dengan berkelompok yaitu
1. Mendiskusikan kegiatan-kegiatan budidaya. Apabila mengalami
kendalakendala dalam budidaya seperti serangan penyakit ice-ice
pada rumput laut, maka dalam pertemuan bisa berbagi masalah dan
memecahkannya bersama. Mekanisme peringatan dini terhadap
serangan penyakit pada budidaya rumput laut dapat dibuat dalam
kelompok.
2. Mendapatkan informasi terkini misalnya saja harga atau teknologi
terkini.
3. Bisa meningkatkan daya tawar (harga) rumput laut terhadap pasar
karena menjual rumput laut secara bersamasama.
4. Memediasi konflik yang mungkin terjadi dengan pemanfaat perairan
yang lain.
5. Perencanaan kegiatan budidaya rumput laut dalam satu kawasan.
6. Pengelolaan kebun bibit

E. Usaha Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottoni)

Rumput Laut dijumpai tumbuh di daerah perairan yang dangkal


(intertidal dan sublitoral), dengan kondisi dasar perairan berpasir, sedikit
lumpur atau campuran keduanya, bersifat melekat (benthic algae), hidup
sebagai fitobentos dan memiliki thallus yang melekat pada substrat pasir,

19
lumpur berpasir, karang, fragmen karang mati, kulit kerang, batu atau
kayu. Perkembangbiakannya dapat terjadi melalui dua cara, yaitu secara
vegetatif dan generatif. Pertumbuhan dan penyebaran Rumput Laut
seperti halnya biota perairan lainnya, sangat dipengaruhi oleh toleransi
fisiologi dari biota tersebut terhadap faktor-faktor lingkungan (eksternal),
seperti: substrat, salinitas, temperatur, intensitas cahaya, tekanan dan
nutrisi.
Dalam melakukan budidaya rumput, kesesuaian lingkungan
perairan merupakan faktor penting yang menentukan tercapainya produksi
yang maksimal. Studi dan kajian daya dukung kesesuaian perairan untuk
budidaya rumput laut dan jenis substratnya sangat diperlukan sehingga
dapat ditentukan lokasi budidaya rumput laut yang mempunyai peluang
terbaik. Adapun kondisi ideal untuk membudidayakan Eucheuma cottonii
yaitu Tingkat Salinitas yang berada di bagian laut. Suhu Air yang berada
diantara 25-30°C. Suhu ini umumnya ditemukan di daerah tropis dan
subtropis. Sinar Matahari yang cukup. Kedalaman Air Rumput laut
Eucheuma cottonii yang ditanam di perairan dangkal (30-50 cm) tumbuh
dengan baik, sedangkan di perairan yang lebih dalam (lebih dari 1 m),
tingkat pertumbuhannya mungkin lebih rendah. Kualitas Air yang harus
dipantau untuk memastikan pertumbuhan yang optimal dan yang terakhir
Akuisisi Benih, keberadaan stok lokal rumput laut Eucheuma cottonii di
lokasi budi daya merupakan indikator yang baik bahwa kondisi ekologi di
lokasi tersebut mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan
spesies. Jika tidak ada Eucheuma cottonii liar yang tumbuh di daerah
tersebut, tanaman uji harus dilakukan untuk menentukan tingkat
pertumbuhannya.
Penting untuk dicatat bahwa keberhasilan budidaya rumput laut
Eucheuma cottonii tidak hanya bergantung pada kondisi idealnya, tetapi
pemilihan lokasi yang tepat, teknologi budidaya dan kondisi sosial
masyarakat pesisir juga sangat penting dalam menunjang keberhasilan
budidaya rumput laut ini. Anggadiredja, dkk (2006) mengemukakan secara
umum faktor keberhasilan yang perlu diperhatikan dalam budidaya rumput

20
laut yaitu pemilihan lokasi yang memenuhi persyaratan bagi jenis rumput
laut yang akan dibudidayakan, pemilihan atau seleksi bibit dan cara
pembibitan yang tepat, metode budidaya yang tepat, pemeliharaan
tanaman, metode panen dan perlakuan pascapanen yang benar dan
pembinaan dan perdampingan secara continue kepada petani.
1. Penentuan Lokasi
Pertimbangan yang diperlukan dalam bagian ini yaitu tentang
kesehatan, sosial ekonomi, lingkungan dan teknik serta hal-hal yang
berdasarkan undang-undang berlaku. Disampingnya penting untuk
mempertimbangkan mengenai peningkatan sektor-sektor lainnya seperti
sektor pariwisata, pelayaran, perikanan, perlindungan dan pertambangan
sumberdaya serta kegiatan lainnya (Hidayat, 2004).
Menurut Indriani et al. (2003), persyaratan dalam pemilihan lokasi
untuk usaha budidaya rumput laut secara umum yaitu:
a) Tempat melakukan budidaya harus jauh dari pengaruh angin.
b) Tempat budidaya tidak sering terjadi perubahan kandungan garam
yang tinggi.
c) Tempat budidaya setidaknya ada makanan untuk rumput laut.
d) Tempat budidaya harus bebas dari pencemaran limbah.
e) Tempat budidaya setidaknya memudahkan dalam menggunakan
metode budidaya yang diinginkan.
f) Tempat budidaya terjangkau sebagai upaya pengurangan biaya
transportasi.
g) Tempat budidaya hendaknya dekat dengan tenaga kerja.
Sedangkan persyaratan dalam memilih tempat budidaya rumput laut
(Eucheuma cottonii) yaitu:
a) Tempat melakukan budidaya harus sedikit jauh dari darat.
b) Berupaya untuk budidaya pada tempat yang kemungkinan terjadinya
aerasi, tempat budidaya harus memiliki setidaknya arus air atau
pergerakan supaya terjamin dengan adanya makanan dan bisa
terhindar dari akumulasi tanaman penempel dan debu.
c) Jika menerapkan sistem dasar, maka dasar setidaknya kasar.

21
d) Tempat terpilih harus digenangi air sedalam 30-60 cm pada saat
surut.
e) Perairan tempat budidaya harus memiliki pH (derajat keasaman)
kisaran 7,4-8,3.
f) Tempat budidaya yang diinginkan ditumbuhi komonitas dari beragam
jenis-jenis alga alami sehingga cºCok untuk pertumbuhannya.

Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan pedoman umum


tentang pemilihan lokasi sebagai syarat dalam melakukan pembudidayaan
rumput laut. Pedoman tersebut mangacu pada Keputusan Menteri
Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 1/Kepmen-Kp/2019
Tentang Pedoman Umum Pembudidayaan Rumput Laut. Lokasi
pembudidayaan Rumput Laut dapat dilakukan di perairan dan di daratan.
Adapun syarat untuk melakukan pembudidayaan rumput laut yang
dilakukan di perairan menurut Kepmen-Kp tahun 2019 adalah:

a) Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi atau Rencana


Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota atau Rencana Zonasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K);
b) Tersedianya transportasi dan komunikasi yang memadai;
c) Mendapatkan sumber cahaya matahari yang cukup;
d) Berada pada Kawasan terhindar dari banjir rutin dan pengaruh
pencemaran limbah bahan beracun dan berbahaya;
e) Harus terlindung dari gelombang, angin kencang, dan pergerakan air
teratur;
f) Jauh dari muara sungai sehingga terhindar dari fluktuasi salinitas dan
kekeruhan air;
g) Mudah terjangkau;
h) Tidak terdapat pada alur pelayaran; dan
i) Bukan daerah penangkapan ikan.
Sedangkan untuk lokasi pembudidayaan Rumput Laut secara umum
untuk di daratan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

22
a) Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi atau Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;
b) Tersedianya transportasi dan komunikasi yang memadai;
c) Mendapatkan sumber cahaya matahari yang cukup; dan
d) Berada pada Kawasan terhindar dari banjir rutin dan pengaruh
pencemaran limbah bahan beracun dan berbahaya.

2. Prasarana
Prasarana yang diperlukan untuk mendukung pembudidayaan
Rumput Laut, yaitu:
a) Tempat penanganan bibit didesain dan dibuat secara semi
permanen/permanen, sehingga dapat terlindung dari panas matahari,
hujan, dan angin kencang;
b) Konstruksi infrastruktur harus mempertimbangkan fungsi konservasi
dan meminimalisir gangguan terhadap lingkungan sekitar;
c) Tempat penanganan panen dan pasca panen bebas dari potensi
kontaminasi, aman bagi pembudi daya, dan tidak merusak lingkungan;
dan
d) Toilet dan septic tank apabila diperlukan di unit pembudidayaan,
lokasinya harus dapat mencegah atau meminimalisasi pencemaran
pada unit pembudidayaan Rumput Laut.

3. Sarana
Sarana yang digunakan untuk mendukung pembudidayaan Rumput
Laut yaitu:
a) Bibit memiliki mutu yang baik, adaptif terhadap calon lokasi budidaya,
dan tahan terhadap penyakit;
b) Pupuk hanya digunakan apabila diperlukan, harus memenuhi
persyaratan kemanan pangan dan lingkungan, serta digunakan sesuai
petunjuk penggunaan; dan
c) Peralatan budidaya terbuat dari bahan yang ramah lingkungan, tidak
beracun, tidak korosif, dan bebas penyakit.

23
4. Pemilihan Benih/ Bibit
Benih rumput laut bisa didapatkan dari stºCk hasil budidaya petani
atau dari alam. Manfaat jika benih dari stºCk alam adalah mudah
mendapatkannya, relevan dengan syarat pertumbuhan alami. Mudaratnya
adalah bibit tercampur dengan jenis alga lainnya. Benih dipilih dari hasil
petani biasanya lebih unggul karena sudah tentu satu jenis sesuai dengan
kebutuhan. Ciri-ciri benih yang baik adalah benih harus bersih, muda, dan
segar agar dapat memberikanan efek pertumbuhan yang maksimal. Benih
yang baik biasanya dari benih yang segar, sehat, dan tidak penyakitan.
Benih unggul didapatkan dari budidaya petani dan tidak stºCk alam.
Pengadaan benih dilakukan dengan cara memanfaatkan sifat reproduksi
generatif dan vegetatif. Jika sumber pendapatan benih sudah tersedia dan
tempat untuk melakukan budidaya sudah tersedia pada tempat budidaya,
bahwa benih setidaknya siap untuk ditanam. Benih sudah disediakan
setidaknya cukup dan menyesuaikan dengan banyaknya tempat
melakukan tanam. Metode atau sistem dasar, luas perpetak untuk
budidaya yaitu satu are maka benihnya 240 kg. Sedangkan metode rakit
setidaknya berukuran 2,5 x 5 m2 maka dibutuhkan benih rumput laut 30
kg. Budidaya rumput laut pada tambak maka dalam satu hektar
membutuhkan benih sekitar 800-1000 kg (Indriani et al., 2003).
Bibit yang berupa stek di pilih dari tanaman yang masih muda, masih
segar , tidak cacat dan terhindar dari penyakit, di ambil dari tanaman yang
tumbuh secara alami ataupun dari tanaman hasil budidaya. Bibit unggul
mempunyai ciri bercabang banyak. Bibit sebaiknya dikumpulkan dari
perairan pantai sekitar lokasi budidaya, bibit harus dalam keadaan basah,
dan hindari dari air hujan, minyak, dan kondisi kekeringan. Bibit yang
sudah dipilih kira - kira beratnya antara 50 gram - 100 gram kemudian
ditaruh kedalam jaring yang bermata kecil dalam keadaan terendam di
dalam air laut. Para petani atau nelayan sangat jarang mengukur atau
menimbang berat bibit yang akan di budidayakan, mereka menggunakan
perkiraan - perkiraan saja sehingga tidak tahu pasti berat bibit yang baik

24
untuk meningkatkan hasil budidaya yang mereka tekuni. (Poncomulyo,
2006)

5. Penanaman
Penanaman benih rumput laut merupakan salah satu jenis kegiatan
dimana rumput laut yang sudah diikat kemudian dimasukkan kedalam air
di tempat budidaya dengan menggunakan beberapa sistem seperti
metode rakit, metode dasar, metode gantung. Penanaman harus saat
benih dalam keadaan masih segar (Indriani et al., 2003).
a) Metode Lepas Dasar
Banyaknya tempat budidaya pada dasar adalah satu are dengan
lokasi dasarnya harus sedikit berpasir dan memiliki ketinggian air 30-
60 cm.
b) Metode Rakit
Metode rakit baik dengan tempat kedalaman saat sedang surut 60 cm.
c) Metode Tali Gantung (longline)
Budidaya rumput laut dengan metode longline dilakukan di perairan
yang kedalamannya sekitar lima meter serta memiliki dasar perairan
yang terdiri dari pasir atau pasir berlumpur.

6. Pemanenan
Pertimbangan yang diperlukan dalam tahap ini adalah bagaimana
metode serta waktu yang baik agar dapat sesuai dengan yang diharapkan
pasar berdasarkan kualitasnya. Rumput laut biasanya dipanen setelah
berumur 6-8 minggu tergantung petani. Cara melakukan panen yaitu
rumput laut diangkat ke darat kemudian memotong tali pengikat. Panen
tersebut biasanya dikerjakan pada saat laut sedang pasang, tetapi jika air
laut surut, panen bisa dilakukan langsung di areal tanam. Metodenya
sama yaitu memotong tali rafia sebagai pengikatnya. Kemudian
dipisahkan antara rumput laut yang sudah dipanen dengan sisa tali rafia.
Panen yang ini biasanya mendapatkan keuntungan, jika ingin menanam
bisa menggunakan ujung rumput laut.

25
7. Faktor Modal
Dalam kegiatan pertanian rumput laut proses produksi yang
dilakukan oleh petani rumput laut membutuhkan modal atau dana yang
cukup besar bagi petani rumput laut. Modal yang diperlukan petani rumput
laut yaitu, modal untuk pembelian bibit rumput laut, pembelian tali,
pembelian pelampung, pembelian bambu dan membayar tenaga kerja.
Modal atau Kapital mengandung banyak arti, tergantung penggunaannya.
Dalam arti sehari-hari, modal sama artinya dengan harta kekayaan
seseorang yaitu semua harta berupa uang, tabungan, tanah, rumah,
mobil, dan lain sebagainya yang dimilki. Modal tersebut dapat
mendatangkan penghasilan bagi si pemilik modal, tergantung pada
usahanya dan penggunaan modalnya. Dalam ilmu ekonomi juga banyak
definisi tentang modal. Menurut Von Bohm Bawerk, arti modal atau kapital
adalah segala jenis barang yang dihasilkan dan dimilki oleh masyarakat,
disebut juga kekayaan masyarakat. Sebagian kekayaan itu digunakan
untuk memproduksi barang-barang baru dan inilah yang disebut modal
masyarakat atau modal sosial. Jadi, modal adalah setiap hasil atau produk
atau kekayaan yang digunakan untuk memproduksi hasil selanjutnya
(Moehar Daniel, 2004)
Pengertian modal ditekankan pada nilai, daya beli atau kekuasaan
memakai atau menggunakan yang terkandung dalam barang-barang
modal. Modal meliputi baik modal dalam bentuk uang maupun dalam
bentuk barang, misalnya mesin, ataupun barang-barang dagangan.
Menurut Suryana (2006) sumber-sumber penawaran modal diantaranya
yaitu :
a) Sumber internal yaitu modal yang dihasilkan sendiri. Modal yang
dipakai oleh petani rumput laut sebagian kecil berasal dari modal
internal.
b) Sumber eksternal yaitu modal yang dihasilkan dari luar. Modal
eksternal yang dipergunakan dalam budidaya rumput laut sebagian
berasal dari bantuan pemerintah yang diberikan kepada sebagian
kelompok petani rumput laut sedangkan sumber eksternal lainnya

26
berasal dari investor yang menanamkan modalnya dalam budidaya
rumput laut dengan sistem pembagian keuntungan yang berbeda-
beda tergantung kesepakatan yang dibuat.
Selain faktor modal tenaga kerja mutlak diperlukan dalam usaha
budidaya rumput laut, dalam kegiatan pertanian rumput laut petani tidak
dapat bekerja sendiri. Melainkan membutuhkan tenaga kerja atau sumber
daya manusia. Tenaga kerja ini dapat di peroleh dari tenaga kerja
keluarga dan tenaga kerja bayaran. Tenaga kerja keluarga yaitu, tenaga
kerja yang berasal dari kalangan keluarga sendiri atau tidak menuntut
upah. Sedangkan untuk tenaga bayaran ada sebagian dari kelompok
pembudidaya yang menggunakan tenaga bayaran karena mereka tidak
mampu mengerjakan sendiri proses budidaya rumput laut dari
awalpenanaman sampai panen berlangsung.

8. Faktor Produksi
Faktor produksi merupakan hal yang penting untuk diperhatikan
ketika membuat manajemen waktu produksi suatu usaha, agar efisiensi
dapat dicapai yakni manajemen waktu produksi jangka pendek maupun
produksi yang berjangka panjang. Produksi jangka pendek yaitu bila
sebagian faktor produksi jumlahnya tetap dan yang lainnya berubah.
Produksi jangka panjang yaitu, semua faktor produksi dapat berubah dan
ditambah sesuai kebutuhan. Produsen dalam melakukan kegiatan
produksi mempunyai landasan teknis, yang didalam teori ekonomi disebut
“fungsi produksi”. Fungsi produksi adalah sifat hubungan diantara faktor-
faktor produksi/input dan tingkat produksi yang dihasilkan/output (Sadono
sukirno, 2006) Fungsi produksi menetapkan bahwa suatu kegiatan
ekonomi tidak bisa mencapai suatu output yang lebih tinggi tanpa
menggunakan input yang lebih banyak dan suatu kegiatan ekonomi tidak
bisa menggunakan lebih sedikit input tanpa mengurangi tingkat outputnya.
Fungsi produksi adalah suatu persamaan yang menunjukkan hubungan
ketergantungan (fungsional) antara tingkat input yang digunakan dalam

27
proses produksi dengan tingkat output yang dihasilkan. Fungsi produksi
secara matematis dinyatakan sebagai berikut :

Q = f (K, L, T) dimana,
Q = jumlah output (hasil produksi)
K = modal (capital)
L = tenaga kerja
T = teknologi

Produksi secara luas dapat diartikan sebagai pengolahan bahan


baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Produksi dalam arti
ekonomi mempunyai pengertian semua kegiatan untuk menambah atau
meningkatkan nilai kegunaan atau faedah (utility) suatu barang dan jasa
(Sriyadi 1991). Produksi mempunyai konsep arus (flow concept), bahwa
kegiatan produksi diukur dari jumlah barang-barang atau jasa yang
dihasilkan dalam suatu periode waktu tertentu, sedangkan kualitas barang
atau jasa yang dihasilkan tidak berubah (Sadono Sukirno, 2006).

Produksi dalam hal ini adalah produk dari petani rumput laut yang
berupa bahan mentah yang belum diolah. Pada prinsipnya produksi
merupakan terjemahan dari kata production, yang merupakan sejumlah
hasil dalam satu lokasi dan waktu tertentu (Daniel, 2004).

9. Tenaga Kerja (Sumber Daya Manusia)


Tenaga kerja biasanya dibutuhkan berdasarkan besarnya usaha.
Daya kerja budidaya rumput laut dapat berasal dari kalangan keluarga
atau kerabat maupun tetangga tempat tinggal. Namun, peranan keluarga
sebagai tenaga kerja dalam usaha budidaya sangat berarti, karena akan
ada penghematan biaya dibandingkan dengan memperkerjakan tenaga
luar. Tenaga luar tentu dipengaruhi dengan upah, kecakapan, umur
tenaga kerja dan waktu kerja. Menurut Irwan dalam Suparmoko (1979)
keberhasilan pembangunan ekonomi salah satunya dipengaruhi oleh
faktor produksi. Faktor produksi tersebut adalah penduduk (Sumber Daya
Manusia). Sumber daya manusia adalah penduduk dalam usia kerja.

28
Tidak semua penduduk dapat bertindak sebagai faktor produksi, hanya
penduduk usia kerja dalam arti sudah bekerja atau sedang mencari
pekerjaan. Sedangkan kelompok bukan angkatan kerja meliputi golongan
yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga dan golongan-
golongan lain atau penerima pendapatan, yaitu mereka yang menerima
pensiunan, sewa atas milik dan mereka yang hidupnya tergantung pada
orang lain, seperti manula, penyandang cacat, narapidana serta penderita
sakit kronis.
Menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 pasal 1 yaitu tentang
ketentuan pokok mengenai tenaga kerja yang menyebutkan bahwa
tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan
baik didalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang
atau jasa untuk memenuhi kebutuhan.
Sumber alam akan dapat bermanfaat apabila telah diproses oleh
manusia secara serius. Semakin serius manusia menangani sumber daya
alam maka manusia akan memperoleh manfaat dari pengelolaan yang
dilakukan, misalnya saja dalam budidaya rumput laut dimana alam
memegang peranan sangat penting karena jika alam rusak maka habitat
rumput laut juga akan rusak maka untuk menjaga kelangsungan budidaya
rumput laut supaya berlangsung dengan baik maka alam harus dijaga dan
dimanfaatkan dengan bijak sehingga keadaan habitat rumput laut akan
terjaga dan semakin besar pula manfaat yang akan diperoleh masyarakat
dalam hal ini petani rumput laut. Tenaga kerja merupakan suatu faktor
produksi sehingga dalam kegiatan produksi diperlukan sejumlah tenaga
kerja yang mempunyai ketrampilan dan kemampuan tertentu sesuai
dengan kebutuhan. Menurut Payaman Simanjuntak (2001) tenaga kerja
adalah penduduk yang sudah bekerja dan sedang bekerja, yang sedang
mencari pekerjaan dan yang sedang melaksanakan aktivitas kerja.
Menurut Payaman Simanjuntak, (2001) Tenaga kerja terdiri dari
angkatan kerja dan bukan angkatan tenaga kerja, tingkat partisipasi
angkatan kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor antar lain :
a) Jumlah penduduk yang masih bersekolah

29
b) Jumlah penduduk yang mengurus rumah tangga
c) Bagaimana suatu rumah tangga mengatur siapa yang bekerja,
bersekolah dan mengurus rumah tangga
d) Umur
e) Tingkat pendidikan
f) Tingkat upah
g) Kegiatan ekonomi
Permasalahan usaha kecil yang terkait dengan tenaga sumber daya
manusia adalah tingkat ketrampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja, maka
sebagai upaya pengembangan usaha perlu adanya pemberian pelatihan
ketrampilan terhadap para tenaga kerja (Anoraga, 2002). Dari teori diatas
faktor tenaga kerja mempunyai beberapa indikator yaitu :
a) Jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam waktu penuh.
b) Tingkat pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja.
c) Produktivitas yang dihasilkan oleh tenaga kerja dalam satu periode
tertentu.
d) Pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan tenaga kerja

10. Biaya Produksi


Sugianto (2006) dalam bukunya “Ekonomi Mikro” mengatakan
bahwa biaya produksi adalah sejumlah uang yang dikeluarkan untuk
mendapatkan sejumlah input yaitu secara akuntansi sama dengan jumlah
uang keluar yang tercatat. Sedangkan Riwayadi (2006) mengatakan
biaya produksi adalah biaya yang terjadi pada fungsi produksi, dimana
fungsi produksi merupakan fungsi yang mengolah bahan baku menjadi
barang jadi. Biaya produksi itu sendiri mencakup semua biaya yang
berkaitan dengan perolehan atau pembuatan suatu produk. Dari
pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa biaya produksi adalah
biaya/uang yang dikeluarkan untuk dapat melakukan kegiatan produksi
barang
Mulyadi (2009) mengemukakan bahwa biaya produksi merupakan
biaya – biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk

30
jadi yang siap untuk dijual, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik.
a) Biaya bahan baku merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli
bahan baku yang akan diperoleh menjadi bahan jadi dalam proses
produksi.
b) Biaya tenaga kerja langsung yaitu biaya yang dikeluarkan untuk
membayar tenaga kerja yang terlibat langsung dalam pengolahan
bahan baku menjadi barang jadi.
c) Biaya overhead pabrik yaitu biaya yang dikeluarkan dalam proses
produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
Muhammad (2004) menyatakan bahwa memproduksi suatu produk
tertentu dibutuhkan biaya tetap (fixed cost= FC) dan biaya keseluruhan
(total cost=TC). Produksi yang dihasilkan dijual untuk mendapatkan
penerimaan, maka akan ditemukan total penerimaan dari hasil penjualan
produk atau disebut total revenue (TR).

11. Pendapatan Usaha


Pangandaheng (2012), menyatakan pendapatan merupakan
penerimaan yang dikurangi dengan biaya – biaya yang dikeluarkan.
Pendapatan seseorang pada dasarnya tergantung dari pekerjaan di
bidang jasa atau produksi, serta waktu jam kerja yang dicurahkan, tingkat
pendapatan perjam yang diterima.
Suratiyah (2015) menjelaskan bahwa pendapatan dan biaya usaha
tani dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal
terdiri dari umur petani, pendidikan, pengetahuan, pengalaman,
keterampilan, jumlah tenaga kerja, luas lahan dan modal. Faktor eksternal
berupa harga dan ketersediaan sarana produksi. Ketersediaan sarana
produksi dan harga tidak dapat dikuasai oleh petani sebagai individu
meskipun dana tersedia. Bila salah satu produksi tidak tersedia maka
petani akan mengurangi penggunaan faktor produksi tersebut, demikian
juga dengan harga sarana produksi, misalnya harga pupuk sangat tinggi
bahkan tidak terjangkau akan mempengaruhi biaya dan pendapatan.

31
Terdapat dua hal dalam memproduksi suatu barang yang menjadi
fokus utama dari seorang pengusaha dalam rangka mendapatkan
keuntungan yang maksimum, yaitu ongkos (cost) dan penerimaan
(revenue). Penerimaan adalah jumlah uang yang diperoleh dari penjualan
sejumlah output atau dengan kata lain merupakan segala pendapatan
yang diperoleh oleh perusahaan hasil dari penjualan hasil produksinya.
Hasil total penerimaan dapat diperoleh dengan pengalihkan jumlah satuan
barang yang dijual dengan harga barang yang bersangkutan atau TR = Q
x P (Rahman, 2010).
Rasyaf (2003) menyatakan bahwa bentuk umum penerimaan dari
penjualan yaitu TR = P x Q ; dimana TR adalah total revenue atau
penerimaan, P adalah price atau harga jual perunit produk dan Q adalah
Quantity atau jumlah produk yang dijual. Dengan demikian besarnya
penerimaan tergantung pada dua variabel harga jual dan variabel jumlah
produk yang dijual.

12. Kelayakan Usaha/ Investasi


Analisis finansial lebih menekankan pada aspek input-output pada
penerimaan dan pengeluaraan yang sebenarnya. Dengan demikian pada
analisis ini, variabel harga yang dipakai adalah data harga real. Analisis
finansial adalah penting untuk mengetahui posisi proyek pada tahun-tahun
tertentu, apakah proyek dalam defisit atau sebaliknya dalam keadaan
menguntungkan (Gray, 2002).
Dalam rangka mencari suatu ukuran yang menyeluruh sebagai dasar
persekutuan atau penolakan atau pengurutan suatu proyek telah
dikembangkan berbagai macam cara yang dinamakan investment criteria
atau kriteria investasi. Ada tiga macam kriteria investasi yang umum
dikenal antara lain Net presen Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR),
dan Benefit-Cost Ratio (B/C) (Gray, 2002:64)
Pengertian Payback Period menurut Dian Wijayanto (2012) adalah
periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi
(initial cash investment). Sedangkan berdasarkan definisi dari Abdul

32
Choliq dkk (2004), Payback Period adalah jangka waktu kembalinya
investasi yang telah dikeluarkan, melalui keuntungan yang diperoleh dari
suatu proyek yang telah direncanakan. Sementara, menurut Bambang
Riyanto (2004) Payback period adalah suatu periode yang diperlukan
untuk dapat menutup kembali pengeluaran investasi dengan
menggunakan proceeds atau aliran kas netto (net cash flows). Dengan
pendekatan rumus sebagai berikut Payback Period = Nilai Investasi / Kas
Masuk Bersih.
ROI (Return On Invesment) adalah salah satu bentuk dari rasio
profitabilitas yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan
dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan
untuk operasinya perusahaan untuk menghasilkan keuntungan (S.
Munawir (2007)
ROI (Return On Invesment) merupakan kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk menutup
investasi yang di keluarkan (Sutrisno, 2001)
Return On Invesment (ROI) merupakan pengukuran kemampuan
perusahaan secara keseluruhan dalam menghasilkan keuntungan dengan
jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan. Semakin
tinggi rasio ini, semakin baik keadaan perusahaan. S. Munawir (2007)
juga menambahkan bahwa besarnya Return On Invesment akan berubah
kalau ada perubahan Profit. Adapun rumus Return On Investment adalah
sebagai berikut: Return On Investment = Laba Bersih Sesuai / Pajak Total
Aktiva x 100%. (Sartono, 2010)
Kelayakan investasi dilakukan disemua sektor baik swasta maupun
publik, dalam investasi sektor publik kelayakan investasi memiliki peran
yang vital dalam mempercepat pembangunan. Keputusan yang kurang
tepat, akan mengakibatkan pemborosan dan kerugian yang terus-
menerus. Salah satu teknik yang dapat diaplikasikan dalam menilai
kelayakan investasi publik adalah Cost Benefit Analysis. Teknik ini secara
luas dikembangkan untuk perencanaan, pendukung keputusan, evaluasi
program, evaluasi proposal dan lain sebagainya pada seluruh jenis

33
organisasi baik pemerintah maupun swasta. Alat analisis finansial yang
termasuk dalam cost benefit analysis seperti net present value (NPV),
internal rate of return (IRR) dan benefit cost ratio (B/C ratio) (Guritno,
1993).
Dalam budidaya rumput laut petani rumput laut juga harus
memperhitungkan seberapa layak kegiatan usaha budidaya rumput laut.
Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui berapa pendapatan yang akan
diperoleh petani rumput laut agar mereka yakin terhadap prospek usaha
budidaya rumput laut berpotensi untuk di ekspor. Petani rumput laut harus
benar - benar yakin dan tidak ragu terhadap usaha yang mereka lakukan.
Mengingat potensi akan permintaan komuditi rumput laut jenis echeuma
cottonii juga semakin hari semakin meningkat. Khususnya permintaan
untuk ekspor. Oleh sebab itu analisis kelayakan usaha perlu dilakukan
agar petani yakin bahwa usaha budidaya rumput laut yang mereka
lakukan memang benar-benar menguntungkan.
F. Kerangka Pikir Penelitian
Potensi pasar rumput laut Eucheuma Cottonii sangat menjanjikan
dengan tujuan ekspor ke berbagai Negara, seperti: Eropa, Jepang,
Amerika Serikat, dan ke sejumlah negara Asia lainnya masih sangat
terbuka sehingga memberikan peluang usaha untuk meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Faktor yang
mendorong meningkatnya minat pembudidaya rumput laut adalah harga
rumput laut yang cukup tinggi serta prospek pasar rumput laut yang begitu
menguntungkan.
Penulis berharap, nantinya hasil penelitian ini akan menghasilkan
data dan informasi yang memadai untuk mengetahui faktor-faktor yang
memengaruhi pendapatan usaha budidaya rumput laut sehingga
masyarakat di Kabupaten Jeneponto yang masih bekerja freelance atau
serabutan beralih menjadi profesi tetap sebagai pembudidaya rumput laut.
Dengan itu, upaya untuk mengembangkan rumput laut Eucheuma Cottonii
dengan melihat analisis kelayakan usaha dan kelayakan investasinya
yang ditinjau dari segi total penerimaan dan keuntungan dapat

34
mendukung pelaksanaan pengembangan budidaya rumput laut, yang
akhirnya dapat meningkatakan pendapatan dan taraf hidup masyarakat di
kabupaten jeneponto. (Kamlasi, 2008). Adapun skema kerangka
pemikiran penelitian ini adalah sebagai berikut :

Kelompok Usaha Budidaya Rumput Laut (Eucheuma Cottoni)


Di Kelurahan Pabiringa Kecamatan Binamu Kabupaten
Jeneponto

Analisis Kelayakan

Analisis
Kelayakan Lahan

Mekanisme Analisis Kelayakan


Permodalan Usaha Investasi

Payback Periods

Return On Investmen

Hasil Penelitian

Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian

35
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian ini berkaitan dengan sasaran atau permasalahan
penelitian yang merupakan salah satu jenis sumber data yang dapat
dimanfaatkan oleh peneliti. Pemilihan lokasi atau site selection menurut
Sukmadinata (2013) berkenaan dengan penentuan unit, bagian,
kelompok, dan tempat dimana orang-orang terlibat di dalam kegiatan atau
peristiwa yang akan diteliti.

Gambar 3. Peta titik lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ditentukan secara purposive (sengaja) dengan


pertimbangan bahwa Kabupaten Jeneponto termasuk salah satu daerah
penghasil rumput laut di Sulawesi Selatan. Lebih tepatnya penelitian ini
mengambil lokasi di wilayah pesisir Kelurahan Pabiringa Kecamatan
Binamu Kabupaten Jeneponto. Penelitian dilakukan di wilayah tersebut
karena secara administrasi masuk dalam daerah tempat tinggal/ domisili
peneliti sehingga dalam proses pengambilan dan pengelolaan data

36
diharapkan dapat dimudahkan. Selain itu, peneliti telah mengenali dan
memahami kondisi demografis khususnya rumah tangga perikanan (RTP)
yang berada di lokasi penelitian.

2. Waktu Penelitian
Penelitian tentang Analisis Kelayakan Usaha Kelompok Rumput
Laut Eucheuma Cottonii di Kelurahan Pabiring, Kecamatan Binamu,
Kabupaten Jeneponto, dilaksanakan Selama 3 bulan, yaitu pada
bulan Juni 2020 sampai bulan agustus 2020.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian atau adalah pihak-pihak yang dijadikan sebagai


sampel dalam sebuah penelitian. Subjek penelitian juga membahas
karakteristik subjek yang digunakan dalam penelitian, termasuk
penjelasan mengenai populasi, sampel dan teknik sampling (acak/non-
acak) yang digunakan. (Nanang Martono, 2010)
Subjek dalam penelitian ini adalah pembudidaya rumput laut yang
tergabung dalam kelompok pembudidaya dengan jumlah kelompok
sebanyak 10 kelompok. Masing – masing kelompok mempunyai anggota
dengan jumlah berbeda – beda. Total anggota yang tergabung dalam 10
kelompok mencapai 100 orang. Menurut Arikunto (1992), yang
menyatakan bahwa jika jumlah sampel kurang dari 100 maka lebih baik
diambil semua, tetapi jika jumlah sampel lebih dari 100 maka lebih baik
diambil 10 – 15 % dari jumlah populasi atau tergantung dari kemampuan
peneliti, luas wilayah dan besar kecilnya resiko yang ditanggung peneliti.

C. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi


penelitian yang berkaitan dengan kelayakan usaha rumput laut di
Kelurahan Pabiring, Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto.

37
1. Observasi
Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan
pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis terhadap obyek
yang akan diteliti. Observasi dilakukan oleh peneliti untuk melihat
langsung situasi di lapangan serta mengumpulkan informasi yang
berkaitan dengan kelayakan usaha rumput laut di Kelurahan Pabiring,
Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto.

2. Wawancara
Wawancara digunakan untuk memperoleh data atau informasi
mengenai masalah yang diteliti, mencari keterangan dari sampel
penelitian. Pertanyaan wawancara diajukan dengan menitik beratkan
pada pokok masalah penelitian yaitu tentang faktor kelayakan usaha
rumput laut di Kelurahan Pabiring, Kecamatan Binamu Kabupaten
Jeneponto.

D. Metode Penelitian

Metode Penelitian yang dilakukan adalah metode kombinasi (mixed


methods) adalah merupakan penelitian, di mana peneliti mengumpulkan
dan menganalisis data, mengintegrasikan temuan, dan menarik
kesimpulan secara inferensial dengan menggunakan dua pendekatan
atau metode penelitan kuantitatif dan kualitatif dalam satu studi.
(Sugiyono. 2015).
Penggunaan metode ini didasarkan pada asumsi bahwa
penggunaan kedua metode kuantitatif dan kualitatif dalam kombinasi akan
memberikan pemahaman lebih baik pada masalah dan pertanyaan
penelitian daripada metode tersebut berdiri sendiri. Ketika data kuantitatif
membutuhkan penelaahan dan kajian atau tambahan data yang lebih
detail, maka kemudian dikombinasikan dengan pengumpulan data
kualitatif, misalnya wawancara maupun observasi. Sugiyono (2015)
menyatakan bahwa metode penelitian ini (campuran) mengkombinasikan
atau menggabungkan antara metode penelitian kuantitatif dan metode

38
kualitatif untuk digunakan secara bersama-sama dalam suatu kegiatan
penelitian, sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif, valid,
reliabel, dan obyektif.

39
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Secara geografis, Kabupaten Jeneponto terletak di 5°23'- 5°42'


Lintang Selatan dan 119°29' - 119°56' Bujur Timur. Kabupaten ini berjarak
sekitar 91 Km dari Makassar yang memiliki jumlah penduduk sebanyak
342.700 jiwa (85.676 keluarga) yang menetap di Kabupaten ini. Luas
wilayahnya mencapai 749,79 km2 dengan kecamatan Bangkala Barat
sebagai kecamatan paling luas yaitu 152,96 km2 atau setara 20,4 persen
luas wilayah Kabupaten Jeneponto. Sedangkan kecamatan terkecil adalah
Arungkeke yakni seluas 29,91 km2.
Kabupaten Jeneponto berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan
Takalar disebelah Utara, Kabupaten Bantaeng disebelah Timur,
Kabupaten Takalar disebelah Barat dan Laut Flores di sebelah Selatan.
Secara Administrasi Kecamatan Binamu merupakan ibu kota dari
Kabupaten Jeneponto yang memiliki batasan-batasan wilayah antara lain
pada sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Turatea, pada bagian
sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Batang, pada bagian
sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores serta pada bagian Barat
berbatasan dengan Kecamatan Tamalatea. (BPS Kabupaten Jeneponto.
2019).
Kondisi topografi Kabupaten Jeneponto pada bagian utara terdiri
dari dataran tinggi dengan ketinggian 500 sampai dengan 1400 meter
diatas permukaan air laut (mdpl) yang merupakan lereng pegunungan
Gunung Baturape - Gunung Lompobattang. Sedangkan bagian tengah
berada di ketinggian 100 sampai dengan 500 mdpl dan pada bagian
selatan merupakan pesisir serta dataran rendah dengan ketinggian antara
0 sampai dengan 100 mdpl. (BPS Kabupaten Jeneponto. 2019).
Di Kecamatan Binamu sendiri memiliki 12 Kelurahan dan 1 Desa.
Sementara lokasi penelitian tepatnya berada di Kelurahan Pabiring yang

40
merupakan wilayah pesisir bagian selatan Kabupaten Jeneponto dan
berbatasan langsung dengan Laut Flores. Adapun batas – batas Wilayah
lokasi Penelitian Kelurahan Pabiring yaitu:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Panaikang
2. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Biringkasssi
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Monro - Monro
4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores

B. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah pembudidaya rumput laut atau


biasa disebut dengan petani rumput laut. Dalam penelitian ini, data petani
rumput laut sebagai subjek penelitian sebanyak 10 kelompok dengan
jumlah total keseluruhan anggota kelompok mencapai 100 anggota
dengan masing – masing kelompok mempunyai 10 Anggota.

Tabel 2. Data Kelompok Usaha Rumput Laut


Kelas Jumlah
No Nama Kelompok Bidang Usaha
Kelompok Anggota

Budidaya Rumput
1 Cahaya Rezeky Pemula Laut Eucheuma 10

Cottonii
Budidaya Rumput
2 Bulu Jaya Pemula Laut Eucheuma 10

Cottonii
Budidaya Rumput
3 Laut Pertama Pemula Laut Eucheuma 10

Cottonii

Bahtera Budidaya Rumput


4 Pemula Laut Eucheuma 10
Pabiringa
Cottonii
5 Karya Bahtera Pemula Budidaya Rumput 10
Laut Eucheuma

41
Cottonii
Budidaya Rumput
6 Bunga Laut Pemula Laut Eucheuma 10

Cottonii
Budidaya Rumput
7 Biring Tanjung Pemula Laut Eucheuma 10

Cottonii
Budidaya Rumput
8 Cahaya Laut Pemula Laut Eucheuma 10

Cottonii
Budidaya Rumput
9 Sinar Mas Pemula Laut Eucheuma 10

Cottonii
Budidaya Rumput
10 Laut Biru Pemula Laut Eucheuma 10

Cottonii
Sumber : Data Primer Diolah

Melihat dari tabel kelompok usaha rumput laut di atas, relatif dari 10
kelompok masih berada pada status kelas pemula. Artinya masih dalam
tahap pendampingan terkait upaya pengembangan dalam meningkatkan
kemampuan mengelola usaha kelautan dan perikanan khususnya rumput
laut Eucheuma Cottonii.
Sementara itu, berdasarkan data yang diperoleh di lokasi
penelitian, diperoleh hasil bahwa keterlibatan kelompok pembudidaya
rumput laut belum maksimal, hal ini disebabkan keberadaan kelompok
tersebut bagi mereka belum bisa memberi solusi terbaik terhadap
berbagai kendala-kendala yang dihadapi pembudidaya rumput laut,
khususnya terkait permodalan. Namun di sisi lain petani sangat
merasakan pentingnya adanya kelompok atau asosiasi petani rumput laut
sebagai salah satu lembaga yang memediasi untuk menyampaikan
aspirasi dan berbagai masalah dihadapi selama melakukan kegiatan
usaha budidaya rumput laut. Saat ini untuk meningkatkan performance

42
kelompok tani, diperlukan peningkatan peran penyuluh dari
instansi/lembaga terkait, dalam hal penyuluhan budidaya rumput laut,
penerapan teknologi budidaya rumput laut, penyediaan bibit bermutu
tinggi, peningkatan mutu produksi rumput laut, dan peningkatan akses
permodalan dan pasar. Selama proses penelitian berlangsung, kelompok
pembudidaya tidak merasa ada kendala dalam mengikuti dan terlibat
langsung sebagai subjek penelitian.

1. Data Kelompok Berdasarkan Usia/ Umur

Usia merupakan salah satu aspek penting untuk mengukur tingkat


produktifitas dalam mengembangkan usaha budidaya rumput laut. Berikut
data kelompok petani rumput laut berdasarkan usia/ umur di Kelurahan
Pabiring, kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto.

Tabel 3. Data Kelompok Berdasarkan Usia

Usia Usia Usia Usia Jumlah


No Nama Kelompok
25-35 36-45 46-55 56-65

1 Cahaya Rezeky 5 3 1 1 10

2 Bulu Jaya 3 5 2 0 10

3 Laut Pertama 6 3 1 0 10
4 Bahtera Pabiringa 2 4 3 1 10
5 Karya Bahtera 4 2 3 1 10
6 Bunga Laut 2 4 2 2 10
7 Biring Tanjung 2 3 3 2 10
8 Cahaya Laut 1 5 0 4 10
9 Sinar Mas 3 3 2 2 10
10 Laut Biru 1 4 3 2 10
Jumlah Total 29 36 20 15 100
Sumber : Data Primer Diolah
Pengelompokan data menurut usia dari 10 kelompok pada tabel di
atas, menjelaskan tentang usia tiap anggota kelompok yang menjadi

43
subjek penelitian dalam penelitian ini, berdasarkan kelompok umur 25-35,
36-45, 46-55, dan 56-60. Tingkat umur tiap anggota kelompok terbanyak
berada pada kelompok umur 36-45 dengan jumlah 36 orang, sedangkan
kelompok umur tersedikit berada pada kelompok umur 56-65 dengan
jumlah 15 orang. Dilihat dari kelompok umur tersebut dapat dikatakan
bahwa sebagian besar anggota kelompok petani rumput laut di Kelurahan
Pabiring, Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto dapat dikatakan
produktif.

2. Data Kelompok Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan pada anggota kelompok adalah pendidikan


yang diperoleh dari bangku sekolah formal. Pendidikan menjadi salah satu
aspek penting dalam penyerapan pengetahuan dan informasi terbaru
terkait pengembangan usaha budidaya rumput laut. Berikut tabel
Karakteristik pendidikan kelompok petani rumput laut di Kelurahan
Pabiring kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto

Tabel 4. Tingkat Pendidikan Kelompok Petani Rumput Laut


Jumlah orang (kelompok)
Tingkat
Jumlah
pendidikan
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K.8 K9 K10

Tdk
2 - 1 - 1 - 1 - 2 1 8
Sekolah

SD 6 9 8 8 7 9 8 8 5 6 74

SMP 1 1 1 1 1 - 1 1 2 2 11

SMA 1 - - 1 1 - - 1 1 1 6

D3 - - - - - 1 - - - - 1

Jumlah 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 100

Sumber : Data Primer Diolah

44
Berdasarkan tabel 4 diatas mengenai tingkat pendidikan kelompok
usaha pembudidaya rumput laut yang ada, maka diperoleh data bahwa
kebanyakan anggota kelompok pembudidaya rumput laut berada ditingkat
pendidikan Sekolah Dasar (SD) dengan jumlah 8 anggota masing –
masing kelompok, yang berarti mereka kurang mendapatkan pendidikan
formal karena hanya tamat sekolah dasar. Untuk tamatan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) berjumlah 11 anggota dari masing – masing
Kelompok. kemudian untuk yang tidak sekolah berjumlah 8 anggota dari
maisng – masing Kelompok. Sedangkan jumlah anggota Kelompok yang
menempuh pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas hanya berjumlah 6
anggota dari 100 anggota Kelompok. Sementara tingkat pendidikan
Diploma tiga (D3) hanya berjumlah 1 anggota dari 100 anggota kelompok
usaha budidaya rumput laut di Kelurahan Pabiring Kecamatan Binamu
Kabupaten Jeneponto.
Hal ini tentunya disebabkan oleh faktor ekonomi keluarga atau
ketidakmampuan dari segi keuangan keluarga dalam membiayai anggota
keluarganya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi
sehingga sejak usia remaja anak petani rumput laut sudah diminta untuk
membantu keuangan keluarga dengan ikut bekerja membantu orang
tuanya membudidaya rumput laut.
Tingkat pendidikan rata – rata anggota kelompok petani rumput laut
di Kelurahan Pabiring Kecamatan Binamu Kabupaten Jenepnto dianggap
belum cukup mampu untuk menerima dan menyerap informasi
pengetahuan terkait usaha pengembangan rumput laut. Meskipun
demikian, tidak berarti bahwa pengetahuan dalam membudidaya rumput
laut dianggap belum cukup mampu, secara mereka medapat ilmu dari
pengalaman tahun - tahun sebelumnya.

C. Analisis Kelayakan Lahan Kelompok Usaha Budidaya Rumput


Laut E Cottonii.

45
Kondisi lahan kelompok petani rumput laut yang berada di
Kelurahan Pabiring hampir relatif sama. Lahan yang digunakan untuk
pengembangan budidaya rumput laut eucheuma cottonii bersih dari hama
rumput laut seperti bulu babi, teripang, bintang laut, dan penyu serta
terlindung dari ombak kuat yang dapat merusak konstruksi budidaya dan
tanaman rumput laut.

A. Legalitas Usaha
Lahan budidaya rumput laut yang dimanfaatkan oleh 10 Kelompok
sebagai subjek dalam penelitian ini, telah sesuai dengan peruntukan lahan
untuk budidaya Rumput laut yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) dan Zonasi Wilayah Pesisir Kabupaten Jeneponto.
Bahwa wilayah kelurahan pabiring pada bagian selatan termasuk dalam
Zonasi Wilayah Pesisir Kabupaten Jeneponto sesuai dengan RTRW
Kabupaten. Kesesuaian lokasi budidaya dengan peruntukannya
dimaksudkan untuk menghindari konflik dengan pemanfaatan lain seperti
kawasan pemukiman, konservasi, penangkapan ikan, wisata, industri,
pelayaran dan lain-lain.

B. Luas Lahan
Sesuai dengan aturan legalitas usaha budidaya perikanan termasuk
budidaya rumput laut eucheuma cottonii bahwa dalam melakukan
pembudidayaan di laut, luas lahan tidak lebih dari 2 ha. Untuk setiap
pembudidaya. Sementara berdasarkan hasil penelitian terkait luas lahan
diperoleh data besaran luas lahan yang telah dimanfaatkan oleh 10
kelompok petani rumput laut untuk usaha budidaya rumput laut eucheuma
cottonii sudah sesuai dengan aturan legalitas yang berlaku yakni tidak
melebihi 2 ha setiap anggota kelompok/ Pembudidaya. Sedangkan
hitungan luas lahan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan akumulasi
dari semua anggota kelompok, di mana setiap kelompok berbeda –
berbeda luas lahannya.
Tabel 5. Luas Lahan Kelompok Usaha Budidaya Rumput Laut eucheuma
cottonii

46
No. Nama Kelompok Luas Lahan

1 Cahaya Rezeky 5
2 Bulu Jaya 1
3 Laut Pertama 2
4 Bahtera Pabiringa 1
5 Karya Bahtera 1
6 Bunga Laut 2
7 Biring Tanjung 4
8 Cahaya Laut 2
9 Sinar Mas 4
10 Laut Biru 4
Sumber : Data Primer Diolah

Hitungan luas lahan pada tabel di atas yang diperoleh dari seluruh
anggota kelompok usaha budidaya rumput laut cottonii di kelurahan
Pabiring Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto, Kemudian
diakumulasikan menjadi per-kelompok berdasarkan Kelompoknya, maka
ditemukan kelompok yang mencapai luas lahan sampai 5 ha yakni
kelompok pembudidaya Cahaya Rezeki, sedangkan kelompok yang
hanya mencapai luasan 1 ha yakni kelompok pembudidaya Bulujaya,
Bahtera Pabiringa dan Karya Bahtera.

C. Ketersediaan Aksesbilitas dan Sarana Prasarana


Kelompok memilih lokasi usaha budidaya rumput laut eucheuma
cottonii yang aksesbilitasnya mudah untuk dijangkau sehingga kegiatan
pengontrolan perkembangan rumput laut dan penjagaan keamanan dapat
dilakukan dan tidak mengeluarkan banyak biaya operasional.
Ketersediaan sarana dan prasarana cukup memadai di lokasi budidaya
sehingga dapat mengontrol aktivitas budidaya serta penanganan ketika
pasca panen.

47
Gambar 4. Aksesbilitas dan Sarana Budidaya Rumput Laut
Berdasarkan kondisi yang ada, seperti yang terlihat pada foto
(dokumentasi) di atas, aksesbilitas dan sarana yang dimanfaatkan dalam
mendukung aktivitas budidaya rumput laut merupakan potensi yang
menjadi salah satu indikator penunjang keberlanjutan budidaya rumput
laut. Hal ini kemudian juga dapat menjadi indikator salah satu kelayakan
usaha budidaya rumput laut.

D. Analisis Kelayakan Kualitas Air

Proses dalam upaya untuk menentukan parameter kelayakan


kualitas air pada lahan usaha budidaya rumput laut eucheuma cottonii,
dilakukan dengan menggunakan alat pengukuran yang berbeda – beda
sesuai dengan objek/ parameter apa yang akan diteliti. Dari hasil
penelitian, peneliti memilih parameter berdasarkan tipe yang
memengaruhi kualitas produk rumput laut agar optimal. Hal ini juga
didukung oleh teori dari beberapa para ahli. Adapun tipe tersebut yaitu:

1. Suhu
Hasil pengukuran suhu yang telah dilakukan pada lahan usaha
kelompok budidaya rumput laut Eucheuma cottoni di Kelurahan Pabiring
yakni diperoleh nilai suhu tertinggi di minggu pertama sampai minggu
ketiga yaitu mencapai 28 ºC, sedangkan nilai suhu terendah yaitu 26 ºC
pada minggu keempat dan kelima.

48
Gambar 5. Pengukuran Suhu

Kisaran suhu yang terukur selama penelitian pada lahan budidaya


masih dikisaran suhu yang baik untuk budidaya rumput laut Eucheuma
cottonii. Hal ini sesuai dengan literature dan tinjauan teori berdasarkan
kriteria parameter fisika kimia untuk kesesuaian perairan budidaya rumput
laut Eucheuma cottoni. Sehingga hasil analisis kelayakan yang suhu di
lahan usaha kelompok usaha budidaya rumput laut dapat dikatakan layak.

2. Derajat Keasaman (Ph)


Pengukuran derajat keasaman (Ph) pada lahan budidaya rumput laut
menggunakan alat pH meter. Selama proses penelitian berlangsung,
peneliti memilih lahan dari beberapa anggota kelompok usaha budidaya
rumput laut secara sampling/ acak yang berada di Kelurahan Pabiring
Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto. Tergantung siapa anggota
kelompok yang bersedia dan tidak merasa terganggu dari aktivitas
budidayanya. Hal ini dilakukan agar keberlanjutan selama proses
penelitian bisa berjalan dengan baik. Tingkat keasaman diukur
menggunakan pH meter dan diperoleh hasil yang tertinggi yaitu dengan
rata-rata 8,0 pH, sedangkan nilai pH yang terendah yaitu rata-rata 7,9 pH.
Hasil penelitian menunjukkan, terjadi perbedaan tingkat keasaman
pH pada lahan masing – masing kelompok. Akan tetapi, masih berada
dalam kisaran pH yang normal untuk budidaya rumput laut Eucheuma
cottoni. Hal ini merupakan hasil yang positif bagi kelompok pembudidaya,
dikarenakan kualitas air dengan pH yang berada pada kisaran normal

49
dapat mendukung untuk dilakukannya budidaya rumput laut Eucheuma
Cottoni. Selama pH 6,5 – 9 pH, maka merupakan kisaran optimal dalam
suatu perairan. Sebaliknya, kisaran pH yang kurang dari 6,5 pH akan
menekan laju pertumbuhan bahkan tingkat keasamannya dapat
mematikan dan tidak ada laju reproduksi.

3. Salinitas
Parameter salinitas pada lahan usaha budidaya rumput laut
eucheuma cottonii di wilayah pesisir Kabupaten Jeneponto mengalami
perbedaan. Adanya perbedaan salinitas disetiap lahan budidaya
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sirkulasi air pada muara aliran
sungai, penguapan, curah hujan dan perbedaan waktu saat pengambilan
sampel. Proses pengambilan sampel dilakukan secara sampling/ acak
pada lahan dari beberapa anggota kelompok sebagai subjek dalam
penelitian ini. Secara administrasi keberadaan lahan usaha budidaya
berada di Kelurahan Pabiring Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto
dan termasuk dalam wilayah pesisir.

Gambar. 6. Pengukuran Salinitas

Pengukuran salinitas dilakukan di lahan kelompok yang berbeda.


Hasil pengukurannya berada pada kisaran antara 30 – 35 ppt. Pada setiap
lahan yang berbeda diperoleh nilai salinitas yang berbeda juga.
Berdasarkan hasil pengukuran nilai salinitas di lahan kelompok yang

50
berbeda ditemukan nilai tertinggi berada pada kisaran 33 ppt, sedangkan
untuk nilai terendah berada pada kisaran 29 ppt. Dengan nilai salinitas
yang berada pada kisaran 29 – 33 ppt, maka tingkat salinitas pada
perairan di lahan Kelompok usaha budidaya rumput laut masih layak
untuk dibudidayakan.

4. Oksigen Terlarut (Do)


Pengukuran pada oksigen terlarut (Do) pada beberapa lahan yang
berbeda berkisar antara 6,9 – 7,3 ppm. Hasil pengukuran oksigen dengan
nilai terendah berada pada kisaran 6,9 ppm, sedangkan hasil pengukuran
pada oksigen dengan nilai tertinggi berada pada kisaran 7,3 ppm. Hasil
penelitian tersebut, menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut yang
berada di lahan kelompok usaha budidaya rumput laut eucheuma cottonii
Kelurahan Pabiring Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto, baik untuk
budidaya rumput laut Eucheuma cottoni. Hal ini didukung oleh tinjauan
teori menurut para ahli yang berdasarkan kriteria parameter fisika kimia
kesesuaian perairan budidaya rumput laut.

5. Nitrat
Hasil dari uji kandungan nitrat pada lahan usaha kelompok budidaya
rumput laut di Kelurahan Pabiring Kecamatan Binamu Kabupaten
Jeneponto, yang diperoleh data dari hasil pengujian sampel yaitu dibawah
dari 0.001 mg/L. Pengambilan data sampel dilakukan dengan waktu yang
tidak menentu sehingga disesuaikan dengan kesiapan kelompok untuk
mendampingi peneliti. Berdasarkan hasil penelitian uji kandungan kadar
nitrat melalui alat pengujian sampel yang ditinjau dari kadar nitrat yang
merupakan salah satu indikator kesuburan, maka kisaran kadar nitrat
sudah dalam faktor pembatas atau kandungan nitratnya bersifat toksik.

6. Fosfat
Berdasarkan hasil penelitian melalui pengujian kandungan fosfat
pada lahan budidaya rumput laut eucheuma cottonii yang berkisar antara

51
4.277 mg/L - 8.462 mg/L menunjukkan bahwa kadar kandungan fosfat
yang tinggi. Sementara menurut teori, bahwa kandungan fosfat yang tinggi
dipengaruhi karena adanya limbah rumah tangga, limbah industri,
domestik, dan limbah pertanian.
Akan tetapi menurut peneliti yang didukung oleh tinjauan teori dari
beberapa ahli, bawah penyebab tingginya fosfat adalah gelombang laut
yang terlihat secara langsung pada daerah budidaya rumput laut cukup
besar yang bisa menyebabkan pengadukan massa air dan mengangkat
kandungan fosfat yang terdapat di dasar perairan naik ke permukaan dan
juga disebabkan oleh tingginya kadar fosfat disebabkan arus dan
pengadukan massa air yang mengakibatkan terangkatnya kandungan
fosfat yang tinggi dari dasar ke lapisan permukaan.

E. Penerapan Budidaya Rumput Laut Eucheuma Cottonii

1. Pemanfaatan Benih/ Bibit


Salah satu faktor penentu keberhasilan usaha budidaya rumput laut
adalah bibit yang digunakan, oleh sebab itu bibit yang digunakan
sebaiknya bibit yang baik sehingga akan menghasilkan panen yang baik
pula. Berdasarkan hasil pengamatan disertai wawancara terhadap
anggota kelompok usaha budidaya rumput laut di Kelurahan Pabiring
Kecamatan Binamu kabupaten Jeneponto, diketahui bibit yang digunakan
adalah jenis bibit Eucheuma Cottonii. Di mana, Sebagian besarnya bibit
tersebut diperoleh dari hasil budidaya masing – masing anggota
kelompok. Adapun ciri – ciri yang layak untuk dimanfaatkan yaitu sebagai
berikut:

a) Bercabang banyak
b) Tidak terdapat bercak dan tidak terkelupas
c) Warna spesifik (cerah)

52
Gambar 6. Pemilihan Benih/ Bibit

Berdasarkan keterangan kelompok dari hasil wawancara, bibit


diperoleh dari hasil panen sebelumnya atau jikalau bibit rusak dan tidak
layak untuk dimanfaatkan, maka kelompok pembudidaya rumput laut
terpaksa membeli. Selain dari membeli, Kelompok budidaya rumput laut
memperoleh bantuan bibit dari Kementerian Kelautan Perikanan dan/ atau
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jeneponto. Kelompok
memanfaatkan Bibit yang telah diambil dari cabang yang masih berusia
muda, diperkiran sekitar 20 – 35 hari. Biasanya dalam satu bentangan
terdapat sekitar 5 kg bibit dengan menggunakan tali ganda.

2. Penanaman
Sebelum dilakukan Penanaman bibit, kelompok petani rumput laut
melakukan penimbangan bibit yang masing-masing setiap bentangan
memeiliki berat 5 kg. Selanjutnya tali bentangan digandakan dalam setiap
tali utama.

Gambar 7. Metode Budidaya dengan menggunakan tali bentangan ganda

53
Dapat dilihat dari gambar di atas, di mana dilakukan budidaya
dengan jarak ikatan bibit rumput laut berjarak 30 cm antara tali bentangan
dengan tali bentangan lainnya. Selanjutnya pelampung diikatkan dengan
menggunakan botol plastik pada tali bentangan agar rumput laut
mengambang dengan merata dalam kedalaman yang telah ditentukan.
Berdasarkan pembahasan di atas, penerapan penanaman yang
dilakukan kelompok pembudidaya rumput laut eucheuma cottonii dapat
dikatakan layak dalam melakukan proses penanaman.

3. Pengawasan dan Pemeliharaan


Selama proses budidaya masih berlangsung, petani rumput laut
harus melakukan pengawasan secara berlanjut/ berkala. Para anggota
kelompok usaha budidaya rumput laut di Kelurahan Pabiring Kecamatan
Binamu Kabupaten Jeneponto biasanya melakukan pengawasan tiap 2
hari sekali. Pada 20 hari pertama dan setelah rumput laut berumur 20 hari
maka pengawasan pertumbuhan rumput laut semakin intensif dilakukan
yaitu tiap hari di pagi hari. Hal ini dilakukan, dikarenakan jika di pagi hari
angin tidak terlalu kencang sehingga ombak tidak tinggi dan tidak
membahayakan keselamatan pembudidaya. Proses pembersihan
bertujuan untuk menghilangkan lumpur yang menempel pada bibit dengan
cara menyikatnya secara perlahan – lahan.

Gambar 8. Kegiatan Pengawasan dan Pemeliharan Budidaya Rumput


laut.

54
Hasil wawancara dengan beberapa anggota Kelompok usaha
pembudidaya, yang dilakukan secara acak pada tiap kelompok,
mengatakan bahwa rata – rata lama pemeliharaan rumput laut yang
dilaksanakan oleh pembudidaya di lokasi penelitian adalah 40 - 45 hari.
Berdasarkan pembahasan di atas, kelompok usaha pembudidaya rumput
laut eucheuma cottonii dapat dikatakan memenuhi standar kelayakan
dalam melakukan proses pengawasan dan pemeliharaan.

4. Pemanenan
Proses pemanenan Kelompok usaha budidaya rumput laut di
Kelurahan Pabiring Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto dilakukan
pada waktu pagi atau sore hari tergantung dari surutnya air, hal ini untuk
mempermudah proses pelepasan tali bentangan pada rakit di pinggir
pantai. Pada tahapan pemanenan ini, Kelompok petani rumput laut
cenderung akan memilih waktu yang tepat, sesuai dengan permintaan
pasar. Waktu yang optimal untuk dilakukan pemanenan pada rumput laut
eucheuma cottonii yaitu dengan masa pemeliharaannya berkisar 40 - 45
hari.

Gambar 9. Kegiatan Pemanenan Budidaya Rumput laut.

Menurut pengakuan kelompok usaha budidaya rumput laut di lokasi


penelitian, jika dalam kurun waktu 40 hari masa pemeliharaan belum ada
penawaran datang dari pembeli (buyer), maka petani rumput laut

55
menunggu sampai pada kurun waktu maksimal 45 hari masa
pemeliharannya. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk mendapatkan
kualitas yang optimal dan kuantitas sesuai dengan permintaan pembeli.
Pemanenan rumput laut dilakukan dengan cara mengangkut semua
bentangan rumput laut. kemudian segera dikeringkan langsung dengan
menjemur dengan cara digantung atau diletakkan pada para-para.
Berdasarkan pembahasan di atas, penerapan pemanenan oleh kelompok
pembudidaya rumput laut eucheuma cottonii dapat dikatakan memenuhi
standar kelayakan dalam melakukan proses pemanenan.

F. Mekanisme Permodalan Kelompok Usaha Budidaya Rumput


Laut Eucheuma Cottonii

Peneliti mentranskripsikan hasil wawancara dengan Kelompok


usaha budidaya rumput laut eucheuma cottonii di Kelurahan Pabiring
Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto pada penelitian ini, yang di
mana poin utamanya adalah sebuah harapan bagi petani rumput laut agar
dapat memperoleh modal usaha dengan persyaratan secara mudah dan
pinjaman modal usaha dengan tingkat bunga yang rendah, bahkan
mereka berharap dapat memperoleh bantuan modal usaha melalui
pinjaman tanpa bunga. Besarnya harapan petani rumput laut terhadap
akses ke lembaga keuangan formal menunjukkan keinginan petani untuk
mengembangkan kegiatan usahanya namun terbentur pada akses
permodalan. Menurut pengakuan salah satu anggota Kelompok
pembudidaya, dukungan dari pihak pemerintah yang selama ini dapat
dirasakan oleh petani berupa adanya bantuan modal pembelian bibit, tali
dan sarana dan prasarana lainnya berupa perahu termasuk sangat cukup
membantu dalam meningkatkan usaha budidayanya. Namun, petani
masih sangat berharap pemerintah terus memberikan bantuan berupa
bantuan modal usaha, akses pemasaran, pelatihan/ penyuluhan, dan
pendampingan usaha budidaya rumput laut, dan penyediaan sarana dan
prasarana yang murah dan berkelanjutan.

1. Modal Awal Kelompok Usaha Rumput Laut

56
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data
permodalan diawal usaha budidaya rumput laut eucheuma cottonii
berdasarkan kelompok yaitu sebagai berikut:

Tabel 6. Modal Awal Kelompok Usaha Rumput Laut

Modal Jumlah (kelompok) Persentase (%)


10.000.000 – 40.000.000 1 10

41.000.000 – 80.000.000 4 40

81.000.000 - 120.000.000 4 40

121.000.000 – 160.000.000 1 10

Total 10 100

Sumber: Data primer diolah


Modal sangat berperan dalam suatu usaha yang yang sedang
dijalani, dimana semakin besar modal yang dimiliki pada suatu usaha
yang sedang dijalankan, maka akan semakin besar pula usaha yang
dilakukan. Begitu juga sebaliknya. Berdasarkan tabel 6 di atas
menunjukkan bahwa modal awal kelompok petani rumput laut dalam
menjalankan usahanya menggunakan modal dengan jumlah yang
berbeda – beda, tergantung dari luas lahan yang digunakan untuk
budidaya rumput laut. Semakin luas lahan yang dipergunakan untuk
budidaya rumput laut maka modal yang dipakai akan semakin banyak.
Modal tersebut dipergunakan untuk membeli berbagai peralatan
yang dipergunakan dalam pembudidayaan rumput laut serta dipergunakan
untuk biaya tenaga kerja. Berdasarkan hasil penelitian, persentase
terbesar dimiliki oleh 8 kelompok. Empat kelompok memiliki modal rata –
rata dikisaran 81 juta sampai 120 juta, sementara empat kelompok lainnya
memiliki modal rata – rata dikisaran 41 juta sampai 80 juta dengan
persentase mencapai 80 persen. Sedangkan persentase modal terkecil
dimiliki oleh 2 kelompok. terdapat satu kelompok memiliki modal rata –
rata dikisaran 10 juta sampai 40 juta, sedangkan satu kelompok memiliki

57
modal dikisaran 41 juta sampai 80 juta dengan persentase mencapai 20
persen.
Menurut pengakuan (hasil wawancara) beberapa anggota kelompok
usaha budidaya, bahwa modal awal dengan minimal 10 – 40 juta yang
telah dimanfaatkan sudah dapat dikatakan cukup untuk memulai budidaya
rumput laut eucheuma cottonii. Tentunya dengan modal awal tersebut
hasil keuntungannya juga tidak besar.

2. Sumber Modal Kelompok Usaha Budidaya Rumput Laut


Untuk permodalan usaha pembudidaya rumput laut dapat diperoleh
dari modal sendiri, dapat bersumber dari keluarga, pedagang besar,
koperasi, lembaga perbankan dan lembaga non bank. Berdasarkan
penelitian di lokasi diperoleh data bahwa pembudidaya/ petani rumput laut
mayoritas melakukan usaha budidaya rumput laut dengan modal usaha
dari investor, sedangkan beberapa masih menggunakan modal sendiri
dan menggunakan modal dari badan Usaha Koperasi. Akses pada
lembaga keuangan atau perbankan masih terbatas. Keterbatasan akses
permodalan bagi petani membuat mereka hanya memiliki usaha yang
berskala rendah atau skala rumah tangga. Berikut tabel Jumlah
persentase dan sumber modal yang diperoleh oleh kelompok usaha
pembudidaya rumput laut di Kelurahan Pabiring Kecamatan Binamu
Kabupaten Jeneponto.

Tabel 7. Jumlah dan Sumber Modal

Sumber Modal Jumlah Persentase (%)

Modal sendiri - -

Modal pinjaman Bank 1 10

Modal koperasi 2 20

Bantuan Pemerintah - -

Modal sendiri dan 2 20

58
bantuan Pemerintah
Lain-lain (investor) 5 50

Jumlah 10 100

Sumber : Data Primer Diolah 2020

Berdasarkan dari tabel 7 di atas, mengenai sumber modal


pembudidaya rumput laut menunjukkan bahwa terjadi perbedaan
penggunaan modal dalam melakukan budidaya rumput laut oleh kelompok
pembudidaya. Di mana modal tersebut digunakan untuk membeli berbagai
peralatan yang digunakan dalam budidaya rumput laut.
Modal yang digunakan oleh kelompok pembudidaya rumput laut
berasal dari dua sumber yaitu ada yang berasal dari sumber dari dalam
kelompok dan ada juga yang modalnya dari luar kelompok. Sumber dari
dalam kelompok biasanya berasal dari dana dari tiap anggota kelompok
yang ditetapkan. Sedangkan dana dari luar kelompok bisa berasal dari
instansi pemerintah, koperasi dan bahkan investor yang menanamkan
modalnya.
Sumber modal yang dipakai oleh kelompok petani rumput laut
berbeda-beda, kelompok yang menggunakan modal dari pinjaman bank 1
kelompok, 2 kelompok modal dari koperasi, 2 kelompok menggunakan
modal sendiri dan bantuan pemerintah, sedangkan 5 kelompok dengan
bantuan investor asing. Investor asing ini biasanya berasal dari Kanada
dan China yang sampai saat ini masih ada kerjasama dengan petani
rumput laut. Kelompok yang menggunakan modal dari investor dengan
sistem bagi hasil yang berbeda – beda tergantung dengan perjanjian yang
dibuat antara pembudidaya rumput laut dengan investor.
Sementara untuk hasil hitungan persentasenya, yang terbesar yakni
50% dengan jumlah 5 kelompok memiliki modal antara Rp. 38.000.000,00
sampai dengan Rp. 60.000.000,00, kemudian 30% dengan jumlah 3
kelompok dengan modal 24.000.000 - 37.000.000 serta 20% dengan
jumlah 2 kelompok sebesar 10.000.000 - 23.000.000 modal yang dimiliki.

59
Dari hasil pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan mengenai
sumber modal yang dimanfaatkan oleh Kelompok pembudidaya rumput
laut di Kelurahan Pabiring Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto.
Selanjutnya akan disusun nama – nama kelompok sebagai subjek
penelitian yang memperoleh modal usaha dari berbagai sumber yaitu
pada tabel berikut:
Tabel 8. Kelompok Usaha dan Sumber Modal

No. Kelompok Sumber Modal

1 CAHAYA REZEKY Investor

2 BULU JAYA Koperasi

3 LAUT PERTAMA Sendiri & Bantuan Pemerintah

4 BAHTERA PABIRINGA Koperasi

5 KARYA BAHTERA Sendiri & Bantuan Pemerintah

6 BUNGA LAUT Bank

7 BIRING TANJUNG Investor

8 CAHAYA LAUT Investor

9 SINAR MAS Investor

10 LAUTBIRU Investor

Sumber : Data Primer Diolah 2020

Diketahui dari tabel 8 mengenai Kelompok usaha sebagai subjek


dalam peneltian ini yang mendapatkan modal dari beberapa sumber yakni
Sumber modal dari Investor yaitu kelompok Cahaya Rezeki, Biring
Tanjung, Cahaya Laut, Sinar Mas dan Laut Biru. Sumber modal dari
Koperasi yaitu kelompok Bulu Jaya dan Bahtera Pabiringa. Sumber modal
dari Bank yaitu Kelompok Bunga Laut dan terakhir sumber modal sendiri
dan dari pemerintah yaitu Kelompok Laut Pertama dan Kelompok Karya

60
Bahtera. Sehingga dengan data tersebut, kelompok usaha budidaya
rumput laut eucheuma cottonii di Kelurahan Pabiring Kecamatan Binamu
Kabupaten Jeneponto yang ditinjau dari sumber modal usaha, dikatakan
dapat dipercaya dan mendapatkan dukungan dari pemilik modal (Investor)
demi keberlanjutan usaha budidayanya.

G. Produktivitas Kelompok Usaha Rumput Laut Eucheuma Cottonii

1. .Faktor Musim dan Iklim


Pada umumnya kegiatan budidaya rumput laut yang dilakukan oleh
kelompok petani rumput laut di wilayah pesisir Kelurahan Pabiring
Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto dimulai diakhir awal Juni
sampai bulan Desember. Pada bulan tersebut para petani rumput laut
melakukan budidaya rumput laut dikarenakan curah hujan yang rendah
dan angin yang ditimbulkan kecil serta tidak ada ombak sehingga perairan
tersebut tenang.
Musim hujan terjadi pada akhir bulan Desember hingga akhir bulan
Maret. Pada bulan-bulan tersebut penanaman rumput laut sangat jarang
dilakukan karena sangat tidak cocok dengan budidaya rumput laut di
mana curah hujan tinggi, ombak terkadang besar serta perairan kotor
sehingga air menjadi keruh dan begitu juga salinitas air laut menjadi
menurun. Berikut tabel hasil produksi rumput laut di lokasi penelitian per
panen ton kering. Di Kabupaten Jeneponto pada umumnya, petani
pembudidaya rumput laut hanya melakukan aktifitas tanam bibit dalam 4
kali per musim atau melakukan panen rumput laut 4 kali dalam satu
musim yaitu hanya pada musim Timur.
Kelompok budidaya rumput laut di Kelurahan Pabiring Kecamatan
BInamu Kabupaten Jeneponto mengambil penanaman bibit pada musim
Timur. Menurut pengakuan beberapa anggota kelompok, musim timur
merupakan waktu yang tepat untuk budidaya rumput karena tidak terjadi
hujan yang deras dan keseringan. Hal ini membuat kadar garam di laut
stabil. Tentunya pertumbuhan rumput laut juga tergantung dari salinitas
yang stabil. Musim timur juga merupakan musim yang sangat baik karena

61
pertumbuhan rumput laut pada saat tersebut sangat normal, ombak dilaut
relatif tenang dan jarang terjadi ombak besar sehingga rumput laut dapat
tumbuh baik jika dibandingkan pada musim Barat dimana ombak yang
besar memengaruhi keadaan suhu, rumput laut tidak tahan terhadap
perubahan suhu yang tidak stabil sehingga biasanya terjadi gagal panen.

2. Jumlah Tenaga Kerja dan Status Tenaga Kerja


Tenaga kerja yang digunakan pada usaha budidaya rumput laut
dalam penelitian ini adalah tenaga kerja manusia. Tenaga kerja dihitung
berdasarkan jumlah yang dikerjakannya baik itu persiapan bibit tanaman,
penanaman, pemeliharaan, pemanenan, sampai kepada penjemuran.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka didapat data sebagai
berikut:

Tabel 9. Jumlah Tenaga Kerja Kelompok Petani Rumput Laut


Jumlah Tenaga Kerja Jumlah Kelompok Persentase (%)

5 - 10 Orang - -

11 – 15 orang 4 40

16 – 22 orang 6 60

Jumlah 10 100

Sumber : Data primer diolah


Tabel 9. Menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja kelompok usaha
budidaya rumput laut eucheuma cottonii di Kelurahan Pabiring Kecamatan
Binamu Kabupaten Jeneponto, seperti yang telah dipaparkan pada data di
atas, bahwa terdapat 6 kelompok yang paling banyak menggunakan
tenaga kerja dengan jumlah tenaga kerja yang dipakai adalah 16 – 22
orang tenaga kerja atau sebesar 60% dari total 10 kelompok yang ada.
Sedangkan 4 kelompok menggunakan jumlah tenaga kerja sebesar 11 –
15 orang tenaga kerja dengan jumlah persentase mencapai 40%. Setelah
diketahui data jumlah tenaga kerja yang digunakan pada 10 kelompok,

62
kemudian peneliti melanjutkan penelitiannya dengan mengumpulkan data
terkait status tenaga kerja.
Berikut pemaparan data status tenaga kerja yang dapat dilihat pada
tabel 11 di bawah ini. Tabel tersebut menunjukkan status tenaga kerja
pada kelompok usaha budidaya rumput laut eucheuma cottonii di
Kelurahan Pabiring Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto yaitu
sebagai berikut:

Tabel 10. Status Tenaga kerja dari Sepuluh Kelompok


Jumlah orang (Kelompok)
Status
Persen
Tenaga
K K K K K K K K K K ∑ (%)
Kerja
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Bayaran 12 7 4 7 6 5 4 7 8 4 64 39,02

Keluarga - - - - - - - - - - - -

Kelompok 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 100 60,98

Jumlah 22 17 14 17 16 15 14 17 18 14 164 100

Sumber : Data Primer Diolah


Diketahui pada tabel 10 di atas mengenai status tenaga kerja yang
digunakan yaitu diperoleh hasil sebesar 39,02% atau 64 orang tenaga
kerja yang dimanfaatkan dalam budidaya usaha rumput laut berasal dari
bayaran. Sedangkan jumlah persentase yang mencapai 60,98% atau 100
orang tenaga kerja merupakan tenaga kerja dari anggota kelompok
sendiri. Di mana, telah diketahui sebelumnya bahwa jumlah anggota
kelompok pada setiap kelompok usaha budidaya rumput laut di Kelurahan
Pabiring Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto berjumlah 10 anggota
di setiap kelompok.
Secara umum, tenaga kerja bayaran sudah biasa dimanfaatkan oleh
sebagian besar kelompok pembudidaya rumput laut, dikarenakan anggota
kelompok tidak mampu melakukan sendiri bagian – bagian tertentu pada
saat proses pembudidayaan rumput laut, seperti melakukan pemasangan
jangkar dan melakukan penanaman bibit rumput laut yang memerlukan

63
ketelitian dan kecepatan. Hal ini dikarenakan, bibit rumput laut
menghabiskan waktu maksimal 3 hari masa tunggu sebelum ditanam jika
lebih dari 3 hari kemungkinan besar bibit bisa mengalami stres dan
mengganggu proses pertumbuhan sehingga beberapa kelompok memakai
tenaga kerja bayaran. Berdasarkan hasil penelitian terkait potensi
ketersediaan jumlah tenaga kerja, dapat dikatakan cukup berpotensi. Hal
ini, dikarenakan ketersediaan tenaga kerja yang tidak sedikit dan mampu
mendukung produktifitas usaha budidaya rumput laut yang berkelanjutan.
Sedangkan untuk status tenaga kerja, tenaga kerja didominasi oleh
anggota kelompok masing – masing sehingga pengeluaran modal awal
untuk budidaya rumput laut relative tidak terlalu besar.

3. Produksi Rumput Laut Eucheuma Cottonii Perpanen Ton Basah


Produksi usaha budidaya rumput laut Eucheuma Cottonii biasanya
dilakukan pada musim tanam yaitu pada musim timur. Pada masa
tersebut pembudidaya melakukan 4 kali panen dengan bibit yang
didapatakan dari hasil panen pertama. Kemudian dimanfaatkan lagi pada
penanaman selanjutnya sampai ke panen keempat.
Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dari 100 anggota
kelompok yang tergabung dalam 10 kelompok mengenai produksi rumput
laut per hektar panen basah dalam satu kali panen selama empat kali
masa panen.
Berikut di bawah ini adalah tabel produksi rumput laut Eucheuma
Cottonii yang dihitung dari luas lahan dan pemanfaatan bibit perton yang
dimanfaatkan dalam tiap kali panen dalam keadaan produk masih basah.

Tabel 11. Produksi Rumput Laut Perpanen Ton Basah


Luas Bibit Panen (Ton)
Nama
No. Lahan /Ha
Kelompok P-1 P-2 P-3
(Ha) (ton) P-4

Cahaya
1 5 5.5 3.5 2 2,5 3
Rezeky

64
2 Bulu Jaya 1 1.1 0.5 1 0 0.7

Laut
3 2 2.01 1 2 0.5 0.7
Pertama

Bahtera
4 1 1 0.8 1.2 0 0.5
Pabiringa

Karya
5 1 1.3 0.6 1 0.5 0.5
Bahtera

6 Bunga Laut 2 2 1 2 0.5 1

Biring
7 4 4.5 2.5 2 2,5 2
Tanjung
8 Cahaya Laut 2 2.1 1 2 0.5 1
9 Sinar Mas 4 4.2 3.2 2.8 0.8 3
10 Laut Biru 4 4 3 2 2,8 2,2
Rata-rata 17.1 18.1 10.6 14.6
Sumber : Data Primer Diolah 2020

Pada Tabel 11. di atas telah diketahui bahwa produksi per hektar
perpanen dalam keadaan masih basah berbeda – beda dari jumlah bibit
yang ditanam dan luasan lahan yang ditanami bibit. Di mana, perbedaan
tersebut terjadi sesuai dengan jumlah bibit yang ditanam, cuaca,
perawatan yang dilakukan terhadap rumput laut dan nutrisi yang dimiliki
oleh perairan itu sendiri.

Berdasarkan rata – rata panen basah yang diproduksi oleh 10


kelompok selama empat kali panen yaitu berkisar 10,6 ton sampai dengan
18,1 ton produksinya. Tentunya hal ini tergantung dengan luas lahan
perhektar dan jumlah bibit yang dimanfaatkan. Jumlah Produksi (Panen)
pada masa panen kedua mengalami peningkatan dari waktu panen
sebelumnya (panen pertama). Menurut pengakuan kelompok, panen
kedua mengalami peningkatan produksi karena didukung oleh faktor
cuaca yang bersahabat yang dapat memengaruhi stabilnya kondisi suhu

65
pada perairan dan angin laut yang relative tenang sehingga gelombang
ombak masih dalam keadaan normal. Sedangkan pada panen ketiga
mengalami tingkat produksi (panen) yang paling sedikit diantara waktu
panen-panen lainnya. Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan suhu
secara tiba-tiba yang disebabkan oleh angin yang kencang dan hantaman
ombak yang intensitasnya bertambah dari biasanya.

66
F. Analisis Kelayakan Usaha/ Investasi Rumput Laut Eucheuma
Cottonii
Usaha budidaya rumput laut Eucheuma Cottonii adalah usaha yang
jika dikelola dengan baik maka menghasilkan keuntungan yang besar.
Sementara sebaliknya, jika dalam pengelolaaanya yang tidak teratur dan
asal melakukan usaha maka keuntungan yang didapatkan juga sedikit.
Bahkan tidak mengalami keuntungan sama sekali. Telah dianalisis pada
pembahasan sub bab-bab sebelumnya mengenai kelayakan pada lahan
produksi, kualitas air dan kelayakan pada sumberdaya atau tenaga kerja
yang tersedia.
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat potensi kelayakan
usaha Kelompok budidaya rumput laut eucheuma cottonii di Kelurahan
Pabiring Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto untuk mendukung
keberlanjutan usahanya. Akan tetapi, terdapat persoalan yang tengah
dihadapi oleh kelompok usaha rumput laut (subjek penelitian).
berdasarkan temuan penelitian di lapangan, persoalan tersebut yaitu
mengenai rendahnya pendapatan yang diperoleh sehingga menyebabkan
ketidakmampuan untuk menabung sedikit dari keuntungan yang
didapatkan yang beraikbat pada ketidakmampuan kelompok untuk
mengembangkan luas lahan budidayanya. Oleh karena itu, peneliti
melanjutkan analisis kelayakan usaha dengan menggunakan pendekatan
analisis usaha melalui kriteria investasi yakni Payback Period dan Return
On Investmen.

1. Payback Period

Menurut deskera dalam blognya, bahwa payback period mengacu


pada waktu yang diperlukan untuk mendapatkan kembali biaya investasi.
Secara lebih spesifik, payback period adalah waktu yang dibutuhkan
sebuah proyek atau bisnis untuk balik modal. Balik modal adalah kondisi
dimana biaya produksi atau modal usaha yang dikeluarkan sudah sama
dengan laba yang didapatkan. Berikut tabel payback period yang
digunakan untuk menunjukkan berapa waktu (tahun) yang dibutuhkan

67
oleh kelompok usaha budidaya rumput laut Eucheuma Cottonii di
Kelurahan Pabiring Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto untuk balik
modal usaha/ investasi.

Tabel 12. Kelayakan Usaha/Investasi Payback Period


No. Nama Kelompok Payback Period
(Tahun)
1 Cahaya Rezeky 0,5

2 Bulu Jaya 0,3

3 Laut Pertama 0,4

4 Bahtera Pabiringa 0,3

5 Karya Bahtera 0,3

6 Bunga Laut 0,4

7 Biring Tanjung 0,3

8 Cahaya Laut 0,4

9 Sinar Mas 0,3

10 Laut Biru 0,3

Sumber : Data Primer Diolah 2020


Berdasarkan tabel 11 di atas yang diperoleh dari hasil penelitian,
usaha budidaya rumput laut eucheuma cottonii di Kelurahan Pabiring
Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto menunjukkan, kelompok usaha
rumput laut yang periode payback period terlama ada 4 kelompok yakni
kelompok Cahaya rezeki dengan jangka waktu 0,5 tahun, Kelompok Laut
pertama 0,4 tahun, Kelompok Bunga laut 0,4 tahun dan Kelompok Cahaya
laut dengan jangka waktu pengembalian selama 0,4 tahun. Sedangkan 5
kelompok yang periode payback tercepat yaitu kelompok Bulu Jaya,
Bahtera Pabiringa, Karya bahtera, Biring Tanjung dan Sinar Mas dengan
waktu pengembaliannya 0,3 tahun. Menurut pengakuan dari kelompok

68
Cahaya Rezeki yang diperoleh dari hasil wawancara dalam penelitian ini,
disebutkan bahwa periode yang diperlukan untuk menutup kembali
pengeluaran investasi masih dalam kondisi kewajaran dengan waktu
payback period yang singkat. Di mana waktu payback periodnya
maksimum 0,5 tahun atau terhitung masih 6 bulan. Sementara waktu
pengembalian investasi yang disyaratkan yaitu 12 bulan atau terhitung
selama satu tahun.
Keuntungan yang didapatkan kelompok Cahaya Rezeki cukup
signifikan. Dilihat juga dari musim panen pertahun yang mencapai minimal
4 kali masa panen. Sehingga kemungkinan besar panen – panen
selanjutnya sudah mengalami keuntungan yang lebih besar lagi.
Berdasarkan hasil penelitian ini tentunya menunjukkan bahwa kelayakan
usaha/ investasi budidaya rumput laut Eucheuma Cottonii di Kelurahan
Pabiring Kecamatan Binamu kabupaten Jeneponto menurut hitungan
payback period dapat dikatakan layak untuk dikembangkan.

2. Kelayakan Usaha/ Investasi Return On Investment

ROI (Return On Invesment) dimaksudkan untuk mengukur


kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan
dalam aktiva yang digunakan untuk operasinya perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan (S. Munawir (2007).
Berikut tabel ROI (Return On Invesment) yang akan digunakan untuk
menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk menutup investasi
yang dikeluarkan oleh kelompok usaha budidaya rumput laut Eucheuma
Cottonii di Kelurahan Pabiring Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto:

Tabel 13. Kelayakan Usaha/ Investasi Return On Investment

Return On Investment
No. Nama Kelompok
(%)

1 Cahaya Rezeky 1,79 %

2 Bulu Jaya 2,38 %

69
3 Laut Pertama 2,28 %

4 Bahtera Pabiringa 3,01 %

5 Karya Bahtera 3,01 %

6 Bunga Laut 2,28 %

7 Biring Tanjung 2,79 %

8 Cahaya Laut 2,28 %

9 Sinar Mas 3,01 %

10 Laut Biru 3,01 %

Sumber : Data Primer Diolah 2020

Tabel di atas adalah nilai persentase return on investment yang


diperoleh dari hasil penelitian kelompok usaha budidaya rumput laut di
wilayah pesisir Kabupaten Jeneponto Kecamatan Binamu kelurahan
Pabiring. Hasil tersebut menunjukkan besaran dan selisih antara
kelompok yang memiliki nilai ROI tinggi dan kelompok yang memiliki nilai
ROI terendah. Berdasarkan hitungan ROI terhadap keuntungan yang
diperoleh dari selisih biaya investasi kelompok adalah kelompok yang
memiliki ROI tertinggi yaitu Kelompok Bahtera Pabiringa, Kelompok Karya
Bahtera, Kelompok Sinar mas dan Kelompok Laut Biru dengan
persentase 3,01%. Sedangkan Kelompok yang memiliki nilai ROI
terendah yaitu Kelompok Cahaya Rezeky dengan niali ROI 1,79%. Nilai
perbedaan ini dikarenakan oleh luas lahan yang menyebabkan biaya
tenaga kerja juga meningkat sehingga harus menyewa tenaga kerja
bayaran, sementara keuntungan/ profit tidak bertambah. Seperti halnya
yang telah dikemukakan S. Munawir (2007) bahwa besarnya Return On
Invesment akan berubah kalau ada perubahan Profit. Menurut pengakuan
Kelompok Cahaya Rezeky, hitungan ROI tersebut merupakan hitungan
yang baik untuk mengukur rasio keuntungan dibagi semua biaya investasi
yang dikeluarkan. Namun, jika dilihat dan dianalisa kembali terkait dari

70
jumlah persentase ROI tertinggi yang tidak jauh berbeda dengan
persentase ROI yang terendah, maka ada potensi untuk meningkatkan
profit kelompok cahaya rezeki dengan lebih memanfaatkan luas lahan
yang terluas diantara 9 kelompok lainnya kemudian meningkatkan
produksinya dan tidak terlalu banyak menggunakan tenaga kerja bayaran.
Oleh karena itu, niali ROI terendah yang didapatkan oleh kelompok
Cahaya Rezeki masih dalam keadaan stabil, secara luas lahan dan
produksi per panen juga masih meningkat sehingga ada kemungkinan,
terjadi perubahan profit menjadi lebih besar. Berdasarkan hasil penelitian
kelayakan usaha budidaya rumput laut eucheuma cottonii dengan
menghitung besarnya nilai Return On Invesment semua Kelompok
sebagai subjek penelitian dalam penelitian ini di Kelurahan Pabiring
Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto, maka dapat dikatakan layak
untuk dilanjutkan dan dikembangkan.

71
V. PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian tentang Kelayakan


Usaha Kelompok Budidaya Rumput Laut Eucheuma Cottonii di Kelurahan
Pabiring Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto yaitu
1. Kelayakan lahan Usaha Kelompok Budidaya Rumput Laut Eucheuma
Cottonii di Kelurahan Pabiring Kecamatan Binamu Kabupaten
Jeneponto berdasarkan legalitas usaha telah sesuai dengan
peruntukan lahan yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) dan Zonasi Wilayah Pesisir Kabupaten Jeneponto.
Sementara kelayakan untuk pemanfaatan luas lahan kelompok usaha
layak untuk dimanfaatkan disertai dengan dukungan dengan
ketersediaannya aksesbilitas dan sarana prasarana usaha budidaya
rumput. Adapun parameter kelayakan kualitas air yang ditinjau dari
analisis suhu, Derajat Keasaman (pH), Salinitas, Oksigen terlarut (Do)
masih dalam kategori normal. Di mana masih berada pada ambang
batas kualitas perairan.
2. Semakin luas lahan yang dimanfaatkan, maka modal usaha investasi
juga bertambah. Modal Usaha dipergunakan untuk membeli berbagai
peralatan dan biaya tenaga kerja. Berdasarkan hasil penelitian, modal
usaha dengan persentase terbesar dimiliki oleh 8 kelompok. Empat
kelompok memiliki modal rata – rata dikisaran 81 juta sampai 120 juta,
sementara empat kelompok lainnya memiliki modal rata – rata
dikisaran 41 juta sampai 80 juta dengan persentase mencapai 80
persen. Sedangkan persentase modal terkecil dimiliki oleh 2
kelompok. terdapat satu kelompok memiliki modal rata – rata dikisaran
10 juta sampai 40 juta, sedangkan satu kelompok memiliki modal
dikisaran 41 juta sampai 80 juta dengan persentase mencapai 20
persen. Sementara sumber modal yang didapatkan yaitu berasal dari

72
pinjaman bank 1 kelompok, 2 kelompok modal dari koperasi, 2
kelompok menggunakan modal sendiri dan bantuan pemerintah,
sedangkan 5 kelompok dengan bantuan investor asing. Sehingga
peneliti berkesimpulan bahwa modal usaha investasi yang
dimanfaatkan dan sumber modalnya sangat membantu dan
mendukung dalam keberlanjutan investasi usaha kelompok budidaya
rumput laut eucheuma cottonii di Kelurahan Pabiring Kecamatan
Binamu Kabupaten Jeneponto,
3. Kelayakan Usaha dengan menggunakan hitungan investasi payback
period terlama yakni kelompok Cahaya rezeki dengan jangka waktu
0,5 tahun atau 6 bulan. Sedangkan 5 kelompok yang periode payback
tercepat yaitu kelompok Bulu Jaya, Bahtera Pabiringa, Karya bahtera,
Biring Tanjung dan Sinar Mas dengan waktu pengembaliannya 0,3
tahun. Keuntungan yang didapatkan kelompok Cahaya Rezeki cukup
signifikan. Dilihat juga dari musim jumlah keuntungan pada panen
pertahun yang mencapai 4 kali masa panen sehingga kemungkinan
besar panen – panen selanjutnya sudah mengalami keuntungan yang
lebih besar lagi. Berdasarkan pembahasan hitungan investasi
payback period, maka ditarik kesimpulan bahwa pengembalian modal
investasi dengan waktu yang disyaratkan masih dalam kewajaran
yaitu tidak lebih dari kurun waktu 12 bulan sehingga layak
memperoleh keberlanjutan modal investasi. Sedangkan kelayakan
usaha dengan menggunakan hitungan investasi return on investment
berdasarkan ROI tertinggi yaitu Kelompok Bahtera Pabiringa,
Kelompok Karya Bahtera, Kelompok Sinar mas dan Kelompok Laut
Biru dengan persentase 3,01%. Sedangkan Kelompok yang memiliki
nilai ROI terendah yaitu Kelompok Cahaya Rezeky dengan niali ROI
1,79%. Akan tetapi nilai persentase ROI tertinggi tidak jauh berbeda
dengan persentase ROI yang terendah. Sehingga kesimpulan untuk
ROI kelompok usaha budidaya rumput laut di Kelurahan Pabiring
Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto, dapat dikatakan layak
untuk dilanjutkan dan dikembangkan.

73
B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian terkait kelayakan usaha kelompok


budidaya rumput laut eucheuma cottonii di Kelurahan Pabiring Kecamatan
Binamu Kabupaten Jeneponto, maka saran baik yang diberikan peneliti
yaitu:
1. Kelompok budidaya rumput eucheuma cottonii sebaiknya
memperhatikan lagi parameter kualitas air di lahan budidayanya. Hal
ini bisa dilakukan dengan baik bila bekerja sama dengan penyuluh
perikanan kelautan Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto.
2. Pemerintah melalui penyuluh perikanan diharapkan untuk dapat
memberikan kegiatan penyuluhan terkait potensi kelayakan usaha
budidaya rumput laut untuk menarik investor serta memfasilitasi
kelompok usaha dalam mengakses permodalan dan bantuan bibit,
sarana prasarana dari pemerintah agar mengurangi pengeluaran
modal awal untuk investasi usaha budidaya rumput laut.
3. Perlu meningkatkan produktivitas dan kemampuan teknik budidaya
anggota masing – masing kelompok budidaya rumput laut untuk
mengurangi biaya pengeluaran terhadap tenaga kerja bayaran. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi biaya operasional produksi budidaya dan
meningkatkan penghasilan sehingga keberlanjutan investasi dapat
terus dilakukan.

74
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Choliq. 2004. Pengertian Payback Periods. Diakses pada tanggal
21 Juli 2020, dari
http://nanangbudianas.blogspot.com/2013/02/pengertian-
payback- periods.html.

Agus Sartono. 2010. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi Edisi.


Empat.Yogyakarta: BPFE

Amir, M.S. 2006. Prosedur Ekspor Impor. Jakarta: PT. Mutiara Sumber
Widya.

Anoraga, Pandji. dan Djoko Sudantoko. 2002. Koperasi, Kewirausahaan,


dan Usaha Kecil. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: PT Rineka Cipta.

Asmarita. 2000. Pengaruh Ukuran Bahan Baku Rumput Laut dan Jenis
Kain. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Aslan, M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Atmaja, W.S., Kadi, A., Sulistijo dan Racmaniar. 1996. Pengenalan jenis-
jenis Rumput laut Indonesia. Jakarta: Puslitbang Oseanologi-
LIPI.

Badan Pusat Statistik (BPS. 2020). Perkembangan Ekspor dan Impor


Hasil Perikanan Tahun 2019. Provinsi Sulawesi Selatan.
Diakses pada tanggal 20 Juli 2020, dari
https://sulsel.bps.go.id/pressrelease/2020/11/02/510/perkemba
ngan kspor-dan-impor-bulan-september-2020-provinsi-sulawesi
selatan.html.

Bambang Riyanto, 2004. Dasar – Dasar Pembelanjaan Perusahaan.


Yogyakarta: BPFE,

Dahuri, R, dkk. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan


Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Daniel, Moehar. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Bumi


Aksara:

75
Daryanto. 2012. Manajemen Pemasaran: Sari Kuliah. Bandung: Satu
Nusa

Deskera. Payback Period: Definition, Formula & Examples. Diakses pada


tanggal 19 Juli 2020 dari
https://www.deskera.com/blog/payback-period

Doty, M. S. 1986. Biotechnological and Economic Approaches to Industrial


Development Based on Marine Algae in Indonesia. Summ.
Rep. Workshop on Marine Algae Biotechnology. Washington
DC: National Academy Press.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan


Lingkungan Perairan. Yogyakarta:.Kanisisus.

Febriani, R. 2014. Studi Tentang Komposisi Jenis dan Kepadatan


Organisme Penempel Pada Rumpon Sebagai Alat Bantu
Penangkapan Ikan di Perairan Teluk Mallasoro Kabupaten
Jeneponto. Skripsi. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Gray, Clive dkk. 2002. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama.

Hutagalung, H. P. dan Rozak, A. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen


dan Biota Laut. Bogor: Institus Pertanian Bogor.

Hidayat. 2004. Analisis Finansial Usaha Rumput Laut Kering Tawar Di


Pulau Pari Kepulauan Seribu Selatan. Bogor: Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Intitut Pertanian Bogor.

Indriani, H. & E. Sumiarsih. 2003. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran


Rumput Laut. Jakarta: Penebar Swadaya.

Irawan dan Suparmoko. 1979. Ekonomi Pembangunan. Cetakan Kedua.


Yogyakarta: BPFE.

Kamlasi, Y. 2008. Kajian Ekologis dan. Biologi untuk Pengembangan.


Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii) di kecamatan
Kupang Barat. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut
Pertanian Bogor.

76
Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP, 2020).
Laporan Produksi Rumput Laut Nasional Tahun 2019.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Laut Masa


Depan Bangsa, Mari Jaga Bersama. Diakses pada tanggal 17-
07-2020 dari https://kkp.go.id/artikel/12993-laut-masa-depan-
bangsa-mari-jaga-bersama.

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Poteni Rumput Laut


Indonesia. Diakses pada tanggal 17-07-2020 dari
https://kemlu.go.id/maputo/id/news/11741/potensi-rumput-laut-
indonesia#

Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor


1/Kepmen-Kp/2019 Tentang Pedoman Umum Pembudidayaan
Rumput Laut. Diakses tanggal pada tanggal 18-07-2020 dari
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/159563/kepmen-kkp-
no-1kepmen-kp2019-tahun-2019

Mangkoesoebroto, Guritno. 1993, Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE

Muhammad, 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta:


Bumi. Aksara

Munawir, S. 2007. Analisa Laporan Keuangan. Edisi keempat.


Yogyakarta: Liberty

Mulyadi. 2009. Akuntansi Biaya. Yogyakarta : STIE YPKPN.

Nanang, Martono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta. Rajawali


Pers

Pakpahan, A. 1990. The Problem of Sawah-Land Convertion to Non


Agricultural Uses in Indonesia. Indonesian Journal of Tropical
Agriculture. Diakses pada tanggal 20 Juni 2020 dari
https://scholar.google.com/citations?
view_op=view_citation&hl=en&user=WU-
N2mIAAAAJ&citation_for_view=WU-
N2mIAAAAJ:u5HHmVD_uO8C

77
Pangandaheng, Yanti. 2012. Analisis Pendapatan Petani Kelapa di
Kecamatan Salibabu Kabupaten Talaud. Skripsi. Manado:
Universitas Sam Ratulangi Manado

Payaman, J. Simanjuntak. 2001. Pengantar Ekonomi SDM. Jakarta:


LPFEUI

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2019 Tentang


Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Industri Rumput
Laut Nasional Tahun 2018-2021. Diakses pada tanggal 18-07-
2020 dari
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/108806/perpres-no-
33-tahun-

Poncomulyo T, maryani H dan Kristian L, 2006. Budidaya dan pengolahan


Rumput laut. Jakarta: agro media pustaka.

Prabowo, A.Y. 2007. Budi daya rumput laut. Diakses pada tanggal 22 Juli
2020 dari http://teknis-budidaya.blogspot.com.

Pescod, N. B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream For


Tropical Countries. Bangkok: AIT.

Rahman. 2010. Strategi Dasyat Marketing Mix for Small Business: Cara
Jitu. Merontokkan Pesaing. Trans Media
Ramdhan, M., T. Arifin., & I.S Arlyza. 2018. Pengaruh Lokasi Dan
Kondisi Parameter Fisika-Kimia Oseanografi Untuk Produksi
Rumput Laut Di Wilayah Pesisir Kabupaten Takalar, Sulawesi
Selatan. Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI.

Rasyaf M. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Jakarta: Penerbit Swadaya.

Riwayadi, Drs. 2006. Akuntansi Biaya. Padang: Universitas Andalas Press

Rochimin Ramadhani 2014. Mengenal Rumput Laut Eucheuma Cottonii


dan Budidayanya. Diakses tanggal 20 Juli 2020
https://raheemtabet.wordpress.com/2014/02/25/mengenal-
rumput-laut-eucheuma-cottonii-dan-budidayanya/.

Romimohtarto, K dan Juwana, S. 1999. Biologi Laut. Pusat Penelitian dan


Pengembangan Oseanologi. Jakarta: LIPI.

78
Rosyidi, S. (2006). Pengantar Teori Ekonomi Pendekatan Kepada
Teori Ekonomi. Mikro dan Makro (Edisi Revisi). Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada

Salim dan Ernawati. 2015. Ph.D. Info Komoditi Rumput Laut. Badan
Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan.
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Jakarta: Al
Mawardi Prima

Sastrawijaya. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta

Sekretaris Negara Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Diakses pada tanggal 25 Juni 2020 dari
https://kemenperin.go.id/kompetensi/UU_13_2003

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods).


Bandung : Penerbit Alfabet.

Suratiyah, K. 2015. Ilmu Usahatani. Edisi Revisi. Jakarta Timur: Penebar


Swadaya.

Suryana. 2006. Kewirausahaan Pedoman Praktis. Kiat dan Proses Menuju


Sukses Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Salemba

Sutamihardja, R. T. M. 1978. Kualitas dan Pencemaran Lingkungan.


Bogor: Fakultas Pasca Sarjana IPB.

Sutika, N. 1989. Ilmu Air. Universitas Padjadjarang. Bandung: BUNPAD.


Sutrisno, (2001). Manajemen Keuangan Teori, Konsep dan Aplikasi. Edisi
Pertama Cetakan Kedua. Yogyakarta: Ekonisia

Soebarni S Z. 2003. Prospek Agribisnis Rumput Laut Eucheuma cottoni


Terhadap Peningkatan Pendapatan Petani. Tesis. Makassar:
Program Pascasarjana. Universitas Hasanuddin

Soekirno, Sadono. 2006. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Jakarta: PT.


Raja Grafindo Persada.

Soesono. 1988. Limnology. Direktorat Jenderal Perikanan. Bogor:


Departemen Pertanian.

79
Tambaru, R. dan F. Samawi. 1996. Beberapa Parameter Kimia Fisika Air
di Muara Sungai Tallo. Kota Makassar: Universitas
Hasanuddin.

Widodo dan Suadi. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut.


Yogyakarta: Gadjha Mada University Press.

Wijayanto, Dian. 2012. Pengantar Manajemen. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama.

WWF-Indonesia, 2014. Seri Panduan Perikanan Skala Kecil Budidaya


Rumput Laut – Kotoni. Jakarta: Tim Perikanan WWF-Indonesia

80

Anda mungkin juga menyukai