Anda di halaman 1dari 74

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Data dari WHO (2018) memaparkan prevalensi postpartum blues

secara umum dalam populasi dunia adalah 3-8 dengan 50% kejadiannya

terjadi pada usia produktif yaitu 20-50 tahun. WHO juga menyatakan

bahwa gangguan postpartum blues ini mempengaruhi sekitar 20%

perempuan dan 12% laki-laki di beberapa titik kehidupan (Hutagaol,

2019). Menurut USAID (2016), Indonesia menempati urutan keempat di

ASEAN dengan angka kejadian postpartum blues di Indonesia adalah 31

kelahiran per 1000 populasi. Penelitian yang dilakukan oleh (Edward,

2017) menemukan bahwa kejadian postpartum blues di Indonesia

mencapai 23%, dan skrining oleh EPDS menemukan bahwa 14-17%

perempuan postpartum berisiko mengalami postpartum blues.

Postpartum blues merupakan suatu sindrom gangguan afek yang

ringan muncul 1 minggu setelah melahirkan, memburuk 3 -5 hari, bertahan

dalam 14 hari atau 2 minggu setelah melahirkan, dan menyebabkan

tangisan singkat, kesepian, dan penolakan (Susanti, 2018). Tanda dan

gejala postpartum blues merupakan hasil dari mekanisme multifaktorial,

faktor pertama adalah faktor hormonal, berupa perubahan kadar estrogen,

progesteron, prolaktin dan kortisol. Faktor kedua adalah faktor aktivitas

fisik yang disebabkan oleh kelelahan fisik setelah melahirkan dan

1
2

menyusui juga dapat menyebabkan perubahan rutinitas ibu. Faktor ketiga

yaitu faktor demografi yaitu usia dan partias, serta faktor psikososial yang

meliputi, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dukungan suami, jenis

persalinan serta status kehamilan .

Sejak bulan Desember 2019, novel coronavirus 2019 (COVID 19)

telah menyebar ke seluruh dunia. COVID 19 merupakan keluarga besar

virus yang menyebabkan penyakit ringan sampai berat, seperti common

cold atau pilek dan penyakit yang serius seperti MERS dan SARS

(Kemenkes, 2020). Pandemi COVID 19, terbukti mempunyai imbas besar

pada kesehatan mental yang mengakibatkan kecemasan, depresi, dan

tingkat stres yang tinggi. Kejadian Postpartum blues atau depresi menjadi

perhatian penting pada periode postpartum. Kasusnya mengalami

meningkat dikarenakan beban psikologis yang meningkat akibat pandemi.

Sejumlah penelitian terbaru melaporkan bahwa tingkat kecemasan dan

depresi meningkat pada ibu postpartum.

Hasil penelitian dari Liang et al., (2020) didapatkan hasil dari 845

wanita yang menjadi responden, didapatkan 253 wanita mengalami

postpartum blues dengan nilai EPDS pada titik batas 10, sehingga

menghasilkan prevalensi 30,0%. Jumlah wanita yang mengalami depresi

postpartum ringan, sedang dan berat berturut-turut adalah 125 (14,8%), 91

(10,8%), 37 (4,4%). Hasil penelitian Aditya (2020) tentang Gambaran

Kejadian Postpartum Blues Pada Masa Pandemi Covid-19 di Wilayah

Kerja Puskesmas Kare menunjukan bahwa terdapat 21 ibu yang


3

mengalami postpartum blues dengan usia paling banyak yaitu usia ≤ 21

tahun dengan hasil 71,4% dari total postpartum blues. Postpartum blues

pada ibu primipara terjadi paling banyak dengan jumlah 20 ibu (31,3%).

Dari 21 ibu yang mengalami postpartum blues, paling banyak dialami

oleh ibu dengan pendidikan SMP dengan jumlah 16 orang dan 17 orang

dengan ibu yang tidak bekerja.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang di lakukan oleh peneliti

pada tanggal 31 Desember 2021 di Wilayah Kerja Puskesmas

Karanganyar Kabupaten Purbalingga didapat 7 dari 10 ibu postpartum

yang mengalami postpartum blues. Hasil wawancara dan kuesioner EPDS

menunjukan bahwa ibu sering tiba-tiba menangis, cemas, khawatir pada

anaknya, nafsu makan berkurang, sering berganti mood sensitive, merasa

tidak mempunyai ikatan batin dengan bayinya bahkan ibu merasa tidak

mampu untuk merawat bayinya karena status ekonomi yang minim. Ibu

juga mengatakan rasa kekhawatiran berlebih pada anaknya jika terinfeksi

Covid-19.

Berdasarkan Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian mengenai “Faktor Determinan yang

Mempengaruhi Kejadian Postpartum Blues Pada Masa Pandemi Covid-19

di Wilayah Kerja Puskesmas Karanganyar Kabupaten Purbalingga”.


4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah, “Faktor Determinan yang

Mempengaruhi Kejadian Postpartum Blues Pada Masa Pandemi Covid-19

di Wilayah Kerja Puskesmas Karanganyar Kabupaten Purbalingga”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Menganalisis Faktor Determinan yang Mempengaruhi Kejadian

Postpartum Blues Pada Masa Pandemi Covid-19 di Wilayah Kerja

Puskesmas Karanganyar Kabupaten Purbalingga.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi usia ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas

Karanganyar Kabupaten Purbalingga

b. Mengidentifikasi paritas ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas

Karanganyar Kabupaten Purbalingga

c. Mengidentifikasi jenis persalinan ibu nifas di Wilayah Kerja

Puskesmas Karanganyar Kabupaten Purbalingga

d. Mengidentifikasi pendapatan ibu nifas di Wilayah Kerja

Puskesmas Karanganyar Kabupaten Purbalingga

e. Mengidentifikasi kejadian postpartum blues pada masa pandemi

Covid-19 di Wilayah Kerja Puskesmas Karanganyar Kabupaten

Purbalingga
5

f. Menganalisa hubungan usia dengan kejadian postpartum blues

pada masa pandemi Covid-19 di Wilayah Kerja Puskesmas

Karanganyar Kabupaten Purbalingga

g. Menganalisa hubungan paritas dengan kejadian postpartum blues

pada masa pandemi Covid-19 di Wilayah Kerja Puskesmas

Karanganyar Kabupaten Purbalingga

h. Menganalisa hubungan jenis persalinan dengan kejadian

postpartum blues pada masa pandemi Covid-19 di Wilayah Kerja

Puskesmas Karanganyar Kabupaten Purbalingga

i. Menganalisa hubungan pendapatan dengan kejadian postpartum

blues pada masa pandemi Covid-19 di Wilayah Kerja Puskesmas

Karanganyar Kabupaten Purbalingga

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Dapat dijadikan salah satu informasi serta untuk menambah

ilmu dan pengetahuan mengenai kejadian postpartum blues pada

ibu paska melahirkan dan sebagai media pembelajaran, dapat

memberikan pengalaman belajar dan meningkatkan pengetahuan

dalam penelitian, sehingga dapat dijadikan pedoman dalam

penelitian selanjutnya.
6

b. Bagi Responden

Hasil penelitian ini diharapkan meningkatkan pemahaman ibu

tentang kejadian postpartum blues sehingga kejadian postpartum

blues dapat diminimalkan dan memberikan informasi bagi ibu,

suami dan keluarga untuk dapat mengenali gejala yang berkaitan

dengan kejadian postpartum blues.

c. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi

bagi perpustakaan dan dapat menjadi bahan masukan mengenai

kejadian postpartum blues berhubungan dengan usia, paritas, jenis

persalinan dan pendapatan serta dapat digunakan sebagai masukan

penelitian sejenis lainnya.

d. Bagi Lahan

Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan memberikan

penatalaksanaan yang baik pada kejadian postpartum blues serta

lebih memerhatikan ibu postpartum sehingga dapat mengurangi

kejadian postpartum blues berhubungan dengan usia, paritas, jenis

persalinan dan pendapatan.

2. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat dijadikan masukan bahan ajar tentang kejadian

postpartum blues, serta dapat menjadi landasan dasar bagi penelitian

selanjutnya.
7

E. Ruang Lingkup Penelitian

1. Ruang Lingkup keilmuan

Penelitian ini termasuk dalam penelitian kesehatan dibidang

kebidanan yang terfokus pada faktor determinan yang mempengaruhi

kejadian postpartum blues.

2. Ruang Lingkup Waktu

Penelitian mulai dilakukan pada bulan Maret 2022

3. Ruang Lingkup Tempat

Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Karanganyar,

Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah.

4. Ruang Lingkup Sasaran

Sasaran dalam penelitian ini adalah ibu nifas hari ke 1-14 di

Wilayah Kerja Puskesmas Bungkanel

F. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


No. Judul dan Nama Variabel Metode Hasil Penelitian
Peneliti (Tahun) Penelitian Penelitian
1. Faktor-Faktor Yang Variabel Penelitian Berdasarkan hasil
Mempengaruhi Dependen : analitik uji statistic, terdapat
Kejadian Post Post Partum dengan faktor-faktor yang
Partum Blues Di Blues cross mempengaruhi
Pmb Nurhasanah, Variabel sectional. kejadian postpartum
S.Tr.Keb Teluk Independen : blues Di PMB
Betung Bandar Usia, Paritas, Nurhasanah,
Lampung Ketidak- S.Tr.Keb Teluk
(Maya nyamanan Betung Bandar
Marina,Ratna Dewi fisik Lampung Tahun
Putri, Dewi 2020
Yuliasari, 2020) Ketidaknyamanan
Fisik (p-value
0,014) Usia (p-value
0,004) Paritas (p-
value 0,035).
8

Diharapkan
2. Faktor Determinan Variabel PenelitianHasil analisis
yang Dependen : deskriptifbivariat yaitu usia,
Mempengaruhi Post Partum korelatif pekerjaan dan status
Kejadian Post Blues dengan kehamilan. Hasil
Partum Blues pada Variabel Cross analisis multivariat
Ibu Nifas di Independen : sectional.adalah status
Wilayah Kerja Usia, Paritas, Analisis kehamilan dengan
Puskesmas Ibuh Pendidikan, data Chi- nilai OR 20,598.
Kota Payakumbuh Pekerjaan, square Upaya yang bisa
(Debby Pendapatan, Teknik dilakukan untuk
Yolanda,2019) Dukungan pengambil mencegah kejadian
suami dan an post partum blues
keluarga, sampel : dengan pemberian
Status consecutivpendidikan
Kehamilan e samplingkesehatan mengenai
Instrumen perubahan
: kuesioner
psikologis dan
EPDS persiapan
menghadapi
persalinan yang
diberikan petugas
kesehatan kepada
ibu hamil
3. Faktor-Faktor Yang Variabel Jenis Mayoritas
Mempengaruhi dependen : penelitian responden dengan
Kejadian Post kejadian desain umur < 20 tahun dan
Partum Blues Di postpartum cross > 35 tahun, dengan
RS Akademik blues. sectional. status pendidikan
Universitas Gadjah Variabel Teknik tinggi, pendapatan
Mada (Budi independen : pengambil tinggi, primipara,
Susilawati, Evita umur, paritas, an status kehamilan
Ratih Dewayani, pendidikan, sampel : yang tidak
Winda Oktaviani, status metode diinginkan, tidak
Ayuk Rahadhian pekerjaan, simple ada dukungan
Subekti, 2020) sosial random suami, cara
ekonomi, Instrumen persalinan dengan
status : kuesioner sectio caesarea, dan
perkawinan, ibu yang bekerja
status lebih dari 50% ibu
kehamilan, mengalami
dukungan postpartum blues.
suami, dan Analisa data
jenis menggunakan
persalinan. logistik regresi
faktor- faktor yang
mempengaruhi
kejadian postpartum
blues adalah umur,
paritas, dan status
9

pekerjaan (p-values
< 0,05).
4. Pengaruh Jenis Variabel Penelitian Berdasarkan hasil
Persalinan Dependen : Kuantitatif penelitian hasil p-
Terhadap Kejadian Post Partum , penelitian value sebesar 0,005
Post Partum Blues Blues deskriftif < α 0,05. Artinya
di RSUD dr. MM. Variabel analitik ada hubungan jenis
Dunda Limboto Independen : dengan persalinan terhadap
Kabupaten Jenis crosssectio kejadian post
Gorontalo Provinsi persalinan nal partum blues.
Gorontalo
(Windi Ismail,
Rizky Nikmathul
Husna, Dwi Nur
Octaviani,
Siskawati Umar,
2019)
5. Faktor Determinan Variabel Penelian Berdasarkan hasil
Yang Dependen : survey uji statistik terdapat
Mempengaruhi Kejadian analitik hubungan paritas (p-
Kejadian Postpartum observasio value 0,022), jenis
Postpartum Blues Blues Pada nal dengan persalinan (p-value
Pada Masa Masa cross- 0,003), dan
Pandemi Covid-19 Pandemi sectional. pendapatan keluarga
di Wilayah Kerja Covid-19 Analisis (p-value 0,000)
Puskesmas Variabel uji Chi- terhadap kejadian
Karanganyar Independen : Square postpartum blues.
Kabupaten usia, paritas, Instrumen Sedangkan hasil uji
Purbalingga jenis : EPDS statistik yang tidak
(Ummu Habibah, persalinan, berhubungan yaitu
2022) pendapatan usia ibu (p-value
0,716) terhadap
kejadian postpartum
blues.

Perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian

sebelumnya adalah judul penelitian Faktor Determinan yang

Mempengaruhi Kejadian Postpartum Blues Pada Masa Pandemi Covid-19

di Wilayah Kerja Puskesmas Karanganyar Kabupaten Purbalingga.

Tempat penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Karanganyar Kabupaten

Purbalingga. Variabel dependennya yaitu postpartum blues dan variabel

independennya yaitu usia, paritas, dan jenis persalinan,pendapatan. Sampel


10

penelitian ini adalah ibu nifas hari ke satu sampai empat belas, dengan

metode penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan

desain cross sectional.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Konsep Postpartum

a. Pengertian Postpartum

Periode postpartum adalah masa antara lahirnya bayi dan

kembalinya organ reproduksi seperti sedia kala sebelum hamil. Periode

ini, sering disebut sebagai masa nifas atau kehamilan lanjut,

berlangsung sekitar 6 minggu dan bervariasi dari orang ke

orang(Lowdermilk et al., 2013). Masa nifas merupakan fase kritis

dalam kehidupan seorang ibu, karena terdapat banyak perubahan besar

yg terjadi pada masa ini. Namun, perawatan kesehatan yang

berkualitas pada masa ini sering kali tidak dilakukan dengan benar dan

tentunya ini dapat berakibat fatal dan dapat menyebabkan kematian

ibu.(Nugrahwati et al., 2020)

Postpartum atau masa nifas merupakan masa setelah persalinan

selesai sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa nifas, organ

reproduksi secara perlahan akan mengalami perubahan seperti keadaan

sebelum hamil. Perubahan organ reprosuksi ini disebut involusi

(Maritalia, 2017). Masa nifas dimulai 2 jam setelah kelahiran dan

kembali normal baik secara fisik maupun psikologis dalam waktu 3

bulan. Jika secara fisiologis telah terjadi perubahan ke keadaan seperti

sebelum kehamilan terjadi, tetapi kondisi psikologis masih belum


12

mencapai keadaan normal maka dapat dikatakan bahwa masa nifas

belum sempurna (Nurjanah et al., 2013).

b. Adaptasi Fisiologis Ibu Postpartum

1) Perubahan system reproduksi

a) Uterus

Dalam sistem reproduksi, uterus akan mengalami involusi

yaitu uterus mengalami proses kembalinya organ seperti pada

keadaan semula. Involusi uterus akan melibatkan reorganisasi

dan penanggalan endometrium serta pelepasan lapisan di titik

implantasi plasenta sebagai tanda penurunan ukuran, berat,

warna, dan jumlah lochea. Proses involusi unterus dapat terjadi

karena autolisis, terdapat polymorph phagolitik dan makrofag

di sistem kardiovaskular dan sistem limfatik, serta efek

oksitosin (Nurjanah dkk., 2013)

b) Lochea

Menurut (Maritalia, 2017) secara fisiologis, lochea yang

dikeluarkan dari cavum uteri akan berbeda karakteristiknya

dari hari ke hari. Hal ini disesuaikan dengan perubahan yang

terjadi pada dinding uterus akibat penurunan kadar hormone

esterogen dan progesteron seperti yang telah diuraikan

sebelumnya. Karakteristik lochea dalam masa nifas adalah

sebagai berikut :
13

(1) Rubra / kruntea

Timbul pada hari 1-2 postpartum; terdiri dari darah

segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,

sisa-sisa verniks kaseosa, lanugo dan mekoneum.

(2) Lochea sanguinolenta

Timbul pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 7

postpartum; karakteristik lochea sanguinolenta berupa

darah bercampur lender.

(3) Lochea serosa

Merupakan cairan berwarna agak kuning, timbul setelah

1 minggu postpartum

(4) Lochea alba

Timbul setelah 2 minggu postpartum dan hanya

merupakan cairan putih.

(5) Serviks

Serviks atau leher rahim mengalami involusi bersama

dengan uterus. Leher rahim ibu setelah melahirkan terbuka

seperti corong karena korpus uteri dapat berkontraksi tetapi

leher rahim tidak berkontraksi sehingga membentuk

semacam cincin pada batas antara korpus dan leher Rahim

(Nurjanah et al., 2013).


14

(6) Vulva dan vagina

Saat lahir, vulva dan vagina diregangkan dan ditekan

dengan kuat. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina akan

kembali ke kondisi semula, rugae secara bertahap akan

terlihat kembali, dan labia lebih menonjol (Maritalia, 2017)

(7) Perineum

Segera setelah melahirkan, organ perineum mengendur

karena tekanan pada kepala bayi, yang terus bergerak ke

luar. setelah masa nifas, biasanya robekan perineum dan

laserasi akan pulih dalam waktu satu minggu setelah

melahirkan (Nugroho, Taufan., 2014).

(8) Payudara

Perubahan payudara meliputi penurunan prolaktin yang

cepat dengan peningkatan hormon prolaktin setelah

melahirkan, adanya ASI pertama saat melahirkan, dan

produksi ASI terjadi pada hari kedua atau ketiga setelah

melahirkan. Sebagai tanda bahwa laktasi telah dapat

dilakukan yaitu payudara menjadi besar dan keras

(Nurjanah et al., 2013).

2) Perubahan Sistem Pencernaan

Pada ibu postpartum yang melahirkan dengan cara section

caesarea biasanya membutuhkan waktu sekitar 1-3 hari agar fungsi


15

saluran cerna dan nafsu makan dapat kembali normal. Ibu yang

melahirkan secara spontan biasanya lebih cepat lapar karena telah

mengeluarkan energy yang begitu banyak pada saat proses

melahirkan.

Buang air besar biasanya mengalami perubahan pada 1-3 hari

pertama postpartum. Hal ini disebabkan terjadinya penurunan

tonus otot selama proses persalinan. Selain itu, enema sebelum

melahirkan, kurang asupan nutrisi dan dehidrasi serta dugaan ibu

terhadap timbulnya rasa nyeri disekitar anus/perineum setiap kali

akan buang air besar juga mempengaruhi defekasi secara spontan.

Faktor-faktor tersebut sering menyebabkan timbulnya konstipasi

pada ibu nifas dalam minggu pertama. Kebiasaan defekasi yang

teratur perlu dilatih kembali setelah tonus otot kembali normal

(Maritalia, 2017)

3) Perubahan Sistem Perkemihan Hormon

Hormon yang berubah selama kehamilan dapat berperan dalam

meningkatkan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal pada

bulan pertama setelah persalinan. Kondisi hipotonus dan dilatasi

ureter dan pelvis ginjal yang terjadi karena kehamilan akan

kembali seperti sebelum hamil dengan waktu yang dibutuhkan

yaitu 2-8 minggu setelah persalinan (Lowdermilk et al., 2013).

4) Perubahan Sistem Muskoloskeletal Adaptasi


16

Setelah proses persalinan selesai, dinding perut akan menjadi

longgar, kendur dan melebar selama beberapa minggu atau bahkan

sampai beberapa bulan akibat peregangan yang begitu lama selama

hamil. Ambulasi dini, mobilisasi dan senam nifas sangat

dianjurkan untuk mengatasi hal tersebut. (Maritalia, 2017)

5) Perubahan Endokrin

Keluarnya plasenta menyebabkan penurunan yang signifikan

dalam kadar hormon yang dilepaskan oleh plasenta. Setelah

melahirkan, kadar hormon ibu tiba-tiba turun. Hormon-hormon

tersebut adalah hormon estrogen, progesteron, prolaktin, dan

estriol. Estrogen bekerja dengan menekan aktivitas enzim non

adrenalin dan serotin yang terlibat dalam suasana hati dan depresi.

Estrogen dan progesteron juga menurun setelah plasenta

dikeluarkan (Nurjanah et al., 2013)

6) Perubahan Sistem Kardiovaskular

Selama kehamilan, volume darah normal digunakan untuk

meningkatkan aliran darah ke plasenta dan pembuluh darah rahim.

Saat darah dikirim secara transvaginal, terjadi kebocoran sekitar

300-400cc. Saat melahirkan dengan operasi caesar, pendarahan

bisa dua kali lipat dari persalinan normal. Perubahan yang terjadi

dipengaruhi oleh faktor yang berhubungan dengan volume darah

dan hematokrit. Hematokrit meningkat selama persalinan


17

pervaginam, stabil setelah operasi caesar, dan kembali normal

setelah 4-6 minggu.

Setelah persalinan, shunt menghilang secara mendadak.

Denyut, volume dan curah jantung mengalami peningkatan sesaat

selepas melahirkan disebabkan oleh aliran darah ke plasenta yang

berhenti sehingga menyebabkan meningkatnya beban jantung. Hal

ini dapat diberikan intervensi dengan haemokonsentrasi sehingga

volume darah kembali normal dan ukuran pembuluh darah dapat

kembali seperti semula (Nurjanah et al., 2013)

7) Perubahan Sistem Hematologi

a) Selama persalinan, sel darah putih meningkat menjadi 15000 /

mm3 dan tetap tinggi selama beberapa hari pertama setelah

lahir. Selama 10-12 hari setelah persalinan, jumlah sel darah

putih umumnya 20000-25000/mm3, neutrofil memiliki jumlah

sel darah putih yang tinggi, dan hasilnya bervariasi. Sedangkan

kadar hemoglobin dan hematokrit menjadi normal pada usia 4-

5 minggu (Nurjanah et al., 2013).

b) Setelah persalinan, faktor pembekuan darah mengalami

aktivasi. Aktivasi ini terjadi tanpa ada pergerakan, sepsis atau

trauma, yang mendorong terjadi tromboemboli. Pemecahan

fibrin pada keadaan paling tinggi mungkin terjadi akibat

pengeluaran dari tempat plasenta (Nurjanah et al., 2013)

c) Varises dan trombosis dapat terjadi pada ibu postpartum.


18

c. Adaptasi Psikologis Ibu Postpartum

Dalam menjalani adapasi psikososial setelah, menurut (Maritalia,

2017) ibu akan melalui fase-fase sebagai berikut :

1) Masa Taking In (Fokus pada diri sendiri)

2) Masa Taking on (Fokus pada bayi)

3) Masa Letting Go (Mengambil alih tugas sebagai ibu tanpa bantuan

tenaga kesehatan)

Menurut (Lowdermilk et al., 2013) terdapat beberapa gangguan

mood pada ibu postpartum yang memiliki implikasi pada ibu, bayi dan

seluruh keluarga. Gangguan mood tersebut antara lain meliputi

postpartum blues yang merupakan gangguan mood ringan, postpartum

depresi terjadi lebih lama dan memiliki tingkatan diatas postpartum

blues, dan tingkat gangguan mood yang paling parah yaitu postpartum

psikosis.

2. Konsep Postpartum Blues

a. Pengertian Postpartum Blues

Postpartum blues merupakan suatu sindroma gangguan afek yang

ringan sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan,

cenderung akan memburuk pada hari ke 3-5 dan berlangsung dalam

rentang waktu 14 hari atau dua minggu postpartum ditandai dengan

tangisan singkat, perasaan kesepian atau ditolak, cemas, bingung,


19

gelisah, letih, pelupa dan tidak dapat tidur. Postpartum blues dapat

menjadi masalah yang mengganggu keharmonisan pasangan suami-

istri, tidak menyenangkan, serta menimbulkan perasaan-perasaan tidak

nyaman bagi ibu yang mengalaminya (Susanti, 2018). Postpartum

blues merupakan fenomena gunung es yang sulit di deteksi karena

masyarakat masih menganggap gangguan psikologis merupakan hal

yang wajar sebagai naluri ibu dan sikap protektif terhadap bayinya.

(Wijayanti et al., 2013)

Postpartum blues atau sering juga disebut maternity blues atau

sindrom ibu baru, dimengerti sebagai suatu sindrom gangguan efek

ringan pada minggu pertama setelah persalinan (Dewi V, 2011).

Postpartum blues dikategorikan sebagai sindrom gangguan psikologis

masa nifas paling ringan, namun jika postpartum blues ini tidak

ditangani dengan baik dapat menjadi keadaan yang lebih berat yaitu

depresi dan psikosis pasca salin (Marmi, 2014).

b. Faktor yang Mempengaruhi Postpartum Blues

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya postpartum blues

menurut(Rini, 2017),yaitu :

1) Faktor hormonal, dimana kadar estrogen, progesteron, prolactin,

serta estriol terlalu rendah. Estrogen turun secara drastis setelah

melahirkan

2) Kenyaman fisik yang dialami sehingga menimbulkan perasaan

emosi pada ibu paska melahirkan


20

3) Ibu merasa tidak mampu beradaptasi dengan perubahan yang

terjadi

4) Faktor umur dan jumlah anak

5) Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan

6) Latar belakang psikososial ibu

7) Dukungan dari lingkungan

8) Stress yang dialami oleh ibu, missal ketidakmampuan menyusui

atau rasa bosan terhadap rutinitasnya.

9) Kelelahan paska bersalin

10) Ketidaksiapan terhadap perubahan peran yang terjadi pada ibu

11) Rasa memiliki bayi yang berlebih sehingga rasa takut kehilangan

bayi semakin tinggi

12) Anak sebelumnya mengalami kecemburuan

c. Tanda dan Gejala Postpartum Blues

Postpartum blues memiliki beberapa tanda gejala yang biasa

muncul pada seorang ibu. Menurut (Ratnawati, 2017),postpartum blues

disebabkan oleh faktor emosional, fisik, biologis, dan kelahiran bayi.

1) Faktor Emosional

Beberapa gejala dari postpartum blues dari faktor emosional

menurut Engga Aksara (2012), yaitu :

a) Merasakan cemas dan khawatir secara berlebihan

b) Kebingungan

c) Tidak percaya diri


21

d) Perasaan sedih

e) Menganggap dirinya tidak berguna

f) Hiperaktif atau senang secara berlebihan

g) Mudah tersinggung (sensitif)

h) Menyendiri dan mengabaikan bayi

i) Marah secara berlebihan

2) Faktor Fisik

Beberapa tanda dan gejala dapat ditemukan pada fisik ibu

dengan postpartum blues. Ibu yang mengalami postpartum blues

akan mengalami gangguan pada fisik dan terjadi siklus hidup yang

tidak normal, yaitu :

a) Insomnia atau kesulitan untuk tidur

b) Kehilangan tenaga

c) Berkurangnya nafsu makan

d) Merasa lelah ketika bangun tidur

3) Faktor Biologis

Postpartum blues yang dialami oleh ibu paska melahirkan

disebabkan juga oleh perubahan hormonal pada masa pemulihan.

Hormon-hormon tersebut, yaitu :

a) Progesteron

b) Estrogen

c) Oksitosin

d) Ketokolamin (Hormon flight of fight)


22

e) Prolaktin

f) Beta endorphin

4) Faktor Kelahiran Bayi

Beberapa faktor kelahiran bayi yang dapat memengaruhi emosi

ibu postpartum blues, yaitu :

1) Ibu merasa tidak siap dan tidak mampu untuk merawat dan

mengasuh bayi sehingga dapat menimbulkan stress dan depresi.

Ibu yang mengasuh dan merawat bayi seorang diri dan tidak

memiliki pengetahuan dan persiapan yang cukup juga akan

merasa kewalahan dalam menjalankan perannya.

2) Ibu terkejut ketika melihat bayinya tidak seperti harapan atau

bayangan ibu.

d. Penatalaksanaan Postpartum Blues

Penatalaksanaan menghadapi postpartum blues menurut (Marmi,

2014),yaitu :

1) Dengan pendekatan komunikasi terapeutik yang bertujuan

menciptakan hubungan baik antara bidan dengan pasien dalam

rangka kesembuhannya dengan cara :

a) Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan

emosinya

b) Dapat memahami dirinya sendiri

2) Dengan peningkatan support mental yang dapat dilakukan oleh

keluarga pasien diantaranya :


23

a) Meminta suami untuk membantu mengerjakan pekerjaan

rumah seperti membantu mengurus bayinya dan menyiapkan

susu

b) Memanggil nenek atau keluarga bayi agar bisa menemani ibu

dalam menghadapi kesibukan merawat bayi

c) Suami lebih perhatian atau keluarga bayi agar bisa menemani

ibu dalam menghadapi kesibukan merawat bayi

d) Menyiapkan mental dalam menghadapi kelahiran anaknya

e) Suami menggantikan peran istri ketika istri kelelahan dan

memperbanyak dukungan

f) Suami dianjurkan sering menemani istri dalam mengurus

anaknya

g) Ibu dianjurkan sering berkumpul dengan teman-teman terdekat

atau keluarga

3) Dilakukan pada diri klien sendiri diantaranya dengan cara:

a) Belajar tenang dengan menarik nafas panjang

b) Tidurlah ketika bayi tidur

c) Berolahraga ringan

d) Ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu

e) Bicarakan rasa cemas dan komunikasikan

f) Bersikap fleksibel

g) Bergabung dengan kelompok ibu


24

e. Pengukuran postpartum blues

Alat yang digunakan untuk mengukur postpartum blues adalah

Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS). EPDS adalah alat yang

digunakan untuk mengkaji laporan individu yang dibuat secara khusus

untuk mengidentifikasi ibu yang mengalami depresi postpartum

ataupun postpartum blues. Skala ini telah divalidasi dan digunakan

dalam penelitian-penelitian pada sejumlah kebudayaan dan dikaji

sebagai alat skrining yang valid untuk permasalahan depresi

postpartum dan postpartum blues (Lowdermilk et al., 2013).

Alat ukur EPDS telah diadaptasi oleh Gondo (2010) yang mengacu

pada aspek tanda dan gejala dari depresi menurut Diagnostic and

Statistical Manual of Mental Disorders edisi kelima (DSM-V),

diantaranya terdapat aspek emosional, aspek motivasi, aspek motoric,

dan aspek kognitif. Cara penilaian kuesioner EPDS yaitu, pertanyaan

nomor 1, 2, dan 4 mempunyai nilai 0, 1, 2, 3 dengan kotak teratas

memperoleh nilai 0 dan kotak terbawah memperoleh nilai 3.

Pertanyaan nomor 3, 5, hingga 10 adalah penilaian terbalik, yaitu

kotak teratas memperoleh nilai 3 dan kotak terbawah memperoleh

nilai 0. Nilai maksimal yang diperoleh berjumlah 30. Ibu dapat

didiagnosa postpartum blues apabila total nilai yang didapatkan adalah

lebih dari 10 (Oktapuring et al., 2018).


25

3. Usia

Usia seseorang berhubungan dengan pengalaman dan maturitas dalam

menjalani suatu kehidupan. Usia yang dimaksud dalam hal ini yaitu

kondisi usia ibu ketika memasuki masa postpartum. Dalam kesehatan

reproduksi usia yang dikatakan aman untuk bereproduksi yaitu antara 20-

35 tahun, sebab usia ini dianggap matur dalam hal fungsi reproduksi

ataupun adaptasi psikologi ibu. Maka dapat disimpulkan bahwa ibu

postpartum yang mengalami masa adaptasi pada usia dibawah 20 tahun

dianggap dapat mengalami kendala dalam penyesuaian fisik maupun

mentalnya. Ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya belum memiliki

pengalaman dalam mengasuh anaknya sehingga akan beresiko terkena

postpartum blues (Irawati et al., 2014).

4. Paritas

Wanita yang baru pertama kali melahirkan lebih umum menderita

depresi karena setelah melahirkan wanita tersebut berada dalam proses

adaptasi, kalau dulu hanya memikirkan diri sendiri, begitu bayi lahir jika

ibu tidak paham peran barunya, dia akan menjadi bingung sementara

bayinya harus tetap dirawat. Sedangkan ibu yang sudah pernah beberapa

kali melahirkan secara psikologis lebih siap menghadapi kelahiran bayinya

dibandingkan dengan ibu yang baru pertama kali.Sesudah melahirkan

biasanya wanita mengalami keadaan lemah fisik dan mental. Bersamaan

dengan keadaan tersebut terjadi perubahan-perubahan yang dramatis

mengenai masalah fisiologis, psikologis dan perubahan lingkungannya,


26

yang dapat merupakan faktor penyebab untuk terjadinya post partum

blues.Wanita yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan peran dan

aktivitas barunya tersebut dapat mengalami gangguan - gangguan

psikologis atau post partum blues (fatma, 2012). Untuk itu perlu diberikan

pendidikan kesehatan tentang cara-cara perawatan bayi agar ibu dapat

beradaptasi dengan peran barunya, tingkatan paritas terdiri dari primipara

(1 anak), skundipara (2 anak), multipara (3-5 anak) dan grande multipara

(>5 anak) (Reni, 2015).

5. Jenis persalinan

a. Pengertian Persalinan

Persalinan memiliki makna, yaitu proses keluarnya bayi yang telah

cukup bulan atau hampir cukup bulan dan disusul dengan keluarnya

plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu (Ratnawati, 2017).

Persalinan merupakan proses pengeluaran janin dan uri atau hasil

konsepsi dengan usia kehamilan yang cukup bulan, mampu hidup di

luar kandungan melewati jalan lahir atau jalan lain, dengan

membutuhkan bantuan atau dengan kekuatan sendiri (Permatasari,

2012).

b. Persalinan Normal

1) Pengertian

Persalinan normal adalah proses keluarnya janin yang terjadi

pada kehamilan cukup bulan yaitu 37-42 minggu yang lahir


27

spontan dengan presentasi belakang kepala dan tanpa komplikasi

baik ibu maupun janin (Sukarni, 2013).

2) Faktor Penyebab Persalinan Normal

Terdapat banyak faktor yang berpengaruh dalam persalinan

normal, meliputi perubahan uterus ibu, serviks, dan kelenjar

hipofisis yang terlibat. Hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus,

hipofisis, dan korteks adrenal janin normal berperan pada

persalinan normal. Distensi uterus yang progresif, peningkatan

tekanan intrauterus, dan penuaan plasenta terlihat berkaitan dengan

peningkatan iritabilitas miometrium. Faktor-faktor tersebut

merupakan akibat dari peningkatan kadar estrogen dan

prostaglandin, serta penurunan kadar progesteron. Efek yang

menguntungkan dari keterkaitan faktor-faktor tersebut adalah

terjadinya kontraksi uterus yang kuat, teratur, dan ritmik

(Lowdermilk et al., 2013).

3) Tahapan Persalinan Normal Terdapat empat tahap dalam

persalinan normal, yaitu :

a) Persalinan Kala 1

Persalinan kala 1 diawali dengan uterus yang mengalami

kontraksi dan pembukaan pada serviks hingga mencapai

pembukaan lengkap. Pada persalinan kala 1 terdapat dua fase

yaitu fase laten dan fase aktif. Dimulainya fase laten yaitu sejak

kontraksi awal yang menyebabkan menipisnya serviks secara


28

bertahap sehingga terjadi pembukaan, pembukaan serviks

kurang dari 4 cm, biasanya berlangsung hingga 8 jam. Pada

fase aktif, lamanya kontraksi dan frekuensi uterus umumnya

meningkat, serviks membuka dari pembukaan 4 ke 10 cm,

terjadi penurunan bagian bawah janin. Fase aktif terbagi

menjadi tiga bagian, yaitu fase akselerasi, fase dilatasi

maksimal, dan fase deselerasi (Sukarni, 2013).

b) Persalinan Kala 2

Persalinan kala 2 berlangsung dari pembukaan serviks

lengkap hinggalahirnya janin. Kala 2 membutuhkan waktu rata-

rata 20 menit bagi multipara dan 50 menit bagi primipara

(Lowdermilk et al., 2013).

c) Persalinan Kala 3

Persalinan kala 3 berlangsung dari kelahiran janin hingga

plasenta dikeluarkan. Plasenta pada keadaan normal terpisah

dengan tiga atau empat kontraksi uterus yang kuat setelah bayi

dilahirkan. Setelah terpisah, plasenta dapat dilahirkan dengan

kontraksi uterus selanjutnya.durasi dari persalinan kala 3 dapat

singkat selama tiga hingga lima menit, dengan batas normal

paling lama adalah 30 menit.risiko pendarahan akan meningkat

bila pada persalinan kala 3 memanjang (Lowdermilk et al.,

2013).
29

d) Persalinan Kala 4

Persalinan kala 4 diperkirakan berlangsung kurang lebih 2

jam setelah melahirkan plasenta. Tahap ini merupakan periode

penyembuhan segera, ketika homeostatis dibentuk kembali.

Kala 4 merupakan periode penting untuk melakukan obsvasi

komplikasi (Lowdermilk et al., 2013).

4) Faktor yang Mempengaruhi Persalinan Normal

Beberapa faktor yang memengaruhi persalinan menurut

(Sukarni, 2013) yaitu :

a) Power atau tenaga yang mendorong janin

b) Passage atau panggul

c) Passager atau janin

d) Plasenta

e) Psychologic

c. Persalinan Sectio Caesarea

1) Pengertian Sectio Caesarea

Terdapat beberapa definisi Sectio Caesarea (SC). SC adalah

suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu

insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim

dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram

(Prawirohardjo, 2012). Sectio Caesarea (SC) adalah suatu

pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi pada dinding

abdomen dan uterus sehingga janin dapat lahir secara utuh dan
30

sehat(Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012). Menurut (Mochtar,

2012)Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan

membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut

dan vagina

2) Indikasi Persalinan Sectio Caesarea

Indikasi dalam SC dapat dibagi menjadi indikasi absolut dan

indikasi relatif. Setiap keadaan yang mengakibatkan kelahiran

melalui jalan lahir tidak mungkin terlaksana merupakan indikasi

absolut. Misalnya kesempitan panggul, adanya neoplasma yang

menyumbat jalan lahir. Indikasi relatif yaitu bila kelahiran melalui

vagina bisa terlaksana tetapi dengan pertimbangan keamanan ibu

dan bayi maka dilakukan SC (Oxorn & Forte, 2010)

Manuaba (2012) mengatakan indikasi SC meliputi partus lama,

disproporsi sepalo pelvic, panggul sempit, gawat janin,

malpresentasi, rupture uteri mengancam, dan indikasi lainnya.

Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar SC adalah

prolong labour, ruptur uteri mengancam, fetal distress, berat janin

melebihi 4000 gram, perdarahan ante partum. Indikasi yang

menambah tingginya angka SC adalah SC berulang, kehamilan

prematur, kehamilan resiko tinggi, kehamilan kembar, SC dengan

kelainan letak.
31

3) Komplikasi Persalinan Sectio Caesarea

Insiden komplikasi pada persalinan sectio caesarea intra

operatif lebih jarang terjadi pada pada jenis elektif daripada

darurat. Komplikasi yang mungkin terjadi dalam intraoperatif

adalah impaksi atau benturan kepala janin di panggul, laserasi

uteroserviks dengan perdarahan, kerusakan pada pembuluh darah

periuterin pada insisi segmen uterus, perdarahan dari tempat

plasenta, malplokasiasi invasif, aterasi uterus, lesi pada saluran

kandung kemih atau ureter dan usus, lesi neonatal, dan komplikasi

lain yang terkait dengan anestesi.

Pada awal paska operasi, komplikasi yang paling umum terjadi

adalah infeksi luka, seroma, luka dehiscence, hematoma dinding

perut anterior, endometritis, necrotizing fasciitis (jarang terjadi),

dan tromboflebitis vena pelvis. Ibu dengan pengalaman section

caesarea juga memiliki risiko untuk mengalami plasenta previa,

plasenta akreta, plasenta increta, dan plasenta percreta pada

kehamilan berikutnya. Komplikasi sectio caesarea yang dapat

diterima oleh bayi yaitu lesi neonatal yang paling sering

disebabkan oleh pisau bedah, cephalhematoma, fraktur tengkorak

dan tulang lainnya dengan lesi saraf perifer, lesi pleksus brakialis,

bells palsy, dan kesulitan untuk bernapas(Kulas et al., 2013).


32

6. Pendapatan

Pendapatan merupakan jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota

rumah tangga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersama

maupun perseorangan dalam rumah tangga. Berdasarkan UMR.

Pendapatan berupa uang adalah segala penghasilan berupa uang yang

sifatnya reguler dan diterima biasanya sebagai balas atau kontra prestasi,

sumbernya berasal dari :

a. Gaji dan upah yang diterima dari gaji pokok, kerja sampingan, kerja

lembur, dan kerja kadang-kadang.

b. Usaha sendiri yang meliputi hasil bersih dari usaha sendiri, komisi,

penjualan dari kerajinan rumah.

c. Hasil investasi yakni pendapatan yang diperoleh dari hak milik tanah.

Keuntungan serial yakni pendapatan yang diperoleh dari hak milik.

d. Pendapatan yang berupa barag yaitu : pembayaran upah dan gaji yang

ditentukan dalam beras, pengobatan, transportasi, perumahan, dan

rekreasi. (Christopher,2011)

7. Coronavirus

a. Pengertian Coronavirus

Coronavirus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan

penyakit pada manusia dan hewan. Pada manusia biasanya

menyebabkan penyakit infeksi saluran pernapasan, mulai flu biasa

hingga penyakit yang serius seperti Middle East Respiratory Syndrome

(MERS) dan sindrom pernapasan akut berat atau Severe Acute


33

Respiratory Syndrome (SARS) (ZA dkk., 2020). Adanya virus corona

baru yang ditemukan setelah kejadian luar biasa atau KLB di kota

Wuhan China pada bulan desember 2020, virus tersebut diberi nama

Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV2)

yang mengakibatkan penyakit Corona Virus Diasease (COVID – 19 )

(ZA dkk., 2020). Virus ini termasik didalam gen dengan Flor Elliptic

dan berbentuk pleomorfik yang berdiameter 60 – 140 nm. Corona

virus ini genetiknya berbeda dengan virus SARS-Cov dan juga virus

MERS-Cov.

b. Patogenesis dan patofisiologi Coronavirus

Virus coronavirus ini pada awalnya banyak menginfeksi hewan.

Virus tersebut menyebabkan sejumlah penyakit berat pada hewan

seperti hewn babi, sapi, kuda, dll. Virus ini disebut virus Zoonotic

yang artinya bahwa virus yang berpindah dari hewan ke manusia. Ada

beberapa hewan yang merupakan host atau induk virus ini dan

mengakibatkan virus ini tertular ke menusia diantaranya kelelawar,

unta, musang, dan tikus bamboo. Namun kelelawar merupakan hewan

yang sering dikonsumsi dan merupakan sumber utama dari SARS dan

MERS (PDPI, 2020).

Virus coronavirus hanya dapat memperbanyak diri dengan sel host-

nya, virus ini tidak dapat hidup tanpa sel hostnya. Siklus dari virus ini

pertama akan menempel lalu masuk ke sel host menggunakan potein S

yang terdapat dipermukaan virus. Protein S merupakan penentu dalam


34

menginfeksi spesies hostnya serta penentu tropisnya. Pada SARS –

CoV proteinS berikatasn dengan resptor di sel host yaitu pada enzim

ACE-2. Reseptor sel ini dapat temukan pada bagian mukosa oral,

nasofaring, nasal, paru-paru, lambng, timus, usus halus, sumsum

tulang, limfe, hati, ginjal, sel eptiel alveolar paru, otak, sel entrosit

usus halus, sel endotel aretri vena dan terdapat juga pada sel otot polos.

Setelah virus ini berhasil masuk selanjutnya akan tranlasi replica gen

dari RNA genom virus. Setalah bertranlasi replikasi dan transkripsi

dimana sintesis virus RNA melalui translasi dan perakitan dari

kompleks replikasi virus. Fase seleanjutnya adalah pearikat dan rilis

virus (Yuliana, 2020). Setelah coronavirus ini bertransmisi, maka virus

akan masuk ke upper respiratory kemudain bereplikasi di sel epitel

saluran atas dan melakukan siklus hidup virus. Seytelah melakukan

siklus tersebut virus akan menyebar dari saluran atas ke saluran bawah.

Saat infeksi akut terjadi peluruhan virus saluran napas danapat

berlanjut meluruh beberapa waktu di sel gastroinstestinal setalah

penyembuhan. Masa inkubasi coronavirus dampai muncul tanda gejala

adalah sekitar 3-7 hari (PDPI, 2020).

c. Manifestasi Klinis Coronavirus

Masa inkubasi COVID-19 adalah satu sampai empat belas hari,

dan biasanya terjadi dihari ketiga hingga ketujuh (ZA dkk., 2020).

Demam, kelalahan, dan batuk kering merupakan tanda-tanda umum

infeksi corona disertai dengan gejala seperti hidung tersumbat, pilek,


35

dan diare pada beberapa pasien (ZA dkk., 2020). Karena beberapa

pasien parah tidak mengalami kesulitan bernapas yang jelas dan dating

dengan hipoksemia, sehingga ada perubahan dalam panduan ini

menjadi dalam kasus parah, dyspnea dan atau hipoksemia biasanya

terjadi setelah satu minggu setelah onset penyakit, dan yang lebih

buruk dapat dengan cepat berkembang menjadi sindrom gangguan

pernapasan akut, syok sepsis, asidosis metabolic yang sulit ditangani,

perdarahan, disfungsi koagulasi, dll (ZA dkk., 2020).

Awalnya hasil rontgen COVID – 19 menunjukkan ada beberapa

pola kecil atau Multiple Small Patches Shadow dan terjadi perubahan

pada interstitial terutama pada pariferal paru. Seiring bertambahnya

waktu dan juga berkembanya penyakit, menjadi bayangan yang

tembus pandang/kaca atau Multiple Ground Glass Shadow) dan juga

baying infiltrasi di kedua paru (ZA et al., 2020)

d. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang kepada pasien covid dapat dilakukan

dengan cara(PDPI, 2020):

1) Pemeriksaan radiologi yaitu CT-scan toraks, USG torak dan juga

foto toraks. Hasilnya dapat menunjukkan lobar atau kolaps paru

atau nodul, opasitas bilateral, tampilan groundglass dan konsoldasi

subsegmental.

2) Pemeriksaan spesimen saluran pernapasan atas dan pernapasan

bawah
36

a) Upper respiratory menggunakan swab tenggorokan yaitu

tepatnya di nasofaring dan oro faring

b) Saluran pernapasan atas ysitu pengambilan sputum dan bilasan

bronkus, bila menggunakan endoktrakeat tube nantinya dapat

berupa aspirat endotrakeal

3) Tindakan visualisasi treka dan bronkus atau Bronkoskopi

4) Jika diperlukan ada tindakan pungsi pleura

5) Pemeriksaan cek lab darah

6) Dilakukan kultur darah untuk bakteri idelanya sebelum diberikan

nya antibiotic. Ada juga, biakan mikroorganisme dan uji kepekaan

dari saluran pernapasan.

7) Pemeriksaan urin dan feces

e. Dampak Psikologis

Respons umum dari orang-orang yang terdampak (baik secara

langsung atau tidak) antara lain (IASC, 2020):

1) Sakit dan meninggal dunia

2) Takut akan tertular saat dirawat hingga akhrnya tidak dating di

fasilitas kesehatan

3) Takut tidak bekerja sehingga nantinya akan kehilangan pekerjaan

4) Takut dikucilkan oleh masyarakat karena terkait penyakit

5) Tidak dapat melindungi orang – orang terkasih karena proses yang

menginfeksi dimana – dimana

6) Takut untuk dipisahkan dari orang yang dicintai dan keluarga


37

7) Tidak mau untuk menjaga anak kecil yang hidup sendiri,

disabilitas, orang lanjut usia karena takut akan terinfeksi oleh virus,

karena keluarga orang tersebut dalam masa karantina

8) Merasa tidak berdya, bosan, kesepian dn depresi selgi diisolasi

9) Tkut mengalami pengalamn wabah sebelumnya

B. Kerangka Teori

Hormonal Aktivitas Fisik Psikososial


dan Demografi

- Usia
Koping stres (-) - paritas
adaptasi (-) - Jenis persalinan
- Pendapatan
-
- Pendidikan
Postpartum Blues
- Pekerjaan
- Dukungan suami
dan keluarga
- Status kehamilan
Postpartum Depression

Postpartum Psikosis

Keterangan :

: diteliti : diteliti

: tidak diteliti : tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber : (Alifah, 2016)
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori yang telah dipaparkan di bab sebelumnya,

dapat diketahui bahwa kejadian postpartum blues pada ibu nifas merupakan

masalah yang rumit dan disebabkan oleh beberapa faktor. Adapun kerangka

konseptual penelitian ini terdiri dari variabel independen (bebas) yaitu usia,

paritas, jenis persalinan, dan pendapatan sedangkan variabel dependen

(terikat) yaitu postpartum blues.

Variabel Independen (Bebas) Variabel Dependen (Terikat)

Usia

Paritas
Postpartum Blues

Jenis Persalinan

Pendapatan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

B. Hipotesa Penelitian

Hipotesis yang dibuktikan dalam penelitian ini adalah hipotesis alternatif

(Ha) yaitu:

a. Tidak ada hubungan usia dengan kejadian postpartum blues pada masa

pandemi Covid-19 di Wilayah Kerja Puskesmas Karanganyar


39

b. Ada hubungan paritas dengan kejadian postpartum blues pada masa

pandemi Covid-19 di Wilayah Kerja Puskesmas Karanganyar

c. Ada hubungan jenis persalinan dengan kejadian postpartum blues pada

masa pandemi Covid-19 di Wilayah Kerja Puskesmas Karanganyar

d. Ada hubungan pendapatan dengan kejadian postpartum blues pada masa

pandemi Covid-19 di Wilayah Kerja Puskesmas Karanganyar

C. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

penelitian analitik obsevasional dengan desain cross sectional yaitu jenis

penelitian yang dilakukan pada waktu pengukuran atau observasi data variabel

independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2016).

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk kemudian dipelajari sehingga diperoleh

informasi tentang hal tersebut dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016).

Klasifikasi dari variabel penelitian berdasarkan hubungan antara variabel

sebagai berikut.

1. Variabel bebas (Independen) pada penelitian ini adalah faktor determinan

yang menyebabkan postpartum blues diantaranya usia, paritas, jenis

persalinan, dan pendapatan.

2. Variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini adalah kejadian

postpartum blues.
40

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel


No Variabel Definisi Alat Ukur Kategori Skala
Operasional Pengukuran
1. Postpartum Suatu Alat yang 1. Pospartum Nominal
blues sindroma digunakan Blues
gangguan afek untuk 2. Tidak
yang ringan mengukur Postpartum
sering tampak postpartum Blues
dalam minggu blues
pertama adalah
setelah Edinburgh
persalinan, Postnatal
cenderung Depression
akan Scale
memburuk (EPDS)
pada hari ke 3-
5 dan
berlangsung
dalam rentang
waktu 14 hari.
2. Usia Usia seseorang Kuesioner 1. Risiko Nominal
berhubungan apabila
dengan berumur
pengalaman <20 tahun
dan maturitas dan > 35
dalam tahun
menjalani 2. Tidak risiko
suatu apabila
kehidupan atau berumur 20-
kondisi usia 35 tahun
ibu ketika
memasuki
masa
postpartum.
3. Paritas Jumlah anak Kuesioner 1. Primipara, Ordinal
yang pernah bila pernah
dilahirkan baik melahirkan
lahir hidup 1 kali
maupun lahir 2. Multipara,
mati bila pernah
melahirkan
2-5 kali
3. Grandemult
ipara, bila
pernah
melahirkan
>5 kali
41

4. Jenis Proses Kuesioner 1. Pervagina Nominal


persalinan keluarnya bayi baik normal
yang telah maupun
cukup bulan bantuan alat
dan disusul 2. Operasi
dengan Sectio
keluarnya caesarea
plasenta dan
selaput janin
dari tubuh ibu
5. Pendapatan Jumlah Kuesioner 1. <Rp1.988.0 Ordinal
penghasilan 00
riil dari 2. ≥Rp1.988.0
seluruh 00
anggota rumah
tangga yang
digunakan
untuk
memenuhi
kebutuhan
bersama
maupun
perseorangan
dalam rumah
tangga.
Berdasarkan
UMR
Kabupaten
Purbalingga.

F. Waktu dan Tempat Penelitian


1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2022
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Karanganyar

Kabupaten Purbalingga.
42

G. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek ataupun

subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditentukan oleh peniliti untuk kemudian dipelajari dan ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu

nifas yang melahirkan pada bulan Februari-Maret di Wilayah Kerja

Puskesmas Karanganyar sejumlah 45 responden.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik dari populasi

penelitian tersebut (Sugiyono, 2016). Sampel penelitian ini adalah ibu

nifas hari ke 1-14 yang ada di wilayah kerja Puskesmas Karanganyar

Kabupaten Purbalingga. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan sampel

sebesar 45 responden yaitu pada ibu postpartum di wilayah kerja

Puskesmas Karanganyar.

3. Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan untuk menentukan

sampel dalam penelitian ini adalah total sampling, yaitu teknik

pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi. Alasan

mengambil total sampling karena menurut (Sugiyono, 2016) jumlah

populasi yang kurang dari 100 maka, seluruh populasi dijadikan sampel

penelitian.
43

H. Teknik pengumpulan dan Jenis Data

1. Teknik pengumpulan data

Teknik pegumpulan data yang dilakukan dalam penelitian adalah

menggunakan kuesioner untuk mengukur tingkat postpartum blues dan

menggunakan lembar ceklist untuk menentukan usia, paritas, jenis

persalinan dan pendapatan. Tahapan yang dilakukan peneliti dalam

pengambilan sampel adalah :

a. Peneliti meminta surat izin penelitian dan izin studi pendahuluan

kepada Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Semarang yang

ditujukan kepada Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

Kabupaten Purbalingga pada tanggal 2 Desember 2021.

b. Setelah mendapatkan izin penelitian dari Ketua Jurusan Kebidanan

Poltekkes Kemenkes Semarang kemudian peneliti mengajukan surat

izin penelitian ke Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

Kabupaten Purbalingga pada 6 Desember 2021.

c. Peneliti mengajukan surat izin penelitian dari Kepala Badan Kesatuan

Bangsa dan Politik ke BAPPEDALITBANGDA pada 16 Desember

2021.

d. Peneliti mengajukan surat izin penelitian dari

BAPPEDALITBANGDA ke Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga

pada 22 Desember 202.


44

e. Peneliti mengajukan surat izin penelitian dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Purbalingga untuk Kepala Puskesmas Karanganyar pada 23

Desember 2021.

f. Setelah mendapatkan izin, peneliti meminta bantuan kepada bidan

koordinator untuk melakukan persamaan persepsi dan menjelaskan

tujuan penelitian pada 28 Desember 2021.

g. Peneliti berkoordinasi dengan bidan desa yang ada di PKD Kecamatan

Karanganyar untuk memperoleh data ibu bersalin pada bulan

Desember 2021 sebagai data studi pendahuluan pada 28 Desember

2021.

h. Peneliti melakukan studi pendahuluan kepada 10 ibu nifas di Wilayah

Kerja Puskesmas Karanganyar pada 31 Desember 2021.

i. Peneliti melakukan pengajuan ethical clearance kepada Unit Penelitian

Dan Pengabdian Kepada Masyarakat Poltekkes Kemenkes Semarang

pada tanggal 7 Februari 2022 dan telah disetujui pada tanggal 2 Maret

2022.

j. Setelah mendapat izin ethical clearance, peneliti berkoordinasi dengan

bidan di Puskesmas Karanganyar untuk memperoleh data ibu nifas

yang memiliki tafsiran persalinan bulan Maret 2022. Data yang

diperoleh sebanyak 45 ibu nifas.

k. Pengambilan data dilakukan secara door to door di Wilayah Kerja

Puskesmas Karanganyar Kabupaten Purbalingga dimulai pada tanggal

3 Maret 2022.
45

l. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada responden.

m. Peneliti meminta persetujuan/ informed consent kepada responden

untuk menjadi responden penelitian, Kuesioner akan diberikan jika

ibu paham dan menyetujui untuk menjadi responden.

n. Setelah responden mengisi lembar informed consent, peneliti

memberikan lembar checklist dan lembar kuesioner kepada responden.

o. Responden mengisi lembar kuesioner dan lembar ceklist didampingi

oleh peneliti.

p. Setelah responden selesai melakukan pengisian kuesioner ,

peneliti memastikan kembali kuesioner telah terisi seluruhnya secara

lengkap kemudian peneliti memberi nomor responden pada setiap

kuesioner.

q. Setelah semua responden mengisi kuesioner secara lengkap

selanjutnya peneliti melakukan input data dan melakukan pengolahan

data.

2. Jenis data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder.

a. Data primer

Data yang diperoleh langsung dari responden yang dalam hal ini

adalah ibu nifas. Data primer diperoleh dari pengisian kuesioner EPDS

dan lembar ceklist (usia, paritas, jenis persalinan dan pendapatan) oleh
46

ibu nifas selaku responden untuk melihat variabel faktor risiko yang

dianggap berhubungan dengan kejadian postpartum blues.

b. Data sekunder

Data sekunder diperoleh secara tidak langsung yaitu dari instansi

atau pihak lain yang dapat dipercaya. Data sekunder yang digunakan

pada penenelitian ini adalah data dari Puskesmas Karanganyar berupa

data ibu hamil yang memiliki tafsiran persalinan pada bulan Februari-

Maret.

I. Instrument atau Alat Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan

data dalam suatu penelitian. Penelitian ini menggunakan instrumen berupa

kuisioner untuk mengumpulkan data primer yang dilakukan dengan

memberikan lembar pertanyaan yang harus diisi oleh responden (Sugiyono,

2012).

Variabel yang menggunakan instrument berupa lembar checklist ialah

variabel usia, paritas, jenis persalinan, dan pendapatan. Lembar checklist usia,

paritas, jenis persalinan, dan pendapatan data dikumpulkan secara langsung

kepada responden untuk menjawab pertanyaan secara tertulis dan wawancara.

Sedangkan, variabel yang menggunakan instrument berupa kuisioner

Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS), yaitu kuesioner yang

digunakan untuk mengkaji laporan individu yang dibuat secara khusus untuk

mengidentifikasi ibu yang mengalami depresi postpartum ataupun postpartum

blues. Skala ini telah divalidasi dan digunakan dalam penelitian-penelitian


47

pada sejumlah kebudayaan dan dikaji sebagai alat skrining yang valid untuk

permasalahan depresi postpartum dan postpartum blues (Lowdermilk et al.,

2013).

Jumlah pertanyaan instrumen EPDS ada 10 item, dimana pertanyaan-

pertanyaan tersebut mudah dipahami, yang memungkinkan klien dapat

mengisinya serta tidak membuat klien kelelahan saat menjawab kuesioner

tersebut. Pertanyaan dalam instrumen tersebut diklasifikasikan dengan tanda

(*) dan tanpa tanda (*). Pertanyaan tanpa tanda (*) yakni pertanyaan 1,2, dan

4, kotak jawaban teratas diberi nilai nol (0) dan kotak jawaban yang terendah

diberi nilai tiga (3). Pertanyaan dengan tanda (*) yakni nomor 3,5,6,7,8,9,10

kotak jawaban teratas diberi nilai tiga (3) dan kotak jawaban yang paling

rendah diberi nilai nol (0). Nilai maksimum EPDS adalah 30 dengan interval

0-9 normal, ≥ 10 postpartum blues atau depresi. Dimana penafsiran EPDS

antara postpartum blues dengan depresi adalah dilihat waktu kejadiannya.

EPDS yang digunakan segera setelah melahirkan dan diulang dalam waktu

dua minggu adalah mengkaji kejadian postpartum blues dan bila penilaian

EPDS dalam waktu satu bulan atau lebih adalah menilai depresi postpartum

(Wisner, 2002; Scott, 2008) dalam jurnal (Ningrum, 2017).

J. Uji Validitas dan Reliabilitas

Pada penelitian ini tidak dilakukan uji validitas karena instrument yang

digunakan sudah baku. Penelitian yang dilakukan oleh Faradiana tahun 2016,

uji validitas kuisioner dilakukan pada ibu postpartum 1-14 hari di wilayah

kerja Puskesmas Sumbersari sebanyak 15 responden dengan menggunakan


48

Pearson Product Moment dengan r tabel 0,482 (df=15) sehingga jika r hitung

pada 10 pertanyaan kuisioner lebih besar dari r tabel maka dinyatakan valid.

Pada penelitian ini didapatkan r hitung >0.482 sehingga kuisioner dinyatakan

valid. Pada uji reliabilitas yang dilakukan oleh Faradiana digunakan uji Alpha

Cronbach dengan nilai >0,60 dinyatakan reliabel. Hasil uji yang didapatkan

adalah 0,923 sehingga r hitung lebih besar dari r tabel dan instrumen

dinyatakan reliabel (Faradiana, 2016).

K. Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data

1. Teknik pengolahan data

Tujuan pengolahan data adalah untuk menyiapkan data guna

mempermudah proses analisa data. Pengolahan data dalam penelitian ini

dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Penyuntingan data (editing)

Dilakukan penyuntingan (editing) hasil data kuesioner yang telah

terkumpul. Berdasarkan hasil penyuntingan yang dilakukan

kelengkapan data sudah lengkap, jumlah kuesioner lengkap, semua

pertanyaan dalam kuesioner sudah terisi, jawaban pada masing-masing

pertanyaan bisa terbaca dengan jelas. Setelah selesai penyuntingan

data, lalu dilakukan editing.

b. Pengkodean (coding)

Merupakan kegiatan memberikan kode pada variabel dalam bentuk

angka, bukan simbol. Karena hanya angka atau numeric atau nomor
49

yang dapat diolah secara statik dengan menggunakan bantuan program

computer.

1) Variabel bebas

3.2 Tabel Pengkodean Variabel Bebas

Variabel Kategori Kode


Usia Resiko 1
Tidak 2
Paritas Primipara 1
Multipara 2
Grandemultipara 3
Jenis persalinan Normal 1
Sectio caesarea 2
Pendapatan < Rp1.988.000 1
≥ Rp1.988.000 2
2) Variabel terikat

3.3 Tabel Pengkodean Variabel Terikat

Variabel Kategori Kode


Postpartum Tidak postpartum blues 1
blues Postpartum blues 2

c. Memasukan data (entry)

Entry data adalah memasukan data yang telah diperoleh ke dalam

program komputer. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

program SPSS 22.0. Perlu ketelitian dan kecermatan peneliti dalam

memasukan data tersebut karena apabila salah memasukan data, maka

akan berpengaruh pada analisis serta pengambilan kesimpulan hasil

penelitian.
50

d. Data Cleaning

Data cleaning adalah proses pembersihan data sebelum diolah

secara statik, proses mengecek data yang benar saja yang diambil

sehingga tidak ada data yang meragukan atau salah.

e. Pentabulasian (Tabulating)

Pentabulasian merupakan kegiatan mengelompokkan data sesuai

dengan tujuan penelitian untuk kemudian dimasukan ke dalam tabel-

tabel yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini peneliti melakukan

tabulasi data menggunakan program SPPS 22.0.

2. Analisa data

Data yang telah diperoleh kemudian dianalisa dengan menggunakan

program aplikasi pengolah data statitik 22.0. Analisa data yang dilakukan

pada penelitian ini diantaranya :

a. Analisis univariat

Analisa univariat digunakan untuk menggambarkan karakterisitik

setiap masing-masing variabel penelitian yang diukur (Notoatmodjo,

2012). Analisis univariat telah dilakukan dengan hasil distribusi

frekuensi dan presentase masing-masing variabel.

b. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan pada variabel yang diduga memiliki

hubungan atau korelasi antar keduanya. Variabel bebas (independent)

dalam penelitian ini terdiri atas usia, paritas, jenis persalinan, dan
51

pendapatan yang akan diuji hubungannya dengan variabel terikat

(dependent) yaitu kejadian postpartum blues.

Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi-

square untuk mengetahui kemaknaan pada program SPSS 22.0 dengan

nilai total bermakna (p value < α 0,05). Jika p value didapatkan < 0,05

maka terdapat hubungan yang bermakna. Pada penelitian ini

didapatkan hasil analisis variabel usia tidak ada hubungan bermakna

dengan kejadian postpartum blues p value 0,716 > α 0,05 dan ada

hubungan bermakna antara paritas dengan kejadian postpartum blues p

value 0,022 < α 0,05, jenis persalinan dengan postpartum blues p value

0,003 < α 0,05, dan pendapatan dengan kejadian postpartum blues p

value 0,000 < α 0,05. Pembahasan hasil analisis selanjutnya akan

dibahas pada BAB IV.

L. Etika Penelitian

Berikut adalah hal yang di lakukan peneliti dalam etika penelitian yaitu :

1. Ethical Clearance

Penelitian yang berjudul “Faktor Determinan yang Mempengaruhi

Kejadian Postpartum Blues Pada Masa Pandemi Covid-19 di Wilayah

Kerja Puskesmas Karanganyar Kabupaten Purbalingga“ telah disetujui

oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan di Poltekkes Kemenkes Semarang

dengan nomor kode etik No. 0117/EA/KEPK/2022 pada tanggal 1 Maret

2022.
52

2. Informed Consent (Lembar Persetujuan)

Informend consent di berikan sebelum melakukan penelitian. Informed

concent ini berupa lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan

pemberiannya agar subyek mengerti maksud, tujuan penelitian dan

mengetahui dampaknya.

3. Anonimity (Tanpa nama)

Anonimity menjelaskan bentuk penulisan kuesioner dengan tidak perlu

mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data. Hanya menuliskan

kode pada lembar pengumpulan data.

4. Confidentialy (Kerahasiaan)

Kerahasiaan menjelaskan, masalah-masalah responden yang harus

dirahasiakan dalam penelitian. Kerahasiaan informasi yang telah

dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan dalam hasil penelitian.

Setelah dilakukan penjelasan pada responden, peneliti memastikan

responden benar-benar mengerti tentang penelitiannya yang diteliti,

apabila responden tidak setuju menjadi subjek maka responden ada

hak untuk mengundurkan diri.Dalam penelitian ini responden sudah

mengerti tentang penjelasan peneliti dan nama responden di tulis dengan

inisial.
53

M. Jadwal Penelitian

Tabel 3.4 Jadwal Penelitian


N Kegiatan 2021 2022
O
O N D J F M A M J
1. Pembuatan
Proposal
2. Seminar
Proposal
3. Perbaikan
Proposal
4. Pengajuan
izin
penelitian
5. Pelaksanaan
penelitian
6. Pengolahan
data
7. Seminar
hasil
8. Revisi dan
pengumpulan
hasil
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Lokasi

Kabupaten Purbalingga adalah salah satu Kabupaten di Jawa

Tengah yang mempunyai luas 777,64 Km². Ibu kotanya adalah

Purbalingga, Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Pemalang di

utara, Kabupaten Banjarnegara di timur dan selatan, serta Kabupaten

Banyumas di barat dan selatan.

Kecamatan Karanganyar mempunyai total wilayah seluas 33.01

Km² yang terdiri atas 13 desa/kelurahan. Puskesmas Karanganyar

merupakan salah satu puskesmas di Kecamatan Karanganyar

Kabupaten Purbalingga yang terletak di Jl. Raya Karanganyar No. 3,

Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Purbalingga. Penduduk di

Kecamatan Karanganyar berdasarkan data BPS tahun 2018 memiliki

penduduk sejumlah 40.335 jiwa yaitu 19.692 jiwa penduduk

perempuan dan 20.642 jiwa penduduk laki-laki.

Penelitian ini dilakukan di Wilayah Puskesmas Karanganyar yang

merupakan pusat pelayanan kesehatan masyarakat yang melayani

pengobatan umum/BPJS, dokter gigi, dokter umum, apotek,

laboratorium, imunisasi, KIA/KB, konsultasi gizi dan kesling.


55

2. Analisis Univariat

a. Usia

Tabel 4.1 : Distribusi Frekuensi menurut Karakteristik Usia


Responden di wilayah kerja Puskesmas
Karanganyar

Persentase
Usia Frekuensi (%)
Resiko 10 22,2
Tidak
35 77,8
Beresiko
Total 45 100,0
Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukan bahwa hasil penelitian pada

45 ibu nifas, terdapat 10 ibu dengan usia beresiko (22,2%) dan

terdapat 35 ibu dengan usia tidak beresiko (77,8%).

b. Paritas

Tabel 4.2 : Distribusi Frekuensi menurut Karakteristik Paritas


Responden di wilayah kerja Puskesmas
Karanganyar

Persentase
Paritas Frekuensi (%)
Primipara 19 42,2
Multipara 26 57,8
Total 45 100,0
Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukan bahwa hasil penelitian pada

45 ibu nifas, terdapat ibu dengan paritas primipara sebanyak 19

(42,2%), dan terdapat ibu dengan paritas multipara sebanyak 26

(57,8%).

c. Jenis persalinan

Tabel 4.3 : Distribusi Frekuensi menurut Karakteristik Jenis


Persalinan Responden di wilayah kerja Puskesmas
Karanganyar
56

Persentase
Jenis Persalinan Frekuensi (%)
Normal 35 77,8
Sectio Caesaria 10 22,2
Total 45 100,0
Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukan bahwa hasil penelitian pada

45 ibu nifas, terdapat ibu melahirkan normal sebanyak 35 (77,8%),

dan terdapat ibu melahirkan section caesaria sebanyak 10

(22,2%).

d. Pendapatan

Tabel 4.4 : Distribusi Frekuensi menurut Karakteristik


Pendapatan Responden di wilayah kerja Puskesmas
Karanganyar

Pendapatan Frekuensi Persentase (%)


<Rp.1.998.000 30 66,7
≥Rp.1.998.000 15 33,3
Total 45 100,0
Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukan bahwa hasil penelitian pada

45 ibu nifas, terdapat ibu yang memiliki pendapatan keluarga

<Rp.1.998.000 sebanyak 30 (66,7%), dan terdapat ibu yang

memiliki pendapatan keluarga ≥Rp.1.998.000 sebanyak 10

(33,3%).

e. Postpartum Blues

Tabel 4.5 : Distribusi Frekuensi menurut Karakteristik


Postpartum Blues Responden di wilayah kerja
Puskesmas Karanganyar
Postpartum Blues Frekuensi Persentase (%)
Postpartum Blues 18 40,0
Tidak Postpartum
27 60,0
Blues
Total 45 100,0
57

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa kejadian

postpartum blues ibu dalam kategori tidak postpartum blues

sebanyak 27 (60,0%) dan kategori postpartum blues sebanyak 18

(40,0%).

3. Analisis Bivariat

a. Hubungan usia dengan kejadian postpartum blues

Tabel 4.6 : Tabel hubungan usia dengan kejadian postpartum


blues di wilayah kerja Puskesmas Karanganyar

Postpartum_Blues
Tidak p-value
Postpartum Postpartum
Usia Blues Blues Total
F % F % F %
Resiko 1
3 7
0
0 0 1
3 7 0
, , 0 0
,
0 0 ,
0
7
Tidak 1
4 5 1
Beresiko 0
1 2 2 7 3 6
0
5 , 0 , 5
,
9 1
0
Total 1
4 6
0
1 0 2 0 4
0
8 , 7 , 5
,
0 0
0
Berdasarkan Tabel 4.6 diatas, dari hasil analisis hubungan

antara usia dengan kejadian postpartum blues diperoleh bahwa ada

sebanyak 7 (70,0%) ibu yang usia beresiko mengalami postpartum

blues, sedangkan diantara ibu yang usia tidak beresiko, ada 20

(57,1%) ibu yang tidak beresiko mengalami postpartum blues.


58

Hasil uji statistik didapatkan nilai p-value = 0,716, maka dapat

disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara usia ibu

dengan kejadian postpartum blues di wilayah kerja Puskesmas

Karanganyar Kabupaten Purbalingga.

b. Hubungan paritas dengan kejadian postpartum blues

Tabel 4.7 : Tabel hubungan paritas dengan kejadian


postpartum blues di wilayah kerja Puskesmas
Karanganyar

Postpartum_Blues
Tidak p-value
Postpartum Postpartum
Paritas Blues Blues Total
F % F % F %
Primipara 1
1 8
0
5 1 4 1
3 0
, 6 , 9 0
.
8 2 ,
0
0
Multipara 1
5 4 2
0
1 3 1 6 2 2
0
4 , 2 , 6
.
8 2
0
Total 1
3 6
0
1 7 2 2 4
0
7 , 8 , 5
.
8 2
0
Berdasarkan Tabel 4.7 diatas, dari hasil analisis hubungan

antara paritas dengan kejadian postpartum blues diperoleh bahwa


59

ada sebanyak 16 (84,2%) ibu yang primipara mengalami

postpartum blues, sedangkan diantara ibu yang multipara, ada 12

(46,2%) ibu yang multipara mengalami postpartum blues.

Hasil uji statistik didapatkan nilai p-value = 0,022, maka dapat

disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan

kejadian postpartum blues di wilayah kerja Puskesmas

Karanganyar Kabupaten Purbalingga.

c. Hubungan jenis persalinan dengan kejadian postpartum blues

Tabel 4.8 : Tabel Hubungan Jenis Persalinan Dengan Kejadian


Postpartum Blues Di Wilayah Kerja Puskesmas
Karanganyar

Postpartum_Blues
Tidak p-value
Jenis Postpartum Postpartum
Persalinan Blues Blues Total
F % F % F %
Normal 1
5 4
0
1 1 1 8 3
0
8 . 7 . 5
4 6
0
60

Sectio 1 1 0
Caesaria 0 0 0 ,
1 1
0 . 0 0 0
0 0
0 . 0
0 0 3
Total 1
4 6
0
1 0 2 0 4
0
8 . 7 . 5
0 0
0
Berdasarkan Tabel 4.8 diatas, dari hasil analisis hubungan

antara jenis persalinan dengan kejadian postpartum blues diperoleh

bahwa ada sebanyak 17 (48,6%) ibu yang melahirkan normal atau

pervaginam mengalami postpartum blues, sedangkan diantara ibu

yang melahirkan section caesaria, ada 10 (100,0%) ibu yang

melahirkan section caesaria mengalami postpartum blues.

Hasil uji statistik didapatkan nilai p-value = 0,003, maka dapat

disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan

kejadian postpartum blues di wilayah kerja Puskesmas

Karanganyar Kabupaten Purbalingga.

d. Hubungan pendapatan dengan kejadian postpartum blues

Tabel 4.9 : Tabel hubungan pendapatan dengan kejadian


postpartum blues di wilayah kerja Puskesmas
61

Karanganyar

Postpartum_Blues
Tidak p-value
Postpartum Postpartum
Pendapatan Blues Blues Total
F % F % F %
<Rp.1.998.000 1
1 8
0
6 2 3 3
5 0
. 5 . 0 0
7 3 ,
0
0
≥ Rp.1.998.000 1
8 1 0
0
1 6 3 1 0
2 0
3 . . 5
7 3
0
Total 1
4 6
0
1 0 2 0 4
0
8 . 7 . 5
0 0
0
Berdasarkan Tabel 4.9 diatas, dari hasil analisis hubungan

antara pendapatan dengan kejadian postpartum blues diperoleh

bahwa ada sebanyak 25 (83,3%) ibu yang memiliki pendapatan

keluarga <Rp.1.998.000 mengalami postpartum blues, sedangkan

diantara ibu yang memiliki pendapatan keluarga ≥ Rp.1.998.000, ada

2 (13,3%) ibu yang memiliki pendapatan keluarga ≥ Rp.1.998.000

mengalami postpartum blues.

Hasil uji statistik didapatkan nilai p-value = 0,000, maka dapat

disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan

kejadian postpartum blues di wilayah kerja Puskesmas

Karanganyar Kabupaten Purbalingga.

B. Pembahasan
62

1. Usia ibu

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa usia ibu yang

beresiko (<20 tahun dan >35 tahun) sebanyak 10 responden (22,2%)

dan usia ibu yang tidak beresiko (20-35 tahun) sebanyak 35 responden

(77,8%).

Usia mempunyai pengaruh terhadap kehamilan dan persalinan ibu.

Usia yang kemungkinan tidak berisiko tinggi pada saat kehamilan dan

persalinan yaitu usia 20-35 tahun, karena pada saat tersebut rahim

sudah siap menerima kehamilan, mental sudah matang dan sudah

mampu merawat bayi dan dirinya. Jika seorang wanita memutuskan

untuk hamil diluar usia tersebut maka akan rentanuntuk mengalami

kehamilan yang berisiko tinggi (Lubis, 2010).

2. Paritas

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa paritas ibu

primipara sebanyak 19 responden (42,2%) dan multipara sebanyak 26

responden (57,8%).

Perempuan primipara belum memiliki pengalaman dalam menjaga

anak sehingga memunculkan rasa khawatir serta takut apabila

melaksanakan kesalahan dalam menjaga balita. Begitu pula dalam

melaksanakan tugas sebagai seseorang ibu, perempuan primipara

merasa bimbang, lebih terbebani serta merasa kebebasannya menurun

dengan hadirnya seseorang anak. Bibu yang belum berpengalaman

hendak membagikan akibat terhadap perawatan yang diberikan kepada


63

bayinya. Pengetahuan ibu pula memiliki pengaruh besar terhadap

perawatan yang diberikan kepada anaknya.

Banyaknya jumlah anak yang dilahirkan sangat mempengaruhi

kesehatan ibu. Pada kelahiran awal, ada bahaya komplikasi yang agak

besar apabila dibanding pada kelahiran kedua ataupun ketiga.

Kelahiran kedua ataupun ketiga biasanya lebih nyaman, tetapi pada

kelahiran keempat serta berikutnya, resiko kematian bayi serta ibu

terus meningkat(Apriliana et al., 2017).

3. Jenis Persalinan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa jenis persalinan

dengan ibu melahirkan normal atau pervaginam sebanyak 35 responden

(77,8%) dan ibu melahirkan section caesaria sebanyak 10 responden

(22,2%).

Persalinan normal merupakan proses pengeluaran janin yang

terjadi pada kehamilan cukup bulkan (37-42 minggu), lahir sepontan

dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung tidak lebih dari

18 jam tanpa komplikasi baik untuk bunda ataupun janin, melahirkan

secara normal j jauh lebih gampang membiasakan diri terhadap tangis

bayi dibanding yang melahirkan secara Caesar. Sectio caesaria bisa

memunculkan trauma raga pada ibu sebab terdapatnya perlukaan pada

didinding perut serta dinding rahim bunda. Perihal ini bisa

menghalangi kegiatan raga bunda dalam menjaga bayinya sebab cedera

pembedahan yang memerlukan pengobatan lebih lama (Ardiana, 2017).


64

4. Pendapatan Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa pendapatan

keluarga <Rp.1.998.000 sebanyak 30 responden (66,7%) dan

pendapatan keluarga ≥Rp.1.998.000 sebanyak 15 responden (33,3%).

Menurut Andry (2012), salah satu hal yang sangat berhubungan

dengan depresi pasca melahirkan adalah tingkat ekonomi yang rendah.

Kondisi ekonomi dalam keluarga pada saat ibu dalam proses persalinan

kurang, akan berdampak pada kondisi psikologis ibu tersebut. Hal ini

erat hubungannya dengan depresi pasca melahirkan, karena tidak dapat

dinafikan bahwa seorang ibu akan memikirkan biaya persalinannya dan

kebutuhan lain yang dia perlukan sebelum dan sesudah proses

persalinan. Selain itu rendahnya status sosial ekonomi juga menjadi

masalah tersendiri, disamping karena faktor dekatnya tempat pelayanan

kesehatan dan perawatan anak.

5. Kejadian Postpartum Blues

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah ibu

postpartum paling banyak tidak postpartum blues yaitu 27 orang

(60,0%). Hasil penelitian ini sesuai dengan (Anggrani, I, 2019) yang

dilakukan di Praktik Mandiri Bidan Misni Herawati, Husniyati dan

Soraya didapatkan hasil bahwa dari 32 responden yang mengalami

postpartum blues sebanyak 21 (65,6%) responden.


65

Kejadian postpartum blues pada penelitian ini hasilnya cukup

tinggi. Hal tersebut dikarenakan terdapat pandemi covid-19 yang

menyebabkan ibu merasa khawatir ketika akan melakukan kontrol

pasca melahirkan dan membawa bayinya ke rumah sakit. Memiliki bayi

yang baru melahirkan pada saat masa pandemi covid-19 menjadi

sesuatu tantangan bagi ibu postpartum. Pada masa pandemi covid-19

ibu postpartum harus menjaga bayinya yang masih rentan agar tetap

hidup(Priambodo & Chozanah, 2020).

6. Hubungan Antara Usia Dengan Kejadian Postpartum Blues

Usia ideal perempuan untuk menikah dan melahirkan adalah pada

rentang usia 20-35 tahun dengan jarak kelahiran dua sampai lima tahun

karena dalam periode kehidupan ini, risiko wanita menghadapi

komplikasi medis ketika hamil dan melahirkan tergolong yang paling

rendah.sedangkan pada usia <20 tahun dan >35 tahun merupakan usia

yang berisiko tinggi terhadap kehamilan dan persalinan (BKKBN,

2017).

Faktor umur mempengaruhi terjadinya masalah psikologis pada ibu

post partum. Secara umum pada usia remaja memiliki pengetahuan

yang terbatas tentang kehamilan atau kurangnya informasi dalam

mengakses pelayanan kesehatan yang ada. Selain itu pada usia tersebut

juga belum cukup mencapai kematangan fisik, mental, peran dan

aktivitas baru sebagai ibu dalam merawat anaknya. Semakin muda usia
66

ibu melahirkan semakin mudah ibu mengalami post partum blues

(Nirwana, 2011).

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang

bermakna antara usia dengan kejadian postpartum blues dengan p-

values 0,716. Dalam penelitian ini diketahui terdapat 10 responden

dengan usia ibu beresiko (<20 tahun dan >35 tahun), dimana terdapat 7

(70,0%) responden mengalami postpartum blues dan terdapat 3 (30,0%)

responden tidak mengalami postpartum blues. Sedangkan untuk usia

ibu tidak beresiko (20-35 tahun) terdapat 35 responden, dimana terdapat

20 (57,1%) responden mengalami postpartum blues dan terdapat 15

(42,9%) responden tidak mengalami postpartum blues.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Fitriana &

Nurbaeti, 2015) bahwa usia tidak berhubungan dengan keajadian

postpartum blues, pada usia beresiko terdapat 30% yang mengalami

postpartum blues dan usia yang tidak beresiko terdapat 70% yang

megalami postpartum blues. Penelitian ini juga sesuai dengan

penelitian (Hidayati, 2017) yang menunjukan bahwa responden yang

paling banyak megalami postpartum blues sebagian besar responden

dengan kelompok umur tidak beresiko sebanyak 48,7%. Menurut

peneliti, usia tidak berhubungan dengan kejadian postpartum blues

dikarenakan ada aspek lain yang mempengaruhi terjadinya postpartum

blues dan kedewasaan responden tidak dapat ditentukan dengan usia

saja.
67

7. Hubungan Antara Paritas Dengan Kejadian Postpartum Blues

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara paritas dengan kejadian postpartum blues dengan p-

values 0,002. Dalam penelitian ini diketahui terdapat 18 responden

dengan paritas ibu primipara, dimana terdapat 16 (84,2) responden

mengalami postpartum blues dan terdapat 3 (15,8%) responden tidak

mengalami postpartum blues. Sedangkan untuk paritas ibu multipara

terdapat 26 responden, dimana terdapat 12 (46,2%) responden

mengalami postpartum blues dan terdapat 14 (53,8%) responden tidak

mengalami postpartum blues.

Penelitian yang mendukung adalah (Utami & Ivana, 2016)

didapatkan hasil bahwa status paritas mempengaruhi kejadian

postpartum blues yang terdiri dari ibu primipara 15 (25,0 %) responden.

Kejadian postpartum blues disebabkan karena fisik dan mental ibu

belum siap menghadapi kondisi barunya. Gejala postpartum blues juga

muncul sebagai reaksi yang timbul dari stress karena adanya

ketidaksesuaian. Berdasarkan hasil uji korelasi lamda dapat diketahui

bahwa terdapat ibu postpartum dengan paritas primipara yaitu 7

(29,2%) responden tidak mengalami depresi postpartum. Hal tersebut

dikarenakan latar belakang pendidikan dan ibu bersikap tenang terhadap


68

masalah yang dihadapi dalam mengurus bayinya sehingga ibu

postpartum lebih siap beradaptasi dengan kondisi barunya.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa di wilayah

kerja Puskesmas Karanganyar ibu multipara terdapat 12 (46,2%)

responden mengalami postpartum blues. Hal tersebut terjadi karena

pada saat proses persalinan disertai dengan komplikasi sehingga ibu

mengalami trauma dan menimbulkan terjadinya postpartum blues.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Ariesca et al., 2018)

didapatkan hasil ibu multipara mengalami postpartum blues. Ibu

multipara mengalami postpartum blues di karena pada saat melahirkan

anak pertama orang tuanya yang merawat bayi tersebut. Ketika

mempunyai anak kedua ibu postpartum tersebut harus merawat bayinya

sendiri sehingga ibu belum siap dan berpengalaman dalam merawat

bayinya.

8. Hubungan Antara Jenis Persalinan Dengan Kejadian Postpartum

Blues

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara jenis persalinan dengan kejadian postpartum blues

dengan p-values 0,003. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh (Ismail et al., 2020) yang menunjukan bahwa ada

hubungan antara jenis persalinan dengan kejadian postpartum blues,

nilai p-value 0,005 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha dierima.


69

Dalam penelitian ini diketahui terdapat 35 responden dengan ibu

melahirkan normal atau pervaginam, dimana terdapat 17 (48,6%)

responden mengalami postpartum blues dan terdapat 18 (51,4%)

responden tidak mengalami postpartum blues. Sedangkan untuk ibu

melahirkan section caesaria terdapat 10 responden, dimana terdapat 10

(100,0%) responden mengalami postpartum blues.

Jenis prsalinan berhubungan dengan komplikasi yang dialami

seorang ibu dalam bersalin. Ibu yang mengalami persalinan dengan

tindakan cenderung akan mengalami komplikasi dibandingkan dengan

ibu yang bersalin secara normal. Pengalaman sepanjang persalinan,

rasa sakit yang luar biasa dikala proses kelahiran dapat jadi aspek

penyebab, misalnya pada bunda yang wajib di induksi sebagian kali,

ketuban rusak saat sebelum hadapi proses pembukaan, episiotomy yang

memunculkan rasa sakit serta perihataupun pula persalinan dengan

pembedahan. Pengalaman dalam melahirkan memegang peranan yang

penting dalam kejadian postpartum blues.

Sejalan dengan (Saraswati, 2018), hasil penelitian dapat dijelaskan

bahwa seluruh responden dengan jenis persalinan normal dan sebagian

besar tidak mengalami postpartum blues yaitu sebanyak 21 responden

(70%). Hasil penelitian yang disampaikan (Ibrahim et al., 2012),

sebagian besar terdapat pada jenis persalinan patologis (caesaria)

sebanyak 14 responden (46,7%), sedangkan pada persalinan fisiologis

(normal) hanya berjumlah 1 responden (2,2%). Hal ini pun sesuai


70

dengan pendapat peneliti lain bahwa penyulit persalinan berhubungan

dengan terjadinya postpartum blues.

Asumsi peneliti adalah jenis persalinan berhubungan dengan

komplikasi yang dialami seorang ibu dalam bersalin. Ibu yang

mengalami persalinan dengan tindakan cenderung akan mengalami

komplikasi dibandingkan dengan ibu yang bersalin secara normal

kemungkinan terjadinya depresi postpartum terjadi akibat jenis

persalinan yang dialami ibu yang mengalami komplikasi hingga

dilakukan SC dapat menjadi pencetus depresi postpartum.

9. Hubungan Antara Pendapatan Dengan Kejadian Postpartum Blues

Keadaan ekonomi yang rendah dapat menimbulkan stress di

keluarga yang mempengaruhi depresi ibu setelah melahirkan. Selain itu

bisa berasal dari keadaan emosional, seperti konflik dalam keluarga.

Bahkan kegiatan yang seharusnya mendatangkan kebahagiaan seperti

kelahiran bayi bisa menimbulkan tekanan karena mereka menimbulkan

perubahan baru dalam hidup seorang wanita.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara jenis persalinan dengan kejadian postpartum blues

dengan p-values 0,000. Dalam penelitian ini diketahui terdapat 30

responden dengan pendapatan keluarga <Rp.1.998.000, dimana terdapat

25 (83,3%) responden mengalami postpartum blues dan terdapat 5

(16,7%) responden tidak mengalami postpartum blues. Sedangkan

untuk ibu dengan pendapatan keluarga ≥ Rp.1.998.000 terdapat 15


71

responden, dimana terdapat 2 (13,3%) responden mengalami

postpartum blues dan terdapat 13 (86,7%) responden tidak mengalami

postpartum blues.

Sejalan penelitian yang dilakukan (Ibrahim et al., 2012),

menunjukkan bahwa post partum blues sebagian besar terdapat pada

responden yang memiliki status sosial ekonomi kurang yaitu sebanyak

11 responden (37,9%), dan hanya 4 responden (8,5%) yang status

ekonominya cukup. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh (Syafrina,

2011) mengatakan bahwa ada hubungan antara status sosial ekonomi

dengan post partum blues. Hasil Penelitian ini sejalan dengan

penelitian sebelumnya, didapatkan hasil angka signifikasi 0,009 yang

berarti terdapat hubungan yang bermakna antara pendapatan dengan

kejadian postpartum blues. Keluarga yang memiliki pendapatan rendah

mempunyai kemungkinan 4,464 kali mengalami post partum blues.

C. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan pada penelitian ini adalah keterbatasan waktu,peneliti

hanya mengambil beberapa variabel saja yaitu faktor psikososial dan

demografi (usia, paritas, jenis persalinan, dan pendapatan keluarga). Pada

penelitian ini tidak meneliti variabel faktor hormonal, aktivitas fisik dan

faktor psikososial (pendidikan,dukungan suami dan keluarga, status

kehamilan).

D. Hambatan Penelitian
Hambatan yang dihadapi peneliti dalam proses penelitian ini yaitu

hambatan tenaga. Peneliti mengalami kesulitan dalam mencari alamat


72

rumah responden yang diberikan oleh pihak Puskesmas Karanganyar

karena wilayahnya yang luas dan tidak tercantum nomor telepon

responden dengan lengkap.


BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan uji Chi-Square, maka

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Faktor yang paling mempengaruhi terhadap kejadian postpartum blues

di Wilayah Kerja Puskesmas Karanganyar adalah pendapatan dengan

nilai p-value 0,000.

2. Faktor yang berhubungan dengan kejadian postpartum blues adalah :

a. Paritas dengan nilai p-value 0,022

b. Jenis persalinan dengan nilai p-value 0,003

3. Faktor yang tidak berhubungan dengan kejadian postpartum blues

adalah usia dengan nilai p-value 0,716.

B. Saran

1. Bagi Ibu Postpartum

Dari hasil penelitian ini diharapkan ibu dapat bekerjasama dan

turut ikut berpartisipasi dengan petugas kesehatan dalam pemberian

dukungan dan motivasi pada ibu nifas untuk mencegah terjadinya

postpartum blues, serta ibu mampu miliki sikap terbuka dan bersedia

dalam menerima informasi dari petugas kesehatan terkait informasi

mengenai persalinan dan postpartum blues.

2. Bagi Instansi Kesehatan

Dari hasil penelitian ini diharapkan institusi kesehatan mengadakan

sosialisasi mengenai postpartum blues dan persiapan persalinan.


74

Pengadaan sosialisasi pada keluarga juga perlu dilakasanakan karena

keluarga merupakan orang yang paling dekat dengan ibu postpartum.

3. Bagi Petugas Kesehatan

Dari hasil penelitian ini diharapkan petugas kesehatan tetap

memantau ibu postpartum selama masa nifas melalui kunjungan nifas.

Diharapkan pada petugas kesehatan lebih meningkatkan program-

program pada ibu dengan resiko postpartum blues terutama pada ibu

usia muda mengingat bahwa usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari

35 tahun rentan terhadap kejadian postpartum blues.

4. Bagi Peneliti

Dari hasil penelitian ini diharapkan peneliti mengetahui tentang

faktor determinan penentu kejadian postpartum blues pada ibu nifas

yaitu usia, paritas, jenis persalinan, dan pendapatan keluarga.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk

peneliti selanjutnya yang akan meneliti tentang faktor determinan yang

mempengaruhi kejadian postpartum blues dan dapat mengembangkan

variabel lain sebagai faktor determinan kejadian postpartum blues.

Anda mungkin juga menyukai