Tanaman Bandotan
Tanaman Bandotan
TINJAUAN PUSTAKA
dalam bab ini. Selain itu, bab ini juga menjelaskan gambaran tikus putih betina
khasiat dan kegunaan, serta kandungan kimia yang bisa digunakan sebagai
termasuk dalam famili Asteracea. Tumbuhan ini memiliki rambut halus berwarna
berhadapan bersilang, helaian daun bulat telur dengan pangkal membulat dan
ujung runcing, tepi bergerigi, panjang 5 – 13 cm, dan lebar 0,5 – 6 cm (baca pula,
16
17
lebih), berbentuk malai rata yang keluar di ujung tangkai, dan berwarna putih.
berkisar antara 20°-25° celsius serta mudah beradaptasi dengan berbagai kondisi
daerah persawahan, perkebunan, pinggiran hutan, di sisi jalan dan anak sungai
bandotan khususnya daun bandotan pada penelitian ini berasal dari Desa Sanding,
terhadap lambung, dan efek perlindungan terhadap radiasi (Ashande et al., 2015).
obat tradisi di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan untuk penyembuhan bermacam
jenis pensyakit, seperti laksative, antipiretik, dan radang mata. Daun bandotan
proliferasi sel dan sintesis kolagen. Luka yang diobati dengan ekstrak bandotan
Hasil sejenis disajikan pula oleh Andissa et al. (2015). Temuan mereka
adalah adanya peningkatan tensile strength pada jaringan luka yang diberikan
Ekstrak etanol daun bandotan dilaporkan pula dapat mencegah inflamasi dan
(Bahtiar et al., 2017). Hal itu membuktikan bahwa efek farmakologis tumbuhan
(GSH), serta total thiol pada jaringan hati yang menggambarkan kerusakan hati.
Simpulan mereka adalah dengan pemberian ekstrak tanaman bandotan pada tikus
dengan kerusakan hati terbukti dapat menurunkan kadar MDA, G6PD, dan GST.
method ditemukan pula bahwa tumbuhan ini memiliki aktivitas analgesik. Ekstrak
induksi nyeri dari asam asetat. Asam asetat menginduksi terjadinya geliat
terbentuknya paw edema. Dengan acetic acid induce method, peningkatan kadar
al., 2016). Flavonoid, alkaloid, steroid, dan komponen kimia lainnya yang ada
(abiotic stressors) seperti radiasi UV-B, cuaca dingin, dan kekeringan (Moore et
al., 2014).
2.1.3.1 Flavonoid
dan kaempferol-3-0-α-L-rhamnopiranosida.
1
22
cabang, bunga, daun dan buah dari tumbuhan. Flavonoid dalam tumbuhan
residence time lebih lama dibanding dengan flavonoid aglycone (Jianbo et al.,
2015).
asupan makanan dengan kandungan isoflavones sebanyak 100µmol l-1 per hari
atau setara dengan flavonoid aglycone dalam sereal bars dan yoghurts selama
satu bulan menghasilkan konsentrasi plasma yang tinggi dari genistein dan
daidzein yaitu 2,5–5 µmol l-1. Alasannya adalah karena isoflavones merupakan
pada siklus estrus dan beberapa fungsi ovarium pada manusia dan hewan ternak
antioksidan dan anti inflamasi (Li et al., 2016). Antioksidan alami yang
terkandung dalam flavonoid, baik dalam bentuk ekstrak mentah maupun unsur
yang disebabkan oleh senyawa radikal bebas. Stress oxidative terjadi akibat
Flavonoid termasuk senyawa dengan berat molekul rendah yang dapat berikatan
terdapat gugus polar, seperti gugus hidroksil pada struktur flavonoid dapat
Radikal bebas adalah atom atau gugus atom yang memiliki elektron yang
tidak berpasangan dan karena itu tidak stabil dan sangat reaktif. Mekanisme
radikal bebas yang menghalangi fungsi selular adalah lipid peroxidation sehingga
menimbulkan kerusakan pada membran selular. Kerusakan selular ini selain dapat
radikal bebas yaitu flavonoid akan dioksidasi oleh radikal bebas dan
menghasilkan senyawa radikal yang lebih stabil dan tidak reaktif dengan
pertumbuhan folikel mulai dari 24 jam – 96 jam setelah proses kultur jika
signifikan menghambat pertumbuhan folikel pada 24 jam -72 jam setelah kultur
tapi tidak setelah melewati 72 jam. Pada dosis isoliquiritigenin 100 µM mampu
25
menurunkan kadar hormon estrogen dan progesteron pada waktu 48 jam, 72 jam,
al.,2016).
lain yang memiliki cincin fenolik B pada posisi 3 cincin pyran dapat menghambat
isoflavonoid yang memiliki gugus hidroksi pada posisi atom karbon nomor 7.
berkaitan dengan konformasi sterik tetapi juga efek gabungan dari afinitas
aktivitas enzim aromatase, 3α-HSD dan 17β-HSD pada human lung microsomes
berbeda, baik yang bersumber dari dalam (endogen) maupun dari luar (eksogen).
perubahan ekspresi dari 3β-HSD. 3β-HSD yang terletak di lapisan teka interna
terutama yang dimediasi oleh FSH dan LH menyebabkan peningkatan cAMP dan
Metabolisme flavonoid dimulai dari absorpsi pada usus halus oleh intestinal
diserap langsung pada usus halus atau melalui absorpsi pada usus besar yang
ditentukan dari struktur flavonoid aglikon atau glikosida (Shashank et al., 2013).
gula (b-glycosides). Flavonoid aglycans dapat dengan mudah diserap oleh usus
di bagian luar dari brush border membrane usus halus. Untuk flavonoid aglycone
langsung diserap pada usus halus sedangkan flavonoid glycosides yang bukan
substrat dari enzim LPH akan dibawa menuju usus besar. Dalam usus besar,
flavonoid glycosides akan dihidrolisis oleh bakteri baik di dalam usus besar.
Setelah diabsorpsi pada usus halus dan usus besar, selanjutnya flavonoid akan
atau dimetabolisme menjadi senyawa fenolik yang lebih kecil. Karena reaksi
konjugasi tersebut maka flavonoid aglycones bebas tidak akan ditemukan dalam
empedu dalam usus dan flavonoid yang sebelumya tidak dapat diserap di usus
halus akan terdegradasi dalam usus besar dengan bantuan dari mikroflora usus
jumlah tidak terbatas) akan dihidrolisis menjadi monomer dan dimer di bawah
pengaruh kondisi asam dari lambung. Molekul besar akan masuk dalam usus
yang masuk ke sirkulasi sistemik sesudah pemberian obat dalam sediaan tertentu,
serta kecepatan peningkatan kadar obat dalam sirkulasi sistemik (Shashank et al.,
2013).
digambarkan sebagai suatu proses inflamasi yang terjadi secara reguler pada
dari enzim yang dibutuhkan untuk produksi prostaglandin (PG) dan COX-2
sebagai enzim yang diinduksi terkait dengan inflamasi. COX-2 diinduksi pada
berbagai macam sel dengan stimulasi dari sitokin dan growth factors. COX-2
28
terekspresi pada organ-organ seperti pada inflamasi akut, bone resumption, ginjal,
Penelitian pada mencit yang dilakukan oleh Londonkar dan Nayaka (2013)
dengan defisiensi COX-2 mengalami defect pada fungsi reproduksi seperti ovulasi
merupakan enzim yang penting pada ovulasi dan diperlukan untuk follicular
(PG).
2.1.3.2 Steroid
Fitosterol adalah senyawa yang berasal dari tanaman yang memiliki efek
senyawa lipid dengan struktur kimia yang sangat mirip dengan struktur kolesterol,
bersifat lebih hidrofobik dan tidak dapat disintesis dalam tubuh manusia.
menghambat efek metabolik kolesterol dalam usus halus (Jinsoo et al., 2016).
29
2
Gambar 2.6
Struktur kimia 1. stigmasterol, 2. β-sitosterol
(Chaturvedula et al., 2012)
terdiri atas stigmasterol dan β-sitosterol. Penelitian yang dilakukan oleh Pal et al
mencegah terjadinya ovulasi. Perubahan lendir serviks yang menjadi lebih kental
30
sehinggan sperma sulit melalui serviks dan menghambat proses implantasi pada
endometrium.
sendiri merupakan senyawa nitrogen yang disintesis oleh organisme hidup. Secara
umum, alkaloid terdiri atas cincin heterosiklik dan dikarenakan adanya 1 atau
lebih atom nitrogen. Alkaloid diturunkan dari asam amino yang memiliki aktivitas
sesquiterpen pada daun dan batang tanaman bandotan. Salah satu sesquiterpen
1
31
2
Gambar 2.7 Struktur kimia alkaloid pirrolizidin yang terdapat dalam tumbuhan
bandotan, 1. Lycopsamine, 2. Echinatine (Singh et al., 2013)
dan selama proses kehamilan oleh fetoplacental unit bekerja pada peripheral
target tissues dan sistem saraf pusat. Steroid gonadal mempengaruhi sexual
differentiation pada genital dan otak yang juga menentukan karakteristik seksual
dalam pemeliharaan keadaan fungsional steroid gonadal saat masa dewasa dan
mengatur perilaku seksual. Hormon steroid terdiri atas lima kelas utama, yaitu,
reaksi hidrolisis ester kolesterol menjadi kolesterol bebas dan transport kolesterol
hormon pada zona fasciculata dan zona reticularis. Reseptor ACTH pada
messenger cAMP. Efek dari ACTH pada produksi cortisol adalah hasil umpan
balik klasik yang menonjol pada level pengaturan dan sirkulasi dari
novo di endoplasmic reticulum (ER) (Gambar 2.9). Lysosomal acid lipase (LAL)
memisahkan gugus ester dari ikatan ester kolesterol dengan NPC2 di late
ke OMM. Ketiga, lipid droplets dapat berasosiasi dengan OMM melalui soluble
Kolesterol adalah senyawa lemak yang memiliki peranan penting dalam banyak
proses biofisik dan biokimia dalam tubuh. Kolesterol merupakan prekursor berbagai
hormon steroid, bile salts, vitamin D3, dan sangat penting untuk menjaga proper
apical side (facing extracellular environment) usus setelah makanan dicerna oleh bile
salts dan enzim lipase. Degradasi komponen lipid di usus (monogliserida, asam
structure seperti misel (micelles) dengan bantuan bile salts. Ketika misel masuk ke
dalam usus maka kolesterol, monogliserida, dan asam lemak akan diesterifikasi ulang
utama dari partikel yang disekresikan (kilomikron) dan selanjutnya ditransfer menuju
Semua jaringan dan sel yang menghasilkan steroid mampu melakukan sintesis
baru dari senyawa bukan lipid yang banyak terdapat dalam jaringan tubuh, termasuk
jaringan hati, ginjal, otak, paru, kelenjar payudara dan adiposa. Biosintesis dari atom
karbon 27 dari struktur kolesterol terkait dengan konversi asetat (acetyl CoA) melalui
enzim. Mevalonate dibentuk melalui kondensasi 3 molekul dari asetat yang dikatalisis
17-hydroxy- 17-hydroxy-
Pregnenolone progesterone
Dehydroepiandrosterone Androstenedione
Androstenediol Testosterone
Granulosa
Cell
FSH
Dihydro- Oestrone
testosterone
Oestradiol
utama dan penting dari sintesis semua hormon steroid adalah pemisahan rantai
dan estrogen. Sintesis dan sekresi hormon steroid adrenal dan gonadal diregulasi
oleh hormon tropik dari hipofisis anterior, yaitu FSH (follicle stimulating
hormone). Mekanisme pengaturan yang umum dari sintesis dan rilis hormon
steroid adalah umpan balik negatif di mana peningkatan kadar steroid yang
bersirkulasi menekan produksi hormon tropik dengan bekerja pada lokasi spesifik
di otak dan hipofisis anterior. Interaksi yang kompleks antara komponen poros
Rate limiting step pada biosintesis hormon steroid adalah konversi kolesterol
(CYP11A1) atau siktokrom P450 (CYP) (Gambar 2.11). Enzim P450scc terdapat
tiga reaksi oksidasi secara berurutan yang kemudian diikuti dengan pemisahan
oksigen dan 1 molekul NADPH dan menggunakan sistem transfer elektron dari
mitokondria. Reaksi pertama adalah hidroksilasi pada C22, yang kemudian diikuti
dimana memisah antara C22 dan C20 yang menghasilkan C21 steroid
et al., 2017)
Enzim P450c17 mengkatalisis dua fungsi campuran dari reaksi oksidasi yang
mikrosomal. Dua reaksi yang dikatalisis oleh enzim P450c17 adalah 17α-
hidroksilasi dari steroid C21, pregnenolon (steroid Δ5) atau progesteron (steroid
Δ4), yang kemudian diikuti dengan pemisahan ikatan C17-20 untuk menghasilkan
Keterangan:
- 17-OH-preg: 17-hydroxypregnenolone - DHT : Dihydrotestosterone
- 18-corticost: 18-hydroxycorticosterone - DOC : 11-deoxycorticosterone
- ALDO : Aldosterone
- DHEA : Dehidroepiandrosterone
dan testosteron menjadi estrogen C18, estrone dan estradiol. Reaksi ini juga masih
membutuhkan sistem transfer elektron sitokrom P450 reductase, dan tiga molekul
berHubungan dengan oksidasi dari gugus metil C19 melalui reaksi hidroksilasi,
sedangkan tiga molekul oksigen digunakan pada reaksi yang disebut sebagai
peroxidative attack pada gugus metil C19 yang dikombinasikan dengan eliminasi
dari hidrogen 1β menghasilkan cincin fenolik A dan acid formic (Payne et al.,
sebagai substrat untuk hidroksilasi C17 oleh enzim P450c17 sehingga 11-
mitokondrial. Tiga tahapan urutan reaksi itu yaitu reaksi 11-hidroksilasi dari 11-
Enzim 3β-HSD I dan II pada manusia dan tikus mengkatalisis konversi Δ5-
Dua tahapan urutan reaksi yang berhubungan dengan konversi dari Δ5-3β-
single dimeric protein tanpa adanya rilis dari perantara atau koenzim. Enzim pada
diol menjadi dihidrotestosterone (DHT) dengan adanya NAD+ (Payne et al., 2004;
tipe sel dimana lokasi enzim 3β-HSD diekspresikan.Pada manusia terdapat dua
bentuk isoform 3β-HSD, yaitu 3β-HSD I dan 3β-HSD II, sedangkan pada tikus
dan hewan pengerat lainnya terdapat 2 bentuk isoform 3β-HSD yang berkaitan
dengan biosintesis hormon steroid, yaitu 3β-HSD I dan 3β-HSD VI. Sementara
ketosteroid reductase tidak berkaitan dengan biosintesis hormon steroid aktif. 3β-
HSD masuk dalam famili dari protein yang berukuran besar (large protein family)
korteks adrenal, gonad, plasenta, liver, dan peripheral targel tissues lainnya
oleh sel teka saat perkembangan folikel primer dimana kemudian androgen akan
teka interna dari preantral, antral, dan atretic follicles begitu juga di korpus
luteum. Pada tikus, kadar 3β-HSD mRNA meningkat saat siklus estrus, ekspresi
3β-HSD pada folikel preantral, antral, dan preovulatory ditemukan di lapisan sel
43
teka, tapi tidak ditemukan ekspresi 3β-HSD pada lapisan sel granulosa (Simard, et
al., 2005).
aktivitas transkripsi 3β-HSD melibatkan Stat5A dan elemen respon Stat5A. Dari
penelitian yang sama ini juga dilaporkan bahwa faktor pertumbuhan epidermal
pada manusia. Penelitian terhadap regulasi 3β-HSD pada gonad dari tikus secarain
vitro dengan kultur sel granulosa dari tikus yang belum dewasa (immature rats)
hCG selama 2 hari, 3 hari, dan 9 hari merangsang peningkatan ekspresi 3β-HSD
mRNA secara nyata sebanyak 63%, 145%, dan 146% dan sebaliknya terapi
placental microsomes ditemukan bahwa isoflavonoid dan juga senyawa lain yang
memiliki cincin fenolik B pada posisi 3 cincin pyran dapat menghambat 3β-HSD.
Enzim 3β-HSDII pada manusia terbukti dihambat oleh derivat isoflavonoid yang
dengan konformasi sterik tetapi juga efek gabungan dari afinitas elektron antara
aktivitas enzim aromatase, 3α-HSD dan 17β-HSD pada human lung microsomes
(Blomquist et al.,2005).
sedangkan enzim 17β-HSD pada tikus atau pada hewan pengerat dapat digunakan
baik sebagai substrat dari estrogen dan juga androgen dimana NADPH sebagai
kofaktor untuk konversi estrone menjadi estradiol. Pada hewan pengerat, enzim
Perkembangan folikel di sel granulosa ovarium pada manusia dan hewan pengerat
estradiol. Saat ovulasi, folikel masuk dalam fase luteal dan transformasi menjadi
Sementara pada proses luteinisasi ekspresi dari enzim 17β-HSD1 menurun drastis
dan NADPH sebagai kofaktor (Payne et al., 2004; Miller et al, 2011)
45
Tikus putih merupakan hewan pengerat yang sering digunakan sebagai hewan
percobaan. Menurut Houdebine (2004), tikus putih merupakan salah satu hewan
yang dianggap bisa mewakili kelas mamalia (manusia adalah salah satu di
Selain itu tikus putih menurut Houdebine (2004) pula memiliki beberapa sifat
banyak, lebih tenang dan ukurannya lebih besar daripada mencit. Tikus putih juga
memiliki ciri-ciri albino, kepala kecil, dan ekor yang lebih panjang dari
badannya. Selain pertumbuhan tikus putih relatif cepat dan bertemperamen baik,
tikus putih juga berkemampuan laktasi tinggi dan tahan terhadap arseni tiroksoid
(Houdebine, 2004).
Klasifikasi tikus putih betina menurut Hedrich (2006) adalah sebagai berikut.
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Myomorpha
Familia : Muroidae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
ovulator spontan. Pada golongan ini ovulasi terjadi pada pertengahan siklus estrus
hewan yang bersifat poliestrus dan memiliki siklus reproduksi yang sangat
pendek. Setiap siklus lamanya berkisar antara 4-5 hari (Westwood, 2008; Sato et
al., 2016).
Nielsen and Herrera (2017) menjelaskan fase siklus tikus putih. Fase
metestrus terjadi pada hari pertama. Hormon progesteron dan estrogen akan
ditemui dalam kadar relatif rendah pada fase ini. Fase diestrus terjadi pada hari
selanjutnya (hari ke 2). Fase diestrus adalah awal permulaan fase postovulation.
Hormon progesteron akan meningkat secara tajam dan akan menurun secara cepat
47
pada hari terakhir, yaitu sekitar pukul 12.00 pada hari ke 3. Selanjutnya fase
proestrus akan terjadi. Hal itu ditandai dengan peningkatan kadar hormon
estrogen yang secara langsung memicu peningkatan kadar LH dan FSH pada
rentang pukul 16.00 dan 18.00 serta diikuti dengan peningkatan sekresi hormon
progesteron. Terakhir pada fase estrus akan terjadi ovulasi dan seluruh hormon
akan kembali ke awal di mana estrogen akan bertahan kadarnya sementara dalam
jumlah yang tinggi pada malam hari ke 4 (Nielsen and Herrera, 2017).
Ovulasi menurut Nielsen and Herrera (2017) pula berlangsung 8-11 jam
sesudah dimulainya fase estrus. Folikel yang sudah kehilangan ovum akibat
Herrera, 2017).
(2009) melibatkan dua buah ovarium, dua buah tuba uterina (Falopii), uterus,
vagina, dan vulva hewan betina. Siklus reproduksi hewan betina melalui beberapa
tahapan, yaitu ovum (telur) dilepaskan dari ovarium lalu dibawa masuk ke tuba
dalam perjalanan ovum dari ovarium menuju uterus. Ovum yang sudah dibuahi
menjadi fetus. Fetus tersebut pada akhirnya keluar dari uterus menuju vagina dan
persiapan untuk ferfilitas dan kehamilan. Siklus ini pada primata adalah siklus
periodik (menstruasi). Lama siklus pada wanita bervariasi. Rata-rata siklus adalah
Ovarium adalah kelenjar berbentuk biji kenari yang terletak di kanan dan di
kiri uterus (terletak di bawah tuba Falopi dengan panjang sekitar 8 sampai 10 cm)
(Gambar 2.15). Jones et al. (2014) banyak membahas tentang siklus ovarium.
Menurut mereka, ovarium berisi sejumlah ovum belum matang yang disebut oosit
primer. Ovarium memiliki fungsi utama untuk memproduksi ovum dan hormon-
hormon pada wanita seperti progesteron dan estrogen. Komposisi dan aktivitas
Unit reproduktif dasar ovarium menurut Jones et al. (2014) pula adalah
folikel primordial. Folikel primordial dibentuk oleh oosit primer yang dikelilingi
oleh satu lapisan datar (flat) sel epitelial. Oosit primer tetap dalam profase dan
primordial mulai menjadi matang pada tiap-tiap siklus ovarium pada masa
pubertas. Oosit primer tetap dalam fase diplotene mulai tumbuh dan dikelilingi
49
oleh sel folikular yang berubah dari bentuk lapisan datar (flat) menjadi kuboid
sel granulosa. Pada keadaan ini, folikel dikenal dengan folikel primer. Sel
granulosa tampak pada bagian bawah dari membran dan terpisah dari sel stromal
dari theca folliculi. Sel granulosa dan oosit juga mensekresi lapisan glikoprotein
pada permukaan oosit dan membentuk zona pelusida (Jones et al., 2014).
Masih menurut Jones et al. (2014), selama folikel terus tumbuh, sel theca
folliculi membentuk suatu lapisan dalam sel sekretori yang disebut teka interna
dan lapisan luarnya disebut teka eksterna yang merupakan jaringan yang
antara sel granulosa. Gabungan dari ruang tersebut membentuk antrum dan folikel
yang dikenal dengan folikel sekunder. Awalnya antrum berbentuk bulan sabit,
tetapi seiring berkembangnya waktu, antrum menjadi besar. Sel granulosa yang
dikelilingi oleh teka interna dan teka eksterna (Gambar 2.16). Pada tiap siklus
ovarium, sejumlah folikel mulai berkembang, tetapi biasanya hanya satu yang
menjadi matang. Folikel lainnya akan degenerasi dan menjadi atretik (Jones et al.,
2014).
Gambar 2.16 Morfologi folikel pada ovarium (Homburg and Neiman, 2005)
2.5.1.1 Ovulasi
dinding ovarium, dan meningginya tekanan cairan folikel (Gambar 2.17). Proses
hormone (FSH) berperan atas pematangan awal folikel ovarium. FSH dan LH
menghasilkan FSH. Korpus luteum akan mengalami regresi bila tidak terjadi
Keterangan:
a. Bentuk folikel mengalami
perubahan selama proses
ovulasi,
b. dengan robeknya (rupture) pada
lapisan tipis terluar dari folikel
diiringi dengan adanya
perdarahan
c. diikuti dengan keluarnya sel
granulosa dan oosit
Gambar 2.17 Proses ovulasi secara in vivo pada ovarium (Brȁnnstrȍm et al.,
2010)
Pada saat folikel rupture akan terjadi terdapat empat gambaran modifikasi
utama. Pertama, pembuluh kapiler pada teka akan meluas atau membesar dan
lapisan teka di dinding folikel. Kedua, lipid droplets mulai terbentuk pada
sitoplasma di sel granulosa dan lapisan menjadi aktif secara steroidogenik. Ketiga,
memanjang dalam jumlah banyak di lapisan teka eksterna dan tunika albuginea
Keempat, sel epitel pada apical surface dari folikel tampak menjadi nekrosis dan
sel epitel menjadi kurang melekat pada permukaan ovarium (Espey, 2000).
menstruasi. Siklus seksualnya disebut siklus estrus. Keinginan hewan betina untuk
melakukan hubungan seksual muncul pada siklus ini. Pada spesies yang
seperti siklus menstruasi. Ovulasi pada spesies lainnya dapat ditimbulkan oleh
Siklus estrus dibagi menjadi 4 fase berdasarkan gejala klinik, perubahan pada
organ, dan saluran reproduksi, yaitu (1) proestrus, (2) estrus, (3) metestrus, dan
(4) diestrus (Caligioni, 2009; Frandson, 2009). Proestrus yang dihasilkan hormon
oleh FSH dan dihasilkan hormon estrogen (Hafez, 2000). Fase ini pada tikus
kawin. Estrogen pada fase ini mencapai konsentrasi tertinggi pada waktu
2009).
teka yang berasal dari folikel yang telah pecah pada periode ini akan membentuk
kira-kira 21 jam (Hafez, 2000). Diestrus merupakan periode akhir siklus estrus.
(luteinizing hormone) pada fase ini sangat berperan memelihara korpus luteum
Fase ini pada tikus berlangsung kira-kira 57 jam (Turner dan Bagnara, 1988).
pengaruh estrogen berkembang dengan cepat meningkat dari hari kelima sampai
Fase ini disebut fase sekresi dari siklus menstruasi. Hormon yang menyokong
basale yang letaknya lebih dalam serta memiliki arteri-arteri yang membesar yaitu
arteri basalis. Sewaktu korpus luteum mengalami regresi, pasokan hormon untuk
Fokus-fokus ini kemudian bersatu. Terjadinya spasme lalu nekrosis dinding arteri
sel-sel epitel, kemudian dikeluarkan dari rongga uterus menuju vagina (Speroff,
dalam aliran yang berasal dari darah vena. Dalam keadaan normal, menstruasi
kembali. Rata-rata lama menstruasi adalah 5 hari. Rata-rata darah yang hilang
kira-kira 30 m1 walaupun pada wanita hal ini bervariasi (Hafez, 2000; Speroff,
perbaikan epitel dari menstruasi sebelumnya. Fase sekresi adalah persiapan uterus
bila fertilisasi tidak terjadi dan siklus baru dimulai lagi (Jones et al., 2014).
siklus 28 hari tidak begitu nyata seperti layaknya yang terjadi pada hewan tingkat
rendah. Adanya berbagai macam sel bebas dalam vagina pada beberapa hewan
55
terdiri atas sel-sel epitel yang lepas dari epitel vagina dan lekosit (Smith, 1988).
Smith melaporkan pula hasil penelitian yang dilakukan Stockard dan Papaniculau
pada tahun 1917 tentang percobaan hapusan vagina (vagina smear) dengan
menimbulkan keratinisasi pada epitel vagina. Hal ini jelas terlihat pada tikus dan
Maeda et al. (2000) dan Frandson (2009) menjelaskan bahwa sel-sel epitel
siklik yang dapat dibagi menjadi empat periode. Interval waktu hewan-hewan
betina menjadi birahi bermula dari permulaan estrus sampai ke periode estrus
berikutnya yang disebut siklus estrus (siklus birahi). Siklus estrus dikontrol secara
langsung oleh hormon dari ovarium dan secara tidak langsung dikontrol oleh
hormon dari adenohipofisis lobus anterior. Pada dasarnya siklus estrus antar-
hewan mamalia adalah sama sekalipun terdapat perbedaan antarspesies dalam hal
beberapa bagian siklus. Siklus birahi dibagi menjadi beberapa fase, yaitu
proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus (Maeda et al. 2000; Frandson, 2009).
2.5.4 Proestrus
Proestrus adalah fase sebelum estrus. Folikel de Graaf pada periode ini
oviduk, dan folikel ovarium. Fase pertama (proestrus) dari siklus estrus dianggap
sebagai fase ‘penumpukan’. Folikel ovarium dengan ovumnya dalam fase ini
dalam fase ini terutama karena meningkatnya cairan folikel yang berisi hormon-
hormon estrogenik. Estrogen yang diserap dari folikel ke dalam aliran darah
persiapan untuk birahi dan kebuntingan yang akan terjadi (Frandson, 2009;
Gaytan, et al., 2002). Folikel dalam ovarium juga mendekati permukaan dan
pengaruh estrogen kelihatan jelas pada masa ini. Gambaran yang terlihat pada
epitel vagina adalah (1) epitel menjadi tebal karena terjadi proliferasi bagian
bawah; (2) sel-sel epitel bagian atas masih menunjukkan inti dan tanda-tanda
penandukan belum ada; dan (3) sel-sel epitel di bawah sel-sel bagian superfisial
Pada fase proestrus, folikel berkembang dengan cepat sampai saat ovulasi di
akhir proestrus. Pada fase ini, ada 2 – 4 folikel berukuran besar yang dapat
diamati. Menurut Shearer (2008), fase proestrus berlangsung sekitar 2-3 hari dan
2.5.5 Estrus
pada hewan betina yang ditentukan oleh tingkat sirkulasi estrogen. Ovulasi terjadi
selama atau segera setelah periode estrus. Hal itu ditandai dengan penurunan
tingkat FSH dan penaikan tingkat LH dalam darah. Folikel membesar dan ‘turgid’
Masih menurut Frandson (2009), estrus berakhir pada saat pecahnya folikel
ovarium atau disebut terjadinya ovulasi. Ovum dilempar dari folikel menuju ke
bagian atas tuba uterin pada saat ovulasi. Pemecahan folikel terjadi secara alami
pada kebanyakan spesies hewan. Akan tetapi, pemecahan folikel pada kucing,
kelinci, dan beberapa hewan lainnya menurut Frandson hanya dapat terjadi
karena koitus atau disebut ovulator refleks. Folikel akan mengalami lisis apabila
hewan betina tidak melakukan perkawinan pada saat fase estrus. Suatu
perkawinan steril sering kali diikuti oleh kebuntingan semu dalam ovulator refleks
(Frandson, 2009).
Pengaruh estrogen masih sangat kuat dan menyolok. Gambaran yang terlihat
antara lain (1) epitel sangat tebal; (2) inti sel-sel permukaan sangat kurang; dan (3)
58
terjadi kornifikasi yang sangat nyata pada permukaan epitel. Kornifikasi tersebut
Karakteristik sel pada saat estrus dijelaskan oleh Karaca et al. (2007).
Menurut mereka, penampakan histologi dari ulasan vagina didominasi oleh sel-sel
adalah sel yang terletak di antara sel parabasal dan sel superfisial. Pada saat
2.5.6 Metestrus
korpus luteum tumbuh cepat dari sel-sel granulosa folikel yang telah pecah di
yang lain dan mencegah terjadinya estrus selama metestrus uterus mengadakan
lunak karena pengendoran otot uterus. Apabila kebuntingan tidak terjadi, uterus
dan saluran reproduksi selebihnya beregresi ke keadaan yang kurang aktif yang
sama sebelum proestrus atau disebut diestrus (Toelihere, 1977). Pada waktu ini,
59
Pada epitel vagina ditemukan (1) epitel menjadi lebih menipis; (2) sel-sel
permukaan tidak menunjukkan inti; (3) penandukan mulai berkurang; (4) basal
2.5.7 Diestrus
Stadium diestrus berlangsung kira-kira 57-60 jam. Sel-sel epitel dan leukosit
terlihat pada sediaan vagina. Korpus luteum menjadi matang dan pengaruh
vagina mulai kabur dan lengket. Selaput mukosa vagina pucat dan otot uterus
primer dan sekunder mulai terjadi dan akhirnya kembali ke proestrus. Korpus
luteum akan segera mengalami regresi apabila ovum tidak dibuahi. Mukosa uterus
menjadi kecil dan pucat pada fase ini. Tanda-tanda yang dapat dilihat pada vagina
adalah (1) epitel menjadi sangat tipis; (2) sel-sel epitel permukaan mulai
menunjukan inti kembali; (3) penandukan sudah menghilang; dan (4) beberapa sel
Fase diestrus merupakan fase korpus luteum bekerja secara optimal. Pada sapi
hal ini dimulai ketika konsentrasi progesteron darah meningkat dapat dideteksi
dan diakhiri dengan regresi korpus luteum. Fase ini disebut juga fase persiapan
60
uterus untuk kehamilan. Fase ini merupakan fase yang terpanjang didalam siklus
estrus. Terjadinya kehamilan atau tidak, korpus luteum akan berkembang dengan
progesteron. Jika telur yang dibuahi mencapai uterus, maka korpus luteum akan
dijaga dari kehamilan. Jika telur yang tidak dibuahi sampai ke uterus maka korpus
luteum hanya akan berfungsi beberapa hari setelah itu dan selanjutnya korpus
luteum akan meluruh. Setelah itu akan dimulai siklus estrus yang baru (Shearer,
2008).
Pada tikus betina terdapat empat fase dalam siklus estrus yang berlangsung
selama 4-5 hari. Hormon estrogen dan progesteron memiliki kadar yang relatif
rendah pada fase metestrus dan selanjutnya pada awal fase diestrus (hari kedua
siklus estrus) kadar hormon progesteron akan meningkat secara tajam dan akan
turun secara cepat pada diakhir waktu hari kedua. Kemudian memasuki hari
ketiga, fase proestrus dimulai dengan terjadinya lonjakan kadar hormon estrogen
dan follicle stimulating hormone (FSH) pada pukul 16.00 dan 18.00 dan memicu
terjadinya peningkatan sekresi hormon progesteron. Pada fase akhir yaitu fase
estrus akan terjadi proses ovulasi dan kadar dari tiap hormon akan kembali ke
semula dimana kadar hormon estrogen akan mengalami puncaknya saat malam
hari dari fase estrus. Fase estrus atau birahi dari tikus betina terjadi pada waktu
mengatur aktivitas sistem reproduksi dan rilis hormon ovarium pada tikus betina.
HIPOTALAMUS
GnRH
HIPOFISIS
ANTERIOR
LH FSH
Activin OVARIUM
inhibin
Estrogen
Progesterone
Keterangan:
stimulasi
inhibisi
stimulasi / inhibisi
mendorong rilis baik FSH dan LH dari adenohipofisis. Rilis dari GnRH
dimodulasi oleh hormon steroid (estrogen dan progesteron) dan peptida (inhibin)
pada ovarium tetapi rilis basal (basal release) sendiri ditentukan oleh neural
inputs ke hipotalamus yang ada pada sistem saraf pusat (SSP) dan basal release
pada GnRH sendiri berupa denyutan (pulsatile) yang bisa dilihat dengan jelas
Sel granulosa dan sel teka dari folikel sekunder mengembangkan reseptor
selular dari FSH dan LH. Efek koordinasi keduanya diperlukan untuk
perkembangan folikel secara normal. Di bawah pengaruh LH, sel teka akan
selular yang dibutuhkan untuk konversi androgen menjadi estrogen, serta sekresi
dari sebagian lainnya dari hormon parakrin yang dibutuhkan untuk perkembangan
folikel. Hasil sekresi selular yang terakumulasi pada sel granulosa dan rongga
bagian dalam folikel yang terisi penuh dengan cairan (antrum) dapat
tersier (vesicular or Graafian folicles) jika antrum dapat ditemukan dalam sel
granulosa. Sel teka yang melapisi folikel tersier terdiri atas dua lapisan, yaitu teka
eksterna dan teka interna di mana pada lapisan internal ini terdiri atas banyak
pembuluh darah (highly vascular) dan sel teka dengan karakteristik selular
sebagai steroid producing cells. Sementara teka eksterna secara umum terdiri atas
yang bertindak sebagai paracrine agent pada perkembangan folikel dan juga
memasuki sirkulasi sistemik untuk mempengaruhi bagian lain dari tubuh. Hormon
estrogen secara lokal pada sel granulosa menurutnya meningkatkan reseptor FSH
63
terjadi secara lokal pada sel granulosa menghasilkan hormon estrogen yang
dihasilkan disebut dengan efek umpan balik positif lokal (local positive feedback
effect) dari estrogen. Umpan balik positif ini merupakan faktor pertama dalam
proses pemilihan yang menentukan developing follicles mana yang nantinya akan
yang memiliki negative feedback effect pada sekresi FSH dari adenohipofisis
(Frandson, 2009).
Masih menurut Frandson (2009), penurunan kadar FSH pada periode ini
mendorong peningkatan reseptor LH pada sel teka sehingga sel ini meningkatkan
produksi dari androgen dan secara tepat merespon LH saat waktu ovulasi. Inhibin
merupakan hormon peptida yang disekresikan oleh sel granulosa dari developing
follicles. Kadar inhibin dalam darah pada saat perkembangan folikel dan ketika
rilis FSH dari adenohipofisis inhibin memiliki negative feedback effect sehingga
kelenjar adrenal yang dihasilkan melalui konversi pregnenolone di bawah kontrol dari
enzim 3β-HSD. Pada varium progesteron dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka.
Progesteron yang dihasilkan oleh sel granulosa harus melalui membran folikular dan
Konversi ini dikatalisis melalui aktivitas dari C17 hydroxylase activity yang hanya
ada dalam sel teka. Selanjutnya progesteron akan dimetabolisme menjadi androgen
pada morfologi endometrium yang diperlukan saat proses attachment dari embrio
yang disintesis pada plasenta, ovarium, dan kelenjar adrenal yang memiliki peranan
penting dalam proses ovulasi, implantasi, dan melindungi kehamilan pada sistem
reproduksi hewan betina. Hal ini menurut Drummond pula termasuk dalam peranan
progesteron dalam mengatur fungsi sel granulosa dan follicle rupture saat ovulasi.
Progesterone receptor (PR) menurutnya meliputi dua bentuk, yaitu PR-A dan PR-B.
65
Keduanya masih merupakan satu gen yang sama. Kedua reseptor baik PR-A maupun
PR-B memiliki fungsi berbeda di mana secara in vitro PR-A merupakan dominant
represor dari PR-B. Keseimbangan kedua reseptor ini menunjukkan tingkat respon
dari sel. PR-A dan PR-B menunjukkan perbedaan sifat transactivation di mana
memiliki sel dan promoter spesifik yang mengindikasikan mekanisme kerja pada
bagian yang berbeda dari gen pada tiap reseptor dalam responnya dengan progesteron
dalam ovarium yaitu dalam sel teka pada monyet. Menurut mereka pula, bentuk
isoform PR-A dan PR-B bisa ditemukan pada sel granulosa dan sel teka hanya saja
PR-A ditemukan dalam kadar yang lebih tinggi pada ovarium manusia. Pada ekspresi
dan adanya amplifikasi substansial dari sintesis progesteron pada folikel. Progesteron
yang berperan pada proses ovulasi ditunjukkan pada tikus di mana antiserum
Penelitian secara in vitro oleh Brȁnnstrȍm et al. (2010) dengan perfusi ovarium
pada ovarium dan ovulatory block ini bisa dibalikkan dengan penambahan hormon
progesteron dari luar. Brȁnnstrȍm et al. (2010) melakukan pula penelitian sejenis
pada mencit. Simpulan mereka adalah dengan defiensi PR-A dan PR-B menunjukkan
bahwa infertilitas pada mencit tidak berovulasi secara spontan atau sebagai respon
ovarium. Rate limiting step pada sintesis progesteron yaitu side-chain cleavage
66
sebagai pemicu untuk terjadinya ovulasi dan follicle rupture. Kadar serum
progesteron pada wanita meningkat secara bertahap saat di awal hingga akhir dari LH
surge dan secara kontinu selama fase luteal dari tiap siklus. Adalah sangat mungkin
via negative feedback effect. Data penelitian pada wanita menunjukkan bahwa ketika
menurun tetapi akan turun ke presurge level hanya setelah pemberian progesteron
Hasil penelitian Coirini et al. (2003) antara lain membuktikan bahwa kelenjar
adrenal berkontribusi dengan jumlah yang signifikan pada kadar progesteron dalam
darah (circulating progesteron) baik pada tikus maupun manusia. Alasan mereka
adalah karena circulating PROG memiliki sifat lipid solubility sehingga mudah
jaringan syaraf (nervous tissues). Selain itu, progesteron dapat disintesis juga oleh
neuron dan sel glial baik secara de novo dari kolesterol atau dari darah yang dibawa
oleh pregnenolon (Coirini et al., 2003). Miller dan Auchus (2011) melengkapi