Anda di halaman 1dari 18

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/G1A221047


**Pembimbing/ dr. Willy Hardy Marpaung, Sp.BA

Appendisitis pada Anak


Fitry Febrianti, S.Ked*
dr. Willy Hardy Marpaung, Sp.BA

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU BEDAH RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2022
HALAMAN PENGESAHAN

Clinical Science Session (CSS)

Appendisitis pada Anak

Disusun Oleh
Fitry Febrianti, S.Ked
G1A221047

Telah diterima dan dipresentasikan sebagai salah satu tugas


Bagian Ilmu Bedah RSUD Raden Mattaher Jambi Program Studi
Pendidikan Kedokteran Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Jambi, Mei 2022

PEMBIMBING

dr. Willy Hardy Marpaung, Sp.BA


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Clinical Science Session ini
dengan judul “Appendisitis pada Anak”. Artikel ini merupakan bagian dari tugas
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Bedah RSUD Raden Mattaher Jambi.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai
pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Willy Hardy
Marpaung, Sp.BA selaku pembimbing yang telah memberikan arahan sehingga Clinical
Science Session ini dapat terselesaikan dengan baik dan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis.Sebagai penutup semoga kiranya
laporan Clinical Science Session ini dapat bermanfaat bagi kita khususnya dan bagi dunia
kesehatan pada umumnya.

Jambi, Mei 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan


merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun
dewasa. Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering
ditemukan pada anak-anak dan remaja. Insiden appendisitis akut pada anak di
dunia berkisar 1 – 8 % dari seluruh pasien anak yang datang ke Instalasi Gawat
Darurat (IGD).1
Keterlambatan dalam menegakkan diagnosis appendicitis pada anak
sering kali terjadi karnagejalanya yang hampir sama dengan penyakit lain, dan
kurangnya gejala kalisk dari appendisitis seperti pada dewasa. 1 Gejala klasik
apendisitis adalah mual dan muntah, nyeri pada ulu hati, kemudian nyeri
berpindah ke perut kuadran kanan bawah, dan akhirnya anak menderita demam.
Walaupun 1/3 dari anak-anak yang menderita apendisitis memiliki gejala klasik,
pada anak yang lebih muda tampaknya gejala lebih atipikal dan lambat
terdeteksi. Dilaporkan bahwa 30 – 75% anak telah mengalami perforasi pada saat
pertama kali terdiagnosis. Diagnosis dini dan akurat sangat penting karena bila
sudah mengalami perforasi akan meningkatkan morbiditas, mortalitas.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Apendiks pertama kali terbentuk pada usia 6 – 8 minggu kehamilan.2,3


Bagian proksimal dari divertikulum ini membentuk sekum sedangkan bagian
distal atau apeks terus memanjang membentuk apendiks. Pada anak-anak
peralihan antara sekum dan appendiks tidak sejelas pada orang dewasa, dan
appendiks tampak disebelah inferior dari sekum, berbeda dengan pada orang
dewasa dimana peralihan lebih jelas dan dan appendiks berada disisi
posteromedial dari sekum.3
Panjang apendiks bervariasi dengan panjang rata-rata 9,5 cm pada
dewasa, 8 cm pada anak-anak dan 4,5 cm pada neonatus.1,3 Dasar appendiks
vermiformus cendrung tidak bervariasi posisinya dan terletak di permukaan
posterolateral sekum pada pertemuan ketiga taenia coli. sedangkan ujungnya

Gambar 2.1. Anatomi abdomen

sangat bervariasi posisinya. Ujung apendikular adalah retrocaecal pada 28-68%,


diikuti oleh posisi panggul pada 27-53%, subcaecal pada 2%, anterior atau
preilleal pada 1%, dalam kantung hernia pada 2%, kuadran kanan atas pada 4%,
dan pada kuadran kiri atas dan kiri bawah masing-masing kurang dari 0,1%
Dinding apendiks terdiri dari dua lapisan, lapisan luar terdiri dari otot
longitudinal yang merupakan kelanjutan dari taenia coli dan lapisan dalam
terdiri dari otot sirkular yang dilapisi oleh epitel kolon.3

Ujung appendiks vermivormis mudah bergerak dan mungkin ditemukan pada


tempat-tempat dibawah ini :

a. Posisi pelvika : Ujung appendiks terletak agak kekaudal kedalam pelvis


berhadapan dengan dinding pelvis dekstra, pada kedudukan ini appendiks
mungkin melekat pada tuba atau ovarium kanan.
b. Posisi retrosekal : Appendiks terletak retroperitoneal dibelakang caecum,
appendiks pada letak ini tidak menimbulkan keluhan atau tanda yang
disebabkan oleh rangsangan peritoneum setempat.
c. Posisi subsekal : Appendiks terletak dibawak caecum.
d. Posisi Preileal : Berada didepan pars terminalis ileum.
e. Posisi Postileal : Berada dibelakang pars terminalis ileum.

Gambar 2.2 Letak Appendisitis

2.2. Definisi
Apendisitis adalah inflamasi pada appendiks vermiformis. Appendisitis
merupakan suatu emergensi bedah abdomen yang umum terjadi. Kelompok usia
yang umunya mengalami appendisitis yaitu pada usia antara 20 -30 tahun,
namun penyakit ini juga dapat terjadi segala usia.

Sementara itu, keberadaan apendisitis kronis masih kontroversial. Para


ahli bedah menemukan banyak kasus di mana pasien dengan nyeri abdomen
kronis, sembuh setelah operasi apendektomi. Mereka sepakat bahwa ketika
apendiks tidak terisi atau hanya terisi sedikit oleh barium saat barium
enema dilakukan pada pasien dengan keluhan nyeri abdomen kuadran kanan
bawah yang bersifat kronis intermiten, maka diagnosis apendisitis kronis sangat
mungkin. 2

2.3. Etiologi dan epidemiologi

Appendisitis terjadi karena obstruksi dari lumen apendiks. Obstruksi ini


bisa dari fekalit, tumor, batu appendiks yang menyebabkan mukus yang di
produksi tidak dapat keluar dan menumpuk di dalam lumen appendiks.
Akibatnya akan terjadi kenaikkan intralumen yang menekan dinding appendiks.
Dengan naiknya tekanan pada dinding appendiks maka vasa yang ada di dinding
juga ikut tertekan. Denga adanya obstruksi akibat tekanan pada saluran limfe
dan vena menyebabkan ekstravasasi cairan dan terjadi edem. Dengan adanya
edem maka celah antarsel apitel mukosa akan merenggang, akibatnya terjadi
translokasi mikroorgnisme dari lumen masuk ke submkosa. Dengan masuknya
kuman-kuman tersebut, akan terjadi inflamasi dan terbentuk pus, selanjutnya
tekanan intraluminer bertambah tinggi lagi sehingga arteri yang ada di dinding
juga ikut tertekan. Tersumbatnya arteri di dinding apendiks menyebabkan
iskemia kemudian infark pada tempat yang sudah terinfeksi sehingga terjadi
perforasi.2,5

Apendisitis akut merupakan salah satu penyebab umum nyeri perut pada
anak. Risiko seumur hidup mengembangkan apendisitis akut antara laki-laki dan
perempuan adalah 8,6 dan 6,7%, masing-masing. Meskipun apendisitis akut
jarang terjadi pada bayi dan anak-anak, masih banyak kasus neonatus dan
prenatal yang pernah dilaporkan. Insiden apendisitis akut secara bertahap
meningkat setelah lahir, mencapai puncaknya pada akhir masa remaja dan secara
bertahap menurun pada usia geriatri. Studi yang baru-baru ini diterbitkan telah
mengungkapkan bahwa kejadian apendisitis akut sangat bervariasi menurut jenis
kelamin, ras, status sosial ekonomi dan imigran dari populasi umum.

2.4. Patofisiologi

Patogenesis yang tepat dari apendisitis akut adalah multi faktor meskipun
masih belum jelas. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa obstruksi lumen biasanya
ada. Pada anak anak pra sekolah, obstruksi ini biasanya disebabkan oleh
hiperplasia limfoid dan lebih kecil kemungkinannya karena fekolit, sebagai
appendix mengandung jaringan limfoid dalam jumlah berlebihan di submukosa
yang meningkat dalam ukuran dan jumlah seiring bertambahnya usia, mencapai
jumlah dan ukuran maksimum pada masa remaja dengan kemungkinan lebih
tinggi untuk berkembang menjadi apendisitis akut. Faecoliths dibentuk oleh
overlayering garam kalsium dan puing-puing tinja pada tinja inspissated dalam
lumen apendiks vermiform. Obstruksi luminal dengan sekresi terus menerus dan
stagnasi cairan dan mukus dari sel epitel mengakibatkan peningkatan tekanan
intraluminal dan distensi apendiks. Bakteri usus dalam apendiks berkembang
biak, dan dinding edema memicu invasi bakteri. Juga, gangguan suplai darah,
penurunan aliran balik vena, dan akhirnya trombosis arteri dan vena
appendicular memperburuk proses inflamasi, mengakibatkan iskemia, nekrosis,
gangren, dan perforasi.1,2

Perforasi menyebabkan pelepasan cairan dan bakteri dari apendiks yang


inflamasi ke rongga abdomen. Selanjutnya akan terjadi inflamasi pada
permukaan peritoneum yang disebut peritonitis. Lokasi dan luas peritonitis
tergantung pada berapa banyak cairan usus yang tumpah. Peritonitis difus lebih
sering terjadi pada anak-anak yang lebih muda karena belum adanya mekanisme
walling off yaitu usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang
dengan cara menutup appendiks dengan omentum. Pada anak-anak omentum
yang kurang berkembang, sedangkan anak-anak yang lebih tua relatif
terlindungi oleh omentum yang berkembang dengan baik.1

2.5. Manifestasi Klinis Apendisitis Akut pada Anak


Pada permulaan apendisitis, pasien bisa tidak demam atau subfebris.
Peningkatan suhu melebihi 38 C dihubungkan dengan apendisitis perforasi.

a. Nyeri
Nyeri perut adalah keluhan utama pasien appendisitis akut.4 Nyeri awalnya
timbul di periumbilical yang meningkat 24 jam pertama menjadi konstan dan
tajam kemudian menyebar ke kuadran kanan bawah.4 Nyeri bersifat viseral,
berasal dari kontraksi appendiceal atau distensi dari lumen. Biasanya disertai
dengan adanya rasa ingin defekasi atau flatus. Nyeri biasanya berlangsung
selama 4-6 jam. Selama inflamasi menyebar dipermukaan parietal peritoneal.
Biasanya pasien berbaring, melakukan fleksi pada pinggang, serta
mengangkat lututnya untuk mengurangi pergerakan dan menghindari nyeri
yang semakin parah.3

Gambar 2.3. Lokasi nyeri klasik apendisitis akut


b. Anoreksia
Kehilangan nafsu makan sering kali merupakan gejala yang dominan,4
terutama pada anak-anak karena anak yang lapar jarang terjadi appendisitis.
Bertambahnya ukuran dinding appendiks karena peradangan akan
menimbulkan gejala mual-muntah, yang biasanya diikuti dengan timbulnya
nyeri dalam beberapa jam.3

c. Demam ringan
Pasien dengan appendisitis akut biasanya mengalami demam ringan dimana
temperatur berkisar 37,2 c – 38 c, tetapi > 38,3 menandakan adanya
perforasi.3,4
d. Abdominal tenderness
Kekakuan dan tenderness apabila kondisi berlanjut ke tahap perforasi dan
peritonitis atau difus.3
e. Leukosit
Peningkatan jumlah leukosit > 14000/mm3 menandakan adanya perforasi.2

2.4.2 Pemeriksaan Fisik


a. Inspeksi

Temuan pemeriksaan fisik pada anak-anak bisa bervariasi tergantung pada


usia anak. Pada anak-anak sering terlihat tidak nyaman atau ekspresi pasien
sambil memegangi perut sebelah kanan dan berjalan membungkuk.2

b. Palpasi
Nyeri maksimal dapat ditemukan di titik McBurney pada abdomen kuadran
kanan bawah. Dapat teraba massa jika apendiks sudah perforasi. Nyeri lepas
tekan, defans muskular lokal, kontraksi involunter dari muskulus rektus atau
oblikus (tanda peritoneal).2
c. Perkusi
Nyeri ketok pada abdomen kanan bawah. 2

d. Auskultasi

Bising usus normal atau meningkat pada awal appendisitis, dan bising
melemah jika terjadi perforasi. 2
e. Pada pemeriksaan fisik jantung dan paru dapat ditemukan takikardi dan
takipnoe karena dehidrasi atau kesakitan.
f. Pemeriksaan khusus pada appendisitis akut :
 Rovsing sign
Dengan penekanan pada perut kiri bawah kemudian agak didorong ke
kanan, penderita akan merasa nyeri diperut kanan bawah.
 Psoas sign
Pasien dalam posisi tidur miring ke kiri. Pemeriksa dibelakang
penderita. Tangan kiri pemeriksa memegang panggul penderita dan
tangan kanan menarik lutut kanan penderita (hyperextensi). Penderita
akan merasa nyeri diperut kanan bawah bila positif.
 Obturator sign
Penderita dalam posisi terlentang, fleksi pada pangkal paha dan lutut
kanan, kemudian dilakukan endo eksorotasi paha. Bila positif
penderita akan merasa nyeri di perut kanan bawah.
 Ten horn sign
Ini khusus pada penderita laki-laki. Penderita dalam posisi terlentang
kemudian testis kanan ditarik ke bawah, bila positif penderita akan
merasa nyeri diperut kanan bawah.

2.4.2 Pemeriksaan Laboratorium


a. Pemeriksaan Darah Lengkap dengan Diftel
Jumlah leukosit meningkat pada 60% – 87 % kasus apendisitis akut.1
Namun, peningkatan tersebut biasanya ringan dan baru jelas terlihat setelah
lebih dari 24 jam perjalanan penyakit atau setelah proses penyakit berlanjut.
Peningkatan neutrofil juga ditemukan yaitu lebih dari 75 % apendisitis akut.4
Jika jumlah leukosit melebihi 14.000 sel/µL, mungkin telah terjadi
apendisitis perforasi.3
C- reaktive protein (CRP) adalah mediator inflamasi nonspesifik. Ini
memiliki sensitivitas 43% hingga 92% dan spesifisitas 33% hingga 95% untuk
mendiagnosis apendisitis akut pada anak-anak yang mengalami sakit perut.
CRP akan meningkat nilainya pada 6 jam setelah inflamasi terjadi, dan
nilainya mencapai puncak setelah 48 jam. Ini lebih sensitif dari pada jumlah
WBC dalam mendiagnosis perforasi apendikular dan pembentukan abses, yang
lebih sering terjadi pada anak-anak.1

b. Pemeriksaan Radiografi

Karena risiko radiasi dari CT scan, USG dengan kompresi lebih disukai sebagai
pemeriksaan pencitraan pertama apendisitis akut pada anak, yaitu dengan cara
menentukan lokasi apendiks, kemudian mengusahakan untuk menekan lumennya.
Temuan positif berupa diameter transversal lumen apendiks melebar (6 mm atau
lebih) dan tidak dapat dikompresi, timbul nyeri fokal pada titik McBurney ketika
dilakukan kompresi dengan probe USG, apendikolit, dan cairan dalam lumen
apendiks. Pada pasien dengan apendisitis perforasi, tampak gambaran flegmon
atau abses di sekitar apendiks.1

Gambar 2.4. Gambaran USG apendisitis akut pada anak

Temuan CT scan yang mengindikasikan apendisitis adalah penebalan apendiks


atau penebalan dinding sekum. Temuan CT scan yang mengindikasikan
apendisitis perforasi adalah gambaran udara di sekitar apendiks atau sekitar
sekum, abses, flegmon, dan udara bebas yang ekstensif.
Gambar 2.5. CT scan apendisitis akut pada anak

Berdasarkan systematic review, CT scan lebih sensitif daripada USG untuk


menegakkan diagnosis apendisitis akut. Ditemukan penggunaan CT scan pra-
operasi pada anak-anak kurang dari 5 tahun terbukti berhubungan dengan resiko
kanker seumur hidup yang lebih tinggi pada anak-anak karna radiasi pengion
yang dipancarkan dari CT scan.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi. Sistem skoring digunakan
untuk meningkatkan akurasi dari diagnostik appendicitis akut. Sistem scoring yang
banyak dilakukan adalah sistem Alvarado score dan Ohman Score.Berikut ini
adalah beberapa kriteria dalam Alvarado score untuk menegakkan diagnosis
Appendicitis:

Yang dinilai Skor


Gejala Nyeri fossa iliaca dextra 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri tekan iliaca dextra 2
Nyeri lepas iliaca dextra 1
Kenaikan suhu 1
Laboratorium Leukositosis 2
Neutrofil bergeser ke kiri 1

Interpretasi:
Skor 1-4 : Tidak dipertimbangkan mengalami apendisitis akut
Skor 5-6 : Dipertimbangkan apendisitis akut, tapi tidak perlu operasi segera
Skor 7-8 : Dipertimbangkan mengalami apendistis akut
Skor 9-10 : Hampir definitif mengalami apendisitis akut dan dibutuhkan
tindakan bedah

Berikut ini adalah beberapa kriteria dalam Pediatric Appendicitis


Score:
Indikator Diagnostik Nilai
Skor
Nyeri saat batuk/ perkusi/ melompat 2

Penurunan nafsu makan 1


Peningkatan suhu tubuh 1
Mual/ muntah 1
Nyeri perut kuadran kanan bawah 2

Leukositosis lebih dari 10.000 1


Neutrofilia 1
Migrasi nyeri 1
Total 10

Interpretasi :
 PAS < 5 berisiko rendah untuk terjadi apendisitis. Anak dengan PAS < 5
dapat dirawat jalan. Namun, nyeri perut yang menetap atau adanya keluhan
tambahan lain harus dievaluasi ulang.
 PAS > 9 berisiko tinggi untuk terjadi apendisitis komplikata. Anak dengan
PAS > 9 harus dioperasi apendektomi.
 PAS 6 – 8 lebih sering dijumpai apendisitis sederhana. Anak dengan PAS 6 –
8 juga dioperasi apendektomi.

2.5 Penatalaksanaan Apendisitis Akut pada Anak

a. Konservatif non-operatif

Apendisitis akut merupakan salah satu penyebab paling umum dari


kegawat daruratan bedah dan abdomen akut dengan prevalensi seumur hidup
mencapai 7-9%. Gold standar pada pasien ini adalah appendektomi, namun bukti
yang muncul menunjukkan bahwa manajement non-operatif dengan terapi antibiotik
meskipun tingkat efektifitasnya lebih rendah, komplikasi yang lebih sedikit, dan lama
rawat inap lebih pendek dibandingkan manajemen bedah. Selain itu, Park et al.,2017
menemukan bahwa perawatan tanpa antibiotik dan hanya diberikan perawatan
suportif seperti pemberian cairan infus, analgesik dan antipiretik tidak menunjukkan
perndeaan hasil yang sikmifikan jika dibandingkan dengan antibiotik.
Keputusan strategi manajement dibuat tergantung pada kondisi klinis pasien,
dengan mempertimbangkan temuan radiologi dan tanda inflamasi. Pasien yang diobati
dengan manajement non-operatif diberikan cefuroxime 1,5 g dan metronidazole 500
mg setiap 8 jam selama total durasi 14 hari.
Kriteria pasien yang harus dilakukan appendektomi:
1. Ketidakstabilan hemodinamik ( tekanan darah rendah akibat sepsis karena
appendisitis)
2. Appendisitis perforasi
3. Ukuran appendiks lebih dari 1 cm dengan adanya apendikolit dan tanda inflamasi
4. WBC terus meningkat >14000
5. CRP >50
Pasien yang diobati dengan manajement non-operatif dipulangkan setelah
gejala dan tanda inflamasi menunjukkan perbaikkan. Namun apabila memburuk
disarankan untuk ke Unit Gawat Darurat langsung untuk diberikan tindakkan
lanjutan.7
b. Apendektomi
Bila diagnosis klinis sudah jelas, penatalaksanaan yang paling tepat terhadap
apendisitis akut pada anak adalah dengan melakukan appendektomi. Pada saat
melakukan tindakan apendektomi dilakukan kultur pada cairan peritoneum
untuk menentukan antibiotik yang tepat terhadap infeksinya.

Operasi apendektomi dapat dilakukan dengan prosedur laparoscopic


appendectomy maupun dengan open appendectomy. Prosedur mana yang harus
dipilih, ditentukan oleh tingkat kemahiran ahli bedah dalam melakukan prosedur
tersebut.
Gambar 2.6. Laparoscopic appendectomy

Gambar 2.7. Open appendectomy


2.6 Prognosis
Penegakkan diagnosis appendisitis akut pada anak cukup sulit. Hal ini
karena pada anak sulit ,endapatkan riwayat penyakit yang akurat, dan gejalanya
yang mirip dengan kelainan lain pada anak. Anak yang berusia kurang dari 5
tahun memiliki tingkat negatif apendektomi sekitar 25% dan tingkat perforasi
appendiks sekitar 45%. Dibandingkan 5 sampai 12 tahun dengan tingkat negatif
appendektomi kurang dari 10% dan tingkat perforasi apendiks sekitar 20%.
Tingkat mortalitas apendisitis di Amerika Serikat menurun dari 9,9 per
100.000 pada tahun 1939 menjadi 0,2 per 100.000 di tahun 1986. Faktor utama
yang mempengaruhi dalam mortalitas adalah apakah ruptur dari appendisitis
terjadi sebelum operasi dan usia pasien. Kematian biasanya berakitan dengan
sepsis yang tidak dapat dikendalikan, yaitu dihubungkan dengan peritonitis,
abses intra abdomen, dan septikemia bakteri gram negatif.

2.7 Komplikasi

Diagnosis appendisitis pada anak cukup sulit. Pemberian antibiotik pada


anak dengan appendisitis paling sering diakibatkan kesalahan dalam mendiagnosis
karna penggunaan antibiotik dapat menyamarkan gejala appendisitis yang
berakibat terjadinya perforasi pada anak dengan appendisistis. Gejala nyeri perut
diketahui berkurang dengan pemberian antibiotik, walaupun tidak berpengaruh
dalam pemeriksaan laboraterium.

BAB III
KESIMPULAN

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan


merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun
dewasa. Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering
ditemukan pada anak-anak dan remaja. Diagnosis appendisitis akut cukup sulit pada
anak terlihat dengan tingginya nilai perforasi dan negatif apendektomi. Gejala
appendicitis akut pada anak tidak spesifik . Gejala awalnya sering hanya rewel dan
tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa
jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargik.
Karena gejala yang tidak khas tadi, appendicitis sering diketahui setelah terjadi
perforasi. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal
yang paling penting dalam mendiagnosis appendicitis.
1. Almaramy Hamid. acute appendicitis in young children less than 5 years: review
article. Italian journal of pediatric 2017 43:15
2. Lumban Gaol LM. Marpaung WH, Sitorus P. Ilmu Bedah Anak.
Jakarta:EGC;2014
3. Ervinaria UI. prevalensi lokasi dan kedalaman inflamasi secara histopatologi pada
pasien yang didiagnosis menderita appendisitis akut FK UI 2009 ( dikutip 28 mei
2022).
4. Petroianu A. Diagnosis of acute appendicitis. Internasional Journal of Surgary;
2012 https://doi.org/10.1016/j.ijsu.2012.02.006
5. Jones MW, Lopez RA, Deppen JG. Appendicitis Acute; 2022
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK493193/#_NBK493193_pubdet
6. Al Hazmi FY, Zuabi AA, Hachim IY, Mannaerts GH, Bekdache O; 2021
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8386107/pdf/main.pdf

Anda mungkin juga menyukai