Anda di halaman 1dari 75

BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Manajemen Keperawatan

1. Definisi Manajemen Keperawatan

Manajemen menurut H.Weihrich dan H.Koontz adalah suatu proses

merancang dan memelihara suatu lingkungan dimana orang-orang yang

bekerja sama didalam suatu kelompok dapat mencapai tujuan yang telah

ditetapkan dengan seefisien mungkin (Nursalam,2015).

Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif

dalam menjalankan suatu kegiatan di organisasi.Manajemen mencakup

kegiatan POAC (planning, organizing, actuating, controlling) terhadap staf,

sarana, dan prasarana dalam mencapai tujuan organisasi (Nursalam, 2014).

Manajemen Keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota

staff keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional

dalam suatu manajemen keperawatan diperlukan adanya manajer atau

kepemimpinan yang merencanakan, mengorganisasi memimpin, dan

mengevaluasi sarana dan prasarana yang tersedia untuk memberikan asuhan

keperawatan yang efektif dan efisien bagi individu, keluarga dan masyarakat

(Rosyidi, 2013). Dengan demikian manajemen keperawatan adalah suatu

pendekatan yang dinamis dan proaktif untuk merancang dan memelihara suatu

lingkungan manajemen keperawatan secara profesional.

26
2. Fungsi–Fungsi Manajemen

Berikut ini fungsi–fungsi manajemen menurut Swansburg (2000)

dalam Nursalam (2014), yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Perencanaan (Planning)

Perencanaan merupakan fungsi dasar dari manajemen. Perencanaan

dalam manajemen keperawatan adalah proses mental dimana semua

manajer perawat menggunakan data yang valid dan dapat dipercaya untuk

mengembangkan objektif dan menentukan sumber-sumber yang

dibutuhkan.Tujuan utama dari perencanaan adalah membuat kemungkinan

yang paling baik dalam penggunaan personel, bahan, dan alat. Huber

(2006) dalam Nursalam (2014), menyatakan bahwa perencanaan

merupakan fungsi manajemen yang digunakan untuk memilih prioritas,

hasil, dan metode yang digunakan untuk sebuah sistem dan kemudian

membimbing sistem untuk mengikuti arahan tersebut. Robins dan Coulter

(2007) dalam Nursalam (2014), menyatakan bahwa fungsi perencanaan

mencakup proses merumuskan sasaran, membangun strategi untuk

mencapai sasaran yang telah disepakati, dan mengembangkan

perencanaan tersebut untuk memadukan dan mengkoordinasikan sejumlah

kegiatan.

1) Kriteria Struktur

a) Kebijakan manajemen pelayanan keperawatan sebagai pendukung

penyusun perencanaan.

27
b) Visi misi sarana pelayanan kesehatan.

c) Falsafah dan tujuan pelayanan keperawatan yang mengacuh pada

visi/misi.

d) Data dan informasi yang dibutuhkan untuk perencanaan secara

tepat dan memadai.

e) Standar ketenagaan, standar fasilitas dan peralatan pelayanan

keperawatan.

f) Tersedianya sumber daya yang dibutuhkan untuk pelayanan

keperawatan.

g) Mekanisme perencanaan pelayanan keperawatan

2) Kriteria Proses

a) Melaksanakan koordinasi dengan unit pelayanan terkait.

b) Melibatkan unsur pengolaan dan staf sesuai tingkat manejerial.

c) Melaksanakan perencanaan secara “bottom up“

3) Kriteria Hasil

a) Dokumentasi yang menunjukkan perencanaan keperawatan

meliputi: aspek ketenagaan, fasilitas, peralatan dan upaya

pengendalian mutu pelayanan.

b) Perencanan keperawatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dari rencana induk perencanaan secara kesehatan

28
b. Pengorganisasian (Organizing)

Fungsi manajemen keperawatan dalam organisasi adalah

mengembangkan seseorang dan merancang organisasi yang paling

sederhana untuk menyelesaikan pekerjaan. Pengorganisasian meliputi

proses memutuskan tingkat organisasi yang diperlukan untuk mencapai

objektif divisi keperawatan, departemen atau pelayanan, dan unit. Huber

(2006) dalam Nursalam (2014), menyatakan bahwa pengorganisasian adalah

fungsi manajemen yang berhubungan dengan mengalokasi dan mengatur

sumber daya untuk menyelesaikan tujuan yang dicapai. Peran manajer

dalam fungsi pengorganisasian adalah menentukan, tugas yang akan

dikerjakan, individu yang akan mengerjakan, pengelompokkan tugas,

struktur pertanggungjawaban, dan proses pengambilan keputusan. Manajer

bertanggung jawab juga dalam merancang pekerjaan staf yang digunakan

untuk mencapai sasaran organisasi.

1) Kriteria Struktur

a) Kebijakan tentang manajemen pelayanan keperawatan sebagai

pendukung pengorganisasian.

b) Struktur organisasi dan tata hubungan kerja struktural dan fungsional

pelayanan keperawatan disarana pelayanan kesehatan .

c) Uraian tugas, tanggung jawab dan wewenang yang jelas dan tertulis

bagi tiap tenaga keperawatan.

29
d) Tenaga keperawatan yang ditunjuk untuk menduduki jabatan

tertentu.

e) Dokumen kualifikasi/persyaratan jabatan bagi pimpinan

keperawatan

2) Kriteria Proses

a) Memahami uraian tugas, tanggung jawab dan wewenang bagi tiap

tenaga keperawatan .

b) Melaksanakan tugas sesuai dengan uraian tugas, tanggung jawab dan

wewenang.

c) Melakukan koordinasi kegiatan pelayanan keperawatan

3) Kriteria Hasil

a) Adanya tenaga keperawatan yang menduduki jabatan sesuai dengan

persyaratan .

b) Pelayanan keperawatan bagian integral didalam struktur organisasi

sarana kesehatan.

c) Adanya dokumen pengaturan pendayagunaan sumber daya

keperawatan : ketenagaan, fasilitas peralatan.

d) Adanya dokumen pelaksanaan rapat koordinasi.

c. Pengarahan (Actuating/Directing)

Proses implementasi program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak

dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat

30
menjalankan tanggungjawabnya dengan penuh kesadaran danproduktifitas

yang tinggi.

Kegiatan dalam Fungsi Pengarahan dan Implementasi :

a. Mengimplementasikan proses kepemimpinan, pembimbingan, dan

pemberian motivasi kepada tenaga kerja agar dapat bekerja    secara

efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan.

b. Memberikan tugas dan penjelasan rutin mengenai pekerjaan.

c. Menjelaskan kebijakan yang ditetapkan

1) Kriteria Struktur

a) kebijakan tentang manajemen pelayanan keperawatan yang

mendukung fungsi pengarahan.

b) Adanya tenaga keperawatan yang memiliki kemampuan dan

keterampilan manajerial.

c) Adanya mekanisme pembinaan tenaga keperawatan .

d) Adanya fasilitas yang mendukung lingkungan kerja yang kondusif

untuk pembinaan.

2) Kriteria Proses

a) Melaksanakan pembinaan tenaga keperawatan berdasarkan hasil

evaluasi kinerja.

b) Memberikan umpan balik.

c) Melaksanakan tindak lanjut hasil program pembinaan antara lain:

pemberian penghargaan dan sanksi.

31
3) Kriteria Hasil

a) Adanya dokumen pelaksanaan program pembinaan.

b) Adanya peningkatan kemampuan tenaga keperawatan yang dibina.

c) Adanya dokumen upaya tindak lanjut hasil pelaksanaan pembinaan

antara lain : pemberian penghargaan dan sanksi

d. Pengendalian atau Pengevaluasian (Controlling)

Proses terakhir dari manajemen adalah pengendalian (controlling) atau

kontrol. Fayol (1998) mendefinisikan kontrol sebagai “pemerikaan

mengenai apakah segala sesuatunya terjadi sesuai dengan rencana yang

telah disepakati, instruksi yang dikeluarkan, dan prinsip-prinsip yang

ditentukan, yang bertujuan menunjukkan kekurangan dan kesalahan agar

dapat diperbaiki dan tidak terjadi lagi”.Pengendalian harus dilakukan untuk

mengetahui fakta yang ada sehingga apabila muncul isu dapat segera

direspon dengan didiskusikan bersama.

Menurut Mockler (1984), pengendalian manajemen adalah usaha

sistematis yang berujuan untuk menetapkan standar prestasi kerja yang esuai

dengan tujuan perencanaan, untuk merancang system umpan balik

ninformasi membandingkan prestasi yang sesungguhnya dngan standar yang

telah ditetapkan, untuk menetapkan apakah ada penyimpangan, dan

mengukur signifikansinya erta mengambil tindkakan yang diperlukan guna

memastikan bahwa sumberr daya digunakan dengan cara efektif dan efisien

untuk mencapai tujuan.

32
Pengendalian manajemen adalah proes untuk memastikan bahwa

aktivitas sebenarnya sesuai dengan aktivitas yang direncanakan dan fungsi

untuk menjamin kualitas seta mengevaluasi penampilan.Langkah-langkah

yang hrus dilkukan dalam pengendalian meliputi hal-hal berikut.

1) Menetapkan standar dan metode pengukuran prestasi kerja.

2) Melakukan pengukuran prestasi kerja.

3) Menetapkan apakah prestasi kerja sesuai dengan standar.

4) Mengambil tindakan korektif.

Peralatan atau instrument dipilih untuk mengumpulkan bukti dan

menunjukkan standar yang telah ditetapkan.Audit merupakan penilaian

pekerjaan yang telah dilakukan. Terdapat 3 kategori audit keperawatan,

yaitu sebagai berikut.

a) Audit struktur.

b) Audit proses.

c) Audit hasil (keliat dan akemat, 2014).

Tahapan pengendalian yaitu:

a) Menetapkan standar (strandard set = Ss), yaitu membuat pedoman

kerja/proses pengendalian sesuai dengan tujuan akhir yang akan dicapai

oleh organisasi.

b) Membandingkan standar pelayanan keperawatan yang nyata (standard

applied = Sa), yaitu membandingkan dengan melakukan identifikasi

antara standar kerja yang telah ditetapkan dengan kenyataan yang telah

33
dilaksanakan. Tahapan in hasilnya menemukan semua masalah yang

menghambat pelaksanaan manajemen keperawatan. Masalah ini menjadi

feedback yang akan dilaporkan ke manajer yang lebih tinggi dan

membutuhkan keputusan serta memerlukan tindak lanjut.

c) Membuat perbaikan feedback (feedback correction = F), yaitu membuat

langkah-langkah penyelesaian masalah secara cepat dan tepat. Tindak

lanjut juga memperhatikan prioritas dan tingkat/derajat masalahnya serta

kemungkinan penyelesaiannya dengan pihak terkait.

d) Mempertahankan kesinambungan proses (continuing = C), yaitu hasil

tindak lanjut diupayakan agar selesai tuntas dan selalu menguntungkan

organisasi sehingga bisa mempertahankan kesinambungan, keberadaan

organisasi. Bila perlu adanya keluhan/masalah aka menambah

kredibilitas organisasi. Hal ini akan terlihat bagaimana pelanggan

melihat kemempuan organisasi dalam menyelesaikan setiap masalah

yang timbul (Kurniadi, 2013).

e. Prinsip – prinsip manajemen

1) Dasar perencanaan: pemikiran atau konsep tindakan ktertulis yang

merupakan fungsi untuk menurunkan resiko dalam pengambilan

keputusan atau pemecahan masalah dan efek perubahannya. Adapun

kegiatan yang bisa dilakukan adalah analisa dan mengkaji sistem,

mengatur strategi, menunjukkan tujuan jangka panjang dan jangka

34
pendek, mengkaji sumber-sumber organisasi dan kemampuan yang bisa

dimanfaatkan, serta membuat aktivitas berdasarkan prioritas kegiatan.

2) Memanfaatkan waktu yang efektif misalnya membuat jadwal tugas dan

bila ingin tahu kondisi yang tahu sebenarnya turun ke lapangan.

3) Melibatkan staf dalam pembuatan keputusan.

4) Memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan yang efektif.

5) Mengorganisir: misalnya struktur organisasi sesuai blok/level

manajemen mulai dari unit, departemen, top/eksekutif dan tingkat

operasional.

6) Melakukan langsung kegiatan pengarahan, misalnya dengan

melaksanakan pendelegasian, supervise, koordinasi secara intern dan

ekstern serta pengendalian.

7) Memberikan motivasi agar tetap tinggi: menaikkan gaji secara periodic,

memberikan pendidikan/pelatihan tambahan dan promosi lainnya.

8) Menerapkan kounikasi yang efektif baik terhadap sejawat, perawat,

tenaga kesehatan lainnya.

9) Melakukan kegiatan pengendalian: membuat penilaian pelaksanaan

rencana, memberikan instruksi, menetapkan standar/peoman kerja yang

dilaksanakan, dan membandingkan penampilan kinerja dengan standar

awal yang telah ditetapkan.

10) Mengembangkan staff. Sebagai manajer harus selalu berfikir

pengembangan staf bukan pengurangan staf, sehingga jenjang karir dan

35
jabatan yang jelas. Hal ini akan meningkatkan motivasi dan kinerja staf.

Untuk itu penngembangan staff dapat mengikuti pernyataan katz (dalam

Swanburgh, 1990), dimana ada 3 kategori kemampuan yang harus

dimiliki oleh seseorang manajer agar menjadi sukses dalam

pengembangan staf. Tiga kemampuan perawat yang harus dimiliki

adalah:

a) Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan berpikir yang didasari

oleh ilmu pengetahuan dan pengalaman yang peernah dialami. Hal

ini mendukung dalam pembuatan perencanaan terutama membuat

visi misi dan kerangka konsep pekerjaan baik dimasa sekarang

maupun yang akan datang.

b) Kemampuan tehnis, yaitu sejauh mana seorang manajer bisa

membuat metode, system dan pedoman kerja yang mudah diikuti

oleh staf dan mudah untuk dievaluasi. Kemampuan ini juga

berdasarkan pengalaman kerja di lapangan. Karena pengetahuan bila

ditunjang dengan pengalaman lapangan akan menjadi sempurna,

sehingga mempercepat dalam proses pngambilan tindakan dan

berani mengambil resiko.

c) Kemampuan human relationship/interpersonal, yaitu kemampuan

untuk mengadakan hubungan dengan orang lain, dalam hal ini

membuat pekerjaan tambah lancer. Membuat hubungan dengan anak

36
buah, hubungan dengan satu tingkat/selevel dan membuat hubungan

dengan atasan termasuk pihak luar yang terkait dengan pelayanan.

11) Melakukan kegiatan pengendalian meliputi: membuat penilaian

pelaksanaan rencana, arahan, instruksi, standar kata/pedoman kerja yang

akan dilaksanakan, dan membandingkan penampilan kinerja dengan

standar awal yang telah ditetapkan (kurniadi, 2013).

f. Lingkup Manajemen Keperawatan

Keperawatan merupakan disiplin praktik klinis.Manajer keperawatan

yang efektif seyogyanya memahami dan memfasilitasi pekerjaan perawat

pelaksana.Manajer keperawatan mengelola kegiatan keperawatan meliputi:

1) Menetapkan penggunaan proses keperawatan.

2) Mengetahui intervensi keperawatan yang dilakukan berdasarkan

diagnosa.

3) Menerima akuntabilitas kegiatan keperawatan yang dilaksanakan oleh

perawat.

4) Menerima akuntabilitas hasil kegiatan keperawatan.

5) Manajemen Pelayanan Keperawatan

Pelayanan keperawatan dirumah sakit dikelola oleh bidang

perawatan yang terdiri dari tiga tingkatan manajerial, yaitu:

a) Manajemen puncak (kepala bidang keperawatan).

b) Manajemen menengah (kepala unit pelayanan / supervisor).

c) Manajemen bawah (kepala ruang perawatan).

37
6) Manajemen Asuhan Keperawatan

Manajemen asuhan keperawatan yang dilakukan dengan

menggunakan proses keperawatan pada prinsipnya menggunakan

konsep–konsep manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan dan pengendalian atau evaluasi.

B. Model Asuhan Keperawatan Profesional

1. Definisi MAKP

Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat

unsur yakni: standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem

MAKP. Defenisi tersebut berdasarkan prinsip – prinsip nilai yang diyakini

dan menentukan kualitas produk atau jasa layanan keperawatan. Jika perawat

tidak memiliki nilai – nilai tersebut sebagai sesuatu pengambilan keputusan

yang independen, maka tujuan pelayanan kesehatan atau keperawatan dalam

memberi kepuasan pasien tidak akan dapat rujuk. (Nursalam, 2015)

MAKP adalah pelayanan asuhan keperawatan yang optimal akan terus

menjadi tuntunan bagi organisasi pelayanan kesehatan (Nursalam, 2014).

2. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)

Ada 5 metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah

ada dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam menghadapi trend

pelayanan keperawatan. Untuk memberikan asuhan keperawatan yang lazim

dipakai meliputi metode fungsional, metode kasus, metode tim, metode primer

dan metode modifikasi.

38
a) Metode Fungsional (bukan MAKP)

Metode fungsional merupakan metode berdasarkan orientasi tugas

dari filosofi keperawatan. Dimana perawat melaksanakan tugas tertentu

berdasarkan jadwal kegiatan yang ada, metode fungsional ini dilaksanakan

oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama

pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya

jumlah dan kemampuan perawat. Kelemahan dari metode ini adalah

pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses

keperawatan. Setiap perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi

(misalnya merawat luka).Metode ini tidak memberikan kepuasan kepada

pasien maupun perawat dan persepsi perawat cenderung kepada tindakan

yang berkaitan dengan keterampilan saja.

b) Metode Kasus

Metode kasus merupakan metode berdasarkan pendekatan holistis dari

filosofi keperawatan dimana perawat bertanggung jawab terhadap asuhan

dan observasi pada pasien tertentu. Setiap pasien dilimpahkan kepada

semua perawat yang melayani seluruh kebutuhannnya pada saat mereka

dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift

dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama

pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasanya diterapkan satu

pasien satu perawat, umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau

untuk khusus seperti isolasi, perawatan intensif.

39
Bagan 2.1
Sistem Asuhan Keperawatan Case Method Nursing

Kepala Ruangan

Staf Perawat Staf Perawat Staf Perawat

Pasien Pasien Pasien

c) Metode Tim

Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang

berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap

sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang

terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu

kelompok kecil yang saling membantu. Metode ini memungkinkan

pemberian pelayanan keperawatan yang menyeluruh, mendukung

pelaksanaan proses keperawatan, dan memungkinkan komunikasi antartim,

sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim.

Namun, komunikasi antaranggota tim terbentuk terutama dalam bentuk

konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit untuk

dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk. Hal pokok dalam metode tim adalah

ketua tim sebagai perawat profesonal harus mampu menggunakan berbagai

40
teknik kepemimpinan, pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas

rencana keperawatan terjamin, anggota tim harus menghargai

kepemimpinan ketua tim, model tim akan berhasil bila didukung oleh

kepala ruang.

Tujuan metode keperawatan tim adalah untuk memberikan

perawatan yang berpusat pada klien. Perawatan ini memberikan

pengawasan efektif dari memperkenalkan semua personil adalah media

untuk memenuhi upaya kooperatif antara pemimpin dan anggota tim.

Melalui pengawasan ketua tim nantinya dapat mengidentifikasi tujuan

asuhan keperawatan, mengindentifikasi kebutuhan anggota tim,

memfokuskan pada pemenuhan tujuan dan kebutuhan, membimbing

anggota tim untuk membantu menyusun dan memenuhi standard asuhan

keperawatan.

Walaupun metode tim keperawatan telah berjalan secara efektif,

mungkin pasien masih menerima  fragmentasi pemberian asuhan

keperawatan jika ketua tim tidak dapat menjalin hubungan yang lebih baik

dengan pasien, keterbatasan tenaga dan keahlian dapat menyebabkan

kebutuhan pasien tidak terpenuhi.

d) Metode Primer

Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab

penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai pasien

masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian

41
perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan

pelaksana.Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan

terus-menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk

merencanakan, malakukan, dan koordinasi asuhan keperawatan selama

pasien dirawat.Konsep dasar metode primeradalah ada tanggung jawab dan

tanggung gugat, ada otonomi, dan ketertiban pasien dan keluarga.

e) Metode Modifikasi

Model MAKP Tim dan Primer digunakan secara kombinasi dari

kedua sistem. Menurut Sitorus (2002) dalam Nursalam (2015) penetapan

sistem model MAKP ini didasarkan pada beberapa alasan berikut:

1) Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat

primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S1 keperawatan

atau setara.

2) Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung

jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.

3) Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan komunitas asuhan

keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada

primer, karena saat ini perawat yang ada di RS sebagian besar adalah

lulusan D3, bimbingan tentang asuhan keperawatan diberikan oleh

perawat primer/ ketua tim.

42
3. Pengelolaan MAKP

a. Sumber Daya Manusia (M1/MAN)

1) Umur

Hubungan usia dengan kinerja atau produktivitas dipercaya

menurun dengan bertambahnya usia.Semakin tua usia seseorang

karyawan semakin kecil kemungkinan keluar dari pekerjaan, karena

semakin kecil alternatif untuk memperoleh kesempatan pekerjaan lain.

Di samping itu karyawan yang bertambah tua biasanya telah bekerja

lebih lama, memperoleh gaji yang lebih besar dan berbagai keuntungan

lainnya.Hal ini disebabkan karena keterampilan fisiknya sudah mulai

menurun.Tetapi produktivitas seseorang tidak hanya tergantung pada

ketrampilan fisik serupa itu.Karyawan yang bertambah tua, bisa

meningkat produktivitasnya karena pengalaman dan lebih bijaksana

dalam mengambil keputusan (Sitorus, 2011 dalam Nursalam, 2015).

2) Jenis Kelamin

Beberapa isu yang sering diperdebatkan, kesalahpahaman dan

pendapat tanpa dukungan mengenai apakah kinerja wanita sama

dengan pria ketika bekerja. Misalnya ada/tidaknya perbedaan yang

konsisten pria-wanita dalam kemampuan memecahkan masalah,

keterampilan, analisis, dorongan, motivasi, sosiabilitas atau

kemampuan bekerja (Nursalam, 2014).

43
Secara umum diketahui ada perbedaan yang signifikan dalam

produktifitas kerja maupun dalam kepuasan kerja, tapi dalam masalah

absen kerja karyawati lebih sering tidak masuk kerja daripada laki-

laki.Alasan yang paling logis adalah karena secara tradisional wanita

memiliki tanggung jawab urusan rumah tangga dan keluarga.Bila ada

anggota keluarga yang sakit atau urusan sosial seperti kematian

tetangga dan sebagainya, biasanya wanita agak sering tidak masuk

kerja.

3) Masa Kerja

Banyak studi tentang hubungan antara senioritas karyawan dan

produktivitas.Meskipun prestasi kerja seseorang itu bisa ditelusuri dari

prestasi kerja sebelumnya, tetapi sampai ini belum dapat diambil

kesimpulan yang meyakinkan antara dua variabel tersebut.Hasil riset

menunjukkan bahwa suatu hubungan yang positif antara senioritas dan

produktivitas pekerjaan.Masa kerja yang diekspresikan sebagai

pengalaman kerja, tampaknya menjadi peramal yang baik terhadap

produktivitas karyawan.Studi juga menunjukkan bahwa senioritas

berkaitan negatif dengan kemangkiran. Masa kerja berhubungan

negatif dengan keluar masuknya karyawan dan sebagai salah satu

peramal tunggal paling baik tentang keluar masuknya karyawan

(Marquis & Huston, 2013).

4) Pendidikan

44
Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dalam Nursalam

(2014), yaitu tuntunan di dalam tumbuhnya anak-anak, adapun

maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang

ada pada anakanak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai

anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan

yang setinggi-tingginya. Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber

daya keperawatan adalah melalui pendidikan ke jenjang yang lebih

tinggi, mengikuti pelatihan perawatan keterampilan teknis atau

keterampilan dalam hubungan interpersonal.Sebagian besar pendidikan

perawat adalah vokasional (D3 Keperawatan).

Untuk menjadi perawat profesional, lulusan SLTA harus

menempuh pendidikan akademik S1 Keperawatan dan Profesi

Ners.Tetapi bila ingin menjadi perawat vokasional (primary nurse)

dapat mengambil D3 Keperawatan/Akademi Keperawatan.Lulusan

SPK yang masih ingin menjadi perawat harus segera ke D3

Keperawatan atau langsung ke S1 Keperawatan.Selanjutnya, lulusan

D3 Keperawatan dapat melanjutkan ke S1 Keperawatan dan Ners.Dari

pendidikan S1 dan Ners, baru ke Magister Keperawatan/spesialis dan

Doktor/Konsultan.

5) Pelatihan Kerja

Secara umum pelatihan merupakan bagian dari pendidikan

yang menggambarkan suatu proses dalam pengembangan organisasi

45
maupun masyarakat. Pendidikan dengan pelatihan merupakan suatu

rangkaian yang tak dapat dipisahkan dalam sistem pengembangan

sumber daya manusia, yang di dalamnya terjadi proses perencanaan,

penempatan, dan pengembangan tenaga manusia. Dalam proses

pengembangannya diupayakan agar sumberdaya manusia dapat

diberdayakan secara maksimal, sehingga apa yang menjadi tujuan

dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia tersebut dapat terpenuhi.

Dengan demikian, kegiatan pelatihan lebih ditekankan pada

peningkatan pengetahuan, keahlian/keterampilan (skill), pengalaman,

dan sikap pesertapelatihan tentang bagaimana melaksanakan aktivitas

atau pekerjaan tertentu.Hal ini sejalan dengan pendapat Chandra

(2016) yang menjelaskan bahwa pelatihan merupakan serangkaian

aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan,

pengalaman ataupun perubahan sikap seorang individu atau kelompok

dalam menjalankan tugas tertentu.

6) Kebutuhan Tenaga Keperawatan

b) Metode Gillies

Gillies (1989) dalam Nursalam (2014) mengemukakan

rumus kebutuhan tenaga keperawatan di satu  unit perawatan

adalah sebagai berikut:

AxBxC F
= =H
( C− D ) xE G

46
Keterangan:

A = Rata-rata jumlah perawatan/ pasien/ hari

B = Rata-rata jumlah pasien / hari

C = Jumlah hari/tahun

D = Jumlah hari libur masing-masing perawat

E = Jumlah jam kerja masing-masing perawat

F = Jumlah jam perawatan yang dibutuhkan per tahun

G = Jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun

H = Jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut

Prinsip perhitungan rumus Gillies:

Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk

pelayanan, yaitu:

(1) Perawatan langsung, adalah perawatan yang diberikan oleh

perawat yang ada hubungan secara khusus dengan kebutuhan

fisik, psikologis, dan spiritual. Berdasarkan tingkat

ketergantungan pasien pada perawat maka dapat

diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu: self care,

partial care, total care dan intensive care. Menurut Minetti

Huchinson (1994) dalam Suyanto (2012). Kebutuhan

keperawatan langsung setiap pasien adalah empat jam perhari

sedangkan untuk:

47
a) Self care dibutuhkan ½ x 4 jam : 2 jam

b) Partial care dibutuhkan ¾ x 4 jam : 3 jam

c) Total care dibutuhkan 1- 1½ x 4 jam : 4-6 jam

d) Intensive care dibutuhkan 2 x 4 jam : 8 jam

(2) Perawatan tak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan membuat

rencana perawatan, memasang/ menyiapkan alat, ,konsultasi

dengan anggota tim, menulis dan membaca catatan kesehatan,

melaporkan kondisi pasien. Dari hasil penelitian RS Graha

Detroit (Gillies, 1989) = 38 menit/  pasien/ hari, sedangkan

menurut Wolfe & Young (Gillies, 1989) = 60 menit/ pasien/

hari dan penelitian di Rumah Sakit John Hpokins dibutuhkan

60 menit/ pasien (Gillies, 1994) dalam Nursalam (2014)).

(3) Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada klien meliputi:

aktifitas, pengobatan serta tindak lanjut pengobatan. Menurut

Gillies (1994) dalam Nursalam (2015), waktu yang

dibutuhkan untuk pendidikan kesehatan ialah 15 menit/

pasien/ hari.

(a) Rata-rata pasien per hari adalah jumlah pasien yang

dirawat disuatu unit berdasarkan rata-ratanya

“Bed Occupancy Rate” (BOR) dengan rumus:

Jumlah hari perawatan RS dalam waktu tertentu x 100%

Jumlah tempat tertentu x 365

48
(b) Jumlah hari pertahun, yaitu 365 hari

(c) Hari libur masing-masing perawat pertahun, yaitu 128

hari, hari minggu =52 hari dan hari sabtu = 52 hari.

Untuk hari sabtu tergantung kebijakan RS setempat,

kalau ini merupakan hari libur maka harus

diperhitungkan, begitu juga sebaliknya, hari libur

nasional = 12 hari dan cuti tahunan = 12 hari

(d) Jumlah jam kerja tiap perawat adalah 40 jam per minggu

(kalau hari kerja efektif 5 hari maka 40/5 = 8 jam, kalu

hari kerja efektif 6 hari per minggu maka 40/6 jam = 6,6

jam perhari)

(e) Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan di satu unit

harus ditambah 20% (untuk antisiapasi kekurangan/

cadangan)

Contoh Perhitungannya:Dari hasil observasi dan sensus

harian selama enam bulan di sebuah rumah sakit A yang

berkapasitas tempat tidur 20 tempat tidur, didapatkan

jumlah rata-rata pasien yang dirawat (BOR) 15 orang

perhari. Kriteria pasien yang dirawat tersebut adalah 5

orang dapat melakukan perawatan mandiri, 5 orang perlu

diberikan perawatan sebagian, dan 5 orang lainnya harus

49
diberikan perawatan total.Tingkat pendidikan perawat

yaitu, SPK dan D III Keperawatan.Hari kerja efektif

adalah 6 hari perminggu.

Berdasarkan situasi tersebut maka dapat dihitung

jumlah kebutuhan tenaga perawat di ruang tersebut

adalah sebagai berikut:

1) Menetukan terlebih dahulu jam keperawatan yang

dibutuhkan klien perhari, yaitu:

a) Keperawatan Langsung

 Keperawatan Mandiri 5 Orang Pasien 

5 X 2 Jam = 10 Jam

 Keperawatan Parsial 5 Orang Pasien               

 5 X 3 Jam =15 Jam

 Keperawatan Total 5 Orang Pasien                 

5 X 6 Jam = 30 Jam

b) Keperawatan Tidak Langsung 15 Orang Pasien   

5 X 1 Jam =   15 Jam

c) Penyuluhan Kesehatan 15 Orang Pasien          

15 X 0,25 Jam = 3,75 Jam

Total Jam Keperawatan Secara

Keseluruhan 73,75 Jam

50
2) Menetukan jumlah jam keperawatan per pasien per

hari = 73,75 jam / 15 pasien = 4,9 jam

3) Menetukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan 

pada ruangan tersebut

4) Menentukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan

yang dibutuhkan perhari

5) Menentukan jumlah tenaga keperawatan yang

dibutuhkan per shift, yaitu dengan ketentuan menurut

Warstler (dalam Swansburg, 1990). Proporsi dinas

pagi 47%, sore 36%, dan malam 17%. Maka pada

kondisi di atas jumlah tenaga keperawatan yang

dibutuhkan per shift adalah:

Shift pagi : 5,17 orang (5 orang)

Shift sore : 3,96 orang (4 orang)

Shift malam: 1, 87 orang (2 orang)

6) Kombinasi jumlah tenaga menurut Intermountain

Health Care Inc. adalah:

58% = 6,38 (6 orang) S I keperawatan

26% = 2,86 (3 orang) D III keperawatan

16% = 1,76 (2 orang) SPK

7) Kombinasi menurut Abdellah dan Levinne adalah:

55% = 6,05 (6 orang) tenaga professional

51
45% = 4,95 (5 orang) tenaga non professional

b. Metode Douglass

Klasifikasi Pasien Berdasarkan Tingkat Ketergantungan

Dengan Metode Douglas (1984 ) dalam Nursalam (2014) yaitu:

Tabel 2.1. Tingkat Ketergantungan Pasien


No. Klasifikasi dan Kriteria
1 Minimal Care (1-2 jam)
Dapat melakukan kebersihan diri sendiri, mandi, ganti
pakaian dan minum
2.  Pengawasan dalam ambulasi atau gerakan
3.  Observasi Tanda vital setiap shift
Pengobatan minimal, status psikologi stabil
5.   Persiapan prosedur pengobatan
2 Parsial Care (3-4 jam)
1. Dibantu dalam kebersihan diri, makan dan minum,
2. ambulasi
2.   Observasi tanda vital tiap 4 jam
3.   Pengobatan lebih dari 1 kali
4.    Pakai foley kateter
5.    Pasang infuse, intake out-put dicatat
6.    Pengobatan perlu prosedur
3 Total Care (5-6 jam)
1.   Dibantu segala sesuatunya
2.   Posisi diatur
3.  Observasi tanda vital tiap 2 jam
4.   Pakai NG tube
5.   Terapi intravena, pakai suction
6.    Kondisi gelisah / disorientasi / tidak sadar

Tabel 2.2. Klasifikasi Pasien


KLASIFIKASI PASIEN
Minimal Parsial Total
Pagi Sian Mala Pagi Siang Malam Pagi Sian Malam
g m g
0,17 0,14 0,07 0,27 0,15 0,10 0,36 0,30 0,20

52
Contoh Perhitungan:

Di ruang bedah RSU “Sehat” dirawat 20 orang pasien

dengan kategori sebagai berikut: 5 pasien dengan perawatan

minimal, 10 pasien dengan perawatan parsial dan 5 pasien dengan

perawatan total. Maka kebutuhan tenaga perawatan adalah sebagai

berikut:

Tabel 2.3 Hasil Klasifikasi Pasien Berdasarkan


Tingkat Ketergantungan
5   ps x 0,17 = 0,85
untuk shift pagi 10 ps x 0,27 = 2,70
1.
5   ps x 0,36 = 1,80
total tenaga pagi       = 5,35
5   ps x 0,14 = 0,70
untuk shift siang 10 ps x 0,15 = 1,50
2.
5   ps x 0,30 = 1,50
total tenaga siang     = 3,70
5   ps x 0,10 = 0,50
untuk shift malam 10 ps x 0,07 = 0,70
3.
5   ps x 0,20 = 1,00
total tenaga malam  = 2,20
Jadi jumlah tenaga yang dibutuhkan adalah:

5,35 + 3,70 + 2,20 = 11 orang perawat

c. Metode DEPKES

Pedoman cara perhitungan kebutuhan tenaga perawat dan

bidan menurut direktorat pelayanan keperawatan Dirjen Yan-Med

Depkes RI (2012) dengan memperhatikan unit kerja yang ada pada

masing-masing rumah sakit. Model pendekatan yang digunakan

adalah tingkat ketergantungan pasien berdasarkan jenis kasus, rata-

53
rata pasien per hari, jumlah perawatan yang diperlukan / hari /

pasien, jam perawatan yang diperlukan/ ruangan / hari dan jam

kerja efektif tiap perawat atau bidan 7 jam per hari.

Contoh Perhitungan:

Tabel 2.4. Cara Perhitungan Kebutuhan Tenaga Perawat


∑ jam
∑ jam
Rata-rata perawtan
No Kategori* perawat/
∑pasien/ hari ruangan/
hari**
hari (cxd)
1 Askep 7 2,00 14,00
Minimal
2 Askep sedang 7 3,08 21,56
3 Askep agak
11 4,15 45,65
berat
4 Askep ! 6,16 6,16
maksimal
Jumlah 26 87,37
Keterangan:

*    : Uraian ada pada model Gillies di halaman depan

**  : Berdasarkan penelitian di luar negeri

Jumlah perawat yang dibutuhkan adalah:

Jumlah jam perawatan ruangan/hari 87,37


= =12 perawat
jam kerja efektif perawat 7

Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (factor

koreksi) dengan:

Hari libur/ cuti/ hari besar (loss day)

54
jumlah hari minggu dalam setahun+cuti+ hari besar
x jumlah perawat tersedia
jumlah hati kerja efektif

52+12+14
x 12,5=3 orang perawat    
286

Perawat yang mengejakan tugas-tugas non-profesi (non-nursing

jobs)seperti: membuat perincian pasien pulang, kebersihan ruangan,

kebersihan alat-alat makan pasien, dan lain-lain. Diperkirakan 25%

dari jam pelayanan keperawatan.

non-nursing jobs 25%

(Jumlah tenaga perawat + loss day)  x 25% = (12,5 + 3,4) x 25% =

3,9

Jadi jumlah tenaga yang diperlukan= tenaga yang tersedia + factor

koreksi= 12,5 + 3,4 + 3,9 = 19,8 (dibulatkan menjadi 20orang

perawat).

Adapun Tupoksi dari Kepala Ruangan, Perawat Primer, dan

Perawat Asociate menurut MPKP Pemula adalah sebagai berikut

ini:

1) Kepala Ruangan

Fungsi:

a) Menentukan standar pelaksanaan kerja.

b) Memberi pengarahan kepada ketua dan anggota tim.

55
c) Supervisi dan evaluasi tugas staf.

Uraian Tugas:

a) Perencanaan:

(1) Menunjuk ketua tim yang bertugas di kamar masing-

masing.

(2) Mengikuti serah terima pasien dari shift sebelumnya.

(3) Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien.

(4) Mengidentifikasi jumlah perawat yang

dibutuhkanberdasarkan aktifitas dan kebutuhan pasien.

(5) Merencanakan metode penugasan dan penjadwalan staf.

(6) Merencanakan strategi pelaksanaan asuhan keperawatan.

(7) Merencanakan kebutuhan logistik dan fasilitas ruangan

kelolaan.

(8) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

b) Pengorganisasian dan ketenagaan:

(1) Merumuskan metode penugasan keperawatan.

(2) Merumuskan tujuan dari metode penugasan keperawatan.

(3) Merumuskan rincian tugas ketua tim dan anggota tim

secara jelas.

(4) Membuat rentang kendali diruang rawat.

56
(5) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, misal:

membuat roster dinas, mengatur tenaga yang ada setiap

hari sesuai dengan jumlah dan kondisi pasien.

(6) Mengatur dan mengendalikan pelaksanaan asuhan 

keparawatan dalam bentuk diskusi, bimbingan dan

penyampaian informasi.

(7) Mengatur dan mengendalikan logistik dan fasilitas

ruangan

(8) Mengatur dan mengendalikan situasi lahan praktek.

(9) Mendelegasikan tugas kepada ketua tim.

(10) Melakukan koordinasi dengan tim kesehatan lain.

(11) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

c) Pengarahan:

(1) Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua

tim.

(2) Memberikan pengarahan kepada ketua tim tentang

pelaksanaan asuhan keperawatan dan fungsi-fungsi

manajemen.

(3) Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan

berhubungan dengan asuhan keperawatan pasien.

(4) Memberikan motivasi dalam meningkatkan pengetahuan,

keterampilan dan sikap.

57
(5) Membimbing bawahan yang kesulitan dalam

melaksanakan tugasnya.

(6) Memberi pujian kepada  bawahan yang melaksanakan

tugas dengan baik.

(7) Memberi teguran kepada bawahan yang membuat

kesalahan.

(8) Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan.

(9) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

d) Pengawasan:

(1) Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi

langsung dengan ketua tim maupun anggota tim/

pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang diberikan

secara langsung kepada pasien.

(2) Melalui evaluasi: mengevaluasi upaya/ kerja ketua tim

dan anggota tim/ pelaksana dan membandingkan dengan

peran masing-masing serta dengan rencana keperawatan

yang telah disusun.

(3) Memberi umpan balik kepada ketua tim.

(4) Mengatasi masalah dan menetapkan upaya tindak lanjut.

(5) Pengendalian logistik dan fasilitas ruangan.

(6) Memperhatikan aspek etik dan legal dalam pelayanan

keperawatan.

58
(7) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

e) Gaya   kepemimpinan   yang  bisa  diterapkan:  demokratik, 

otokratik,  pseudo demokartik, situasional, dll.

f) Peran manajerial: informasional, interpersonal, desisional.

2) Ketua Tim

Fungsi :

a) Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan kewenangannya

yang didelegasikan oleh kepala ruangan.

b) Membuat penugasan, supervisi dan evaluasi kinerja anggota

tim/pelaksana.

c) Mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai kebutuhan

pasien.

d) Mengembangkan kemampuan anggota tim/pelaksana.

e) Menyelenggarakan konferensi

Uraian Tugas:

a) Perencanaan:

(1) Mengikuti serah terima pasien dari shift sebelumnya

bersama kepala ruangan.

(2) Bersama kepala ruangan melakukan pembagian tugas

untuk anggota tim/pelaksana.

(3) Menyusun rencana asuhan keperawatan.

59
(4) Menyiapkan keperluan untuk pelaksanaan asuhan

keperawatan.

(5) Memberi pertolongan segera pada pasien dengan

masalah kedaruratan.

(6) Melakukan ronde keperawatan bersama kepala ruangan.

(7) Mengorientasikan pasien baru.

(8) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian

b) Pengorganisasian dan ketenagaan:

(1) Merumuskan tujuan dari metode penugasan

keperawatan tim.

(2) Bersama kepala ruangan membuat rincian tugas untuk

anggota tim/pelaksana sesuai dengan perencanaan

terhadap pasien yang menjadi tanggung jawabnya

dalam pemberian asuhan keperawatan.

(3) Melakukan pembagian kerja anggota tim/ pelaksana

sesuai dengan tingkat ketergantungan pasien.

(4) Melakukan koordinasi pekerjaan dengan tim kesehatan

lain.

(5) Mengatur waktu istirahat untuk anggota tim/ pelaksana.

(6) Mendelegasikan tugas pelaksanaan proses keperawatan

kepada anggota tim/pelaksana.

(7) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

60
c) Pengarahan:

(1) Memberi pengarahan tentang tugas setiap anggota tim/

pelaksana.

(2) Memberikan informasi kepada anggota tim/ pelaksana

yang berhubungan dengan asuhan keperawatan.

(3) Melakukan bimbingan kepada anggota tim/ pelaksana

yang berhubungan dengan asuhan keperawatan.

(4) Memberi pujian kepada anggota tim/ pelaksana yang

melaksanakan tugasnya dengan baik, tepat waktu,

berdasarkan prinsip, rasional dan kebutuhan pasien.

(5) Memberi teguran kepada anggota tim/pelaksana yang

melalaikan tugas atau membuat kesalahan.

(6) Memberi motivasi kepada anggota tim/pelaksana.

(7) Melibatkan anggota tim/ pelaksana dari awal sampai

dengan akhir kegiatan.

(8) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

d) Pengawasan:

(1) Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi

langsung dengan anggota tim/ pelaksana  asuhan

keperawatan kepada pasien.

(2) Melalui supervisi: melihat/ mengawasi pelaksanaan

asuhan keperawatan dan catatan keperawatan yang

61
dibuat oleh anggota tim/ pelaksana serta menerima/

mendengar laporan secara lisan dari anggota

tim/pelaksana tentang tugas yang dilakukan.

(3) Memperbaiki, mengatasi kelemahan atau kendala yang

terjadi pada saat itu juga.

(4) Melalui evaluasi:

(a) Mengevaluasi kinerja dan laporan anggota tim/

pelaksana dan membandingkan dengan peran

masing-masing serta dengan rencana keperawatan

yang telah disusun.

(b) Penampilan kerja anggota tim/ pelaksana dalam

melaksanakan tugas.

(c) Upaya peningkatan kemampuan, keterampilan dan

sikap.

(d) Memberi umpan balik kepada anggota tim/

pelaksana.

(e) Mengatasi masalah dan menetapkan upaya tindak

lanjut.

(f) Memperhatikan aspek etik dan legal dalam

pelaksanaan asuhan keperawatan.

(g) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

62
e) Gaya kepemimpinan yang bisa diterapkan:  demokratik,

otokratik, pseudo demokartik, situasional, dll.

f) Peran manajerial: informasional, interpersonal, decisional.

3) Anggota tim/perawatpelaksana:

Fungsi :

a) Perencanaan:

(1) Bersama kepala ruang dan ketua tim mengadakan serah

terima tugas.

(2) Menerima pembagian tugas dari ketua tim.

(3) Bersama ketua tim menyiapkan keperluan untuk

pelaksanaan asuhan keperawatan.

(4) Mengikuti ronde keperawatan bersama kepala ruangan.

(5) Menerima pasien baru.

(6) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian

b) Pengorganisasian dan ketenagaan

(1) Menerima penjelasan tujuan dari metode penugasan

keperawatan tim.

(2) Menerima rincian tugas dari ketua tim sesuai dengan

perencanaan terhadap pasien yang menjadi tanggung

jawabnya dalam pemberian asuhan keperawatan.

(3) Melaksanakan tugas yang diberikan oleh ketua tim.

63
(4) Melaksanakan koordinasi pekerjaan dengan tim

kesehatan lain.

(5) Menyesuaikan waktu istirahat dengan anggota tim/

pelaksana lainnya.

(6) Melaksanakan asuhan keperawatan.

(7) Menunjang pelaporan dan pendokumentasian tindakan

keperawatan yang dilakukan.

c) Pengarahan

(1) Menerima pengarahan dan bimbingan dari ketua tim

tentang tugas setiap anggota tim/ pelaksana.

(2) Menerima informasi dari ketua tim berhubungan dengan

asuhan keperawatan.

(3) Menerima pujian dari ketua tim.

(4) Dapat menerima teguran dari ketua tim apabila

melalaikan tugas atau membuat kesalahan.

(5) Mempunyai motivasi terhadap upaya perbaikan.

(6) Terlibat aktif dari awal sampai dengan akhir kegiatan.

(7) Menunjang  pelaporan dan pendokumentasian.

d) Pengawasan

(1) Menyiapkan dan menunjukkan bahan yang diperlukan

untuk proses evaluasi serta terlibat aktif dalam

mengevaluasi kondisi pasien.

64
(2) Menunjang pelaporan dan pendokumentasian

(Nursalam, 2014).

Adapun rencana bulanandan tahunan yang dilakukan dan

dibentuk yaitu:

1. Rencana Bulanan Kepala Ruangan

Setiap akhir bulan Kepala Ruangan melakukan

evaluasi hasil keempat pilar atau nilai MPKP dan

berdasarkan hasil evaluasi tersebut kepala ruangan akan

membuat rencana tindak lanjut dalam rangka peningkatan

kualitas hasil. Kegiatan yang mencakup rencana bulanan

karu adalah:

a) Membuat jadwal dan memimpin case conference.

b) Membuat jadwal dan memimpin pendidikan kesehatan

kelompok keluarga

c) Membuat jadwal dinas

d) Membuat jadwal dan memimpin rapat bulanan perawat

e) Membuat jadwal dan memimpin rapat tim kesehatan

f) Membuat jadwal supervisi dan penilaian kinerja ketua

tim dan perawat pelaksana

g) Melakukan audit dokumentasi

h) Membuat laporan bulanan

2. Rencana Bulanan Ketua Tim

65
Setiap akhir bulan ketua tim melakukan evaluasi

tentang keberhasilan kegiatan yang dilakukan

ditimnya.Kegiatan-kegiatan yang mencakup rencana

bulanan katim adalah:

a) Mempresentasikan kasus dalam case conference

b) Meminpin pendidikan kesehatan kelompok keluarga

c) Melakukan supervisi perawat pelaksana.

3. Rencana tahunan

Setiap akhir tahun Kepala Ruangan melakukan

evaluasi hasil kegiatan dalam satu tahun yang dijadikan

sebagai acuan rencana tindak lanjut serta penyusunan

rencana tahunan berikutnya. Rencana kegiatan tahunan

mencakup :

a) Menyusun laporan tahunan yang berisi tentang kinerja

MPKP baik proses kegiatan (aktifitas yang sudah

dilaksanakan dari 4 pilar praktek professional) serta

evaluasi mutu pelayanan.

b) Melaksanakan rotasi tim untuk penyegaran anggota

masing-masing tim.

c) Penyegaran terkait materi MPKP khusus kegiatan yang

masih rendah pencapaiannya. Ini bertujuan

66
mempertahankan kinerja yang telah dicapai MPKP

bahkan meningkatkannya dimasa mendatang.

Pengembangan SDM dalam bentuk rekomendasi

peningkatan jenjang karier perawat (pelaksana menjadi

katim, katim menjadi karu), rekomendasi untuk melanjutkan

pendidikan formal, membuat jadual untuk mengikuti

pelatihan-pelatihan.

a. Sarana dan Prasarana (M2/ MATERIAL)

Bed Occuption Rate (BOR)adalah indikator tinggi rendahnya

pemanfaatan tempat tidur di rumah sakit. Rumus untuk mencari BOR

adalah sebagai berikut:

BOR/hari         = Jumlah pasien  x 100%

TT

BOR/bulan      = Jumlah pasien dalam 30 hari  x 100

TT  x 30 hari   

BOR/tahun      = Jumlah pasien dalam 1 tahun  x 100%

TT x 365 hari

67
Tabel 2.9 Alat Pencatatan dan Pelaporan di Ruang Rawat Inap
Menurut DEPKES (2011) dalam Chandra (2016)
No. Nama Barang Ratio Pasien: Alat
1 Formulir  pengkajian  awal 1:1
2 Formulir  rencana  keperawatan 1:5
3 Formulir  catatan  perkembangan pasien 1:10
4 Formulir  observasi 1:10
5 Formulir  resume  keperawatan 1:1
6 Formulir  catatan  pengobatan 1:10
7 Formulir  medik  lengkap 1:1
8 Formulir  laboratorium lengkap 1:3
9 Formulir  rontgen 1:2
10 Formulir  permintaan darah 1:1
11 Formulir  keterangan kematian 5 lambar /bulan
12 Resep 10 buku / bulan
13 Formulir  konsul 1;5
14 Formulir  permintaan makanan 1:1
15 Formulir  permintaan obat 1:1
16 Buku ekspidisi 10 / ruangan / tahun
17 Buku register pasien 4 / ruangan / tahun
18 Buku folio 4/ ruangan / tahun
19 White  board 1/ ruangan
20 Perforator 1/ruangan
21 Steples 2/ ruangan
22 Pensil 5/ ruangan
23 Pensil merah biru 2/ ruangan
24 Spidol  White  board 6/ ruangan

b. Metode (M3/METHODE)

Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) merupakan suatu

sistem (struktur, proses dan nilai-nilai professional) yang memungkinkan

perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk

lingkungan untuk menompang pemberian asuhan tersebut menurut (Hoffart

& Woods, 1996) dalam Nursalam (2014).

68
1) Timbang terima / Operan

Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai

dengan mengoptimalkan peran dan fungsi perawat, terutama peran dan

fungsi mandiri perawat. Hal ini dapat diwujudkan dengan baik melalui

komunikasi yang efektif antar perawat, meupun dengan tim kesehatan

yang lain. Salah satu bentuk komunikasi yang harus ditingkatkan

efektivitasnya adalah saat pergantian sif, yaitu saat timbang terima

pasien.

Timbang terima pasien (operan) merupakan teknik atau cara

untuk menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan

dengan keadaan pasien. Timbang terima pasien harus dilakukan

seefektif mungkin dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan komplit

tentang tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah

dilakukan/belum dan perkembangan pasien saat itu. informasi yang

disampaikan harus akurat sehingga kesinambungan asuhan keperawatan

dapat berjalan dengan sempurna. Timbang terima dilakukan

olehperawat primer ke perawat penanggung jawab secara tulisan dan

lisan.

Timbang terima perlu terus ditingkatkan baik teknik maupun

alurnya. Hal ini dilakukan untuk perbaikan pada masa yang akan datang

sehingga timbang terima menjadi bagian penting dalam menggali

permasalahan pasien sehari-hari (Nursalam, 2015).

69
Bagan 2.2.Alur Operan

Rencana Strategioperan mencakup dua aspek, yaitu :

a. Pelaksanaan operan

(1) Metode

(2) Media

(3) Pengorganisasian

(4) Uraian Kegiatan

b. Evaluasi

(1) Struktur (Input)

Pada operan, sarana dan prasarana yang menunjang

telahtersedia antara lain : catatan operan, status klien dan kelompok

70
shiftoperan. Kepala ruang selalu memimpin kegiatan operan

yangdilaksanakan pada pergantian shift yaitu malam ke pagi, pagi

kesore. Kegiatan operan pada shift sore ke malam di pimpin

olehperawat primer yang bertugas saat itu.

(2) Proses

Proses operan dipimpin oleh kepala ruang dan dilaksankan

olehseluruh perawat yang bertugas maupun yang akan mengganti

shift.Perawat primer mengoperkan ke perawat primer berikutnya

yangakan mengganti shift.Operan pertama dilakukan di Nurse

Stationkemudian ke ruang perawatan, pasien dan kembali lagi ke

NurseStation.Isi operan mencakup jumlah pasien, diagnosis

keperawatan,intervensi yang belum/sudah dilakukan. Setiap pasien

tidak lebihdari lima menit saat klarifikasi ke pasien.

(3) Hasil

Operan dapat dilaksanakan setiap pergantian

shift.Setiapperawat dapat mengetahui perkembangan

pasien.Komunikasi antarperawat berjalan dengan baik.

2) Konferensi

Setelah melaksanakan operan selanjutnya konferensi

dilaksanakan,konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap

hari samaseperti operan, konferensi sebaiknya dilakukan di ruangan

71
tersendirisehingga dapat mengurangi distraksi dari luar. Konferensi

bertujuan untuk :

a) Membahas masalah setiap pasien/klien berdasarkan standar asuhan

(renpra) yang telah dibuat PP (perawat primer)

b) Menetapkan klien yang menjadi tanggung jawab masing-masing PA

c) Membahas intervensi tindakan keperawatan untu setiap pasien.klien

berdasarkan prosedur renpra yang telah ditetapkan.

d) Mengidentifikasi tugas PA untuk setiap klien yang menjadi

tanggungjawabnya.

Adapun panduan pelaksanaan konferensi:

a) Konferensi dilakukan setiap hari segera setelah dilakukan pergantian

dinas pagi/sore sesuai dengan jadwal dinas PP

b) Konferensi dihadiri oleh PP & PA dalam timnya masing-masing

c) Penyampaian perkembangan dan masalah klien berdasarkan

hasilevaluasi kemarin dan kondisi klien yang dilaporkan oleh dinas

malam.

Hal-hal yang disampaikan oleh PP meliputi :

(1) Keadaan umum klien

(2) Keluhan klien

(3) Tanda-tanda vital & kesadaran

(4) Hasil pemeriksaan laboratorium/diagnostik terbaru

72
(5) Masalah keperawatan

(6) Rencana keperawatan hari ini

(7) Perubahan terapi medis

(8) Rencana medis

d) PP mendiskusikan dan mengarahkan PA tentang masalah yang

terkaitdengan keperawatan klien meliputi :

(1) Keluhan klien yang terkait dengan pelayanan,

seperti:keterlimbatan, kesalahan pemberian makan,

kebisinganpengunjung lain, ketidakhadiran dokter yang

dikonsulkan.

(2) Ketepatan pemberian infus

(3) Ketepatan pemantauan obat oral atau injeksi

(4) Ketepatan pelaksanaan tindakan lain

(5) Ketepatan dokumentasi

e) Mengingatkan kembali standar prosedur yang ditetapkan

f) Mengingatkan kembali tentang kedisiplinan, ketelitian, kejujuran,

dankemajuan masing-masing PA

g) Membantu PA menyelesaikan masalah yang tidak

dapatdiselesaikannya.

3) Ronde Keperawatan

Ronde keperawatan sebagai salah satu bentuk dari pelaksanaan

model asuhan keperawatan dengan metode keperawatan primer,

73
merupakan salah satu metode pemberian pelayanan keperawatan yang

harus ditingkatkan dan dimantapkan. Metode ini ditujukan untuk

menggali dan membahas secara mendalam masalah keperawatan yang

ditemukan kepada pasien sehingga dengan ronde keperawatan diharapkan

didapatkan pemecahan masalah melalui cara berfikir kritis berdasarkan

konsep asuhan keperawatan (Nursalam, 2015).

Ronde keperawatan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk

mengatasimasalah keperawatan klien/pasien dan dilakukan oleh perawat

selainmelibatkan pasien/klien untuk membahas dan melaksanakan asuhan

keperawatan.Ronde keperawatan dilaksanakan oleh PP bersama dengan

PA dan sebaiknya dilaksanakan setiap hari.Ronde penting dilaksanakan

dengan tujuan untuk supervisi kegiatan PA dan sebagai sarana bagi

PPuntuk mendapatkan data tambahan tentang kondisi klien/pasien. Pada

kondisi tertentu ronde dapat dilaksanakan oleh kepala ruangan, perawat

associated yang juga perlu melibatkan seluruh anggota timkesehatan.

Panduan bagi PP dalam melakukan ronde dengan PA:

a) PP menentukan 2-3 klien yang akan dironde

b) Memilih klien yang berkebutuhan khusus dengan masalah yang

relativelebih kompleks atau lebih dari satu masalah yang sedang

dihadapi

74
c) Ronde dilakukan setiap hari, utamanya pada waktu intensitas

kegiatandi ruang rawat sudah tenang dan waktu pelaksanaan yang

dibutuhkan ±satu jam

d) PA menyajikan kondisi klien dan tindakan perawatan yang

telahdiberikan

e) PP memberikan saran(input)kepada PA dan reinforcement terhadap

PA pada hal-hal tertentu

f) Masalah yang sensitif dan sangat privasi sebaiknya tidak

dibicarakandidepan klien

Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan kegiatan ronde

keperawatan, seperti pada tabel dibawah ini :


Tahap pra PP

1. Penetapan pasien

2. Persiapan pasien:
 Informed Consent
 Hasil pengkajian/validasi
data

Tahap
 Apa diagnosis
pelaksanaan di
3. Penyajian Masalah kepeprawatan
nurse station
 Apa data yang
mendukung?
 Bagaimana intervensi
yang sudah dilakukan?
 Apa hambatan
ditemukan?

75
Tahap pelaksanaan
di kamar pasien
4. Validasi data di
bed pasien

PP, Konselor, KARU

6. kesimpulan dan
Pascaronde rekomendasi solusi 5. Lanjutan-diskusi di nurse
(nurse station) masalah station
Bagan 2.

Bagian 2.3. Langkah-Langkah Kegiatan Ronde Keperawatan

(Nursalam, 2014)

Keterangan :

a. Praronde: Menentukan kasus dan topik (masalah yang tidak teratasi

danmasalah yang langka, menentukan tim ronde, mencari sumber

atau literatur, membuat proposal, mempersiapkan pasien, diskusi

tentang diagnosa keperawatan, data pendukung, asuhan keperawatan

yang diberikan, dan hambatan selama perawatan pasien/klien.

b. Pelaksanaan ronde: Penjelasan keadaan pasien/klien oleh perawat

primer yang berfokus pada masalah keperawatan dan rencana

tindakan yang akan dilakukanatau telah dilakukan serta memilih

prioritas yang perlu dibahas/diskusikan,diskusi antar anggota tim

tentang kasus tersebut, pemberian justifikasi oleh perawat primer atau

76
clinical care manager (konselor)/kepala ruangan tentang masalah

pasien serta intervensi tindakan yang akan dilaksanakan.

c. Pascaronde: Evaluasi, revisi, dan perbaikan. Kesimpulan dan

rekomendasi penegakan diagnosis; intervensi keperawatan

selanjutnya.

4) Penerimaan pasien baru

Penerimaan pasien baru metode dalam menerima kedatangan

pasien baru (pasien dan/ keluarga) di ruangan perawatan pelayanan

keperawatan, khususnya pada rawat inap atau keperawatan intensif.

Nursalam (2014).

Adapun tahapan penerimaan pasien baru:

a) Menyiapkan kelengkapan administrasi

b) Menyiapkan kelengkapan kamar sesuai pesanan

c) Menyiapkan format penerimaan pasien baru

d) Menyiapkan buku status pasien dan format pengkajian keperawatan

e) Menyiapkan Informed consent sentralisasi obat

f) Menyiapkan nursing kit

g) Menyiapkan lembar tata tertip pasien, keluarga,dan pengunjung ruang

5) Sentralisasi obat (Pengelolaan Obat)

Obat merupakan salah satu program terapi yang sangat menunjang

proses kesembuhan pasien. Dalam pemberian obat diperlukan ketetapan

waktu, dosis, cara dan tempat pemberian obat. Salah satu upaya untuk

77
memastikan pemberian obat yang tepat dan efektif adalah sistem

sentralisasi obat yang sekarang ini sudah dikembangkan di berbagai

Rumah Sakit. Pada sentralisasi obat perawat terlebih dahulu memberikan

Informed consent kepada pasien dan keluarga kemudian perawat

mengolah obat dan memberikan obat kepada pasien (Nursalam, 2015).

Tehnik pengelolaan obat kontrol penuh (sentralisasi) adalah

pengelolaan obat dimana seluruh obat yang akan diberikan pada pasien

diserahkan sepenuhnya pada perawat. Pengeluaran dan pembagian obat

sepenuhnya dilakukan oleh perawat.Keluarga wajib mengetahui dan ikut

serta mengontrol penggunaan obat.Obat yang telah diresepkan dan telah

diambil oleh keluarga diserahkan kepada perawat dengan menerima

lembar serah terima obat. Perawat menuliskan nama pasien, register, jenis

obat, jumlah dan sediaan dalam kartu kontrol dan diketahui oleh

keluarga /klien dalam buku masuk obat. Keluarga atau klien selanjutnya

mendapatkan penjelasan kapan/ bilamana obat tersebut akan habis. Obat

yang telah diserahkan selanjutnya disimpan oleh perawat dalam kotak

obat (Hidayah, 2014).

Sentralisasi obat dilakukan dengan maksud agar penggunaan

obatsecara lebih bijaksana dan menghindari pemborosan obat,

sehinggakebutuhan asuhan keperawatan dapat tercapai sepenuhnya.

(Nursalam, 2013).

78
Adapun alur pelaksanaan sentralisasi obat, dapat dilihat pada

baganberikut ini :

Bagan 2.4 Alur Pelaksanaan Sentralisasi Obat (Nursalam, 2014)

Pengadaan KARDEX (daftar obat, tekanan darah, nadi, suhu,

danpemeriksaan laboratorium).Format daftar infus sesuai dengan

kebutuhan masing-masing rumah sakit.Format tersebut harus diisi dengan

jelas dan lengkap(waktu pelaksanaan, tanggal, jam, jenis tindakan, dosis

obat, namaobat/cairan infus pada setiap catatan perkembangan pasien atau

lembar terintegrasi perawat-dokter). Nama penanggung jawab dan

tandatangan perawat atau dokter serta menyertakan lembar informed

concent.

79
6) Perencanaan pulang (Discharge Planning)

Perencanaan pulang (Discharge Planning) merupakan suatu

proses yang dinamis dan sistematis dari penilaian,persiapan serta

koordinasi yang dilakukan untuk memberikan kemudahan pengawasan

pelayanan kesehatan. Perencanaan pulang diperlukan olehpasien/klien

dan harus berpusat pada masalah pasien/klien, yaitu pencegahan,

terapeutik, rehabilitatif, serta perawatan rutin yang sebetulnya Swenberg

(2000) yang dikutip Nursalam (2014).

Perawatan di rumah sakit akan lebih berarti jika dilanjutkan

dengan perawatan di rumah. Akan tetapi, untuk saat ini perencanaan

pulang bagipasien yang dirawata belum optimal sepenuhnya karena peran

perawat masih terbatas pada pelaksanaan kegiatan yang rutin

dilaksanakan,misalnya hanya memberikan informasi tentang jadwal

kontrol ulang (Nursalam, 2014).

Faktor-faktor yang dikaji dalama Discharge Planning, adalah :

a) Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit, terapi,

pengobatandan perawatan yang diperlukan

b) Kebutuhan psikologis dan hubungan interpersonal di dalam

lingkupkeluarga

c) Bantuan yang diperlukan pasien/klien

80
d) Pemenuhan kebutuhan aktivitas setiap hari seperti makan,

minum,eiminasi, istirahat dan tidur, berpakaian, personal hygiene,

safety,communication, spiritual, rekreasi, dan lain-lain.

e) Sumber dan sistem pendukung di masyarakat

f) Fasilitas yang ada di rumah dan harapan pasien/keluarga

setelahdirawat

g) Kebutuhan perawatan dan supervisi di rumah

Menurut Neylor (2003) dikutip oleh Kristina (2007) dalam

Nursalam (2014), ada beberapa tindakan keperawatan yang dapat

diberikan kepadapasien/klien sebelum diperbolehkan pulang, antara lain :

a) Pendidikan kesehatan: harapannya, melalui pendidikan

kesehatandapat mengurangi angka kekambuhan atau komplikasi dan

meningkatkan pengetahuan pasien serta keluarga mengenai

perawatan pascarawat di rumah sakit.

b) Program pulang bertahan: bertujuan untuk melatih pasien/klien untuk

kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat. Meliputi apa yang

harus dilakukan pasien/klien di rumah sakit dan apa yang harus

dilakukan oleh keluarga.

c) Rujukan: integritas pelayanan kesehatan harus mempunyai hubungan

langsung antara perawat komunitas atau praktik kemandirian perawat

dengan rumah sakit sehingga dapat mengetahui perkembangan pasien

di rumah.

81
7) Supervisi kinerja perawat dalam melakukan asuhan keperawatan

Supervisi kinerja perawat merupakan upaya untuk membantu

pembinaan dan peningkatan kemampuan perawat pelaksana agar mereka

mampu melaksanakan tugas secara seefisien dan seefektif mungkin sesuai

dengan standar asuhan (remora) yang telah ditetapkan.Menurut Cahyati

(2000) dalam Suyanto (2012), mendefinsikan supervisi sebagai suatu

pengamatan dan pengawasan secara langsung terhadap pelaksanaan

pekerjaan yang bersifat rutin.

Pelaksana supervisi dilaksanakan oleh :

a) Kepala ruang

(1) Bertanggung jawab dalam supervise pelayanan keperawatan

padapasien/klien di ruang perawatan

(2) Merupakan ujung tombak penentu berhasil atau tidaknya

tujuanpelayanan kesehatan di rumah sakit

(3) Mengawasi perawat pelaksana dalan melaksanakan

parktikkeperawatan di ruang perawatan sesuai dengan

pendelegasian.

b) Pengawasan keperawatan

Bertanggung jawab dalam mensupervisi pelayanan kepada

kepala ruang yang ada diinstalasinya.

82
c) Kepala seksi perawatan

Mengawasi instalasi dalam melaksanakan tugas secara

langsung danseluruh perawat secara tidak langsung.

Tahap Supervisi :

(1) PraSupervisi

(a)Supervisor menetapkan kegiatan apa yang akan disupervisi

(b)Supervisor menetapkan tujuan

(2) Pelaksanaan Supervisi

(a)Supervisor menilai kinerja perawat berdasarkan alat ukur

atauinstrument yang telah dibuat

(b)Supervisor mendapat beberapa hal atau bagian-bagian

yangmemerlukan pembinaan

(c)Supervisor memanggil PP dan PA untuk mengadakan

pembinaandan klarifikasi masalah keperawatan yang ada

(d)Pelaksanaan supervisi dengan inspeksi, interview, dan

validasi datasekunder (tanya jawab dengan perawat)

(3) Pascasupervisi (3F) :

(a) Supervisor (pengawas) memberikan penilaian supervise (F-

Fair)

(b) Supervisor memberikan feedback dan klarifikasi

(c) Supervisor memberikan reinforcementdan follow up

perbaikan.

83
8) Dokumentasi Keperawatan

Ada empat aspek kunci pada model pelayanan, keempat aspek

kuncitersebut antara lain: Planning (perencanaan), development

(perkembanganpasien / klien), implementation (tindakan keperawatan),

evaluation (evaluasi hasil), (Nursalam, 2014).

Tahap-tahap pada asuhan keperawatan wajib dibuatkan sebuah

catatanatau pendokumentasian.Dokumentasi keperawatan merupakan

komponenpenting pada sistem pelayanan keperawatan, karena dengan

memiliki pendokumentasian yang baik, maka informasi tentang kondisi

kesehatan klien dapat diketahui secara berkesinambungan.Selain itu,

pendokumentasian merupakan sebuah catatan otentik dan legal mengenai

pelaksanaan asuhan keperawatan.Secara khusus, dokumentasi memiliki

fungsi sebagai sarana komunikasi tidak langsung antar profesi

kesehatan,sumber data dalam pemberian asuhan keperawatan dan

penelitian, sebagaibukti konkrit atas tanggung jawab dan tanggung gugat

terhadap segala tindakan yang dilaksanakan oleh perawat profesional

kepada setiap pasien/klien.

Pembuatan catatan keperawatan juga mempunyai tujuan, sebagai

berikut :

a) Sebagai alat komunikasi antar perawat dengan tenaga kesehatan

lainnya

b) Sebagai dokumentasi legal dan mempunyai aspek hokum

84
c) Meningkatkan mutu asuhan keperawatan

d) Sebagai literatur atau bahan rujukan dalam peningkatan ilmu dan

kiatkeperawatan

e) Memiliki nilai riset penelitian dan pengembangan ilmu keperawatan

Kegiatan pendokumentasian sering dilakukan pada minggu ke I-

IIuntuk uji coba dan aplikasi dilaksankan minggu III-IV, secara garis

besar model pendokumentasian PIE (planning, intervention, and

evaluation) yang berorientasi pada masalah (POR/problem oriented

record), yangmeliputi :

a) Pengkajian keperawatan : pengumpulan data (LLARB; legal,

lengkap,akurat, relevan dan baru), data-data melalui pemeriksaan

TTV (tanda-tanda vital), pemeriksaan fisik IPPA (inspeksi, palpasi,

perkusi danauskultasi), pemeriksaan penunjang (laboratorium,

rontgen, dan lain-lain), data biologis, psikologis, dan spiritual lewat

wawancara danobservasi, format pengkajian data awal menggunakan

model ROS(review of system), data demografi pasien, riwayat

kesehatan atau keperawatan, observasi dan pemeriksaan fisik,

pemeriksaan penunjang/diagnostik.

Format pengkajian keperawatan:

(1) Diisi lengkap dalam 24 jam pertama klien masuk (untuk klien

baru)

85
(2) Format pengkajian diisi oleh PP dengna lengkap atau oleh

PA,yang mencakup: identitas klien, identitas keluarga, tanda vital

saatklien masuk

(3) Keluhan utama saat klien masuk, kemudian beri tanda check list

(√) pada kotak yang dimaksud.

(4) Selanjutnya mengisi titik-titik yang kososng dengan penjelasan

sesuai yang didapat dari klie/keluarga.

(5) Format ini hanya ditandatangani oleh PP

Bila data pengkajian dimasukkan kedalam proses keperawatan,

format SOAPIE dapat digunakan (S/subjektif,

O/objektif,A/assassement, P/planning, I/intervention, E/evaluation),

(Suyanto, 2012).

b) Diagnosa keperawatan: dihubungkan dengan penyebab kesenjangan

dan pemenuhan pasien, diagnosa dibuat sesuai dengan wewenang

perawat dengan memperhatikan masalah atau kesenjangan yang ada.

c) Perencanaan(intervensi): terdiri atas berbagai komponen, antara lain :

(1) Prioritas masalah, kriteria :

(a) Masalah yang mengancan kehidupan merupakan

prioritasmasalah

(b) Masalah yang mengancam kesehatan merupakan

prioritaskedua

86
(c) Masalah yan mempengaruhi perilaku merupakan

prioritasketiga

(2) Tujuan asuhan keperawatan, memenuhi criteria (NOC_ Nursing

Outcome Criteria)sesuai standar pencapaian :

(a) Tujuan dirumuskan secara singkat

(b) Disusun berdasarkan diagnosa keperawatan

(c) Spesifik pada diagnosis keperawatan

(d) Dapat diukur

(e) Dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah

(f) Punya target waktu pencapaian

(3) Rencana tindakan didasarkan pada NIC (Nursing Intervention

Classification) sesuai dengan ketetapan, biasanya meliputi

tigakomponen: DET keperawatan (diagnose/observasi,

edukasi/healtheducation), tindakan/independen, dependen, dan

interdependen) (Nursalam, 2014). Kritera :

(a) Berdasarkan tujuan asuhan keperawatan

(b) Tindakan alternative secara tepat

(c) Melibatkan pasien dan keluarga

(d) Mempertimbangkan latar belakang social buadaya pasien

dankeluarga

(e) Mempertimbangkan kebijaksanaan dan peraturan yang

berlaku

87
(f) Menjamin rasa aman dan nyaman bagi pasien

(g) Menggunakan format yang baku

(4) Tindakan keperawatan (Implementasi): pada tahap

pelaksanaanatau implementasi keperawatan terdapat beberapa

kegiatan lanjutandari tahap sebelumnya, seperti ; validasi rencana

keperawatan +pendokumentasian rencana keperawatan +

pemberian asuhankeperawatan + pengumpulan data lanjutan.

(5) Evaluasi

Dilaksanakan secara periodik, sistematis dan terencana

untukmenilai perkembangan pasien/klien setelah tindakan

keperawatan, kriteria :

(a) Setiap tindakan keperawatan dilakukan evaluasi

(b) Evaluasi hasil menggunakan indikator perubahan fisiologis

dantingkah laku pasien

(c) Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan untuk

diambil tindakan selanjutnya

(d) Evaluasi melibatkan pasien dan tim kesehatan lainnya

(e) Evaluasi dilaksanakan dengan standar (tujuan yang

ingindicapai dan standar praktik keperawatan).

Komponen evaluasi, mencakup aspek (KAPP; kognitif,

afektif,psikomotor, perubahan psikologis).

(a) Kognitif (pengetahuan klien tentang penyakitnya)

88
(b) Afektif (sikap klien terhadap tindakan yang dilakukan)

(c) Psikomotor (tindakan atau upaya klien dalam

prosespenyembuhan

(d) Perubahan biologis (vital sign, system& imunologis)

Interpretasi (keputusan) dalam evaluasi hasil :

(a) Masalah teratasi

(b) Masalah tidak teratasi, harus dilakukan pengkajian

danperencanaan tindakan selanjutnya

(c) Sebagian masalah teratasi, modifikasi rencana

tindakandiperlukan

Timbulnya suatu masalah kesehatan atau keperawatan

yangbaru.

d. Pembiayaan (M4/ MONEY)

1) Kompensasi

Nursalam (2014), kompensasi merupakan terminologi luas yang

berhubungan dengan imbalan finansial. Terminologi dalam

kompensasi adalah:

a) Upah dan Gaji. Upah (wages) biasanya berhubungan dengan tarif

gaji per jam. Gaji (salary) umumnya berlaku untuk tarif bayaran

mingguan, bulanan, atau tahunan

b) Insentif. Insentif (incentive) adalah tambahan kompensasi di atas

atau di luar gaji atau upah yang diberikan organisasi

89
c) Tunjangan

d) Fasilitas

2) Reward

Hazli (2002) dalam Chandra (2016) mendefinisikan reward

yaitu hadiah dan hukuman dalam situasi kerja, hadiah menunjukkan

adanya penerimaan terhadap perilaku dan perbuatan, sedangkan

hukuman menunjukkan penolakan perilaku dan perbuatannya.

Suyanto (2012) juga mendefinisikan reward adalah

penghargaan/hadiah untuk sesuatu hal yang tercapai. Francisca (2006)

dalam Suyanto (2012) memfokuskan definisi reward sebagai hadiah

atau bonus yang diberikan karena prestasi seseorang.Reward dapat

berwujud banyak rupa.Paling sederhana berupa kata-kata seperti pujian

adalah salah satu bentuknya.Reward biasanya digunakan untuk

mengendalikan jam kerja seseorang dalam organisasi.

Artinya, dengan reward seseorang bekerja dapat dilakukan

tanpa ada kendali langsung dari pimpinan, melainkan dapat berjalan

apa adanya sesuai evaluasi kinerja sebelumnya. Selebihnya, dengan

reward seseorang dapat meningkatkan cara kerjanya tanpa harus

dikendalikan pimpinan. Hal ini juga ditegaskan Gouillart & Kelly

dalam Chandra (2016) bahwa reward yang diperoleh atau diharapkan

akan diperoleh sebagai konsekwensi dari apa yang mereka kerjakan

akan merubah perilaku manusia secara fundamental.

90
3) Punishment

Punishment adalah hukuman atas suatu hal yang tidak tercapai/

pelanggaran. Hukuman seperti apa yang harus diberikan. Setiap orang

pasti beda persepsi dan beda pendapat (Wahyuningsih, 2009) dalam

Chandra (2016).

Punishment merupakan penguatan yang negatif, tetapi

diperlukan dalam perusahaan.Punishmentyang di maksud disini adalah

tidak seperti hukuman dipenjara atau potong tangan, tetapi punishment

yang bersifat mendidik.Selain itu punishment juga merupakan alat

pendidikan regresif, artinya punishment ini digunakan sebagai alat

untuk menyadarkan karyawan kepada hal-hal yang benar.

e. Pemasaran (M5/ Mutu)

1) Definisi

Peningkatan mutu pelayanan adalah derajat memberikan

pelayanan secara efisien dan efektif sesuai dengan standar profesi,

standar pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh sesuai dengan

kebutuhan pasien, memanfaatkan teknologi tepat guna dalam hasil

penelitian dalam pengembangan pelayanan kesehatan atau

keperawatan sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal.

Pengukuran mutu pelayanan menurut Donabedian, mutu

pelayanan dapat di ukur dengan menggunakan variabel yaitu input,

proses dan output/outcome.

91
a) Input adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk

melaksanakan kegiatan seperti tenaga, dana, obat, fasilitas

perawatan, teknologi, organisasi dan informasi.

b) Proses adalah interaksi profesional antara pemberi pelayanan

dengan konsumen (pasien dan masyarakat). Setiap tindakan

medis/keperawatan harus selalu mempertimbangkan niai yang

dianut pada diri pasian. Setiap tindakan korektif dibuat dan

meminimalkan risiko terulangnya resiko atau ketidakpuasan pada

pasien lainnya. Program keselamatan pasien bertujuan untuk

meningkatkan keselamatan pasien dan meningkatkatkan mutu

pelayanan. Interaksi profesional yang lain adalah pengembangan

akreditasi dalam meningkatkan mutu rumah sakit dengan indikator

pemenuhan standar pelayanan yang di tetapkan kementerian

keseharan RI. ISO 9001:2000 adalah suatu standar internasional

untuk sistem manajemen kualitas yang bertujuan menjamin

kesesuaian dari suatu proses pelayanan terhada kebutuhan

persyarantan yang dispesifikasikan oleh pelanggan dan rumah

sakit. Interaksi profesional selalu memperhatikan asas etika

terhadap pasien, yaitu:

(1) Berbuat hal-hal yang baik (beneficence) terhadap manusia

khususnya pasien, staf klinis dan non klinis, masyarakat dan

pelanggan secara umum.

92
(2) Tidak menimbulkan kerugian (nonmaleficence) terhadap

manusia

(3) Menghormati manusia (respect for persons) menghormati hak

otonomi, martabat, kerahasiaan, berlaku jujur, terbuka,

empati.

(4) Berlaku adil (justice) dalam memberikan layanan.

c) Output/outcome adalah hasil pelayanan kesehatan atau pelayanan

keperawatan, yaitu berupa perubahan yang terjadi pada konsumen

termasuk kepuasan dari konsumen. Tanpa mengukur hasil kinerja

rumah sakit/keperawatan tidak dapat diketahui apakan input dan

proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula.

2) Upaya peningkatan mutu

Peningkatan mutu dilakukan dalam berbagai macam cara yang akan

dijelaskan sebagai berikut:

a) Mengembangkan akreditasi dalam meningkatkan mutu rumah sakit

dengan indicator pemenuhan standar pelayanan yang ditetapkan

Kementrian Kesehatan RI

b) ISO 9001:2000 yaitu suatu standar internasional untuk sistem

manajemen kualitas yang bertujuan menjamin kesesuaian proses

pelayanan terhadap kebutuhan persyaratan yang dispesifikasikan

oleh pelanggan dan rumah sakit.

93
c) Memperbarui keilmuan untuk menjamin bahwa tindakan

medis/keperawatan yang dilakukan telah didukung oleh bukti

ilmiah yang mutakhir.

d) Good corporate governance yang mengatur aspek institusional dan

aspek bisnis dalam penyelenggaraan sarana pelayanan kesehatan

dengan memperhatikan transparansi dan akuntabilitas sehingga

tercapai manajemen yang efisien dan efektif

e) Clinical governance merupakan bagian dari corporate governance,

yaitu sebuah kerangka kerja organisasi pelayanan kesehatan yang

bertanggung jawab atas peningkatan mutu secara

berkesinambungan. Tujuannya adsalah tetap menjaga standar

pelayanan yang tinggi dengan menciptakan lingkungan yang

kondusif. Clinical governance menjelaskan hal-hal penting yang

harus dilakukan oleh seorang.

f) Membangun aliansi strategis dengan rumah sakit lain baik didalam

negeri maupun diluar negeri. Kerjasama lintas sector dan lintas

fungsi harus menjadi bagian dari budaya rumah sakit seperti halnya

kerjasam tim yang baik. Budaya dikotomi pemerintah dengan

swasta harus diubah menjadi falsafah ”bauran pemerintah swasta

(Public-private mix) yang saling mengisi dan konstruktif.

g) Melakukan evaluasi terthadap strategi pembiayaan, sehingga tariff

pelayanan bisa bersaing secara global misalnya outsourcing

94
investasi, contarcting out untuk fungsi tertentu seperti clenaning

service, gizi, laundry¸perparkiran.

h) Orientasi pelayanan. Sering terjadi benturan nilai, disatu pihak

masih kuatnya nilai masyarakat secara umum bahwa rumah sakit

adalah institusio yang mengutamakan fungsi sosial. Sementara itu

dipihak lain, etos para pemodal/investor dalam dan luar negeri yang

menganggap rumah sakit adalah industri dan bisnis jasa, sehingga

orientasi mencari laba merupakan sesuatu yang abash.

i) Orientasi bisnis dapat besar dampak positifnya bila potensi negative

dapat dikendalikan. Misalnya, tindakan medis yang berlebihan dan

sebenarnya tidak bermanfaat bagi pasien menciptakan peluang

terjadinya manipulasi pasien dengan keuntungan financial bagi

pemberi pelayanan kesehatan. Perlu mekanisme pembinaan etis

yang mengimbangi dua sistem nilai yang bertentangan, yaitu antara

fungsi sosial dan fungsi bisnis.

3) Indikator penilaian mutu asuhan keperawatan

Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait

dengan struktur, proses, dan outcome sistem pelayanan RS tersebut.

Mutu asuhan pelayanan RS juga dapat di kaji dari tingkat pemanfaatan

sarana peayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan, dan tingkat efisiensi

RS. Secara umum aspek penilaian meliputi evaluasi, dokumen,

instrumen, audit (EDIA).

95
a) Aspek struktur (input)

Struktur adalah semua input untuk sistem pelayanan sebuah RS

yang meliputi M1 (tenaga), M2 (sarana prasarana), M3 (metode

asuhan keperawata), M4 (dana), M5 (pamasaran) ,dan lainnya. Ada

sebuah asumsi yang menyatakan bahwa jika struktur sistem RS

tertata dengan baik akan lebih menjamin mutu palayanan. Kualitas

struktur RS diukur dari tingkat kewajaran, kuantitas, biaya

(efisiesi), dan mutu dari masing-masing komponen struktur.

b) Proses

Proses adalah semua kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi

lain yang mengadakan interaksi secara profesional dengan pasien.

Interaksi ini diukur antara lain dalam bentuk penilaian tentang

penyakit pasien, penegakan diagnosis, rencana tindakan

pengaobatan, indikasi tindakan, penanganan penyakit dan prosedur

pengobatan.

c) Outcome

Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter perawat dan tenaga

profesi lain terhadap pasien.

(1) Indikator-indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan

meliputi :

(a) Angka infeksi nosokomial : 1-2%

(b) Angka kematian kasar :3-4%

96
(c) Kematian pasca bedah :1-2%

(d) Kematian ibu melahirkan : 1-2%

(e) Kematian bayi baru lahir : 20/1000

(f) NDR (Net Death Rate) : 2,5%

(g) ADR (Anesthesia Death Rate) : 1/5000

(h) PODR (Post-Operative Death Rate) : 1%

(i) POIR (Post-Operative Infection Rate) : 1%

(2) Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS :

(a) Biaya perunit untuk rawat jalan

(b) Jumlah penderita yang mengalami dekubitus

(c) Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur

(d) BOR: 70-85%

(e) BTO (Bed Turn Over): 5-45 hari atau 40-50 kali per satu

tempat tidur/tahun

(f) TOI (Trun Over Internal): 1-3 hati TT yang kosong

(g) LOS ( Length of stay): 7-10 hari (komplikasi, infeksi

nosokomial; gawat darurat; tingkat kontaminasi dalam

darah; tingkat kesalahan; dan kepuasan pasien)

(h) Normal tissue removal rate : 10%

(3) Indikator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien dapat

diukur dengan jumlah keluhan dari pasien/keluarganya, surat

97
pembaca di koran, surat kaleng, surat masuk dikotak saran, dan

lainnya

(4) Indikator cakupan pelanyanan sebuah RS terdiri atas:

(a) Jumlah dan persentase kunjungan rawat jalan/inap menurut

jarak RS dengan asal pasien

(b) Jumlah pelayanan pasien dan tindakan seperti jumlah

tindakan pembedahan dan jumlah kunjungan SMF spesialis;

(c) Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka

standar tersebut diatasdi bandingkan dengan standar

(indicator) nasional.jika bukan angka standar nasional,

penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan hasil

pencatatan mutu pada tahun-tahun sebelumnya di rumah

sakit yang sama, setelah di kembangkan pihak

manajemen/direksi RS yang bersangkutan dengan masing-

masing SMF dan staf lainnya yang terkait

(5) Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:

(a) Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi

(b) Pasien diberi obat salah

(c) Tidak ada obat atau alat emergensi

(d) Tidak ada oksigen

(e) Tidak ada suction (penyedot lendir)

(f) Tidak tersedia alat pemadam kebakaran

98
(g) Pemakaian obat

(h) Pemakaian air, listrik, gas, dan lain-lain

(6) Indikator keselamatan pasien, sebagaimana dilaksanakan di

SGH ( Singapore General Hospital, 2006) meliputi :

(a) Pasien jatuh disebabkan kelalaian perawat, kondisi

kesadaran pasien, beban kerja perawat, model tempat tidur,

tingkat perlukaan, dan keluhan keluarga

(b) Pasien melarikan diri atau pulang paksa, disebabkan

kurangnya kepuasan pasien, tingkat ekonomi pasien, respon

perawat terhadap pasien,dan peraturan rumah sakit

(c) Clinical incident diantaranya jumlah pasien flebitis, jumlah

pasien ulkus dekubitus, jumlah pasien pneumonia, jumlah

pasien tromboli, dan jumlah pasien edema paru karena

pemberian cairan berlebih

(d) Sharp injury meliputi bekas tusukan infus yang berkali-kali,

kurangnya terampilan perawat, dan complain pasien

(e) Medication incident, meliputi lima tidak tepat (jenis obat,

dosis, pasien, cara, waktu)

99
Tabel 2.10 Standar nasional indikator mutu pelayanan

Standar Nasional
∑ BOR 75-80%
∑ ALOS 1- 10 hari
∑ TOI (Trun Over Internal) 1- 3 hari
∑ BTO (Bed Turn Over) 5- 45 hari
∑ NDR (Net Death Rate) <2,5%
∑ GDR (Gross Death Rate) <3%
∑ ADR (Anesthesia Death Rate) 1,15000
∑ PODR (Post-Operative Death Rate) <1%
∑ POIR (Post-Operative Infection Rate) <1%
∑ NTRR (Normal Tissue Revormal Rate) <10%
∑ MDR (Maternal Death Rate) <0,25%
∑ IDR (Infant Death Rate) <2%

100

Anda mungkin juga menyukai