Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KOASISTENSI DIAGNOSA LABORATORIK

PERIODE 12 JULI – 5 AGUSTUS 2022

INFECTIOUS CORYZA (SNOT) PADA AYAM KATE

Disusun oleh:
Widyaningrum Nur Janah, S.K.H.
21/487582/KH/11075
A.2021.3

Dosen Pembimbing:
Prof.Dr.drh. Michael Haryadi Wibowo, M.P.

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2022
KAJIAN MIKROBIOLOGI

Etiologi
Infectious Coryza (Snot)
Infectious coryza (snot) merupakan suatu penyakit pernapasan pada ayam yang
disebabkan oleh bakteri dan dapat berlangsung akut sampai kronis. Secara umum snot dikenal
sebagai penyakit yang menyebabkan kematian rendah tetapi morbiditasnya tinggi. Penyakit
ini bersifat sangat infeksius dan terutama menyerang saluran pernapasan bagian atas,
terutama rongga hidung. Snot mempunyai arti ekonomi yang penting dalam industri
perunggasan sehubungan dengan peningkatan jumlah ayam yang diafkir, penurunan berat
badan, penurunan produksi telur (10% - 40%), dan peningkatan biaya pengobatan (Tabbu,
2000).
Penyakit infectious coryza disebabkan oleh bakteri Haemophilus paragallinarum yang
direklasifikasi sebagai Avibacterium paragalinarum (Markey dkk., 2013). Avibacterium
paragallinarum adalah bakteri komensal pada saluran pernafasan, bakteri ini tahan terhadap
pengawetan, tetap tidak bertahan lama di luar tubuh inang. Bakteri ini merupakan bakteri
Gram negatif dengan bentuk basil atau kokobasil yang memiliki panjang 1-3 𝜇m dan
memiliki tiga serotipe (A-B-C) dan sembilan serovar (A1-A2-A3-A4-B1-C1-C2-C3-C4).
Avibacterium paragallinarum merupakan bakteri anaerob fakultatif, non-motil, non-spora,
dan berkapsul (Ali dkk., 2013; Blackall dan Vargas, 2013). Pada uji biokemis, bakteri ini akan
menunjukkan hasil uji katalase negatif, urease negatif, indole negatif, dan mampu
memfermentasi karbohidrat seperti glukosa, laktosa, sukrosa, maltosa, manitol, dan sorbitol
(Akter dkk., 2013; Markey dkk., 2013; Wahyuni dkk., 2018).
Disamping ayam, penyakit ini juga telah ditularkan pada burung merak, ayam mutiara,
dan burung puyuh. Penularan hanya terjadi secara horizontal; ayam yang menderita infeksi
kronis atau carrier merupakan sumber utama penularan penyakit. Infectious coryza terutama
ditemukan pada saat pergantian musim atau berhubungan dengan adanya berbagai jenis
stress, misalnya akibat cuaca, lingkungan kandang, nutrisi, perlakuan vaksinasi dan penyakit
imunosupresif. Penyakit ini dapat menular secara cepat dari ayam satu ke ayam lainnya dalam
satu flok atau dari flok satu ke flok lainnya. Penularan secara langsung dapat terjadi melalui
kontak antara ayam sakit atau carrier dengan ayam lain yang peka. Penularan dapat juga
terjadi secara tidak langsung melalui kontak dengan pakan atau berbagai bahan lain,
alat/perlengkapan peternakan ataupun pekerja yang tercemar bakteri penyebab infectious
coryza (misalnya leleran tubuh/ayam sakit). Penularan melalui udara dapat juga terjadi, jika
kandang ayam letaknya berdekatan sehingga udara yang tercemar debu kotoran yang
mengandung bakteri dihirup oleh ayam yang peka. Penularan bakteri melalui burung liar
telah dilaporkan oleh beberapa ahli (Tabbu, 2000).

Penanaman dan Identifikasi Bakteri

Plat Agar Cokelat (PAC)


Agar cokelat digunakan untuk isolasi dan kultivasi Neisseria dan Haemophilus
(Avibacterium). Agar cokelat dibuat dengan mencampurkan kasein, pepton, buffer fosfat,
tepung jagung, dan hemoglobin sapi. Media ini juga mengandung suplemen yang
memperkaya kandungannya, yaitu asam amino dan asam nukleat untuk mendukung
perutumbuhan spesies Neisseria serta menyediakan faktor darah X (hemin) dan V
(nicotinamide-adenine- dinucleotide/NAD) yang dibutuhkan oleh spesies Haemophilus
(Leboffe dan Pierce, 2011).
Media agar plat umumnya di-streak untuk isolasi bakteri dan diinkubasi pada suhu
37oC dengan kondisi anaerob (5-10% CO2). Subkultur dari koloni dapat ditumbuhkan pada
media agar miring dan digunakan untuk pemeriksaan diagnostik (Leboffe dan Pierce, 2011).
Haemophilus yang diinokulasi pada PAC akan tumbuh membentuk koloni seperti tetes
embun, berbentuk bulat, mukoid halus, dan transparan (Gambar 1). Jika ditanam bersama
dengan Staphylococcus sp., akan terlihat koloni satelit (Blackall dan Vargas, 2013).

Gambar 1. Plat agar cokelat. Koloni Avibacterium paragallinarum berbentuk bulat, kecil
seperti tetes embun dan berwarna transparan (Tangkonda dkk., 2019)
Pengecatan Gram
Pengecatan Gram digunakan untuk membedakan antara bakteri Gram positif dan
Gram negatif. Pengecatan Gram merupakan metode yang penting dan banyak digunakan
sebagai pewarnaan diferensial mikrobiologis. Selain reaksi Gram, pewarnaan ini juga
memungkinkan penentuan morfologi, ukuran, dan susunan sel (Leboffe dan Pierce, 2011).
Pengecatan Gram merupakan pewarnaan diferensial dimana terdapat tahap
decolorization diantara pengaplikasian dua zat warna dasar. Terdapat banyak variasi
pengecatan Gram, tetapi pada dasarnya semua bekerja dengan prinsip yang sama. Zat warna
primer yang digunakan pada pengecatan Gram adalah crystal violet. Iodin ditambahkan
sebagai mordant untuk memperkuat pewarnaan dengan crystal violet dengan membentuk
kompleks crystal violet-iodin. Selanjutnya dilakukan tahap decolorization yang merupakan
tahap paling kritis dalam prosedur pewarnaan ini. Bakteri Gram negatif akan terdekolorisasi
oleh larutan (komposisi variabel – umumnya alkohol atau aseton) sedangkan bakteri Gram
positif tidak. Bakteri Gram negatif selanjutnya dapat terwarnai dengan safranin sebagai
counter stain. Jika pengecatan Gram berhasil, bakteri Gram positif akan berwarna ungu dan
Gram negatif berwarna merah (Leboffe dan Pierce, 2011). Avibacterium paragallinarum
merupakan bakteri Gram negatif sehingga terwarnai merah pada pengecatan Gram (Gambar
2) (Markey dkk., 2013; Swayne dkk., 2013).

Gambar 2. Hasil pengecatan Gram Avibacterium paragallinarum. Morfologi sel berbentuk


kokobasil dengan warna merah (Gram negatif) (Tangkonda dkk., 2019).

Kemampuan menahan dekolorisasi dan tidak didasarkan pada susunan dinding sel.
Bakteri Gram negatif mengandung lipid lebih banyak (karena adanya membran luar) dan
lapisan peptidoglikan yang lebih tipis dibandingkan dengan bakteri Gram positif.
Alkohol/aseton meluruhkan lipid, membuat dinding sel bakteri Gram negatif lebih berpori
dan tidak mampu memertahankan kompleks crystal violet – iodin, zat warna primer
terdekolorisasi. Lapisan peptidoglikan yang lebih tebal dan tingkat ikatan silang yang lebih
baik dapat memerangkap kompleks crystal violet – iodin dengan lebih efektif, membuat
dinding sel bakteri Gram positif lebih tahan terhadap dekolorisasi (Leboffe dan Pierce, 2011).

Uji Biokimia

a. Uji Katalase
Uji katalase digunakan untuk identifikasi organisme yang memproduksi enzim
katalase. Rantai transport elektron dari bakteri aerob dan anaerob disusun oleh molekul
yang mampu menerima dan melepaskan elektron sesuai kondisi. Dengan demikian,
molekul- molekul tersebut bergantian teroksidasi dan tereduksi, melewati rantai elektron
sampai ke final electron acceptor (FEA). Energi yang hilang oleh elektron pada sekuens
ini digunakan untuk melakukan fosforilai oksidatif (seperti menghasilkan ATP dan
ADP). Satu molekul carrier di ETC yang disebut flavoprotein dapat memotong molkeul
carrier berikutnya dalam rantai dan mentransfer elektron lansung pada oksigen. Jalur
alternatif ini menghasilkan dua toksin yang sangat kuat, yaitu hidrogen peroksida (H2O2)
dan superoksida radikal (O2). Bakteri aerob dan anaerob memproduksi enzim yang dapat
menguraikan senyawa tersebut. Super-oksida dismutase mengkatalis konversi
superoksida radikal menjadi hidrogen peroksida. Katalase mengubah hidrogen peroksida
menjadi air dan oksigen. Bakteri yang memproduksi katalase dapat dideteksi dengan
menggunakan hidrogen peroksida. Ketika hidrogen peroksida diteteskan pada biakan
dengan katalase positif, maka akan terbentuk gelembung, jika tidak terbentuk
gelembung, maka organisme tersebut bersifat katalase negatif (Gambar 3) (Leboffe dan
Pierce, 2011).

Gambar 3. Interpretasi uji katalase. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya


gelembung gas (kiri), tidak terbentuknya gelembung gas menendakan hasil
negatif (kanan) (Leboffe dan Pierce, 2011).

b. Uji Oksidase
Uji oksidase digunakan untuk identifikasi bakteri yang memproduksi enzim
respiratori cytochrome-c-oxidase. Enzim ini memiliki kemampuan yang unik, yaitu
selain mampu mengoksidasi cytochrome-c, enzim ini juga berperan untuk mengkatalis
reduksi cytochrome-c oleh chromogenic reducing agents yang disebu tetramethyl—
phenylenediamine. Chromogenic reducing agents adalah zat kimia yang memunculkan
warna ketika terjadi reaksi oksidasi (Leboffe dan Pierce, 2011).

Gambar 4. Interpretasi uji oksidase. Muncul warna biru tua pada hasil uji positif (kiri
atas), tidak ada perubahan warna pada hasil uji negatif (kanan atas) (Leboffe
dan Pierce, 2011).

Pada uji oksidase, koloni bakteri dipindahkan/ditempatkan pada kertas oksidase


dengan reagen. Perubahan warna yang terjadi beberapa detik setelah reducing agent
teroksidasi, menunjukkan bakteri memproduksi cytochrome-c-oxidase. Sedangkan tidak
adanya perubahan warna menunjukkan bakteri tidak memproduksi enzim cytochrome-c-
oxidase. Hasil positif pada uji ini ditandai dengan adanya perubahan warna kertas
menjadi biru tua dalam 20 detik (Gambar 4) (Leboffe dan Pierce, 2011).

c. Uji Indole
Uji indole digunakan untuk identifikasi bakteri yang mampu memproduksi indole
menggunakan enzim tryptophanase. Bakteri yang memproduksi tryptophanase mampu
menghidrolisis tryptophan menjadi piruvat, ammonia (dengan deaminasi), dan indole.
Hidrolisis tryptophan dapat dideteksi dengan reagen Kovacs’ (3-5 tetes setelah
diinkubasi). Reagen Kovacs’ mengandung dimethyl amino benzaldehyde (DMABA) dan
HCl dalam amyl alcohol. Ketika reagen dimasukkan ke dalam tabung, DMABA akan
bereaksi dengan indole dan membentuk quinoidal kemudian mengubah layer reagen
menjadi merah. Adanya formasi merah mengindikasikan hasil positif (bakteri
memproduksi tryptophanase). Jika tidak terbentuk warna merah, maka bakteri bersifat
indole negatif (Gambar 5) (Leboffe dan Pierce, 2011).
Gambar 5. Interpretasi uji indole. Hasil positif jika terbentuk cincin merah (kanan), hasil
negatif jika tidak terbentuk cincin merah (kiri) (Lebofe dan Pierca, 2011).

d. Uji Urease
Uji urease digunakan untuk diferensiasi organisme berdasarkan kemampuan
hidrolisis urea menggunakan enzim urease. Urea adalah produk dari dekarboksilasi asam
amino, urea dapat dihidrolisis menjadi ammonia dan karbondioksida oleh bakteri yang
mempruduksi enzim urease. Agar urea diformulasikan untuk diferensiasi rapid urease-
positive organisms dan slower urease-positive organisms. Agar urea mengandung pepton,
potassium fosfat, glukosa, dan phenol red. Pepton dan glukosa berperan sebagai sumber
nutrisi esensial bagi bakteri. Potassium fosfat adalah buffer yang digunakan untuk
menyangga alkalinisasi media dan metabolisme pepton. Phenol red akan berubah
menjadi kuning atau orange saat pH di bawah 8,4 dan merah atau pink ketika pH di atas
8,4. Hidrolisis urea menjadi ammonia oleh urease-positive organisms akan
mempengaruhi buffer pada media dan mengubah media menjadi pink. Urease-negative
organisms tidak merubah warna media atau merubahnya menjadi kuning karena produksi
asam (Gambar 6) (Leboffe dan Pierce, 2011).

Gambar 6. Interpretasi uji urease. Hasil positif jika media berwarna pink (kiri), tidak
terinokulasi jika media berwarna orange (tengah), dan hasil negatif jika
media berwarna kuning (kanan) (Leboffe dan Pierce, 2011).
e. Uji Motilitas
Uji motilitas digunakan untuk mendeteksi motilitas bakteri. Media yang
digunakan untuk uji motilitas adalah media semisolid yang didesain untuk mendeteksi
motilitas bakteri. Konsentrasi agar pada media adalah 0,4-1,5%, sehingga cukup
memberi ruang gerak bagi bakteri. Bakteri diinokulasikan dengan menggunakan ose
lurus. Motilitas diidentifikasi jika ada pertumbuhan bakteri di luar bekas tusukan
(Gambar 7).

Gambar 7. Interpretasi uji motilitas. Hasil positif jika terdapat pertumbuhan bakteri di
luar tusukan (kiri), hasil negatif jika bakteri hanya tumbuh di bekas tusukan
(kanan) (Leboffe dan Pierce, 2011).

Tetrazolium salt (TTC) terkadang ditambahkan pada media untuk memudahkan


interpretasi. TTC digunakan oleh bakteri sebagai akseptor elektron. Saat terjadi oksidasi,
TTC akan tervisualisasi colorless dan larut, ketika terjadi reduksi, TTC akan berwarna
merah dan tidak larut. Hasil positif teridentifikasi ketika warna merah (reduksi) dari TTC
terlihat di luar bekas tusukan. Hasil negatif ditandai dengan adanya warna merah hanya
pada bekas tusukan (Leboffe dan Pierce, 2011).
Media yang umum digunakan untuk uji motilitas adalah sulphur indole motility
medium (SIM medium) yang merupakan media semisolid yang diformulasikan dengan
kasein dan animal tissue sebagai sumber asam amino, campuran zat besi, dan sulfur dari
sodium tiosufat (Leboffe dan Pierce, 2011).

f. Uji Fermentasi Karbohidrat


Media yang digunakan pada uji fermentasi karbohidrat adalah kaldu yang
mengandung phenol red sebagai indikator pH yang akan mengubah warna media
menjadi kuning pada pH < 6,8, pink pada pH > 7,2, dan merah di antara kedua pH
tersebut. Karbohidrat yang paling sering digunakan adalah glukosa, laktosa, dan sukrosa.
Produksi asam pada proses fermentasi karbohidrat akan menurunkan pH dan mengubah
warna media menjadi kuning. Deaminasi dari pepton pada asam amino akan
menghasilkan ammonia yang akan menaikkan pH dan mengubah warna media menjadi
pink (Gambar 8) (Leboffe dan Pierce, 2011).
Gambar 8. Interpretasi uji fermentasi karbohidrat. Hasil positif jika media berwarna
kuning (kiri), hasil negatif jika media berwarna pink (kanan) (Leboffe dan
Pierce, 2011).

Tabel 1. Uji biokimia Avibacterium paragallinarum (Akter dkk., 2013; Markey dkk., 2013;
Wahyuni dkk., 2018)
Uji Biokimia Hasil
Katalase -
Oksidase -
Indole -
Urease -
Motilitas -
Glukosa +
Laktosa +
Sukrosa +
Maltosa +
Manitol +

Tabel 2. Uji biokimia Avibacterium paragallinarum (Backall dan Soriono, 2008)

Uji Biokimia Hasil


Katalase -
Oksidase -
Indole -
Urease -
Motilitas -
Glukosa +
Arabinosa -
Galaktosa -
Maltosa +
Manitol +
Sorbitol +
Trehalosa -
LAPORAN PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI

Riwayat Kasus

Jenis Hewan : Ayam kate, betina, 9 bulan

Pemilik : Pak Min


Alamat : Sumberejo, Tempel, Sleman

Tanggal Seksi : 11 Juli 2022


Anamnesa : Populasi ayam kate yang dipelihara pemilik berjumlah delapan ekor
dengan satu ekor pejantan dan tujuh ekor betina. satu ekor ayam
dari populasi terlihat nafsu makan menurun selama dua hari, pada
facial sinister terjadi pembengkakan semenjak tujuh hari yang lalu,
BCS tergolong sedang. Sistem pemeliharaan yang diterapkan oleh
pemilik adalah tradisional dengan sistem biosecurity yang tidak
ketat. Pakan yang diberikan adalah BR yang dicampur dengan nasi.
Ayam belum pernah diberi vaksin dan obat cacing.

Gejala Klinis : Ayam masih tampak bugar dengan BCS sedang, wajah terlihat
murung, nafsu makan menurun, facial sinister bengkak, keluar
leleran serous dari hidung dan terkadang bersin, diare dengan feses
berwarna kuning encer.

Hewan : Ayam Kate


Diagnosa : Infectious coryza (Avibacterium paragallinarum)
Sampel : Eksudat kaseus dari sinus infraorbitalis
Skema Identifikasi Avibacterium paragallinarum
Hasil

Avibacterium paragallinarum

Tabel 2. Hasil isolasi dan identifikasi Avibacterium paragallinarum


Uji
No. Keterangan
Sebelum Sesudah
1. PAC (Kultur Primer) Tumbuh 4 jenis koloni:
- Koloni dengan morfologi bulat,
seperti tetes embun dan
transparan (panah merah)
diduga Av. paragallinarum
- Koloni dengan morfologi bulat,
dengan ukuran yang lebih besar
dan berwarna putih (panah
kuning)
- Koloni dengan morfologi bulat,
berukuran besar dan berwarna
abu-abu dengan center
berwarna putih (panah hijau)
- Koloni dengan morfologi bulat
berukuran besar dan berwarna
abu-abu (panah biru)

2 Pengecatan Gram Bakteri diambil dari PAC kultur


primer yang diduga koloni Av.
paragallinarum

Morfologi sel:
Gram negatif (-) dan berbentuk
kokobasil

3. Agar Miring Cokelat Bakteri diambil dari PAC kultur


primer yang diduga koloni Av.
paragallinarum dan telah
dikonfirmasi dengan pengecatan
Gram

Bakteri tumbuh pada agar miring


coklat
4. Pengecatan Gram Morfologi sel:
Gram negatif (-) dan berbentuk
batang pendek

5. Uji Katalase Uji katalase negatif (-) ditandai


dengan tidak terbentuknya
gelembung gas yang menunjukkan
bakteri tidak memproduksi enzim
katalase

6. Uji Oksidase Uji oksidase negatif (-) ditandai


dengan tidak adanya perubahan
warna pada kertas strip oksidase
yang menunjukkan bakteri tidak
memproduksi enzim cytochrome-c-
oxidase

7. Uji Indole Uji indole negatif (-) ditandai


dengan tidak terbentuknya cincin
merah pada layer permukaan media
yang menunjukkan bakteri tidak
dapat menhasilkan indole
mengunakan enzim tryptophanase

8. Uji Urease Uji urease negatif (-) ditandai


dengan warna media kuning yang
menunjukkan bakteri tidak dapat
memproduksi enzim urease
9. Uji Motilitas Uji motilitas negatif (-) ditandai
dengan bakteri yang tumbuh hanya
pada bekas tusukan menunjukkan
bakteri tidak motil

10 Uji Fermentasi Glukosa Uji fermentasi glukosa positif (+)


ditandai dengan perubahan warna
media menjadi kuning menunjukkan
bakteri dapat memfermentasi
glukosa

11. Uji Fermentasi Laktosa Uji fermentasi laktosa positif (+)


ditandai dengan perubahan warna
media menjadi kuning menunjukkan
bakteri dapat memfermentasi laktosa

12. Uji Fermentasi Sukrosa Uji fermentasi sukrosa positif (+)


ditandai dengan perubahan warna
media menjadi kuning menunjukkan
bakteri dapat memfermentasi
sukrosa

13. Uji Fermentasi Maltosa Uji fermentasi maltosa positif (+)


ditandai dengan perubahan warna
media menjadi kuning menunjukkan
bakteri dapat memfermentasi
maltosa
14. Uji Fermentasi Manitol Uji fermentasi manitol positif (+)
ditandai dengan perubahan warna
media menjadi kuning menunjukkan
bakteri dapat memfermentasi
manitol

15. Pengecatan Gram ( Media Uji Urease) Morfologi sel:


Gram negatif (-) dan berbentuk
batang pendek
Pembahasan

Ayam dengan nomor protokol A.44 didapatkan dari salah satu peternak ayam di
daerah Sumberejo, Tempel, Sleman. Ayam tersebut merupakan ayam kate berjenis kelamin
betina dengan umur 9 bulan. Populasi ayam kate yang dipelihara pemilik berjumlah delapan
ekor dengan satu ekor pejantan dan tujuh ekor betina. satu ekor ayam dari populasi terlihat
nafsu makan menurun selama dua hari, pada facial sinister terjadi pembengkakan semenjak
tujuh hari yang lalu, BCS tergolong sedang. Sistem pemeliharaan yang diterapkan oleh
pemilik adalah tradisional dengan sistem biosecurity yang tidak ketat. Pakan yang diberikan
adalah BR yang dicampur dengan nasi. Ayam belum pernah diberi vaksin dan obat cacing.
Ayam yang diperiksa memiliki gejala klinis wajah terlihat murung, nafsu makan menurun,
facial sinister bengkak, keluar leleran serous dari hidung dan terkadang bersin, diare dengan
feses berwarna kuning encer.
Nekropsi ayam dilakukan pada hari Selasa, 12 Juli 2022 di Laboratorium Patologi
Anatomi FKH UGM. Hasil nekropsi menunjukkan perubahan pada beberapa organ antara lain
ditemukannya eksudat kaseus pada sinus infraorbitalis dan subcutan infraorbitalis, airsac
keruh dan mengandung eksudat kaseosa, serta mengalami enteritis parasitika (usus halus
terbentuk nodul dan ditemukan cacing nematoda). Perubahan makroskopis tersebut mengarah
kepada penyakit infectious coryza/snot yang disebabkan oleh Avibacterium paragallinarum.
Sinus infraorbitalis beserta eksudat kaseus kemudian diambil sebagai sampel untuk
pemeriksaan mikrobiologi.

Sampel yang digunakan untuk identifikasi Avibacterium paragallinarum adalah sinus


infraorbitalis beserta eksudat kaseusnya. Inokulasi bakteri dilakukan di plat agar cokelat
(PAC) pada tanggal 12 Juli 2022. Menurut Leboffe dan Pierce (2011), agar cokelat
menyediakan faktor darah X (hemin) dan V (nicotinamide-adenine-dinucleotide/NAD) yang
dibutuhkan oleh spesies Haemophilus (Avibacterium). Media kemudian diinkubasi selama
24-48 jam pada suhu 37oC di dalam candle jar, sesuai dengan yang disampaikan oleh Leboffe
dan Pierce (2011) bahwa Avibacterium membutuhkan kondisi anaerob (5-10% CO2) untuk
dapat tumbuh. Setelah diinkubasi, teramati adanya koloni bakteri terpisah berbentuk bulat
kecil seperti tetes embun dan berwarna transparan dengan diameter <0,3mm yang diduga
merupakan koloni bakteri Av. paragallinarum. Di sekeliling koloni yang menyerupai tetes
embun tersebut, tumbuh tiga koloni bakteri lain yang berbentuk bulat, berukuran lebih besar,
ada yang berwarna putih, abu-abu, dan abu-abu dengan center berwarna putih. Berdasarkan
morfologi koloninya, koloni yang berwarna putih tersebut diduga merupakan koloni bakteri
Staphylococcus sp. Turista dan Puspitasari (2019) melaporkan bahwa morfologi koloni
Staphylococcus sp. yang tumbuh pada plat agar darah (PAD) adalah halus, bulat, kecil,
tersebar, dan berwarna putih. Menurut Blackall dan Vargas (2013), Avibacterium yang
diinokulasi pada PAC akan tumbuh membentuk koloni seperti tetes embun, berbentuk bulat,
mukoid halus, dan transparan. Jika ditanam bersama dengan Staphylococcus sp., akan terlihat
koloni satelit. Staphylococcus sp. berperan sebagai feeder (Wahyuni dkk., 2018). Tumbuhnya
koloni Staphylococcus sp. pada PAC dapat diakibatkan karena adanya infeksi sekunder dari
Staphylococcus sp. pada saluran pernafasan ayam maupun akibat kontaminasi ketika
melakukan inokulasi. Penulis tidak melakukan replating dari kultur primer dikarenakan
keterbatasan media PAC yang dimiliki serta kesalahan penulis yang tidak memperkirakan
jauh hari saat memesan jumlah media yang dibutuhkan. Untuk memesan kembali media PAC
di luar Laboratorium Mikrobiologi FKH UGM membutuhkan waktu yang cukup lama jika
hendak melakukan replating. Sehingga penulis hanya mengandalkan dari hasil kultur primer
PAC. Hal yang seharusnya dilakukan ketika mendapati koloni lebih dari satu jenis bakteri
yaitu dengan melakukan replating pada media yang sama dan dilakukan berulang apabila
masih ditemui kontaminasi bakteri lain hingga benar-benar didapatkan bakteri murni yang
diinginkan dalam satu media tersebut. Sesuai dengan Wahyuni dkk. (2018), bahwa Koloni
dengan karakteristik morfologi koloni yang mengarah ke A. paragallinarum dikultur ulang
hingga diperoleh koloni murni. Apabila sudah memperoleh biak murni koloni yang diduga Av.
paragallinarum dalam media PAC, morfologi koloni akan terlihat seragam dan sesuai dengan
Backall dan Soriano (2008) bahwa koloni Av. paragallinarum terlihat seperti titik embun kecil
(transparan), nonhemolitik, diameter koloni hingga 0,3 mm pada media yang sesuai. Dalam
cahaya yang ditransmisikan secara miring, koloni mukoid (halus) terlihat iridescent.
Pengecatan Gram kemudian dilakukan terhadap koloni yang diduga merupakan koloni
bakteri Av. paragallinarum. Hasil pengecatan Gram teramati bakteri memiliki morfologi
kokobasil berwarna merah (Gram negatif), sesuai dengan pendapat Backall dan Soriano
(2008) bahwa morfologi sel Av. paragallinarum berupa Gram negatif dan berbentuk batang
pendek atau kokobasil. Setelah koloni bakteri terkonfirmasi memiliki morfologi sel yang
sesuai, selanjutnya dilakukan inokulasi pada agar miring cokelat untuk mendapatkan biak
murni. Hal yang dilakukan penulis kurang tepat, dikarenakan tujuan dari media agar miring
yaitu untuk menyimpan dan memperbanyak biakan murni bukan untuk mendapatkan biak
murni dari media plat agar yang masih terdiri dari lebih dari satu jenis koloni. Dikhawatirkan
koloni terpisah yang penulis ambil masih berupa biak campuran meskipun morfologi koloni
yang diduga Av. paragallinarum sudah sesuai menurut Backall dan Soriano (2008). Menurut
Leboffe dan Pierce (2011), bahwa agar miring biasanya digunakan untuk budidaya kultur
murni. Sehingga, yang seharusnya penulis lakukan adalah mengisolasi koloni biak murni dari
PAC. Langkah selanjutnya adalah agar miring cokelat diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37oC di dalam candle jar. Setelah 24 jam, teramati adanya koloni bakteri yang tumbuh pada
agar miring cokelat. Koloni bakteri tersebut kemudian diwanai dengan pengecatan Gram
untuk konfirmasi kesesuaian morfologi sel. Dari hasil pengecatan Gram, morfologi sel
teramati Gram negatif dengan bentuk kokobasil, dimana morfologi tersebut sesuai dengan
morfologi Av. paragallinarum. Setelah morfologi sel terkonfirmasi, selanjutnya pengujian
dilanjutkan dengan uji biokimia. Menurut Leboffe dan Pierce (2011), bahwa Identifikasi
membutuhkan kultur murni karena sebagian besar mikroba tidak dapat diidentifikasi hanya
berdasarkan penampilan atau kepemilikan struktur fisik yang unik. Proses identifikasi
(diagnostik) biasanya melibatkan tes biokimia dan mencatat hasilnya kemudian
dibandingkan dengan standar database hasil tes. Jika tes dilakukan pada biakan campuran,
hasilnya akan menjadi gabungan dari kedua organisme dan kemungkinan besar akan
menyebabkan kesalahan identifikasi. Seperti halnya yang diungkapkan Robert Koch bahwa
Biak murni adalah fondasi untuk semua penelitian tentang penyakit menular.
Uji biokimia yang dilakukan antara lain adalah uji katalase, uji oksidase, uji indole, uji
urease, uji motilitas, dan uji fermentasi karbohidrat (glukosa, laktosa, sukrosa, maltosa, dan
manitol). Berdasarkan hasil uji katalase yang dilakukan, teramati tidak ada gelembung gas
yang terbentuk setelah biakan bakteri ditambahkan pada H2O2. Menurut Leboffe dan Pierce
(2011), tidak terbentuknya gelembung menandakan hasil uji katalase negatif. Pada uji
oksidase, diperoleh hasil tidak ada perubahan warna pada kertas strip oksidase yang
menandakan hasil uji oksidase negatif. Leboffe dan Pierce (2011) mengatakan bahwa hasil uji
oksidase negatif ditandai dengan tidak adanya perubahan warna pada kertas oksidase. Hasil
tersebut sesuai dengan yang dilaporkan oleh Wahyuni dkk. (2018) bahwa Av. paragallinarum
bersifat katalase dan oksidase negatif.
Pengujian kemudian dilanjutkan dengan uji indole, uji urease, uji motilitas dan uji
fermentasi karbohidrat. Setelah dilakukan inokulasi, media uji diinkubasi selama 24 jam pada
suhu 37oC di dalam candle jar. Pada uji indole, didapati hasil tidak terbentuknya cincin merah
setelah penambahan reagen. Menurut Leboffe dan Pierce (2011), tidak terbentuknya cincin
merah menandakan hasil uji indole negatif. Hasil dari uji urease menunjukkan media
berwarna kuning setelah diinkubasi. Hasil tersebut menandakan bakteri bersifat urease negatif
(Leboffe dan Pierce, 2011). Pada uji motilitas, bakteri tumbuh hanya pada bekas tusukan yang
menandakan bakteri merupakan bakteri non-motil (Leboffe dan Pierce, 2011). Berdasarkan
uji fermentasi karbohidrat, diperoleh hasil semua media karbohidrat (glukosa, laktosa,
sukrosa, maltosa, dan manitol) berubah menjadi warna kuning. Menurut Leboffe dan Pierce
(2011), perubahan media menjadi kuning pada uji fermentasi karbohidrat menandakan
terbentuknya asam dari hasil fermentasi sehingga dapat disimpulkan hasil uji positif. Hasil
pengujian yang diperoleh sesuai dengan yang dilaporkan oleh Wahyuni dkk. (2018) bahwa Av.
paragallinarum bersifat indole negatif, urease negatif, non-motil dan dapat memfernentasi
laktosa, maltosa, dan manitol. Av. paragallinarum dapat memfermentasi glukosa (Markey
dkk., 2013) dan sukrosa (Akter dkk., 2013). Penelitian terdahulu oleh Blackall dkk. (1989)
melaporkan bahwa hasil uji fermentasi sukrosa Av. pargallinarum bervariasi, hasil uji dapat
positif maupun negatif. Kebingungan yang cukup besar seputar fermentasi karbohidrat pola
spesies yang bergantung pada faktor-V. Banyak variabilitas yang tercatat dalam literatur
mungkin disebabkan oleh penggunaan yang berbeda media dasar. Hasil negatif palsu
terutama terkait dengan pertumbuhan yang buruk dan juga dapat menjadi masalah yang
signifikan. Untuk identifikasi rutin, penggunaan kaldu merah fenol merupakan pendekatan
yang paling cocok untuk menentukan pola fermentasi karbohidrat (Backall dan Soriano,
2008).
Berdasarkan hasil uji biokimia yang dilakukan Backall dan Soriano (2008), bahwa
semua spesies anggota Genus Avibacterum adalah gram negatif dan nonmotil. Kemampuan
untuk mereduksi nitrat menjadi nitrit dan memfermentasi glukosa tanpa pembentukan gas
adalah umum bagi semua anggota Genus Avibacterium. Aktivitas oksidase dan kegagalan
untuk menghasilkan indol atau hidrolisis urea atau gelatin juga merupakan karakteristik yang
seragam. Berdasarkan hasil uji biokimia yang dilakukan penulis antara lain; morfologi sel
Gram negatif, uji oksidase negatif, uji indol negatif, uji urease negatif, serta uji motilitas
adalah nonmotil membuktikan bahwa bakteri yang diuji merupakan bakteri anggota genus
Avibacterium namun belum diketahui spesiesnya. Untuk memastikan jenis spesies
Avibacterium perlu dilakukan uji katalase, uji karbohidrat (arabinosa, galaktosa, maltosa,
manitol, sorbitol, dan trehalosa) dimana spesies Av. paragallinarum memperlihatkan katalase
negatif, arabinosa negatif, galaktosa negatif, maltosa positif, manitol positif, sorbitol positif,
dan trehalosa negatif. Dari keenam uji karbohidrat yang dilakukan Backall dan Soriano
(2008), penulis hanya melakukan uji maltosa dan manitol dengan hasil positif sedangkan dari
keenam uji karbohidrat tersebut yang membedakan Av. paragallinarum dengan anggota genus
lainnya yaitu berdasarkan hasil uji galaktosa dan trehalosa. Selain berdasarkan uji galaktosa
dan trehalosa, untuk membedakan Av. paragallinarum dengan anggota genus lainnya yaitu
berdasarkan hasil uji katalase dimana penulis juga melakukan uji katalase dengan hasil
negatif. Menurut Backall dan Soriano (2008), bahwa Kegagalan dari Av. paragallinarum
untuk memfermentasi galaktosa atau trehalosa dan tidak adanya reaksi katalase jelas
memisahkan organisme tersebut dari anggota genus yang lain. Dari hasil uji biokimia yang
telah dilakukan oleh penulis terhadap koloni yang diduga Av. paragallinarum sudah sesuai
dengan Backall dan Soriano (2008), namun ada beberapa uji yang seharusnya tidak penulis
lakukan yaitu uji laktosa dan sukrosa dan lebih baik apabila diganti menjadi uji galaktosa dan
trehalosa.
Setelah mendapatkan hasil uji biokimia, hal yang seharusnya dilakukan adalah
konfirmasi pengecatan Gram terhadap seluruh hasil uji biokimia tersebut. Namun penulis
hanya melakukan pengecatan Gram pada uji urease dikarenakan keterbatasan bahan
pengecatan Gram terutama alkohol dan iodin dan pada saat itu Lab. Barat Mikrobiologi FKH
UGM kehabisan stok iodin, sehingga Pengecatan Gram hanya cukup untuk satu slide saja.
Hasil dari pengecatan Gram dari media uji urease masih sesuai dengan morfologi sel Av.
paragallinarum yaitu Gram negatif dan berbentuk kokobasil.
Kesimpulan
Bakteri yang diisolasi dari eksudat kaseus sinus infraorbitalis teridentifikasi merupakan
Avibacterium paragallinarum penyebab infectious coryza (snot).

Yogyakarta, 15 Juli 2022

Mengetahui,
Dosen Pembimbing Mikrobiologi Mahasiwa Koasistensi Diagnosa
Koasistensi Diagnosa Laboratorik Laboratorik

Prof.Dr.drh. Michael Haryadi Wibowo, M.P., Widyaningrum Nur Janah, S.K.H


DAFTAR PUSTAKA

Blackall, P.J., dan Vargas, E.S. 2013. Infectious Coryza and Related Infections. Iowa:
Blackwell Publishing.

Blackall, P.J., Eaves, L.E., Rogers, D.G. 1989. Biotyping of Haemophilus paragallinarum
Isolates Using Hemagglutinin Serotyping, Carbohydrate Fermentation Patterns, and
Antimicrobial Drug Resistance Patterns. AVIAN DISEASE 33: 491-496.

Blackall, P.J. and Soriano, E.V. 2008. Infectious coryza and related bacterial. In: Infections
Disease of Poultry. 12th Edition. Blackwell Publishing. Chapter 20: 789-803.

Leboffe, M.J., dan Pierce, B.E. 2011. A Photographic Atlas for The Microbiology Laboratory
4th Edition. Englewood: Morton Publishing.

Markey, B., Leonard, F., Archambault, M., Cullinane, A., dan Maguire, D. 2013. Clinical
Veterinary Microbiology 2nd Edition. Philadelphia: Mosby Elsevier.

Swayne, D.E., Glisson, J.R., McDougald, L.R., Nolan, L.K., Suarez, D.L., dan Nair, V. 2013.
Disease of Poultry 13th Edition. USA: Blackwell Publishing.

Tabbu, C.R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya: Penyakit Bakterial, Mikal, dan
Viral Volume 1. Yogyakarta: Kanisius.

Tangkonda, E., Tabbu, C.R., dan Wahyuni, A.E.T.H. 2019. Isolasi, Identifikasi, dan
Serotyping Avibacterium paragallinarum dri Ayam Petelur Komersial yang
Menunjukkan Gejala Snot. Jurnal Sain Veteriner 37(1): 27-33.

Turista, D.D.R., dan Puspitasari, E. 2019. The Growth of Staphylococcus aureus in The Blood
Agar Plate Media of Sheep Blood and Human Blood Groups A, B, AB, and O.
Jurnal Teknologi Laboratorium 8(1): 01-07.

Wahyuni, A.E.T.H., Tabbu, C.R., Artanto, S., Ariyani, T., Prakasita, V.C. 2018.
Characterization of Avibacterium paragallinarum Caused Infectious Coryza/Snot:
Satellite Colony Phenomenon. Proc. of The 20th FAVA CONGRESS & 15th KIVNS
PDHI. Bali Nov 1- 3.2018: 119-121.

Anda mungkin juga menyukai