Disusun oleh:
Widyaningrum Nur Janah, S.K.H.
21/487582/KH/11075
A.2021.3
Dosen Pembimbing:
Prof.Dr.drh. Michael Haryadi Wibowo, M.P.
Etiologi
Infectious Coryza (Snot)
Infectious coryza (snot) merupakan suatu penyakit pernapasan pada ayam yang
disebabkan oleh bakteri dan dapat berlangsung akut sampai kronis. Secara umum snot dikenal
sebagai penyakit yang menyebabkan kematian rendah tetapi morbiditasnya tinggi. Penyakit
ini bersifat sangat infeksius dan terutama menyerang saluran pernapasan bagian atas,
terutama rongga hidung. Snot mempunyai arti ekonomi yang penting dalam industri
perunggasan sehubungan dengan peningkatan jumlah ayam yang diafkir, penurunan berat
badan, penurunan produksi telur (10% - 40%), dan peningkatan biaya pengobatan (Tabbu,
2000).
Penyakit infectious coryza disebabkan oleh bakteri Haemophilus paragallinarum yang
direklasifikasi sebagai Avibacterium paragalinarum (Markey dkk., 2013). Avibacterium
paragallinarum adalah bakteri komensal pada saluran pernafasan, bakteri ini tahan terhadap
pengawetan, tetap tidak bertahan lama di luar tubuh inang. Bakteri ini merupakan bakteri
Gram negatif dengan bentuk basil atau kokobasil yang memiliki panjang 1-3 𝜇m dan
memiliki tiga serotipe (A-B-C) dan sembilan serovar (A1-A2-A3-A4-B1-C1-C2-C3-C4).
Avibacterium paragallinarum merupakan bakteri anaerob fakultatif, non-motil, non-spora,
dan berkapsul (Ali dkk., 2013; Blackall dan Vargas, 2013). Pada uji biokemis, bakteri ini akan
menunjukkan hasil uji katalase negatif, urease negatif, indole negatif, dan mampu
memfermentasi karbohidrat seperti glukosa, laktosa, sukrosa, maltosa, manitol, dan sorbitol
(Akter dkk., 2013; Markey dkk., 2013; Wahyuni dkk., 2018).
Disamping ayam, penyakit ini juga telah ditularkan pada burung merak, ayam mutiara,
dan burung puyuh. Penularan hanya terjadi secara horizontal; ayam yang menderita infeksi
kronis atau carrier merupakan sumber utama penularan penyakit. Infectious coryza terutama
ditemukan pada saat pergantian musim atau berhubungan dengan adanya berbagai jenis
stress, misalnya akibat cuaca, lingkungan kandang, nutrisi, perlakuan vaksinasi dan penyakit
imunosupresif. Penyakit ini dapat menular secara cepat dari ayam satu ke ayam lainnya dalam
satu flok atau dari flok satu ke flok lainnya. Penularan secara langsung dapat terjadi melalui
kontak antara ayam sakit atau carrier dengan ayam lain yang peka. Penularan dapat juga
terjadi secara tidak langsung melalui kontak dengan pakan atau berbagai bahan lain,
alat/perlengkapan peternakan ataupun pekerja yang tercemar bakteri penyebab infectious
coryza (misalnya leleran tubuh/ayam sakit). Penularan melalui udara dapat juga terjadi, jika
kandang ayam letaknya berdekatan sehingga udara yang tercemar debu kotoran yang
mengandung bakteri dihirup oleh ayam yang peka. Penularan bakteri melalui burung liar
telah dilaporkan oleh beberapa ahli (Tabbu, 2000).
Gambar 1. Plat agar cokelat. Koloni Avibacterium paragallinarum berbentuk bulat, kecil
seperti tetes embun dan berwarna transparan (Tangkonda dkk., 2019)
Pengecatan Gram
Pengecatan Gram digunakan untuk membedakan antara bakteri Gram positif dan
Gram negatif. Pengecatan Gram merupakan metode yang penting dan banyak digunakan
sebagai pewarnaan diferensial mikrobiologis. Selain reaksi Gram, pewarnaan ini juga
memungkinkan penentuan morfologi, ukuran, dan susunan sel (Leboffe dan Pierce, 2011).
Pengecatan Gram merupakan pewarnaan diferensial dimana terdapat tahap
decolorization diantara pengaplikasian dua zat warna dasar. Terdapat banyak variasi
pengecatan Gram, tetapi pada dasarnya semua bekerja dengan prinsip yang sama. Zat warna
primer yang digunakan pada pengecatan Gram adalah crystal violet. Iodin ditambahkan
sebagai mordant untuk memperkuat pewarnaan dengan crystal violet dengan membentuk
kompleks crystal violet-iodin. Selanjutnya dilakukan tahap decolorization yang merupakan
tahap paling kritis dalam prosedur pewarnaan ini. Bakteri Gram negatif akan terdekolorisasi
oleh larutan (komposisi variabel – umumnya alkohol atau aseton) sedangkan bakteri Gram
positif tidak. Bakteri Gram negatif selanjutnya dapat terwarnai dengan safranin sebagai
counter stain. Jika pengecatan Gram berhasil, bakteri Gram positif akan berwarna ungu dan
Gram negatif berwarna merah (Leboffe dan Pierce, 2011). Avibacterium paragallinarum
merupakan bakteri Gram negatif sehingga terwarnai merah pada pengecatan Gram (Gambar
2) (Markey dkk., 2013; Swayne dkk., 2013).
Kemampuan menahan dekolorisasi dan tidak didasarkan pada susunan dinding sel.
Bakteri Gram negatif mengandung lipid lebih banyak (karena adanya membran luar) dan
lapisan peptidoglikan yang lebih tipis dibandingkan dengan bakteri Gram positif.
Alkohol/aseton meluruhkan lipid, membuat dinding sel bakteri Gram negatif lebih berpori
dan tidak mampu memertahankan kompleks crystal violet – iodin, zat warna primer
terdekolorisasi. Lapisan peptidoglikan yang lebih tebal dan tingkat ikatan silang yang lebih
baik dapat memerangkap kompleks crystal violet – iodin dengan lebih efektif, membuat
dinding sel bakteri Gram positif lebih tahan terhadap dekolorisasi (Leboffe dan Pierce, 2011).
Uji Biokimia
a. Uji Katalase
Uji katalase digunakan untuk identifikasi organisme yang memproduksi enzim
katalase. Rantai transport elektron dari bakteri aerob dan anaerob disusun oleh molekul
yang mampu menerima dan melepaskan elektron sesuai kondisi. Dengan demikian,
molekul- molekul tersebut bergantian teroksidasi dan tereduksi, melewati rantai elektron
sampai ke final electron acceptor (FEA). Energi yang hilang oleh elektron pada sekuens
ini digunakan untuk melakukan fosforilai oksidatif (seperti menghasilkan ATP dan
ADP). Satu molekul carrier di ETC yang disebut flavoprotein dapat memotong molkeul
carrier berikutnya dalam rantai dan mentransfer elektron lansung pada oksigen. Jalur
alternatif ini menghasilkan dua toksin yang sangat kuat, yaitu hidrogen peroksida (H2O2)
dan superoksida radikal (O2). Bakteri aerob dan anaerob memproduksi enzim yang dapat
menguraikan senyawa tersebut. Super-oksida dismutase mengkatalis konversi
superoksida radikal menjadi hidrogen peroksida. Katalase mengubah hidrogen peroksida
menjadi air dan oksigen. Bakteri yang memproduksi katalase dapat dideteksi dengan
menggunakan hidrogen peroksida. Ketika hidrogen peroksida diteteskan pada biakan
dengan katalase positif, maka akan terbentuk gelembung, jika tidak terbentuk
gelembung, maka organisme tersebut bersifat katalase negatif (Gambar 3) (Leboffe dan
Pierce, 2011).
b. Uji Oksidase
Uji oksidase digunakan untuk identifikasi bakteri yang memproduksi enzim
respiratori cytochrome-c-oxidase. Enzim ini memiliki kemampuan yang unik, yaitu
selain mampu mengoksidasi cytochrome-c, enzim ini juga berperan untuk mengkatalis
reduksi cytochrome-c oleh chromogenic reducing agents yang disebu tetramethyl—
phenylenediamine. Chromogenic reducing agents adalah zat kimia yang memunculkan
warna ketika terjadi reaksi oksidasi (Leboffe dan Pierce, 2011).
Gambar 4. Interpretasi uji oksidase. Muncul warna biru tua pada hasil uji positif (kiri
atas), tidak ada perubahan warna pada hasil uji negatif (kanan atas) (Leboffe
dan Pierce, 2011).
c. Uji Indole
Uji indole digunakan untuk identifikasi bakteri yang mampu memproduksi indole
menggunakan enzim tryptophanase. Bakteri yang memproduksi tryptophanase mampu
menghidrolisis tryptophan menjadi piruvat, ammonia (dengan deaminasi), dan indole.
Hidrolisis tryptophan dapat dideteksi dengan reagen Kovacs’ (3-5 tetes setelah
diinkubasi). Reagen Kovacs’ mengandung dimethyl amino benzaldehyde (DMABA) dan
HCl dalam amyl alcohol. Ketika reagen dimasukkan ke dalam tabung, DMABA akan
bereaksi dengan indole dan membentuk quinoidal kemudian mengubah layer reagen
menjadi merah. Adanya formasi merah mengindikasikan hasil positif (bakteri
memproduksi tryptophanase). Jika tidak terbentuk warna merah, maka bakteri bersifat
indole negatif (Gambar 5) (Leboffe dan Pierce, 2011).
Gambar 5. Interpretasi uji indole. Hasil positif jika terbentuk cincin merah (kanan), hasil
negatif jika tidak terbentuk cincin merah (kiri) (Lebofe dan Pierca, 2011).
d. Uji Urease
Uji urease digunakan untuk diferensiasi organisme berdasarkan kemampuan
hidrolisis urea menggunakan enzim urease. Urea adalah produk dari dekarboksilasi asam
amino, urea dapat dihidrolisis menjadi ammonia dan karbondioksida oleh bakteri yang
mempruduksi enzim urease. Agar urea diformulasikan untuk diferensiasi rapid urease-
positive organisms dan slower urease-positive organisms. Agar urea mengandung pepton,
potassium fosfat, glukosa, dan phenol red. Pepton dan glukosa berperan sebagai sumber
nutrisi esensial bagi bakteri. Potassium fosfat adalah buffer yang digunakan untuk
menyangga alkalinisasi media dan metabolisme pepton. Phenol red akan berubah
menjadi kuning atau orange saat pH di bawah 8,4 dan merah atau pink ketika pH di atas
8,4. Hidrolisis urea menjadi ammonia oleh urease-positive organisms akan
mempengaruhi buffer pada media dan mengubah media menjadi pink. Urease-negative
organisms tidak merubah warna media atau merubahnya menjadi kuning karena produksi
asam (Gambar 6) (Leboffe dan Pierce, 2011).
Gambar 6. Interpretasi uji urease. Hasil positif jika media berwarna pink (kiri), tidak
terinokulasi jika media berwarna orange (tengah), dan hasil negatif jika
media berwarna kuning (kanan) (Leboffe dan Pierce, 2011).
e. Uji Motilitas
Uji motilitas digunakan untuk mendeteksi motilitas bakteri. Media yang
digunakan untuk uji motilitas adalah media semisolid yang didesain untuk mendeteksi
motilitas bakteri. Konsentrasi agar pada media adalah 0,4-1,5%, sehingga cukup
memberi ruang gerak bagi bakteri. Bakteri diinokulasikan dengan menggunakan ose
lurus. Motilitas diidentifikasi jika ada pertumbuhan bakteri di luar bekas tusukan
(Gambar 7).
Gambar 7. Interpretasi uji motilitas. Hasil positif jika terdapat pertumbuhan bakteri di
luar tusukan (kiri), hasil negatif jika bakteri hanya tumbuh di bekas tusukan
(kanan) (Leboffe dan Pierce, 2011).
Tabel 1. Uji biokimia Avibacterium paragallinarum (Akter dkk., 2013; Markey dkk., 2013;
Wahyuni dkk., 2018)
Uji Biokimia Hasil
Katalase -
Oksidase -
Indole -
Urease -
Motilitas -
Glukosa +
Laktosa +
Sukrosa +
Maltosa +
Manitol +
Riwayat Kasus
Gejala Klinis : Ayam masih tampak bugar dengan BCS sedang, wajah terlihat
murung, nafsu makan menurun, facial sinister bengkak, keluar
leleran serous dari hidung dan terkadang bersin, diare dengan feses
berwarna kuning encer.
Avibacterium paragallinarum
Morfologi sel:
Gram negatif (-) dan berbentuk
kokobasil
Ayam dengan nomor protokol A.44 didapatkan dari salah satu peternak ayam di
daerah Sumberejo, Tempel, Sleman. Ayam tersebut merupakan ayam kate berjenis kelamin
betina dengan umur 9 bulan. Populasi ayam kate yang dipelihara pemilik berjumlah delapan
ekor dengan satu ekor pejantan dan tujuh ekor betina. satu ekor ayam dari populasi terlihat
nafsu makan menurun selama dua hari, pada facial sinister terjadi pembengkakan semenjak
tujuh hari yang lalu, BCS tergolong sedang. Sistem pemeliharaan yang diterapkan oleh
pemilik adalah tradisional dengan sistem biosecurity yang tidak ketat. Pakan yang diberikan
adalah BR yang dicampur dengan nasi. Ayam belum pernah diberi vaksin dan obat cacing.
Ayam yang diperiksa memiliki gejala klinis wajah terlihat murung, nafsu makan menurun,
facial sinister bengkak, keluar leleran serous dari hidung dan terkadang bersin, diare dengan
feses berwarna kuning encer.
Nekropsi ayam dilakukan pada hari Selasa, 12 Juli 2022 di Laboratorium Patologi
Anatomi FKH UGM. Hasil nekropsi menunjukkan perubahan pada beberapa organ antara lain
ditemukannya eksudat kaseus pada sinus infraorbitalis dan subcutan infraorbitalis, airsac
keruh dan mengandung eksudat kaseosa, serta mengalami enteritis parasitika (usus halus
terbentuk nodul dan ditemukan cacing nematoda). Perubahan makroskopis tersebut mengarah
kepada penyakit infectious coryza/snot yang disebabkan oleh Avibacterium paragallinarum.
Sinus infraorbitalis beserta eksudat kaseus kemudian diambil sebagai sampel untuk
pemeriksaan mikrobiologi.
Mengetahui,
Dosen Pembimbing Mikrobiologi Mahasiwa Koasistensi Diagnosa
Koasistensi Diagnosa Laboratorik Laboratorik
Blackall, P.J., dan Vargas, E.S. 2013. Infectious Coryza and Related Infections. Iowa:
Blackwell Publishing.
Blackall, P.J., Eaves, L.E., Rogers, D.G. 1989. Biotyping of Haemophilus paragallinarum
Isolates Using Hemagglutinin Serotyping, Carbohydrate Fermentation Patterns, and
Antimicrobial Drug Resistance Patterns. AVIAN DISEASE 33: 491-496.
Blackall, P.J. and Soriano, E.V. 2008. Infectious coryza and related bacterial. In: Infections
Disease of Poultry. 12th Edition. Blackwell Publishing. Chapter 20: 789-803.
Leboffe, M.J., dan Pierce, B.E. 2011. A Photographic Atlas for The Microbiology Laboratory
4th Edition. Englewood: Morton Publishing.
Markey, B., Leonard, F., Archambault, M., Cullinane, A., dan Maguire, D. 2013. Clinical
Veterinary Microbiology 2nd Edition. Philadelphia: Mosby Elsevier.
Swayne, D.E., Glisson, J.R., McDougald, L.R., Nolan, L.K., Suarez, D.L., dan Nair, V. 2013.
Disease of Poultry 13th Edition. USA: Blackwell Publishing.
Tabbu, C.R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya: Penyakit Bakterial, Mikal, dan
Viral Volume 1. Yogyakarta: Kanisius.
Tangkonda, E., Tabbu, C.R., dan Wahyuni, A.E.T.H. 2019. Isolasi, Identifikasi, dan
Serotyping Avibacterium paragallinarum dri Ayam Petelur Komersial yang
Menunjukkan Gejala Snot. Jurnal Sain Veteriner 37(1): 27-33.
Turista, D.D.R., dan Puspitasari, E. 2019. The Growth of Staphylococcus aureus in The Blood
Agar Plate Media of Sheep Blood and Human Blood Groups A, B, AB, and O.
Jurnal Teknologi Laboratorium 8(1): 01-07.
Wahyuni, A.E.T.H., Tabbu, C.R., Artanto, S., Ariyani, T., Prakasita, V.C. 2018.
Characterization of Avibacterium paragallinarum Caused Infectious Coryza/Snot:
Satellite Colony Phenomenon. Proc. of The 20th FAVA CONGRESS & 15th KIVNS
PDHI. Bali Nov 1- 3.2018: 119-121.