Anda di halaman 1dari 10

Staphylococcus aureus merupakan nama spesies yang merupakan bagian dari

genus Staphylococcus. Bakteri ini pertama kali diamati dan dibiakan oleh Pasteur dan
Koch, kemudian ditelici secara rinci oleh Ogston dan Rosenbach pada tahun 1880.
Nama genus Staphylococcus diberikan oleh Ogston karena bakteri ini pada pengamatan
mikroskopis berbentuk seperti setangkai buah anggur dan nama spesies aureus
diberikan oleh Rosenbach karena pada biakan murni, koloni bakteri ini terlihat
berwarna kuning. (Grünig, Queloz, Duò, & Sieber, 2009)
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat dengan
diameter 0,7 – 1,2 µm, tersusun dari kelompok – kelompok yang tidak teratur seperti
buah anggur, aerob dan anaerob fakultatif, tidak memiliki spora dan tidak bergerak.
Staphylococcus aureus dapat tumbuh pada suhu optimum 37oC tetapi membentuk
pigmen paling baik pada suhu kamar (20 – 25oC). Koloni ini pada media padat
berwarna abu – abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol dan
berkilau. Staphylococcus aureus mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang
berperan dalam virulensi bakteri (Rahmi, Abrar, Jamin, & Fahrimal, 2015). Menurut
(Dewi, 2013) bakteri ini berbentuk bola dengan garis tengah ± 1 µm tersusun dalam
kelompok – kelompok tidak teratur (menyerupai buah anggur), membentuk rantau (3 –
4 sel), berpasangan atau satu – satu. Koloni tumbuh dalam waktu 24 jam dengan
diameter mencpi 4 mm. Staphylococcus aureus membentuk pigmen lipochrom yang
menyebabkan kolni tampak berwarna kuning keemasan dan kuning jeruk. Pigmen
kuning tersebut membedakan dari Staphylococcus epidermidis yang menghasilkan
pigmen putih.

Gambar 1. Staphylococcus aureus dilihat dari mikroskop electron


Menurut (Dewi, 2013) S. aureus mengandung polisakarida dan protein yang
bersifat antigenic dan merupakan substansi penting didalam struktur dindin sel.
Peptidoglikan merupakan suatu polimer polisakarida yang mengandung subunit –
subunit yang bergabung yang merupakan eksoskeleton pada dinding sel. Peptidoglikan
dirusak oleh asam kuat atau lisozim. Hal tersebut penting dalam pathogenesis infeksi,
yaitu untuk merangsang pembentukan interleukin-1 (pirogen endogen) dan antibody
opsonik, menjadi penarik kimia (kemotraktan) leukosit polimorfonuklear dan aktifitas
endotoksin. Peptidoglikan dan polimer polisakarida bersama asam teikoat membentuk
dinding sel yang rigid, asam teikoat berfungsi menghubungkan peptidoglikan dan
antigen. Staphylococcus aureus menghasilkan 7 tipe enterotoksin yaitu ; A, B, C, C1,
C2, D dan E. Faktor virulensi S. aureus yang dapat menyebabkan infeksi meliputi ;
1) Protein permukaan yang mempromosikan kolonisasi dalam jaringan hospes
(protein A, adesin, hemaglutinin, glikoprotein dan fibrionectin)
2) Invasion membantu bakteri menyebar dalam jaringan (leukocidin, kinase dan
hyaluronidase)
3) Faktor permukaan yang menghalangi fagositosis (kapsul dan protein A)
4) Faktor biokimia yang meningkatkan ketahanan bakteri didalam fagosit
(karotenid dan produksi katalase)
5) Reaksi imunologis (protein A, koagulase dan clotting faktor)
6) Toksin perusak membrane (hemolysin, leukotoksin dan leukocidin)
7) Eksotoksin dalam jaringan yang menimbulkan kerusakan dan gejala penyakit
Bakteri S. aureus dapat menyebabkan terjadinya berbagai infeksi mulai dari
infeksi kulit ringan, keracunan makanan sampai dengan infeksi sistemik. Infeksi kulit
yang biasanya disebabkan oleh S. aureus yaitu impetigo, selulitis, folikulitis dan abses.
Pada infeksi yang lebih berat diantaranya pneumonia, mastitis, infeksi saluran kemih
dan endokarditis. (Rahmi et al., 2015)
Untuk menguji bakteri S. aureus dapat digunakan dari sampel tangan dengan
pengujian bakteriologi dengan serangkaian uji. Sebelum melakukan pengujian harus
disiapkan media pertumbuhan bakteri. Media selektif yang digunakan untuk
mengisolasi kelompok bakteri khusus. Media ini dilengkapi bahan kimia untuk
menghambat perumbuhan satu tipe bakteri dan menyebabkan pertumbuhan yang lain
sehingga member kemudahan untuk mengisolasi bakteri diinginkan. Media differensial
digunakan untuk membedakan kelompok mikroorganisme dari sifat morfologi dan
biokimianya. Media ini dilengkapi campuran bahan kimia, setelah diinokulasi dan
diinkubasi menghasilkan perubahan karakteristik pada penampakan pertumbuhan
bakteri dan pada media sekitar koloni yang menyebabkan berbeda (Aureus, 2015).
Adapun media tersebut yaitu Tioglikolat, BAP (blood agar plate), Katalase, MSA
(mannitol salt agar) dan Uji koagulase dengan serum kelinci dan serum manusia. Pada
proses pembuatan media harus dilakukan dengan steril hal ini bertujuan agar bakteri
yang akan diuji tumbuh pada media tersebut dengan baik dan tidak terjadinya
kontaminasi dengan bakteri lain atau jamur sehingga menghambat proses pertumbuhan
bakteri yang akan diuji.
Sampel yang digunakan adalah sampel tangan, hal ini karena bakteri
Staphylococcus aureus merupakan flora normal pada kulit, selain itu juga dapat
ditemukan pada saluran pernafasan dan sistem pencernaan makanan pada manusia.
Proses pengisolasi bakteri dimulai dari melakukan pengambilan sampel dari telapak
tangan probandus. Proses pengambilan digunakan cutten bud steril. Pertama cutten bud
dimasukan terlebih dahulu pada media triglikolat lalu cutten bud di swab pada dua
sampel telapak tangan hingga ke sela – sela jari. Setelah seluruh permukaan telapak
tangan di swab selanjutnya cutten bud dimasukan ke dalam media tioglikolat dan cutten
bud dipatahkan lalu media tioglikolat yang telah terisi sampel swab tangan diinkubasi
selama 24 jam. Media tioglikolat merupakan media untuk pembenihan bakteri, media
tioglikolat mengandung asam yang dapat mengikat oksigen sehingga tercapai suasana
anaerob dalam proses pembenihan (Aureus, 2015). Media tioglikolat dilapisi dengan
aluminium karena media tersebut sensitive terhadap cahaya. Setelah 24 jam dalam
masa inkubasi, media tioglikolat memberikan hasil positif dengan adanya perubahan
media menjadi keruh dengan adanya koloni yang tampak pada permukaan atas media.
Hal ini menunjukan bakteri jika bakteri S. aureus bersifat aerob (tumbuh pada bagian
atas) pada media tioglikolat.

Gambar 2. Media tioglikolat yang dengan sampel swab tangan


Setelah inkubasi selama 24 jam pada media tioglikolat yang menunjukkan hasil
positif dengan adanya perubahan media menjadi keruh dengan adanya koloni yang
tampak pada permukaan atas media,dilanjutkan dengan penanaman pada media BAP.
Bakteri S. aureus yang ada pada media tioglikolat diambil dengan jarum ose, lalu
bakteri ditaman pada media BAP dengan metode streak plate kemudian diinkubasi
selama 24 jam dalam suhu 37oC. Media BAP digunakan untuk membedakan
mikroorganisme bakteri berdasarkan kemampuan menghemolisa sel darah merah yang
terdapat dalam media (Darniati,dkk. 2017). Setelah inkubasi selama 24 jam, media
BAP menunjukkan hasil positif yang ditandai dengan tumbuhnya bakteri tetapi tidak
melisiskan sel darah yang ada pada media.
Uji hemolisa pada BAP juga dapat meyakinkan hasil identifikasi bakteri. β-
hemolisa dihasilkan oleh bakteri Staphylococcus aureus dan juga Streptococcus sp.
Kelompok Streptococcus yang menghasilkan β hemolisa diantaranya adalah
Streptoccus pyogenes dan Streptococcus agalactiae. Streptoccus pyogenes dan
Streptococcus agalactiae menghasilkan β hemolisa yang dicirikan dengan terlihatnya
clear zone di sekitar koloni pada media agar darah. γ hemolisa dihasilkan oleh bakteri
Staphylococcus epidermidis, γ hemolisa tidak mampu melisiskan sel darah yang
terdapat pada media BAP sehingga tidak terlihat adanya perubahan pada media.
Staphylococcus aureus menghasilkan clear zone hemolisys (Beta- hemolisys) di sekitar
koloni bakteri, sedangkan spesies lain dari kelompok Staphylococcus tidak
menghasilkan gambaran hemolisa (γ hemolisa ) pada agar darah. (Darniati,dkk. 2017)
Pertumbuhan pada media BAP hanya sedikit sekali menampilkan perbedaan
karakteristik tertentu terhadap pertumbuhan bakteri. Oleh sebab itu, setiap koloni
terpisah yang tumbuh pada media BAP selanjutnya dilakukan identifikasi lebih lanjut
dengan uji katalase . (Darniati,dkk. 2017)

Gambar 3. Media BAP positif tumbuh bakteri


Uji katalase dilakukan dengan menggunakan reagen Hidrogen Peroksida (H2O2).
Reagen tersebut diteteskan pada objek glass yang bersih. Bakteri yang tumbuh pada media
BAP diambil dengan ose, lalu dioleskan pada objek glass yang sudah berisi reagen H 2O2 .
Hasil positif ditandai dengan terbentuknya gelembung-gelembung udara.
Fungsi uji katalase pada bakteri berbentuk kokus adalah untuk membedakan antara
staphylococcus dan streptococcus, dimana kelompok staphylococcus bersifat katalase
positif. Katalase merupakan enzim yang mengkatalisa penguraian hidrogen peroksida
menjadi H2O dan O2. Hidrogen peroksida bersifat toksik terhadap sel karena bahan ini
menginaktifkan enzim dalam sel. Hidrogen peroksida terbentuk sewaktu metabolisme
aerob, sehingga mikroorganisme yang tumbuh dalam lingkungan aerob pasti menguraikan
bahan tersebut. (Amalia Krishna Dewi,2013)

Gambar 4. Uji Katalase Positif Membentuk Gelembung Udara

Setelah media BAP menunjukan hasil positif melalui uji katalase dengan adanya
gelembung, selanjutnya melakukan identifikasi pada media MSA (mannitol salt agar).
Media BAP yang sudah ditumbuhi dengan bakteri S. aureus diambil dengan jarum ose pada
media pertumbuhan bakterinya, lalu bakteri ditaman pada media MSA dengan metode
streak plate kemudian diinkubasi selama 24 jam dalam suhu 37oC. Menurut (Dewi, 2013)
Uji MSA (mannitol salt agar) merupakan media selektif dan diferensial. Uji MSA
(mannitol salt agar) yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan bakteri untuk
memfermentasikan mannitol pada bakteri Staphylococcus aureus. Media MSA
mengandung konsentrasi garam NaCl yang tinggi (7,5% - 10%) sehingga membuat media
MSA menjadi media selektif untuk bakteri Staphylococcus, karena tingkat NaCl yang
tinggi sehingga menghambat bakteri lain tumbuh (Rahmi et al., 2015). Selain itu media ini
juga memiliki indicator pH yang disebut sebagai phenol red. Jika bakteri patogen positif
mengubah indicator pH medium menjadi asam yang mengubah warna merah menjadi
kuning (Todar, 2008). Setelah 24 jam masa inkubasi media MSA menunjukan hasil negatif.
Hal ini menunjukan jika bakteri tidak menfermentasikan manitol menjadi asam sehingga
pH pada media MSA tidak berubah menjadi warna kuning. Hal ini menunjukan jika bakteri
yang tumbuh pada media MSA adalah Staphylococcus epidermidis.

Gambar 5. Media MSA Positif

Setelah media MSA menunjukkan hasil positif, dilanjutkan dengan identifikasi bakteri uji
koagulase menggunakan serum kelinci dan serum manusia. Serum manusia dan serum kelinci
dimasukkan secara aseptis ke dalam tabung reaksi steril. Sebanyak 3-4 koloni biakan
Staphylococcus ATCC yang diuji ditambahkan ke dalam tabung reaksi kemudian dicampur
hati-hati. Selanjutnya, tabung dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 37 oC. Pengamatan
dilakukan sesudah 24 jam inkubasi. Reaksi positif akan terjadi apabila terbentuk clot atau
jelly dan ketika tabung dimiringkan jelly tetap berada di dasar tabung. Setelah inkubasi,
kedua serum menunjukkan hasil positif ditandai dengan terbentuknya gumpalan dimana pada
serum kelinci lebih padat dibanding serum manusia. Pengamatan pada serum manusia dan
serum kelinci dilakukan langsung setelah inkubasi agar serum tidak mencair.
Uji koagulase bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri menghasilkan enzim
koagulase. Produksi koagulase adalah kriteria yang paling umum digunakan untuk
identifikasi sementara S. aureus . Reaksi koagulase positif sangat penting untuk membedakan
S. aureus dengan spesies staphylococcus yang lain. Koagulase merupakan protein
ekstraseluler yang dihasilkan oleh S. aureus yang dapat menggumpalkan plasma dengan
bantuan faktor yang terdapat dalam serum. Oleh karena itu peran koagulase yang dihasilkan
oleh S. aureus dapat digunakan sebagai sarana diagnostic (Amalia Krishna Dewi,2013).
Gambar 6. Serum Manusia dan Serum
Kelinci Positif Uji Koagulase

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dengan sampel swab tangan pada probandus
dengan serangkaian uji, mendapatkan hasil jika bakteri yang telah diidentifikasi adalah S.
epidermidis. Hal ini ditunjukan dengan tidak terjadinya perubahan media pada media MSA.
Aureus, S. (2015). No Title, (1).
Dewi, A. K. (2013). Isolasi , identifikasi dan uji sensitivitas staphylococcus aureus terhadap
amoxicillin dari sampel susu kambing peranakan ettawa ( PE ) penderita mastitis di wilayah
Girimulyo, Kulonprogo, Yogyakarta. Jurnal Sain Veteriner, 31(2), 138–150.
https://jurnal.ugm.ac.id/jsv/article/download/3780/3704

Grünig, C. R., Queloz, V., Duò, A., & Sieber, T. N. (2009). [ No Title ]. Mycological
Research, 113(2), 207–221.
Rahmi, Y., Abrar, M., Jamin, F., & Fahrimal, Y. (2015). Identifikasi Bakteri Staphylococcus
aureus Pada Preputium dan Vagina Kuda ( Equus caballus ). Medika Veterinaria, 9(2),
154–158.
Todar, S. (2008). Staphylococcus aureus yang Dilihat dari Mikroskop Elektron. Sumber
Todar, 2008.
Darniati,dkk. 2017.
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI GRAM POSITIF KOKUS PADA KASUS EAR
MITES KUCING DOMESTIK (Felis domesticus)
DI KECAMATAN SYIAH KUALA KOTA BANDA ACEH diakses melalui :
http://jim.unsyiah.ac.id/FKH/article/view/2674/1480
No. Nama Gambar Hasil
media Sebelum Sesudah

1. Media Pada media


tioglikolat tioglikolat
menunjukan
hasil kekeruhan
pada bagian
atas, hal ini
menunjukan
jika bakteri
aerob (berada
di bagian atas
media)

2. Media Pada media


BAP BAP
menunjukan
hasil positif
karena terdapat
bakteri yang
menghemolisis
kan darah

3. Uji Pada uji


katalase katalase
menunjukan
hasil yang
positif dengan
adanya
gelembung

4. Media Pada media


MSA MSA tidak
berubah
menjadi warna
kuning. Hal ini
menunjukan
jika bakteri
yang tumbuh
pada media
MSA adalah
Staphylococcus
epidermidis.

5. Uji Serum Serum Serum Serum Pada uji


koagulase kelinci manusia kelinci manusia koagulase
menunjukan
hasil positif
karena serum
membeku

Anda mungkin juga menyukai