Anda di halaman 1dari 12

IDENTIFIKASI RISIKO GAWAT DARURAT TERPADU PETANI BERBASIS

AGRICULTURAL NURSING

Suhari*, Mashuri, Arista Maisyaroh, Zainal Abidin,


Rizeki Dwi Fibriansari, Eko Prasetya Widianto, Anggia Astuti, Musviro, Dewi Rokhmah
D3 Keperawatan Fakultas Keperawatan UNEJ
kanghari_doktor@unej.ac.id
ABSTRACT
Introduction : Kabupaten Lumajang memiliki potensi kebencanaan dan pertanian yang dapat memicu
kegawatdaruratan sehari-hari khususnya bagi petani. Perawat memiliki peranan penting dalam
mengatasi masalah kegawatdaruratan terpadu terkait dengan pertanian. Purpose : Tujuan penelitian
ini adalah mengidentifikasi ancaman, kerentanan dan kemampuan petani dalam penanggulangan
kegawatdaruratan terpadu berbasis agricultural nursing. Method : Penelitian ini menggunakan desain
descriptive quantitative melalui identifkasi risiko kegawatdaruratan terpadu petani berbasis
agricultural nursing. Penelitian ini dilakukan di pertanian dan perkebunan di wilayah Lumajang
sebagai pilot project dimana merupakan daerah pertanian dan perkebunan unggulan di Kabupaten
Lumajang. Partisipan dalam penelitian ini petani dan pekebunan yang bersedia menjadi partisipan
yang akan dipilih secara cluster sampling sebanyak 357 responden. Result : Risiko kegawatdaruratan
terpadu petani berbasis agricultural nursing di Kabupaten Lumajang dalam kategori tinggi. Petani
tidak memiliki asuransi ketenagakerjaan menduduki kategori kerentanan sangat tinggi. Acamana
kontak dengan bahan kimia termasuk kategori keadaan gawat darurat dengan kerugian finansial besar.
Kemampuan mendapatkan penyuluhan tentang P3K saat kecelakaan masih rendah. Conclusion :
Risiko kegawatdaruratan (ancaman dan kerentanan) terpadu petani di Kabupaten Lumajang masih
tinggi dan kemampuan penanggulangan kegawatdaruratan terpadu petani berbasis agricultural
nursing masih rendah. Recomendation : Pengurangan risiko kegawatdaruratan terpadu petani
berbasis agricultural nursing sangat diperlukan dengan peningkatan kemampuan petani dan
pengurangan ancaman serta kerentanan di area pertanian.

KEYWORDS
Keywords : Ancaman, kerentanan, kemampuan, kegawatdaruratan, petani, agricultural nursing

INTRODUCTION
Mayoritas tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor informal di daerah pedesaan, khususnya sektor
pertanian. Dalam modul keperawatan kegawatdaruratan dan manajemen bencana oleh Kementerian
Kesehatan RI, 2016 menyebutkan bahwa kerentanan kegawatdaruratan meliputi kerentanan fisik,
ekonomi, sosial dan lingkungan. Dalam praktiknya ancaman ini berfokus pada promosi dan
pemulihan kesehatan, pencegahan penyakit akut dan kronis, serta perlindungan dari bahaya yang
terkait dengan pekerjaan dan lingkungan tidak terkecuali di sektor pertanian. Faktor-faktor yang
menyebabkan kegawatdaruratan pada petani ada 3 faktor yaitu manusia, sarana dan prasarana
pertanian serta alam. Risiko yang bisa ditimbulkan dari manusia meliputi kondisi fisik, kognitif dan
psikomotor. Sedangkan risiko yang ditimbulkan dari sarana prasarana adalah bahan kimia (pestisida,
pupuk, bahan-bahan kimia lain) dan non kimia (alat pertanian). Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Susanto T, dkk tahun 2016 resiko bahaya yang di hadapi di tempat kerja antara lain meliputi
kebisingan, vibrasi, radiasi panas, kurangnya pencahayaan, pemasangan alat berbahaya tanpa
menggunakan alat perlindungan diri (APD) untuk aspek keselamatan, menghirup debu dan tekena
bahan kimia berbahaya, serta ergonomik yang buruk. K3 dinilai dapat mengurangi resiko munculnya
penyakit akibat kerja (PAK).

Pendekatan perawatan kesehatan dan keselamatan kerja (PK3) berbasis agricultural nursing di
puskesmas bertujuan untuk peningkatan pelayanan kesehatan kerja untuk lebih di arahkan pada
partisipasi masyarakat. Pendekatan ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan untuk membentuk atau
mendirikan unit perawatan kesehatan primer dalam masyarakat melalui pelayanan kesehatan yang
bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif melalui pendekatan asuhan keperawatan di
komunitas dengan pendekatan pada kelompok khusus pekerja (Susanto, Purwandari, &
Wuryaningsih, 2016).

Kerangka kerja pengurangan risiko bencana diharapkan dapat menyediakan landasan teoritis dan
implementatif meminimalisasi dampak risiko di sektor pertanian dan kesehatan terhadap
kesejahteraan petani. Oleh karena itu diperlukan pengukuran risiko dan analisis risiko sebagai dasar
penentuan status risiko dan rekomendasi bantuan pemerintah kepada petani. Berdasarkan latar
belakang tersebut maka dipandang penting untuk melakukan kajian risiko ancaman, kerentanan dan
kemampuan petani dan lingkungannya dalam penanggulangan kegawatdaruratan terpadu berbasis
agricultural nursing. Hasil rumusan tersebut menjadi dasar pengembangan model pemberdayaan dan
capacity building bagi pemangku kepentingan pengurangan risiko penanggulangan gawat darurat
terpadu petani berbasis agricultural nursing.

MATERIALS AND METHODS


Metode Sampling
Penelitian ini menggunakan desain descriptive quantitative melalui identifikasi kerentanan, ancaman
dan kemampuan petani dalam risiko kegawatdaruratan terpadu berbasis agricultural nursing.
Penelitian ini dilakukan di pertanian (tanaman pangan dan holtikultura) dan perkebunan (tebu dan
kopi) di Wilayah Lumajang sebagai pilot project dikarenakan merupakan daerah pertanian dan
perkebunan unggulan di Kabupaten Lumajang. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan cluster sampling yaitu teknik penentuan sampel data dengan cara memilih daerah yang
akan diteliti. Cara yang dilakukan adalah dari 21 kecamatan yang ada di Kabupaten Lumajang dipilih
6 kecamatan dengan mempertimbangkan jumlah kelompok tani yang ada yaitu 4 kelompok pertanian
dan 2 kelompok perkebunan. Jumlah responden yang menjadi subyek penelitian ini sebanyak 357
orang.

Pengumpulan data dengan metode survei satu periode waktu tertentu dengan data cross sectional
melalui kuesioner, wawancara, dan focus group discussion. Penelitian ini telah diajukan ijin ke komisi
etik penelitian Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember Nomor 140/UN5.8/KEPK/DL/2018.

Research setting
Secara geografis Kabupaten Lumajang terletak pada 112°53' - 113°23' Bujur Timur dan 7°54' - 8°23'
Lintang Selatan. Luas wilayah keseluruhan Kabupaten Lumajang adalah 1790,90 km2. Kabupaten
Lumajang terdiri dari dataran yang subur karena diapit oleh tiga gunung berapi yaitu Gunung Semeru
(3.676 m), Gunung Bromo (2.392 m) dan Gunung Lamongan (1.668 m). Keadaan topografi
Kabupaten Lumajang dengan kemiringan : 0-15% (65% luas wilayah) merupakan daerah yang baik
untuk pertanian tanaman semusim, 15-25% (6% luas wilayah) merupakan daerah yang lebih baik
untuk pertanian tanaman perkebunan, 25-40% (11% luas wilayah) merupakan daerah yang baik untuk
pertanian tanaman perkebunan dan kehutanan dengan menggunankan prinsip konversasi, 40% keatas
(18% luas wilayah) merupakan daerah yang mutlak harus dihutankan sebagai perlindung sumberdaya
alam. Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Lumajang Tahun 2018 jumlah kelompok tani
(poktan) di Kabupaten Lumajang sejumlah 1009 kelompok dengan jumlah anggota 170.760 orang.
Kabupaten Lumajang memiliki potensi kebencanaan dan pertanian yang dapat memicu
kegawatdaruratan sehari-hari khususnya bagi petani.

Analisis data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode skoring Job Safety Analysis The Australian and
New Zaeland Standard on Risk Management (AS/NZS) (Purdy, 2009) yaitu menilai parameter risiko
kegawatdaruratan terpadu berbasis agricultural nursing. Penilaian tingkat risiko disajikan dalam tabel
1.

Tabel 1 Skoring Parameter Risiko


Persentase
Kerentanan Ancaman Kemampuan Skor Tingkat Risiko
kejadian
0-20 tidak rentan Tidak gawat dan tidak tidak mampu 1 Risiko sangat
darurat, kerugian ringan
finansial sedikit
21 -40 kerentanan Gawat tidak darurat, kurang mampu 2 Risiko ringan
rendah kerugian finansial sedang
41 - 60 kerentanan Tidak Gawat tidak cukup mampu 3 Risiko sedang
sedang darurat, kerugian
finansial sedang
61 - 80 kerentanan Gawat tidak darurat, mampu 4 Risiko tinggi
tinggi kerugian finansial besar
81-100 kerentanan Gawat darurat, kerugian sangat mampu 5 Risiko sangat
sangat tinggi finansial besar tinggi

Penilaian risiko kegawatdaruratan terpadu berbasis agricultural nursing menggunakan rumus yang
ditetapkan Kepala Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB) Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana yaitu dengan rumus :
Risiko = Kerentanan x Ancaman
Kemampuan

RESULTS
Karakteristik Responden
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa karakteristik responden lebih dari setengah 54 %) berjenis
kelamin laki-laki dan sebagian besar (65 %) pendidikan terakhir SD. Hampir seluruhnya (98%) status
pernikahan responden adalah menikah dan sebagian besar (70%) dengan status sebagai petani.

Tabel 2 Distribusi Karakteristik Responden


Frekuensi Persentase
No Karakteristik
(orang) (%)
1. Jenis kelamin Laki-laki 191 54
Perempuan 166 46
2. Pendidikan Tidak sekolah 27 7
SD 230 65
SMP 46 13
SMA 38 11
Lainnya 14 4
3. Status pernikahan Menikah 353 98
Janda 2 1
Duda 2 1
4. Status pekerjaan Petani 196 70
Buruh tani 83 30

Kerentanan
Berdasarkan tabel 3 didapatkan hasil bahwa parameter tidak memiliki asuransi ketenagakerjaan
menduduki kategori kerentanan sangat tinggi dengan skor 5 dan prosentase 97%. Kemudian diikuti
parameter tidak memiliki asuransi BPJS kesehatan menduduki kategori kerentanan tinggi dengan skor
4 dan prosentase 76%. Parameter lama bertani >10 tahun dengan kategori kerentanan tinggi dengan
skor 4 dan prosentase 65%. Parameter makan 1-3x/hari menduduki kategori kerentanan tinggi dengan
skor 4 dan prosentase 75%. Sedangkan kerentanan terendah berada pada parameter lama bekerja di
lahan pertanian 8-10 jam perhari yaitu kategori tidak rentan dengan skor 1 dan prosentase 5%.

Tabel 3 Kerentanan Petani di Kabupaten Lumajang


Jumlah Penilaian
No. Parameter
n % Skor Rating Bobot
1 Lama bekerja di lahan 8-10 jam 18 5 1 0,05 0,05
2 Lama Bekerja dalam 1 bulan 10-20
171 48 3 0,05 0,15
hari
3 Lama Bertani Petani >10 tahun 228 65 4 0,1 0,4
4 Tidak ada libur dalam sebulan 73 20 2 0,05 0,1
5 Minum Selama 1 Hari <1 liter 115 32 2 0,2 0,4
6 Makan dalam 1 hari 1-3x/hari 267 75 4 0,05 0,2
7 Berat badan <40 kg 75 21 2 0,15 0,3
8 memiliki penyakit kronis tertentu 95 27 2 0,15 0,3
9 Pengahasilan tiap panen / bulan
117 33 2 0,1 0,2
(100-500 ribu)
10 Tidak memiliki asuransi / BPJS 229 76 4 0,05 0,2
11 Tidak memiliki asuransi
339 97 5 0,05 0,25
ketenagakerjaan
NILAI TOTAL 1 2,55

Ancaman
Berdasarkan tabel 4 didapatkan hasil bahwa parameter kontak dengan bahan kimia termasuk kategori
keadaan gawat darurat dengan kerugian finansial besar memiliki skor 5 dan prosentase 95%.
Parameter yang mempunyai skor yang sama antara lain terkena alat tajam dan pernah mengalami
gagal panen dengan masing-masing prosentase 81% dan 88%. Adapun parameter dengan ancaman
terendah dengan kategori tidak gawat dan tidak darurat serta kerugian finansial sedikit. Parameter
tersebut antara lain kerusakan karena angin dengan prosentase 14% dan kesulitan irigasi di area lahan
dengan prosentase 18% yang masing-masing memiliki skor 1.

Tabel 4 Ancaman Petani di Kabupaten Lumajang


Jumlah Penilaian
No. Parameter
n % Skor Rating Bobot
1 Kerusakan karena angin 49 14 1 0,05 0,05
2 81 23 2 0,05 0,1
Kemiringan lahan 300 - 45 0
3 Kesulitan irigasi di area lahan 29 8 1 0,05 0,05
4 Tanaman diserang Hama 222 64 4 0,05 0,2
5 Hama serangga yang sering 132 41 3 0,05 0,15
menyerang
6 Terkena gigitan binatang 153 43 3 0,1 0,3
7 Kontak lansung dengan bahan 338 95 5 0,25 1,25
kimia
8 Seminggu sekali kontak dengan 149 44 3 0,1 0,3
bahan kimia
9 Jenis bahan kimia yang paling 175 57 3 0,05 0,15
tinggi kontak insektisida
10 Terkena alat tajam 228 81 5 0,05 0,25
11 Terkena alsinta 117 36 2 0,05 0,1
12 Pernah jatuh 121 36 2 0,05 0,1
13 Tertusuk benda tajam 116 28 2 0,05 0,1
14 Pernah mengalami gagal panen 316 88 5 0,05 0,25
NILAI TOTAL 1 3,35
Kemampuan
Berdasarkan tabel 5 memiliki kriteria terbaik dimulai dari parameter menyemprot sesuai prosedur
dengan skore 5 artinya memiliki kemampuan sangat mampu, berbanding dengan parameter
menggunakan sabun saat cuci tangan dengan skore 2 artinya memiliki kemampuan kurang mampu,
parameter mendapat penyuluhan tentang paparan pestisida dengan skore 2 artinya memiliki
kompetensi kurang mampu, parameter mendapatkan penyuluhan apd dengan skore 2 artinya memiliki
kemampuan kurang mampu, parameter mengikat bagian tubuh yang terkena gigitan binatang dengan
skore 1 artinya memiliki kompetensi tidak mampu, parameter mendapat penyuluhan tentang P3K saat
kecelakaan di pertanian dengan skore 1 artinya memiliki kemampuan tidak mampu, parameter
mendapatkan penyuluhan saat terkena gigitan binatang dengan skore 1 artinya memiliki kemampuan
tidak mampu.

Tabel 5 Kemampuan Petani di Kabupaten Lumajang


Jumlah Penilaian
No. Parameter
n % Skor Rating Bobot
1 Mengenal bahaya label 139 41 3 0,04 0,12
2 Menggunakan APD saat bekerja 164 49 3 0,1 0,3
3 Melakukan cuci tangan setalah 256 76 4 0,04 0,16
Kontak bahan kimia
4 Menggunakan sabun saat cuci 77 28 2 0,1 0,2
tangan
5 Menyemprot sesuai prosedur 334 98 5 0,07 0,35
6 gudang/ tempat khusus untuk 149 42 3 0,05 0,15
Menyimpan bahan kimia
7 Mencuci saat terkena bahan kimia 194 48 3 0,04 0,12
dalam jumlah berlebih
8 Menutup luka saat tekena benda 211 50 3 0,04 0,12
tajam
9 Mengikat bagian tubuh yang 66 16 1 0,04 0,04
terkena gigitan binatang
10 Mendapat penyuluhan tentang 94 27 2 0,12 0,24
paparan pestisida
11 Mendapat penyuluhan tentang P3K 44 12 1 0,12 0,12
saat kecelaan di pertanian
12 pendapatkan penyuluhan saat 53 15 1 0,12 0,12
Terkena gigitan binatang
13 Mendapatkan penyuluhan APD 83 23 2 0,12 0,24
NILAI TOTAL 1 2,28

Risiko Kegawatdaruratan

Risiko = Kerentanan x Ancaman


Kemampuan

Risiko = 2,55 X 3,35 = 3,746 = 4


2,28

Berdasarkan rumus perhitungan pada risiko tersebut didapatkan nilai risiko sebesar 4 yang berarti :
berisiko tinggi, Dimana para petani memiliki risiko tinggi terjadi kegawat daruratan terpadu berbasis
agricultural nursing utamanya kontak langsung dengan bahan kimia (95%) dan jenis bahan kimia
yang paling tinggi kontak adalah insektisida (57%), dengan frekuensi kontak seminggu sekali (44%),
dan lama bertani >10 tahun (65%) serta lama bekerja dalam 1 bulan 10 – 20 hari (48%), lama bekerja
di lahan 8-10 jam (5%) dan tidak ada libur dalam sebulan (20%).
DISCUSSION
Kerentanan
Asuransi ketenagakerjaan dan asuransi kesehatan merupakan hal penting yang seharusnya dimiliki
oleh petani. Menurut Markkanen (2004), jaminan keselamatan dan kesehatan dapat membuat para
tenaga kerja merasa nyaman dan aman dalam melakukan suatu pekerjaan, sehingga dapat
memperkecil atau bahkan mewujudkan kondisi nihil kecelakaan dan penyakit kerja. Namun hasil
penelitian menunjukkan petani di Kabupaten Lumajang hampir seluruhnya tidak memiliki asuransi
ketenagakerjaan dan kesehatan. Hal ini menyebabkan resiko terjadinya ancaman kesehatan dan
kecelakaan kerja semakin tinggi bagi para petani. Para petani perlu untuk ikut memanfaatkan
perlindungan dari BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan, baik untuk program
jaminan sosial ketenagakerjaan berupa Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) maupun Program Jaminan
Kematian (JKM). Dengan bergabung dengan BPJS Ketenagakerjaan ini, para petani akan
mendapatkan perlindungan dari BPJS Ketenagakerjaan. Semua risiko kecelakaan kerja yang akan
dialami petani dalam bekerja dan kematian akan menjadi tanggung jawab BPJS Ketenagakerjaan.

Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang dalam melakukan proses kerjanya terdapat dampak
positif dan negatif. Dampak negatif dikarenakan tenaga kerja selalu berinteraksi dengan pekerjaannya
dan lingkungan kerja yang banyak mengandung hazard. Keselamatan kerja merupakan suatu keadaan
terhindar dari bahaya saat melakukan kerja. Menurut Suma’mur (1987), keselamatan kerja adalah
keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya,
tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja menyangkut
semua proses produksi dan distribusi baik barang maupun jasa. Keselamatan kerja sangat bergantung
pada jenis, bentuk, dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan.

Hal yang mempengaruhi tingginya kecelakaan kerja di negara berkembang (termasuk Indonesia)
adalah perspektif masyarakat terhadap pentingnya menjaga kesehatan dan keselamatan kerja. Di
negara maju, kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja sangat tinggi,
hal ini diakibatkan oleh adanya perangkat sistem dan hukum yang memadai dan diterapkan hukum
secara tegas. Pemerintah Indonesia telah berupaya membuat perangkat hukum keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) yang cukup lengkap, namun perangkat hukum yang spesifik pada bidang
pertanian kurang memadai. Kondisi ini diperparah dengan lemahnya penegakan hukum dan rendahnya
kesadaran, perilaku dan sikap untuk menerapkan budaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
(Topobroto HS, 2002).

Akibat lainnya adalah penyakit yang ditimbulkan akibat bekerja juga semakin meningkat sehingga
dapat menimbulkan kerugian bagi pekerja. Penyakit kerja adalah kondisi abnormal atau penyakit yang
disebabkan oleh kerentanan terhadap faktor lingkungan yang terkait dengan pekerjaan. Hal ini
meliputi penyakit akut dan kronis yang disebakan oleh pernafasan, penyerapan, pencernaan, atau
kontak langsung dengan bahan kimia beracun atau pengantar yang berbahaya (Kurniasih, 2013).
Dilihat dari data bahwa sebagian petani memiliki penyakit kronis, dan jumlah asupan minum yang
kurang dari satu liter perhari menyebabkan resiko penyakit akibat kerja semakin tinggi dapat terjadi
pada petani.

Kondisi lama kerja ini juga berkaitan dengan posisi kerja yang dalam hal ini dilakukan oleh petani
yaitu kebanyakan dari mereka bekerja dengan posisi jongkok yang mengakibatkan pemindahan titik
tumpu ke bagian punggung bawah sehingga biasanya timbul keluhan nyeri pada bagian tersebut
(Sylviyani, 2013). Masa kerja merupakan akumulasi aktivitas kerja seseorang yang dilakukan dalam
jangka waktu panjang yang apabila aktivitas tersebut dilakukan terus-menerus dalam jangka waktu
bertahun-tahun dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Seseorang yang bekerja lebih dari 5 tahun
akan meningkatkan risiko terjadinya low back pain dibandingkan dengan pekerja dengan masa kerja
kurang dari 5 tahun (Susanto, 2016).

Ancaman
Petani merupakan salah satu pekerja di sektor informal yang perlu diperhatikan kesehatan dan
keselamatan kerjanya. Salah satu masalah kesehatan yang sering dijumpai pada petani adalah
penggunaan pestisida yang sangat berisiko sehingga berbahaya (Kaligis, Pinontoan, & Kawatu, 2015).
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa parameter kontak dengan bahan kimia memiliki skor
tertinggi pada petani di Kabupaten Lumajang. Menurut Sulatri, 2012 bahan kimia tersebut adalah
pestisida yang digunakan untuk membunuh hama tanaman. Apabila tidak tepat dalam penggunaannya,
bisa menyebabkan keracunan.

Faktor lain yang memicu terjadinya kecelakaan di bidang pertanian adalah terbatasnya waktu yang
tersedia untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang diakibatkan oleh batasan iklim. Hal ini
mengakibatkan terburu-burunya pekerja di dalam menyelesaikan pekerjaan, yang berujung pada
ketidakacuhan terhadap keselamatan dirinya (Haerani, 2010). Hal ini sesuai berdasarkan tabel 1 pada
parameter terkena alsinta memiliki skor 2 dengan presentase 36% , pernah jatuh memiliki skor 2
dengan presentase 36%, dan tertusuk benda tajam memiliki skor 2 dengan presentase 28%. Dari ketiga
hal tersebut memiliki tingkat skor sama yaitu berada pada rentang kerugian finansial sedang, namun
hal ini dapat memperburuk keselamatan petani jika tidak ditangani secara tepat karena mengingat lama
bekerja petani di lahan memerlukan eksistensi yang cukup dalam hal keselamatan yang menunjang
dalam menyelesaikan pekerjaan di lahan pertanian.

Organofosfat masih merupakan insektisida yang paling banyak digunakan di Amerika Serikat dan
dunia, tetapi insektisida nabati dan pengatur tumbuh serangga menjadi jauh lebih banyak digunakan,
karena toksisitasnya yang lebih rendah. Juga termasuk dalam kategori ini adalah organochlorines
(seperti DDT), karbamat, dan repellants serangga (DEET dan p-dichlorobenzene). Teori tersebut
mengacu pada parameter jenis bahan kimia yang paling tinggi kontak insektisida memiliki skor 3
dengan presentase 57%. Adanya pemakaian pestisida jenis insektisida ini menunjukkan tingkat
ancaman yang cukup dalam kegiatan pertanian dengan angka kerugian finansial sedang, pemakaian
jenis pestisida ini dapat memicu ancaman terpaparnya dampak pestisida untuk petani yang dapat
menimbulkan keracunan ataupun timbulnya masalah kronis pada kesehatan petani tersebut.

Pada tabel diatas juga memaparkan terkait dengan parameter ancaman dari kemiringan lahan 300 - 45
0
, yang memiliki skor 2 dengan presentase 23% sedangkan menurut Arsyad tahun 2010 menjelaskan
sifat topografi yang mempengaruhi aliran permukaan dan erosi adalah kemiringan lereng dan panjang
lereng. Unsur lain yang juga mungkin dapat berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman, dan arah
lereng. Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Semakin curam lereng maka akan
memperbesar jumlah aliran permukaan, kecepatan aliran permukaan dan energi angkut aliran
permukaan. Semakin miring lereng, maka jumlah butir-butir tanah yang terpercik ke bagian bawah
lereng oleh tumbukan butir-butir air hujan akan semakin banyak. Kemiringan lahan 30 0 - 45 0 dapat
memicu terjadinya erosi yang memunculkan berbagai resiko ancaman lain seperti resiko terjatuhnya
petani akibat tekstur tanah dan ketinggian yang tidak terarah karena tekstur tanah yang tidak seragam.

Insiden gigitan binatang bervariasi di seluruh dunia. Gigitan cenderung terjadi pada bulan-bulan
musim panas karena orang-orang berinteraksi dengan hewan atau keluar di pedesaan. Gigitan mungkin
menjadi tunggal atau banyak dan mungkin mempengaruhi bagian tubuh lain. Luka mungkin menjadi
terkontaminasi dengan agen menular dari air liur dan bagian lain seperti itu sebagai gigi atau kotoran
(Lessenger, 2006). Pada tabel diatas terdapat parameter ancaman terkena gigitan binatang dengan skor
3 dan presentase 43%. Terkena gigitan binatang ini diperlukan penatalaksanaan yang tepat guna
menghindari dampak yang lebih meluas.

Kemampuan
Untuk mempertinggi tingkat kemampuan teknologi pengurangan pestisida, diperlukan pengkajian
terhadap perilaku petani serta faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menggunakan
pestisida. Faktor persepsi petani terhadap risiko, persepsi terhadap ketahanan kultivar, persepsi
terhadap harga dan keampuhan pestisida, pengetahuan petani, penyuluhan serta pengendalian OPT
mempengaruhi keputusan petani dalam menggunakan pestisida.

Indikator kemampuan petani salah satunya dengan mengetahui tingkat pengetahuan. Penggunaan
pestisida oleh petani semakin hari semakin meningkat, namun tidak diimbangi dengan pengetahuan
petani tentang dampak pestisida. Pengetahuan yang kurang baik akan berpengaruh pada perilaku atau
praktik petani ketika bekerja (Yuantari et al., 2013). Masyarakat petani masih banyak yang belum
sadar akan bahaya yang dapat ditimbulkan akibat dari penggunaan pestisida, mereka masih
mengganggap remeh apabila terjadi trauma ataupun penyakit akibat dampak pestisida. Kemampuan
petani memahami dampak negativ pestisida sebagai arah kebijakan penggunaan pestisida. Penggunaan
pestisida yang tidak bijaksana dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, salah satunya ialah
keracunan

Kemampuan petani sebagai penolong perlu melakukan dekontaminasi sebagai upaya untuk
pencegahan dan mengamankan lingkungan. Dekontaminasi dasar dengan cara membuka pakaian
korban, melepaskan perhiasan dan peralatan korban, menjauhkan barang berbahaya dari korban.
Cairan irigasi berupa air normal untuk bahan berbahaya yang mudah larut dalam air. Tindakan
dekontaminasi dasar sebagai upaya penolong untuk mengamankan lingkungan dan diri penolong
kemudian melanjutkan memberikan rangkaian pertolongan medis. Rangkaian pertolongan medis
memungkinkan paparan penolong dengan lingkungan sehingga diharapkan penolong tidak menjadi
korban berikutnya (Widianto, 2018).

Gigitan binatang termasuk dalam kategori racun yang masuk kedalam tubuh melalui suntikan. Gigitan
binatang bisa menyebabkan nyeri hebat dan bisa menyebabkan pembengkakan, gigitan binatang
walaupun tidak selalu membahayakan jiwa dapat menimbulkan reaksi alergi yang hebat dan bahkan
dapat berakibat fatal (Suyanti, 2018). Seseorang yang dikatakan dapat memiliki pengetahuan baik
apabila seorang tahu, memahami, juga sudah bisa mengaplikasi, menganalisis, dan apabila sudah
mencapai tingkatan/ tahapan sintetis dan evaluasi (Notoatmodjo, 2007).

Kemampuan petani mengenai pengetahuan tentang gigitan binatang perlu ditingkatkan. Petani yang
berpengetahuan dan pendidikan tinggi otomatis mengetahui seperti apa penanganan awal gigitan
binatang yang berbisa seperti jangan panik, cuci luka gigitan, balut dengan kain, segera datang ke
pelayanan kesehatan setempat. Pada penelitian ini pendidikan mempunyai hubungan dengan
penanganan awal gigitan binatang karena orang yang mempunyai pendidikan tinggi otomatis
mempunyai pengetahuan yang tinggi pula, sedangkan orang yang mempunyai pendidikan rendah
otomatis membunyai pengetahuan yang cukup rendah kecuali, pengetahuan itu didapatkan melalui
media masa, penyuluhan kesehatan dan lain-lainnya. Sehingga orang yang berpendidikan tinggi akan
mengetahui bagaimana cara penanganan awal gigitan binatang yang tidak membahayakan jiwa, dan
mencegah penyebaran bisa gigitan binatang tersebut (Suryati, Ida .et al. 2018).

Tingkat pengendalian risiko menurut (Puspitasari, 2010) dan (Murdiyono, 2016) yang sesuai untuk
meningkatkan kemampuan petani dengan cara eliminasi dapat didefinisikan sebagai upaya
menghilangkan bahaya. Melibatkan pemikiran yang lebih mendalam bagaimana membuat lokasi kerja
yang memodifikasi peralatan, melakukan kombinasi kegiatan, perubahan prosedur, dan mengurangi
frekuansi dalam melakukan kegiatan berbahaya.

Risiko Kegawatdaruratan
Lama kerJa adalah lama seseorang petani bekerja setiap harinya dalam setiap jam dan beberapa hari
dalam seminggu dalam satuan hari, sehingga semakin lama jam kerja petani dalam sehari maka akan
semakin banyak pula jumlah pestisida yang diterima oleh tubuh petani tersebut, dan akan terakumulasi
dalam beberapa hari kerja selama seminggu maka akan semakin terakumulasi dalam kurun waktu
yang semakin lama (Ferning, 2004). WHO mensyaratkan lama bekerja di tempat kerja yang berisiko
keracunan pestisida, yaitu 5 jam per hari atau 30 jam per minggu.

Penelitian ini sejalan dengan Kaligis (2015) menyatakan bahwa kebiasaan menyemprot dengan
frekuensi lebih dari 2 kali dalam seminggu berisiko 4,727 dan 2,3 kali dibandingkan dengan frekuensi
kurang dari 2 kali dalam seminggu. Hasil penelitiaian Mariani (2005) menunjukkan bahwa istirahat
minimal satu minggu dapat menaikkan aktivitas kholinesterase dalam darah pada petani penyemprot.
Selain itu dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pajanan pestisida berpengaruh negatif
terhadap fungsi tiroid. Dengan demikian para petani di kabupaten Lumajang memiliki kerentanan dan
ancaman terhadap bahaya kontak dengan pestisida terutama insektisida tinggi, oleh karena itu
sebaiknya para petani diberikan kemampuan dalam membangun sebuah mainset terkait dengan
dampak secara langsung maupun tidak langsung akibat paparan bahan kimia berupa pestisida tersebut.
Sebab para petani selama ini menganggap efek samping kontak dengan pestisida hanya sebatas yang
biasa dirasakan secara langsung seperti gatal-gatal pada kulit, mata panas dan berair saja, tidak berfikir
terhadap dampak jangka panjangnya.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa para petani berisiko tinggi terjadi kegawat
daruratan terpadu berbasis agricultural nursing karena rentan terhadap penyakit kronik tertentu (27%),
makan dalam 1 hari 1-3 x/hari (75%), minum selama 1 hari < 1 liter (32%), berat badan < 40 kg (21%)
dan beberapa petani lainnya juga terancam penyakit akut karena terkena alat tajam (81%), terkena
gigitan binatang (43%), terkena alsinta (36%), pernah jatuh (36%), dan tertusuk benda tajam (28%).
Menurut (Baksh, et al., 2015) dalam (Rosanti & Andarini, 2017), kegiatan informal memiliki elemen
yang sama dengan kegiatan formal yaitu terdapat tenaga kerja, alat dan lingkungan kerja yang saling
berinteraksi. Jika interaksi tersebut berjalan tidak sesuai dengan standar maka dapat mengakibatkan
terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakan Akibat Kerja (KAK). Penggunaan mesin-
mesin dan alat-alat berat seperti traktor, mesin pemanen, alat tanam dan sebagainya di sektor pertanian
merupakan sumber bahaya yang dapat mengakibatkan cedera dan kecelakaan kerja fatal. Selain itu
penggunaan alat dan mesin pertanian yang didesain untuk melaksanakan beberapa pekerjaan
sekaligus, mengakibatkan dituntutnya operator untuk memiliki tingkat keterampilan dan konsentrasi
yang tinggi yang dapat mengakibatkan kelelahan yang berujung pada kecelakaan (Haerani, 2010).
Kecelakaan yang sering terjadi adalah terkena sabit dan cangkul, petani biasanya cukup mengobati
dengan obat dan peralatan seadanya namun jika kejadian parah, petani langsung datang ke puskesmas
terdekat (Rosanti & Andarini, 2017)

CONCLUSIONS
Petani di Kabupaten Lumajang hampir seluruhnya tidak memiliki asuransi ketenagakerjaan dan
kesehatan. Hal ini menyebabkan resiko terjadinya ancaman kesehatan dan kecelakaan kerja semakin
tinggi bagi para petani. Penggunaan mesin -mesin dan alat-alat berat seperti traktor, mesin permanen,
alat tanam dan sebagainya di sektor pertanian merupakan sumber bahaya yang dapat mengakibatkan
cidera dan kecelakaan kerja yang fatal. Selain itu, penggunaan pestisida dapat menyebabkan
keracunan atau penyakit yang serius, serta debu binatang dan tumbuhan yang mengakibatkan alergi
dan penyakit pernafasan. Tingkat pengetahuan petani yang kurang tepat dalam menggunakan pestisida
sebaiknya mulai diperbaiki.

Dengan demikian para petani di kabupaten Lumajang memiliki kerentanan dan ancaman terhadap
bahaya kontak dengan pestisida terutama insektisida tinggi, oleh karena itu sebaiknya para petani
diberikan kemampuan dalam membangun sebuah mainset terkait dengan dampak secara langsung
maupun tidak langsung akibat paparan bahan kimia berupa pestisida tersebut. Sebab para petani
selama ini menganggap efek samping kontak dengan pestisida hanya sebatas yang biasa dirasakan
secara langsung seperti gatal-gatal pada kulit, mata panas dan berair saja, tidak berfikir terhadap
dampak jangka panjangnya. Para petani berisiko tinggi terjadi kegawat daruratan terpadu berbasis
agricultural nursing karena rentan terhadap penyakit kronik tertentu (27%), makan dalam 1 hari 1-3
x/hari (75%), minum selama 1 hari < 1 liter (32%), berat badan < 40 kg (21%) dan beberapa petani
lainnya juga terancam penyakit akut karena terkena alat tajam (81%), terkena gigitan binatang (43%),
terkena alsinta (36%), pernah jatuh (36%), dan tertusuk benda tajam (28%). Risiko kegawatdaruratan
terpadu berbasis agricultural nursing di Kabupaten Lumajang masih tinggi.

CONFLICT OF INTEREST
Penelti menyatakan bahwa tidak ada conflict of interest dalam penelitian ini.
ACKNOWLEDGEMENT
Terimakasih kepada Dinas Pertanian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang, Gabungan
Kelompok Tani (Gapoktan) dan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Kabupaten Lumajang, Universitas
Jember melalui LP2M dan pihak-pihak terkait.

REFERENCES
Ameriana, M. 2008. Perilaku Petani Sayuran dalam Menggunakan Pestisida Kimia. Jurnal
Hortikultura. 18(1):95-106.
Arsyad, M and Yoshio Kawamura. Reducing Poverty of Cocoa Smallholders in Indonesia: Is
Agricultural Economic Activity Still the Pioneer. Economics and Finance in Indonesia 2010
Vol. 58 (2), Page 217 – 238.
Djojosumarto, Panut. 2008. Pestisida & Aplikasinya. Tangerang: PT Agromedia Pustaka
Fatejarum, A., & Susianti. 2018. Hubungan Postur Kerja dan Repetisi terhadap Kejadian
Muskuloskeletal pada Petani . Junal Afromedicine Volume 5 Nomor 1 Juni 2018 , 518.
Fleming, Mary J. 2004. Agricultural Health : A New Field Of Occupational Health Nursing. Haerani.
2010. Penerapan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Bidang Pertanian Di Indonesia. Jurnal
MKMI, Vol 6 No. 3 Juli 2010 , hal 180-184.
Harrington., Gill, F.S., 2005. Buku Saku Kesehatan Kerja,ed.3, Jakarta:EGC.
Kaligis, Pinontoan & Kawatu. 2015. Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Masa Kerja Dengan
Penggunaan Alat Pelindung Diri Petani Saat Penyemprotan Pestisida Di Kelurahan Rurukan
Kecamatan Tomohon Timur. Manado: Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sam Ratulangi Manado.
Kaligis, J. N., Pinontoan, O., & Kawatu, P. A. 2015. Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Masa Kerja
dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri Petani saat Penyemprotan Pestisida di Kelurahan
Rurukan Kecamatan Tomohon Timur.
Kementerian Pertanian RI. 2011. Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida. Jakarta: Direktorat
Pupuk dan Pestisida.
Kesavachandran, C.N., S.K. Rastogi, N. Mathur,M.K.J. Siddiqui and friends. Health Status Among
Pesticide Applicators at a Mango Plantation in India.Journal of Pesticide Safety Education.
2006; Vol.8th.
Khamdani, F. 2009. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap dengan Pemakaian Alat Pelindung Diri
Pestisida Semprot pada Petani di Desa Angkatan Kidul Pati. Skripsi. . Semarang: Universitas
Negeri Semarang.
Kurniadi, D., & Maywita, E. 2018. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kesehatan
Akibat Paparan Pestisida pada Petani Holtikultura di Desa Siulak Deras Mudik Kabupaten
Kerinci. Vol. VII Jilid II No.80 Februari 2018 , 13.
Kurniasih, S. A., Setiani, O., & Nugrahaeni, S. A. 2013. Faktor-faktor yang Terkait Paparan Pestisida
dan Hubungannya dengan Kejadian Anemia pada Petani Holtikultura di Desa Gombong
Kecamatan Belik Kabupaten Pemalang Jawa Tengan. Jurnal Kesehatan Lingkungan
Indonesia Vol. 12 No. 2/Oktober 2013 , 132-136.
KementerianPertanian. 2011. Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida. Direktorat Jenderal
Prasarana dan Sarana Pertanian. Direktorat Pupuk dan Pestisida.
Lessenger, JE. 2006. Agricultural Medicine. a Practical Guide. USA: Springer. American Association
Of Occupational Health Nurses Journal. ISSN 2165 0799. 52(9):391-6.
Markkanen, P. K. 2004. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Indonesia (Health and Work Safety in
Indonesia). Manila, Philippines: Iternational Labour Organization, Subregional office for
South-East Asia and the Pacific.
Novisan. 2002. Kiat mengatasi Permasalahan Praktis Petunjuk Pemakaian Pestisida, Argomedia
Pustaka, Jakarta, 2002
Notoatmodjo Soedkidjo, 2007. Pendidikan dan perilaku kesehatan. PT Rineke Cipta . Jakarta
Oakley, K. 2008. Occupational Health Nursing. New. York: John.
Silviyani, V., Susanto, T., & Asmaningrum, N. 2013. Hubungan Posisi Bekerja Petani Lansia dengan
Resiko Terjadinya Nyeri Punggung. Jember : Universitas Jember (UNEJ).
Pawitra, AS. 2011. Pemakaian Pestisida Kimia terhadap Kadar Enzim Cholinesterase dan Residu
Pestisida dalam Tanah. Skripsi Universtas Airlangga.
Purdy, Grant 2010. ISO 31000:2009—Setting a New Standard for Risk Management.
https://doi.org/10.1111/j.1539-6924.2010.01442.x
Rachmani S. Hubungan Lama Kerja dan Posisi Kerja dengan Kejadian Low Back Pain (LBP) Pada
Pengrajin Batik Tulis Di Kemiling Bandar Lampung: Skripsi. Bandar Lampung: Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung; 2014.
Prijanto, T. B., Nurjazuli, & Sulistiyani. 2009. Analisis Faktor Risiko Keracunan Pestisida
Organofosfat pada Keluarga Petani Holtikultura di Kecamatan Ngablak Kabupaten Malang.
Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 8 No. 2 Oktober 2009 , 73-78.
Puspitasari, N. 2010. Hazard Identifikasi dan Risk Assesment dalam Upaya Mengurangi Tingkat
Risiko di Bagian Produksi PT. Bina Guna Kimia Ungaran Semarang.
Rosanti, E., & Andarini, Y. D. 2017. Program Pendampingan Pembentukan Pos Upaya Kesehatan
Kerja (UKK) pada Petani di Desa Demangan Ponorogo. (JPM) Jurnal Pemberdayaan
Masyarakat Vol. 2 No. 2 2017 , 105.
Schuler, Randall S. dan Susan E. Jackson. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia: Menghadapi
Abad Ke-21. Jakarta: Erlangga
Staur, S., Wantiya, & R. H. 2016. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Metode Demonstrasi terhadap
Tingkat Pengetahuan dan Motivasi Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Petani Desa
Wringin Telu Kecamatan PugerKabupaten Jember. e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.4 (no.1),
Januari, 2016 , 97.
Suhartono, & Darmanto. 2010. Keracunan Pestisida dan Hipertiroidisme pada Wanita Usia Subur di
Daerah Pertanian. Jurnal Kesehatan Lingkungan , 218.
Sularti. Muhlisin, A. 2012. Hubungan tingkat pengetahuan bahaya pestisida dan kebiasaan pemakaian
alat pelindung diri dilihat dari munculnya tanda gejala keracunan pada kelompok tani di
Karanganyar. Hal. 154-164. [online]. https://publikasiilmiah.ums.ac.id
Suma’mur PK. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Cetakan Pertama. CV. Jakarta: Haji
Mas Agung. 1987; Vol (1) Hlm 1.
Sunarti, Euis, Hadi Sumaarno, Murdiyanto dan Adi Hadianto. 2009. Indikator Kerentanan Keluarga
Petani dan Nelayan untuk Pengurangan Risiko Bencana di Sektor Pertanian.
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/53266.
Susanto, T., Purwandar, R. i., & Wuryaningsih, E. W. 2016. Model Kesehatan Keselamatan Kerja
Berbasis Agricultural Nursing : Studi Analisis Masalah Kesehatan Petani. Jurnal Ners Vol. 11
No. 1 April 2016, 45-50.
Suryati, Ida. Yuliano, Aldo. Bundo, Puti. 2018. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap
Masyarakat Dengan Penanganan Awal Gigitan Binatang. Prosiding Seminar Kesehatan
Perintis E-ISSN : 2622-2256 Vol. 1 No. 1 Tahun 2018.
Thygerson. 2009 . Buku Ajar Pertolongan Pertama. Penerbit Erlangga Dicetak Oleh PT Gelora
Aksara Pratama.
Topobroto HS. Kebijakan dan Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia. Jakarta: ILO;
2002.
Widianto, Eko P. 2018. Penatalaksanaan Pra-Rumah Sakit Pada Kasus Kegawatdaruratan Di
Area Pertanian : A Literature Review. Makalah Seminar Prodi D3 Keperawatan Unej
Kampus Lumajang
Yuantari, M. C., Widiarnako, B., & Sunoko, H. R. 2013. Tingkat Pengetahuan Petani dalam
Menggunakan Pestisida (Studi Kasus di Desa Curut Kecamatan Penawangan Kabupaten
Grobogan). ISBN 978-602-17001-1-2, 42.
Yuantari, Maria G Catur, Budi Widiarnako, dan Henna Ryasunoko. 2015. Analisis Risiko Pajanan
Pestisida terhadap Kesehatan Petani. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 10 (2) 2015. Hal 239-
245.
Yuantari, C.,Widiarnako, B., Sunoko, H.R., 2013. Tingkat pengetahuan petani dalam menggunakan
pestisida: Studi kasus di Desa Curut Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan.
(Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013. ISBN
978-602-17001-1-2), http://eprints.undip.ac.id.

Anda mungkin juga menyukai