Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, besaran masalah gizi pada
balita di Indonesia yaitu 19,6% gizi kurang, diantaranya 5,7% gizi buruk; gizi lebih 11,9%,
stunting (pendek) 37,2%. Proporsi gemuk menurut kelompok umur, terdapat angka tertinggi
baik pada balita perempuan dan laki-laki pada periode umur 0-5 bulan dan 6-11 bulan
dibandingkan kelompok umur lain. Hal ini menunjukkan bahwa sampai saat ini masih banyak
masyarakat khususnya ibu balita yang mempunyai persepsitidak benar terhadap balita
gemuk. Data masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) berdasarkan hasil survei
nasional tahun 2003 sebesar 11,1% dan menurut hasil Riskesdas 2013, anemia pada ibu
hamil sebesar 37,1%. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menyebutkan tujuan perbaikan gizi adalah untuk meningkatkan mutu gizi perorangan dan
masyarakat. Mutu gizi akan tercapai antara lain melalui penyediaan pelayanan kesehatan
yang bermutu dan profesional di semua institusi pelayanan kesehatan. Salah satu pelayanan
kesehatan yang penting adalah pelayanan gizi di Puskesmas, baik pada Puskesmas Rawat
Inap maupun pada Puskesmas Non Rawat Inap. Pendekatan pelayanan gizi dilakukan
melalui kegiatan spesifik dan sensitif, sehingga peran program dan sektor terkait harus
berjalan sinergis. Pembinaan tenaga kesehatan/tenaga gizi Puskesmas dalam
pemberdayaan masyarakat menjadi hal sangat penting.
Puskesmas merupakan penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan tingkat
pertama. Untuk menjangkau seluruh wilayah kerjanya, Puskesmas diperkuat dengan
Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, dan Upaya Kesehatanan Berbasis Masyarakat
(UKBM) yang disebut sebagai Puskesmas dan jejaringnya. Sedangkan untuk daerah yang
jauh dari sarana pelayanan rujukan, didirikan Puskesmas Rawat Inap. Menurut data dari
Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan per Desember tahun 2011 jumlah
Puskesmas di seluruh Indonesia adalah 9.321 unit,diantaranya 3.025 unit Puskesmas Rawat
Inap, dan selebihnya yaitu 6.296 unit Puskesmas Non Rawat Inap. Puskesmas dan
jejaringnya harus membina Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat.
Pelayanan gizi di Puskesmas terdiri dari kegiatan pelayanan gizi di dalam gedung
dandi luar gedung. Pelayanan gizi di dalam gedung umumnya bersifat individual, dapat
berupa pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Kegiatan di dalam gedung juga
meliputi perencanaan program pelayanan gizi yang akan dilakukan di luar gedung.
Sedangkan pelayanan gizi di luar gedung umumnya pelayanan gizi pada kelompok dan
masyarakat dalam bentuk promotif dan preventif. Dalam pelaksanaan pelayanan gizi di
Puskesmas, diperlukan pelayanan yang bermutu, sehingga dapat menghasilkan status gizi
yang optimal dan mempercepat proses penyembuhan pasien. Pelayanan gizi yang bermutu
dapat diwujudkan apabila tersedia acuan untuk melaksanakan pelayanan gizi yang bermutu
sesuai dengan 4 pilar dalam Pedoman Gizi Seimbang (PGS).
B. Tujuan Pedoman
Tersedianya pedoman dalam melaksanakan pelayanan gizi di Puskesmas Gending
dan jejaringnya

C. Sasaran
Sasaran Pedoman Program Gizi Puskesmas Gending meliputi :

1. Sasaran primer yakni individu, masyarakat


2. Sasaran sekunder yakni tokoh masyarakat
3. Sasaran tersier yakni stake holder ( pengambil kebijakan )

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang dibahas dalam buku pedoman ini adalah Penyelenggaraan
Pelayanan gizi di dalam maupun luar gedung di Puskesmas Gending
.
E. Batasan Operasional
Jenis konseling gizi yang dapat dilaksanakan di Puskesmas antara lain konseling gizi
terkait penyakit dan faktor risikonya, konseling ASI, konseling Pemberian Makan Bayi dan
Anak (PMBA), konseling faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM) dan konseling bagi
jemaah haji.
1. Asuhan Gizi adalah serangkaian kegiatan yang terorganisir/terstruktur untuk
identifikasi kebutuhan gizi dan penyediaan asuhan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut.
2. Dietetik adalah integrasi, aplikasi, dan komunikasi dari prinsip-prinsip keilmuan
makanan, gizi, sosial, bisnis, dan keilmuan dasar untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi yang optimal secara individual melalui pengembangan,
penyediaan dan pengelolaan pelayanan gizi dan makanan di berbagai
area/lingkungan/latar belakang praktek pelayanan.
3. Edukasi Gizi/Pendidikan Gizi adalah serangkaian kegiatan penyampaian pesan-pesan
gizi dan kesehatan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk menanamkan dan
meningkatkan pengertian, sikap serta perilaku positif pasien/klien dan lingkungannya
terhadap upaya perbaikan gizi dan kesehatan.Penyuluhan gizi ditujukan untuk
kelompok atau golongan masyarakat masal dan target yang diharapkan adalah
pemahaman perilaku aspek kesehatan dalam kehidupan sehari-hari
4. Food model adalah bahan makanan atau makanan contoh yang terbuat dari bahan
sintetis atau asli yang diawetkan, dengan ukuran dan satuan tertentu sesuai dengan
kebutuhan yang digunakan untuk konseling gizi kepada pasien rawat inap maupun
pengunjung rawat jalan.
5. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan
untukmenyelenggarakan upaya kesehatan
6. Gizi Klinik adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang hubungan antaramakanan dan
kesehatan tubuh manusia termasuk mempelajari zat-zat gizi dan bagaimana dicerna,
diserap, digunakan, dimetabolisme, disimpan dan dikeluarkan dari tubuh
7. Kegiatan Spesifik adalah tindakan atau kegiatan yang dalam perencanaannya
ditujukan khusus untuk kelompok 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).Kegiatan ini
pada umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan seperti imunisasi,PMT Ibu Hamil dan
balita, monitoring pertumbuhan balita di Posyandu, suplemen Tablet Tambah Darah
(TTD), promosi ASI Ekslusif, MP-ASI, dsb.Kegiatan spesifik bersifat jangka pendek,
hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek (Pedoman Perencanaan Program
Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalam Rangka 1000 HPK).
8. Kegiatan Sensitif adalah berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan.
Sasarannya dalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1000 HPK. Namun apabila
direncanakan secara khusus dan terpadu dengan kegiatan spesifik dampaknya
sensitive terhadap proses keselamatan proses pertumbuhan dan perkembangan 1000
HPK
9. Konseling Gizi adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi dua arah
yang dilaksanakan oleh tenaga gizi puskesmas untuk menanamkan dan
meningkatkan pengertian, sikap, dan perilaku pasien dalam mengenali dan mengatasi
masalah gizi sehingga pasien dapat memutuskan apa yang akan dilakukannya.
10. Mutu Pelayanan Gizi adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
pelayanan gizi sesuai dengan standar dan memuaskan, baik kualitas dari petugas
maupun sarana serta prasarana untuk kepentingan pasien/klien
11. Nutrisionis adalah seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang
secara penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan kegiatan teknis fungsional di
bidang pelayanan gizi, makanan dan dietetik, baik di masyarakat maupun Puskesmas
dan unit pelaksana kesehatan lainnya, berpendidikan dasar Akademi Gizi/Diploma III
Gizi.
12. Nutrisionist Registered (NR) adalah tenaga gizi Sarjana Terapan Gizi dan Sarjana Gizi
yang telah lulus uji kompetensi dan teregistrasi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
13. Pasien/Klien, adalah pengunjung Puskesmas/tenaga kesehatan, baik rawat
inap/rawat jalan
yang memerlukan pelayanan baik pelayanan kesehatan dan atau gizi.
14. Pasien Berisiko Malnutrisi adalah pasien dengan status gizi gizi buruk, gizi kurang,
atau gizi
lebih, mengalami penurunan asupan makan, penurunan berat badan, dll.
15. Pasien Kondisi Khusus adalah pasien ibu hamil, ibu menyusui, lansia, pasien dengan
Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti diabetes mellitus, hipertensi, hiperlipidemia,
penyakit ginjal, dll
16. Pelayanan Gizi adalah upaya memperbaiki gizi, makanan, dietetik pada masyarakat
kelompok, individu atau klien yang merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi
pengumpulan, pengolahan, analisis, simpulan, anjuran, implementasi dan evaluasi
gizi, makanan dan dietetik dalam rangka mencapai status kesehatan optimal dalam
kondisi sehat
atau sakit diselenggarakan baik di dalam dan di luar gedung
17. Pelayanan Gizi Di Puskesmas adalah kegiatan pelayanan gizi mulai dari upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia Program KIA

Kegiatan Kualifikasi SDM Realisasi

UKM GIZI DIII GIZI DIII GIZI


UKP GIZI DIII GIZI DIII GIZI

B. Distribusi Ketenagaan
Penanggung jawab program KIA dan latar belakang profesinya adalah sebagai berikut:

Kegiatan Petugas Profesi


UKM GIZI Setyo Adi Wicaksono Gizi
UKP GIZI Firda Suci Rachmawati Gizi

C. Jadwal Kegiatan
1. UKM

TAHUN 2022
NO KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pelaporan Bulan
1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Timbang
2 Distribusi Vitamin A   √           √     √  
Pendampingan
3 Pemantauan             √ √       √
Pertumbuhan
4 PMT Bumil KEK             √ √ √      
5 PMT Balita Kurus             √ √ √      
6 Pembinaan KP ASI             √          
Penyuluhan
7 Pemberian Makanan             √        
Bayi dan Anak
Pertemuan Lintas
Program/Lintas
sektor terkait
8 √ √ √
pemantauan
pertumbuhan

2. UKP

Kegiatan Waktu
Konseling Gizi 07.30-12.00 (Hari Rabu)

BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah ruangan
B. Standar Fasilitas

Kegiatan Sarana Prasarana

Pelayanan Gizi Luar Gedung (UKM) Leaflet, Lembar balik, Materi Materi
Penyuluhan

Pelayanan Gizi Dalam Gedung (UKP) Meja, Kursi, Alat tulis Buku Register, Buku
Pencatatan Kegiatan, Tmbangan Dewasa,
dan Bayi, Microtoice/ Pengukur tinggi badan,
Leaflet, alat peraga/ Food Model
buku panduan : penuntun diet,
pedoman pelayanan anak gizi buruk, tata
laksana
balita gizi buruk

Pelayanan Gizi Dalam Gedung (UKP Rawat Peralatan besar


Inap) a. tungku / kompor
b. Lemari pendingin
c. Ketel nasi
d. Rak
e. Panci besar
f. Bak cuci
g. Penggorengan
h. Meja persiapan
i. Kereta dorong
j. Kukusan
k. Timbangan 2 kg
l. Meja kerja
m. Lemari penyimpan makanan
2 Peralatan kecil:
Pisau dapur, piring buah datar, sendok sayur
k. piring kue, parutan, cangkir bertutup, sodet
Tutup dan tatakan gelas pembuka botol /
kaleng dandang/alat kukus, sendok dan
garpu, panci
piring makan, saringan kelapa, gelas minum
q. Penggorengan, mangkuk sayur, wajan
datar
peralatan kebersihan dan pencucian
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN GIZI

A. Lingkup Kegiatan
1. Kegiatan Pelayanan Gizi di Luar Gedung
Secara utuh kegiatan pelayanan gizi di luar gedung tidaksepenuhnya dilakukan hanya di
luar gedung, melainkan tahap perencanaan dilakukan di dalam gedung. Kegiatan pelayanan
gizi di luar gedung ditekankan ke arah promotif dan preventif serta sasarannya adalah
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas. Beberapa kegiatan pelayanan gizi di luar gedung
dalam rangkaupaya perbaikan gizi yang dilaksanakan oleh Puskesmas antara lain:

 Edukasi Gizi/Pendidikan Gizi


a Tujuan edukasi gizi adalah untuk mengubah pengetahuan, sikap, dan perilaku
masyarakat mengacu pada Pedoman Gizi Seimbang (PGS) dan sesuai dengan
risiko/masalah gizi.
b Sasarannya adalah kelompok dan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas.
c Lokasi edukasi gizi antara lain: Posyandu, Pusling, InstitusiPendidikan, Kegiatan
Keagamaan, Kelas Ibu, Kelas Balita, Upaya Kesehatan Kerja (UKK), dll.
d Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam edukasi gizi disesuaikan dengan situasi dan
kondisi
serta berkoordinasi dengan tim penyuluh di Puskesmas misalnya tenaga promosi
kesehatan, antara lain:

 Pengelolaan Pemantauan Pertumbuhan di Posyandu


a Tujuan kegiatan ini adalah untuk memantau status gizi Balita menggunakan KMS
(Kartu Menuju Sehat) atau Buku KIA.
b Sasaran kegiatan ini adalah kader Posyandu
c Lokasi pelaksanaan kegiatan ini di Posyandu
d Fungsi tenaga gizi puskesmas antara lain:Memberikan pembinaan kepada kader
posyandu agar mampu melakukan
pemantauan pertumbuhan di Posyandu.
 Membina kader dalam menyiapkan SKDN dan pelaporan
 Menyusun laporan pelaksanaan pemantauanpertumbuhan di wilayah kerja
Puskesmas
 Memberikan konfirmasi terhadap hasil pemantauan pertumbuhan.

 Pengelolaan Pemberian Kapsul Vitamin A


a Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan keberhasilan kegiatan pemberian
vitamin A melalui pembinaan mulai dariperencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan
sehingga kegiatan pencegahan kekurangan vitamin Adapat berjalan dengan baik
b Sasaran: kegiatan ini antara lain bayi, balita, dan ibu nifas
c Lokasi pelaksanaan kegiatan ini di Posyandu
d Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam pengelolaan manajemenpemberian vitamin A
antara lain:
 Merencanakan kebutuhan vitamin A untuk bayi 6-11bulan, anak usia 12-59
bulan,
dan ibu nifas setiap tahun.

 Memantau kegiatan pemberian vitamin A di wilayah kerjaPuskesmas yang


dilakukan oleh tenaga kesehatan lain.
 Menyusun laporan pelaksanaan distribusi vitamin A diwilayah kerja Puskesmas.

 Pengelolaan Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) untuk Ibu Hamil dan Ibu
Nifas
a Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan keberhasilan pemberian TTD untuk
kelompok masyarakat yang rawan menderita anemia gizi besi yaitu Ibu Hamil melalui
pembinaan mulai dari perencanaan, pelaksanaan,dan pemantauan sehingga kegiatan
pencegahan anemia gizi besi.
b Sasaran kegiatan ini adalah Ibu hamil dan ibu nifas
c Lokasi: di tempat praktek bidan, Posyandu.
d Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam pengelolaan manajemenpemberian
TTD antara lain:
 Merencanakan kebutuhan TTD untuk kelompok sasaranselama satu tahun.
 Memantau kegiatan pemberian TTD oleh bidan di wilayahkerja puskesmas.
 Menyusun laporan pelaksanaan distribusi TTD di wilayahkerja Puskesmas.
 Ketentuan dalam pemberian TTD untuk Ibu hamil dan ibu nifas:

 Edukasi Dalam Rangka Pencegahan Anemia pada Remaja Putri dan WUS
a Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan keberhasilan program pencegahan anemia
gizi besi pada kelompok sasaran
b Sasaran kegiatan ini adalah Remaja putri, WUS
c Lokasi pelaksanaan kegiatan ini di UKS (Usaha Kesehatan Sekolah).
d Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam pengelolaan manajemen pemberian TTD kadar
Hb Normal

 Pengelolaan Pemberian MP-ASI dan PMT-Pemulihan


a MP-ASI
MP-ASI Bufferstock adalah MP-ASI pabrikan yang disiapkanoleh Kementerian
Kesehatan RI dalam rangka pencegahan danpenanggulangan gizi terutama di daerah
rawan gizi/keadaan darurat/bencana. MP-ASI Bufferstock didistribusikan
secarabertingkat. Tenaga gizi puskesmas akan mendistribusikankepada masyarakat.
Sasaran MP-ASI Buffer Stok: balita 6-24bulan yang terkena bencana
MP-ASI Lokal adalah MP-ASI yang dibuat dari makanan lokalsetempat dalam rangka
untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan tenaga kesehatan. MP- ASI lokal
dapatdialokasikan dari dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK),dana Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) atau dana lain sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Sasaran MP-ASI lokal: balita gizi kurang 6-24 bulan. Tugas tenaga gizi
puskesmas dalam hal ini
b. PMT Pemulihan
 Sasaran: balita gizi kurang, balita pasca perawatan giziburuk, ibu hamil KEK (Kurang
Energi Kronik).
 PMT Pemulihan untuk balita gizi kurang adalah makananringan padat gizi dengan
kandungan 350--400 kalori energidan 10--15 gram protein.
 PMT bumil KEK Bufferstock diberikan dalam bentukmakanan padat gizi dengan
kandungan 500 kalori energidan 15 gram protein.
 Lama pemberian PMT Pemulihan untuk balita dan IbuHamil KEK adalah 90 hari
makan anak (HMA) dan 90 harimakan bumil (HMB).
 Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam manajemenpemberian MP-ASI dan PMT Bumil
KEK antara lain:
a) Merencanakan kebutuhan MP-ASI dan PMT BumilKEK untuk sasaran selama satu
tahun.
b) Memantau kegiatan pemberian MP-ASI dan PMTBumil KEK, di wilayah kerja
Puskesmas.
c) Menyusun laporan pelaksanaan distribusi MP-ASI danPMT Bumil KEK wilayah kerja
Puskesmas.

 Surveilence Gizi
Kegiatan surveilans gizi meliputi kegiatan pengumpulan dan pengolahan data yang
dilakukan secara terus menenus, penyajian serta diseminasi informasi bagi Kepala
Puskesmas serta Lintas Program dan Lintas Sektor terkait di tingkat kecamatan. Informasi
dari kegiatan surveilans gizi dimanfaatkan untuk melakukan tindakan segera maupun untuk
perencanaan program jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Sebagai acuan
bagi petugas gizi puskesmas dalam melakukan surveilans gizi bisa menggunakan buku
Surveilans Gizi,Kementerian Kesehatan RI, 2014.
a. Tujuan:
a) Tersedianya informasi berkala dan terus menerustentang besaran masalah gizi dan
perkembangan di masyarakat.
b) Tersedianya informasi yang dapat digunakan untuk mengetahui penyebab masalah
gizi dan faktor-faktor terkait
c) Tersedianya informasi kecenderungan masalah gizi di suatu daerah
d) Menyediakan informasi intervensi yang paling tepat untukdilakukan (bentuk, sasaran, dan
tempat)
b. Lingkup data surveilans gizi antara lain:
1) Data status gizi
2) Data konsumsi makanan
3) Data cakupan program gizi
c. Sasaran: bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, WUS, ibuhamil, ibu menyusui, pekerja
serta lansia.
d. Dalam pelaksanaan surveilans gizi, tenaga gizi puskesmasberkoordinasi dengan tenaga
surveilans di Puskesmas dengan fungsi antara lain:
1) Merencanakan surveilans mulai dari lokasi, metode/caramelakukan, dan penggunanaan
data
2) Melakukan surveilans gizi meliputi mengumpulkan data,mengolah data, menganalisa data,
melaksanakan diseminasi informasi
3) Membina kader posyandu dalam pencatatan danpelaporan kegiatan gizi di posyandu
4) Melaksanakan intervensi gizi yang tepat
5) Membuat laporan surveilans gizi
e. Contoh Kegiatan dalam Survilans Gizi antara lain:
1) Pemantauan Status Gizi (PSG)
a) Tujuan : mengetahui status gizi masyarakat sebagai bahan perencanaan
b) Sasaran : disesuaikan dengan kebutuhan setempat (bayi, balita, anak usia sekolah,
remaja, WUS, ibu hamil, ibu menyusui, pekerja serta lansia.)
2) Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
a) Tujuan:
(1)Tersedianya informasi secara terus menerus, cepat, tepat dan akurat sebagai dasar
penentuan tindakan dalam upaya untuk pencegahan dan penanggulangan masalah gizi
(2)Memantau situasi pangan dan gizi antar desa/kelurahandalam 1 kecamatan
b) Sasaran: Lintas program dan lintas sektor di tingkat kecamatan di wilayah kerja
Puskesmas.
3) Sistem Kewaspadaan Dini - Kejadian Luar Biasa/SKD-KLBGizi Buruk
1) Tujuan: mengantisipasi kejadian luar biasa gizi bburuk disuatu wilayah pada kurun waktu
tertentu
2) Sasaran: balita dan keluarganya, posyandu
4) Pemantauan Konsumsi Garam beriodium di rumah tangga
a) Tujuan :
memperoleh gambaran berkala tentang cakupan konsumsi garam beriodium yang memenuhi
syarat dimasyarakat. Dilaksananakan setiap satu tahun sekali.
b) Sasaran : rumah tangga

2. Pelayanan Gizi di Dalam Gedung


Kegiatan pelayanan gizi di dalam gedung terdiri dari upaya promotif,preventif, dan
kuratif serta
rehabilitatif baik rawat jalan maupun rawatinap yang dilakukan di dalam puskesmas.
Kegiatan pelayanan gizi di dalam gedung terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu pelayanan gizi rawat
jalan dan pelayanan gizi rawat inap.

 Pelayanan Gizi Rawat Jalan


Pelayanan gizi rawat jalan merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi:
a. Pengkajian gizi
b.Penentuan diagnosis gizi
c. Intervensi gizi
d. Monitoring dan evaluasi asuhan gizi
Tahapan pelayanan gizi rawat jalan diawali dengan skrining/penapisan gizi oleh tenaga
kesehatan di Puskesmas untuk menetapkan pasien berisiko masalah gizi. Apabila tenaga
kesehatanmenemukan pasien berisiko masalah gizi maka pasien akan dirujuk untuk
memperoleh asuhan gizi, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Pengkajian Gizi
Tujuan: mengidentifikasi masalah gizi dan faktor penyebab melalui pengumpulan,
verifikasi dan interpretasi data secarasistematis. Kategori data pengkajian gizi meliputi:
(a) Data Antropometri
Pengukuran Antropometri dapat dilakukan dengan berbagaicara meliputi pengukuran Tinggi
Badan (TB)/Panjang Badan(PB) dan Berat Badan (BB), Lingkar Lengan Atas (LiLA), Lingkar
Kepala, Lingkar Perut, Rasio Lingkar Pinggang Pinggul (RLPP), dll
(b) Data Pemeriksaan Fisik/Klinis
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan klinis yang berhubungan
dengan gangguan gizi. Pemeriksaan fisik meliputi tanda-tanda klinis kekurangan gizi atau
kelebihan gizi seperti rambut, otot, kulit, baggy pants,penumpukan lemak dibagian tubuh
tertentu, dll.
(c) Data Riwayat Gizi
Ada dua macam pengkajian data riwayat gizi pasien yang umum digunakan yaitu secara
pengkajian riwayat gizi kualitatif dan kuantitatif:
(1) Pengkajian riwayat gizi secara kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran
kebiasaan makan/polamakan sehari berdasarkan frekuensi konsumsi makanan.
(2) Pengkajian gizi secara kuantitatif dilakukan untukmendapatkan gambaran asupan zat
gizi sehari, dengan cararecall 24 jam, yang dapat diukur dengan menggunakan bantuan food
model.
(d) Data Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Data hasil pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan biokimia
darah terkait gizi dalam rangka mendukung diagnosis penyakit serta menegakkan diagnosis
gizi pasien/klien. Hasil pemeriksaan laboratorium ini dilakukan juga untuk menentukan
intervensi gizi dan memonitor/mengevaluasi terapi gizi. Contoh data hasil pemeriksaan
laboratorium terkait gizi yang dapat digunakan misalnya kadar gula darah, kolesterol, LDL,
HDL, trigliserida, ureum, kreatinin, dll.
2) Penentuan Diagnosis Gizi
Diagnosis gizi spesifik untuk masalah gizi yang bersifatsementara sesuai dengan respon
pasien. Dalam melaksanakan asuhan gizi, tenaga gizi puskesmas seharusnya bisa
menegakkan diagnosis gizi secara mandiri tanpa meninggalkan komunikasi dengan profesi
lain di puskesmas dalam memberikan layanan.
Tujuan diagnosis gizi adalah mengidentifikasi adanya masalahgizi, faktor penyebab, serta
tanda dan gejala yang ditimbulkan.Untuk mengetahui ruang lingkup diagnosis gizi dapat
merujukpada Buku Pedoman Proses Asuhan Gizi Terstandar,Kementerian Kesehatan RI,
2014 atau di Buku Pedoman Asuhan Gizi di Puskesmas, WHO dan Kementerian Kesehatan
RI, 2011.
3) Pelaksanaan Intervensi Gizi
Intervensi gizi adalah suatu tindakan yang terencana yang ditujukan untuk mengubah
perilaku gizi, kondisi lingkungan, atau aspek status kesehatan individu.Intervensi gizi dalam
rangka pelayanan gizi rawat jalan meliputi:
(a) Penentuan jenis diet sesuai dengan kebutuhan gizi individual.
Jenis diet disesuaikan dengan keadaan/penyakit sertakemampuan pasien/ klien untuk
menerima makanan dengan memperhatikan pedoman gizi seimbang (energi, protein,
lemak,karbohidrat, vitamin, mineral, air, dan serat), faktor aktifitas, faktor stres serta
kebiasaan makan/pola makan. Kebutuhan gizi pasien ditentukan berdasarkan status gizi,
pemeriksaan klinis, dan data laboratorium.
(b) Edukasi Gizi
Edukasi gizi bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan terkait perbaikan
gizi dan kesehatan.
(c)Konseling Gizi
Konseling yang diberikan sesuai kondisi pasien/klien meliputi konseling gizi terkait penyakit,
konseling ASI, konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA), konseling aktivitasfisik,
dan konseling
faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM).Tujuan konseling adalah untuk mengubah
perilaku dengan cara meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai masalah gizi
yang dihadapi.
4) Monitoring dan Evaluasi Asuhan Gizi Rawat Jalan
Monitoring dan evaluasi bertujuan untuk mengetahui tingkat kemajuan, keberhasilan
pelaksanaan intervensi gizi pada pasien/klien dengan cara:
1) Menilai pemahaman dan kepatuhan pasien/klien terhadapintervensi gizi
2) Menentukan apakah intervensi yang dilaksanakan sesuai denganrencana diet yang telah
ditetapkan
3) Mengindektifikasi hasil asuhan gizi yang positif maupun negative
4) Menginformasikan yang menyebabkan tujuan intervensi gizi tidak tercapai
5) Menetapkan kesimpulan yang berbasis fakta
6) Evaluasi hasil:
a. Membandingkan data hasil monitoring dengan tujuan rencana diet atau standar rujukan
untuk mengkaji perkembangan dan menentukan tindakan selanjutnya.
b. Mengevaluasi dampak dari keseluruhan intervensi terhadap hasil kesehatanpasien secara
menyeluruh, meliputi perkembangan penyakit, data hasil pemeriksaan laboratorium, dan
status gizi.
Hal-hal yang dimonitor dan dievaluasi dalam pelaksanaan asuhan gizi antara lain:
1. Perkembangan data antropometri
2. Perkembangan data hasil pemeriksaan laboratorium terkait gizi
3. Perkembangan data fisik/klinis
4. Perkembangan data asupan makan
5. Perkembangan diagnosis gizi
6. Perubahan perilaku dan sikap

 Pelayanan Gizi Rawat Inap


Intervensi gizi pada pelayanan gizi rawat inap mencakup penyelenggaraan pemberian makan
pasien, pamantauan asupan makanan, konseling gizi dan pergantian jenis diet apabila
diperlukan. Pelayanan gizi rawat inap merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi:
1) Pengkajian gizi
2) Penentuan diagnosis gizi
3) Intervensi gizi meliputi pelayanan makanan, pemantauanasupan, perubahan diet dan
konseling
4) Monitoring dan Evaluasi asuhan gizi
Tahapan pelayanan gizi rawat inap diawali dengan skrining/penapisan gizi oleh tenaga
kesehatan Puskesmas untukmenetapkan pasien berisiko masalah gizi atau tidak. Skrining
gizi setidaknya dilakukan pada pasien baru1x24 jam setelah pasien masuk rawat inap.
Pasien yang berisi komasalah gizi antara lain adalah pasien gizi kurang/buruk dengan
komplikasi medis, pasien dengan kondisi khusus seperti Diabetes Melitus, hipertensi, dll.
Anak gizi buruk dengan komplikasi medis dapat dirawat inap diPuskesmas Rawat Inap
apabila di Puskesmas sudah ada tenagaatau tim asuhan gizi yang dilatih Tatalaksana Anak
Gizi Buruk (TAGB) serta mempunyai sarana dan prasarana perawatan yangmemadai untuk
anak gizi buruk. Apabila tenaga kesehatan menemukan pasien berisiko masalah gizi maka
pasien akan memperoleh asuhan gizi, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Pengkajian Gizi
Pengkajian gizi bertujuan untuk mengidentifikasi masalah gizi dan faktor penyebab melalui
pengumpulan, verifikasi, daninterpretasi data secara sistematis.Kategori data pengkajian gizi
meliputi:
Data Antropometri
Data Pemeriksaan Fisik/Klinis
Data Riwaya Gizi
Data Laboratorim
2) Penentuan Diagnosis Gizi
Diagnosis gizi spesifik untuk masalah gizi yang bersifat sementara sesuai dengan respon
pasien. Dalam melaksanakan asuhan gizi, tenaga gizi puskesmas seharusnya bisa
menegakkan diagnosis gizi secara mandiri tanpa meninggalkan komunikasi dengan profesi
lain di puskesmas dalam memberikan layanan.
Tujuan diagnosis gizi adalah mengidentifikasi adanya masalah gizi, faktor penyebab, tanda
dan gejala yang ditimbulkan. Untuk mengetahui ruang lingkup diagnosis gizidapat merujuk
pada Buku Pedoman Proses Asuhan GiziTerstandar, Kementerian Kesehatan RI 2014, atau
di Buku Pedoman Asuhan Gizi di Puskesmas, WHO dan Kementerian Kesehatan.
3) Pelaksanaan Intervensi Gizi
Intervensi gizi adalah suatu tindakan yang terencana yangditujukan untuk mengubah perilaku
gizi, kondisi lingkungan, atau aspek status kesehatan individu. Intervensi gizi dalam rangka
pelayanan gizi rawat jalan meliputi:
1) Penentuan jenis diet sesuai dengan kebutuhan gizi individual
Jenis diet disesuaikan dengan keadaan/penyakit yang diderita serta kemampuan pasien/klien
untuk menerima makanan dengan memperhatikan pedoman gizi seimbang (energi, protein,
lemak, karbohidrat, vitamin,mineral, air, dan serat), faktor aktifitas, faktor stres serta
kebiasaan makan/pola makan. Kebutuhan gizi pasien ditentukan berdasarkan status gizi,
pemeriksaan klinis dan data hasil pemeriksaan laboratorium.
2) Konseling Gizi
Konseling yang diberikan sesuai kondisi pasien/klien. Materikonseling gizi meliputi hubungan
gizi terkait penyakit, prinsip gizi seimbang, pemilihan bahan makanan, keamanan pangan,
interaksi obat dan makanan, bentuk dan cara pemberianmakanan sesuai keluhan dan
kondisi klinis pasien, kebutuhangizi pasien, dan sebagainya. Tujuan konseling adalah
untukmengubah perilaku dengan cara meningkatkan pengetahuandan pemahaman
mengenai masalah gizi yang dihadapi.
3) Penyelenggaraan Makanan
Penyelenggaraan makanan Puskesmas Rawat Inap merupakan rangkaian kegiatan mulai
dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan,perencanaan anggaran
belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan
makanan, distribusi dan pencatatan pelaporan serta evaluasi.Penyelenggaraan makanan di
Puskesmas Rawat Inapdilaksanakan dengan tujuan menyediakan makanan yang berkualitas
sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman,dan dapat diterima oleh pasien guna mencapai status
gizi yang optimal.
(1) Alur Penyelenggaraan Makanan di Puskesmas Rawat Inap.
Alur penyelenggaraan makanan di Puskesmas sama dengan yang dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan lain termasuk rumah sakit, tetapi lebih sederhana.Alur penyelenggraan
makanan dijabarkan seperti gambar di bawah ini:
Gambar 3. Alur Penyelenggaraan Makanan di Puskesmas Rawat Inap
(2) Sasaran
Sasaran penyelenggaraan makanan di PuskesmasRawat Inap adalah pasien rawat inap.
(3) Bentuk Penyelenggaraan Makanan di Puskesmas Rawat Inap
Kegiatan penyelenggaraan makanan merupakan bagian dari unit produksi makanan di
Puskesmas Rawat Inap. Sistem penyelenggaraan makanan di Puskesmas dilakukan secara
Sistem Swakelola. Pada sistem penyelenggaraan makananSwakelola,unit produksi makanan
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan seluruh kegiatan penyelenggaraan makanan.
Dalam sistem
swakelola ini, seluruh sumber daya yang diperlukan (tenaga, dana, metode, sarana, dan
prasarana) disediakan oleh pihak Puskesmas Rawat Inap. Pada pelaksanaannya, unit
produksi makanan mengelola kegiatan gizi sesuai denganmanajemen dan menerapkan
Standar Operasinal Prosedur yang ditetapkan.
(4) Mekanisme Penyelenggaraan Makanan
((a)) Perencanaan Anggaran Belanja Makanan
Perencanaan anggaran belanja makanan adalah suatu kegiatan penyusunan anggaran biaya
yang diperlukan untuk pengadaan bahanmakanan bagi pasien/klien yang dilayani, selama
jangka waktu tertentu,biasanya 1 (satu) bulan. Tujuannya adalah tersedianya taksiran
anggaran belanja makanan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan macam danjumlah
bahan makanan bagi pasien/klien yang dilayani sesuai dengan standar kecukupan gizi.
Besar anggaran belanja makanan dalam satu bulan yang akan datang dihitungberdasarkan
gambaran pelaksanaan pada bulan yang sedang berjalan dan kemungkinanprakiraan
kenaikan harga dengan melihat data jenis dan jumlah pasien dalam 1 (satu)bulan terakhir.
Perencanaan anggaran belanja makanan meliputi beberapa kegiatan antara lain: ((1))
Memperhitungkan anggaran belanja makan. Perhitungan biaya tidak termasuk untuk bahan
bakar,tenaga, peralatan dan sebagainya di luar bahan makanan.
((2)) Perencanaan menu
Perencanaan menu adalah suatu kegiatan penyusunan menu yang akan diolah untuk
memenuhi kebutuhan gizi dan selera pasien/klien dengan memenuhi prinsip gizi seimbang.
Tujuan perencanaan menu adalah tersedia siklus menu sesuai klasifikasipelayanan yang ada
di Puskemas perawatan (misalnya siklus menu 10 hari). Langkah-langkah dalam
penyusunan menu dapat dilihat pada lampiran.
• Perencanaan kebutuhan bahan makanan
Perencanaan kebutuhan bahan makananmerupakan suatu proses untuk menentukan jumlah,
macam dan kualitas bahan makanan yang diperlukan dalam kurun waktu tertentu.
((b)) Pengadaan bahan makanan
Kegiatan pengadaan bahan makanan meliputi penetapan spesifikasi bahan makanan,
perhitunganharga, pemesanan dan pembelian bahan makanandan melakukan survei pasar.
Dari survei tersebutakan diperoleh perkiraan harga bahan makanan yang meliputi harga
terendah, harga tertinggi, dan harga perkiraan maksimal.
((c)) Penyimpanan bahan makanan dan makanan
Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tatacara menata, menyimpan, memelihara
jumlah, kualitas, dan keamanan bahan makanan kering dan segar di tempat penyimpanan
yang aman dan memiliki lingkungan yang sehat. Tujuan penyimpanan bahan makanan
adalah tersedianya bahan makanan yang siap digunakan dalam jumlah dan kualitas yang
tepat sesuai dengan kebutuhan.
((d)) Pengolahan bahan makanan
Proses Pengolahan bahan makanan meliputi proses persiapan bahan makanan, pemasakan
makanan, pendistribusian dan penyajian makanan.
((1)) Persiapan bahan makanan
Persiapan bahan makanan adalahserangkaian kegiatan dalam mempersiapkan bahan
makanan yang siap diolah (mencuci, memotong, menyiangi, meracik, dsb) sesuai dengan
menu, standar resep, standar porsi, standar bumbu, dan jumlah klien/pasienyang akan
dilayani.
((2)) Pemasakan makanan
Pemasakan bahan makanan merupakansuatu kegiatan mengubah (memasak) bahan
makanan mentah menjadi makanan yangsiap dimakan, berkualitas dan aman untuk
dikonsumsi. Proses pemasakan ini bertujuan untuk:
• Mengurangi risiko kehilangan zat-zatgizi bahan makanan
• Meningkatkan nilai cerna
• Meningkatkan dan mempertahankanwarna, rasa, keempukan, dan penampilan makanan.
• Bebas dari organisme dan zat yang berbahaya untuk tubuh.
((3)) Pendistribusian dan penyajian makanan Pendistribusian makanan adalah serangkaian
proses
kegiatan penyampaian makanan sesuai dengan jenis makanan dan jumlah porsi
pasien/konsumen yang dilayani. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pendistribusianmakanan yaitu:
o Kerjasama tim di ruang rawat inap antara dokter, perawat/bidan, tenaga gizi dalam hal
penentuan diet, pemesanan makanan, penyajian dan pengawasan makanan.
o Alat penyaji makanan harus sesuaidengan macam masakan yang dihidangkan.
o Sebaiknya digunakan alat yang baik, kuat dan menarik
o Ketepatan waktu penyajian makanan pasien
o Kerapian dan kebersihan makanan yang sampai pada pasien.
4) Monitoring dan Evaluasi Asuhan Gizi Rawat Inap
Setelah rangkaian proses asuhan gizi yang dimulai daripengkajian gizi, penentuan diagnosis
gizi, dan pelaksanaan intervensi gizi, kegiatan berikutnya adalah monitoring evaluasiasuhan
gizi. Kegiatan utama dari monitoring dan evaluasi asuhan gizi adalah memantau pemberian
intervensi gizi secara berkesinambungan untuk menilai kemajuan penyembuhan dan status
gizi pasien. Hal-hal yang dimonitoring dan evaluasi dalam asuhan gizi rawat inap antara lain:
1) Perkembangan data antropometri
2) Perkembangan data hasil pemeriksaan laboratorium terkait gizi
3) Perkembangan data pemeriksaan fisik/klinis
4) Perkembangan asupan makan termasuk daya terima makanan
5) Perkembangan diagnosis gizi
6) Perubahan perilaku dan sikap
7) Perubahan diet
Pemantauan tersebut mencakup antara lain respon pasien terhadap diet yang diberikan,
bentuk makanan, toleransi terhadap makanan yang diberikan, adanya mual, mutah, keadaan
klinis, defekasi,perubahan data laboratorium, dll. Tindak lanjut yang dilaksanakan
berdasarkan kebutuhan sesuai dengan hasil evaluasi asuhan gizi antara lain perubahan diet,
yang dilakukan dengan mengubah preskripsi diet sesuai perkembangan kondisi.

BAB V
LOGISTIK
Kebutuhan dana dan logistik untuk pelaksanaan kegiatan program gizi direncanakan
dalam pertemuan lokakarya mini lintas program dan lintas sektor sesuai dengan tahapan
kegiatan dan metoda pelayanan gizi yang akan dilaksanakan. Prosedur pengadaan barang
dilakukan oleh koordinator program gizi berkoordinasi dengan petugas pengelola barang dan
dibahas dalam pertemuan mini lokakarya Puskesmas untuk mendapatkan persetujuan
Kepala Puskesmas. Sedangkan dana yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kegiatan
direncanakan oleh koordinator program gizi berkoordinasi denganbendahara puskesmas dan
dibahas dalam kegiatan mini lokakarya puskesmas untuk selanjutnya dibuat perencanaan
kegiatan ( POA – Plan Of Action ). Management logistik adalah suatu pengetahuan atau seni
serta proses mengenai perencanaan, penentuan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan,
pemeliharaan serta penghapusan material, tujuan dari management logistik adalah
tersedianya bahan setiap saat dibutuhkan, baik mengenai jenis, jumlah, maupun kualitas
yang dibutuhkan secara efisien, management logistik program Gizi di Puskesmas Gending
adalah sebagai berikut
A. Perencanaan kebutuhan
Perencanaan unit pelayanan program Gizi menghitung dan merencanakan media
berupa leaflet, lembar balik, poster banner, ATK penunjang administrasi dan dokumentasi
kegiatan yang sudah direncanakan. Analisa kebutuhan penunjang pelaksanaan kegiatan
pada periode waktu tertentu berorientasi pada program pelayanan, pola penyakit dan target
kinerja pelayanan.
B. Penganggaran
Fungsi berikutnya adalah menghitung kebutuhan pengadaan logistik untuk
menunjang kegiatan pelayanan Program Gizi diatas dengan harga satuan berdasarkan
indeks harga yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Probolinggo sehingga akan
di ketahui kebutuhan anggaran tersebut. Penganggaran kebutuhan logistik Puskesmas
Gending memanfaatkan dana JKN, BOK,dan dana APBD.
C. Pengadaan
Fungsi berikutnya adalah pengadaan,yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk
mengadakan bahan logistik yang telah direncanakan,baik melalui prosedur:
1. Pembelian
2. Produksi sendiri
3. Sumbangan dari pihak lain yang tidak mengikat
Untuk mengadakan logistik dipuskesmas Gending dilakukan dengan pembelian materi
yang sudah siap pakai, pengadaan sendiri leaflet kesehatan sesuai kebutuhan perencanaan
Program Gizi dan menerima dropping dari Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo.
D. Penyimpanan
Material logistik yang diperoleh dicatat dan disimpan digudang alat kesehatan untuk
didistribusikan sesuai kebutuhan sesuai kebutuhan program KIA. Fungsi penyimpanan ini
sangat menentukan kelancaran distribusi,diantaranya untuk mengantisipasi kekosongan
material, menghemat biaya, mengantisipasi fluktuasi kenaikan harga matwerial, serta
mempercepat pendistribusian karna materi sudah siap pakai.
E. Pendistribusian
Pendistribusian logistik di Puskesmas Gending dilakukan pada saat dilaksanakan
kegiatan. Efisiensi pelaksanaan pendistribusian akan mempengaruhi kecepatan penyediaan
material baru. Penanggung jawab pendistribusian ke Desa adalah penanggung program Gizi.
Prosedur pendistribusian Program Gizi, meliputi :
1. Pendistribusian langsung kepada sasaran pelayanan.
2. Pendistribusian melalui lintas program, lintas jejaring dan jaringan Puskesmas
Gending.
F. Penghapusan
Penghapusan di Program KIA dilakukan dengan pemusnahan, yaitu dibakar atau
dipendam/ditanam, seperti ;
1. ATK
2. Buku
3. Form insiden

BAB VI
KESELAMATAN SASARAN PROGRAM GIZI
Setiap kegiatan yang dilakukan pasti akan menimbulkan resiko atau dampak, baik
resiko yang terjadi pada masyarakat sebagai sasaran kegiatan maupun resiko yang terjadi
pada petugas sebagai pelaksana kegiatan. Keselamatan pada sasaran harus diperhatikan
karena masyarakat tidak hanya menjadi sasaran satu kegiatan saja melainkan menjadi
sasaran banyak program kesehatan lainnya. Tahapan – tahapan dalam mengelola
keselamatan sasaran antaralain :
1. Identifikasi Resiko.
Penanggungjawab program sebelum melaksanakan kegiatan harus mengidentifikasi
resiko terhadap segala kemungkinan yang dapa terjadipada saat pelaksanaan kegiatan.
Identifikasi resiko atau dampak dari pelaksanaan kegiatan dimulai sejak membuat
perencanaan. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi dampak yang ditimbulkan dari
pelaksanaan kegiatan.Upaya pencegahan risiko terhadap sasaran harus dilakukan untuk
tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan.
2. Analisis Resiko.
Tahap selanjutnya adalah petugas melakukan analisis terhadap resiko atau dampak
dari pelaksanaan kegiatan yang sudah diidentifikasi. Hal ini perlu dilakukan untuk
menentukan langkah-langkah yang akan diambil dalam menangani resiko yang terjadi.
3. Rencana Pencegahan Resiko dan Meminimalisasi Resiko.
Setelah dilakukan identifikasi dan analisis resiko, tahap selanjutnya adalah
menentukan rencana yang akan dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko ataudampak
yang mungkin terjadi. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah atau meminimalkan resiko
yang mungkin terjadi.
4. Rencana Upaya Pencegahan.
Tahap selanjutnya adalah membuat rencana tindakan yang akan dilakukan untuk
mengatasi resiko atau dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan yang dilakukan. Hal ini perlu
dilakukan untuk menentukan langkah yang tepat dalam mengatasi resiko atau dampak yang
terjadi.
5. Monitoring dan Evaluasi.
Monitoring adalah penilaian yang dilakukan selama pelaksanaan kegiatan sedang
berjalan. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah kegiatan sudah berjalan sesuai
dengan perencanaan, apakah ada kesenjangan atau ketidaksesuaian pelaksanaan dengan
perencanaan. sehingga dengan segera dapat direncanakan tindak lanjutnya. Tahap yang
terakhir adalah melakukan Evaluasi kegiatan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah
tujuan sudah tercapai.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari-hari sering disebut
Safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin
keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah petugas dan hasil
kegiatannya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat pekerjaan
atau kegiatan yang dilakukan.

Keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja


yang aman, kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan serta
penurunan kesehatan akibat dampak dari pekerjaan yang dilakukan, bagi petugas pelaksana
dan petugas terkait. Keselamatan kerja disini lebih terkait pada perlindungan fisik petugas
terhadap resiko pekerjaan.

Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan telah


mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan
kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan
lingkungan sekitarnya.

Seiring dengan kemajuan Ilmu dan tekhnologi, khususnya sarana dan prasarana
kesehatan, maka resiko yang dihadapi petugas kesehatan semakin meningkat. Petugas
kesehatan merupakan orang pertama yang terpajan terhadap masalah kesehatan, untuk
itu`semua petugas kesehatan harus mendapat pelatihan tentang kebersihan, epidemiologi
dan desinfeksi. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan
kondisi tubuh yang sehat. Menggunakan desinfektan yang sesuai dan dengan cara yang
benar, mengelola limbah infeksius dengan benar dan harus menggunakan alat pelindung diri
yang benar.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu (quality control) dalam manajemen mutu merupakan suatu


sistem kegiatan teknis yang bersifat rutin yang dirancang untuk mengukur dan menilai
mutu produk atau jasa yang diberikan kepada pelanggan. Pengendalian mutu pada
pelayanan kesehatan diperlukan agar produk layanan kesehatan terjaga kualitasnya
sehingga memuaskan masyarakat sebagai pelanggan. Penjaminan mutu pelayanan
kesehatan dapat diselenggarakan melalui berbagai model manajemen kendali mutu.
Salah satu model manajeman yang dapat digunakan adalah model PDCA (Plan, Do,
Check, Action) yang akan menghasilkan perkembangan berkelanjutan mutu pelayanan
kesehatan.
Yoseph M. Jurang terkenal dengan konsep “trilogy” mutu dan
mengidentifikasikannya dalam 3 kegiatan :
1. Perencanaan mutu meliputi : siapa pelanggan, apa kebutuhannya,
meningkatkan produk sesuai kebutuhan, dan merencanakan proses untuk
suatu produksi.
2. Pengendalian mutu : mengevaluasi kinerja untuk mengidentifikasi perbedaan
antra kinerja aktual dan tujuan.
3. Peningkatan mutu : membentuk infrastruktur dan team untuk melaksanakan
peningkatan mutu.

Setiap kegiatan dijabarkan dalam langkah-langkah yang semuanya mengacu


pada upaya peningkatan mutu. Peluang untuk memecahkan masalah harus digunakan
pada saat yang tepat oleh mereka yang bertanggung jawab melalui langkah-langkah
sebagai berikut :

Langkah 1 : Mengidentifikasi masalah. Kenali hal-hal yang berpotensi menjadi


masalah dan kaji situasi dimana pelaksana program mungkin dapat
memperbaikinya.

Tentukan kriteria untuk memilih masalah yang paling penting.

Idefinisakan secara operasional masalah yang dipilih, misalnya bagaimana


pelaksana program mengetahui bahwa hal yang di identifikasi merupakan
masalah?

Bagaimana pelaksana program mengetahui bahwa masalah sudah


terpecahkan, dengan cara menentukan kriteria keberhasilan pemecahan
masalah.

Langkah 2 : Pelajari dengan seksama proses yang terjadi dari segala aspek.
Tentukan dimana dan kapan masalah muncul. Pahami proses terjadinya
masalah.

Langkah 3 : Tentukan sebab masalah yang pokok

Tentukan faktor-faktor yang menimbulkan masalah dan keterkaitannya


dengan masalah. Gunakan metode untuk mengetes hipotesis tentang
sebab- sebab yang mungkin menimbulkan masalah tersebut. Kumpulkan
data untuk mengetes hipotesis dan untuk menentukan faktor yang paling
dominan.

Langkah 4 : Identifikasi semua solusi yang mungkin. Berfikirlah secara kreatif untuk
menangani sebab- sebab masalah yang mungkin dapat diatasi.

Langkah 5 : Pilih solusi yang dapat dilaksanakan.

Analisalah cara-cara pemecahan masalah yang mungkin dilaksanakan,


dikaji dari aspek kriteria keberhasilan memecahkan masalah, biaya yang
diperlukan, kemungkinan solusi dapat dilaksanakannya, atau kriteria
lainnya.

Langkah 6 : Melaksanakan pemecahan masalah yang berkualitas dengan PDCA

Ada empat langkah menuju pelaksanaan solusi yang efektif, yaitu:

1. Merencanakan (PLAN) : sebelum dilaksanakan solusi, perlu ditentukan tujuan dan


apa kriteria keberhasilan. Pimpinan harus memutuskan “siapa, apa, dimana, dan
bagaimana” solusi akan dilaksanakan. Pada tahap ini, diperlukan penjelasan tentang
berbagai asumsi, dan dipikirkan tentang kemungkinan adanya penolakan dari pihak
yang dijadiakan sasaran. Di sini harus sudah diputuskan tentang data yang harus
dikumpulkan untuk memantau keberhasilan pelaksanaan solusi masalah.
2. Pelaksanaan (Do) : melaksanakan solusi sering melibatkan pelatihan termasuk
proses pengumpulan data/ informasi untuk memantau perubahan yang terjadi, dan
mengamati tingkat kemudahan atau kesulitan pelaksanaan solusi. Amati bagaimana
solusi tersebut dilaksanakan. Buat catatan tentang segala sesuatu yang dianggap
menyimpang dari kesepakatan. Setiap masalah atau kesalahan yang muncul dalam
proses ini harus diartikan sebagai kesempatan untuk membuat perbaikan.
3. Cek (check) : amati efek pelaksanaan solusi dan simpulkan pelajaran apa yang
diperoleh dari tindakan yang sudah dilakukan.
4. Bertindak (Action) : ambil langkah-langkah praktis sesuai dengan pelajaran yang
diperoleh dari tindakan yang sudah di ambil : “lanjutkan proses solusi, atau hentikan,
atau ulang kembali tindakan dari awal dengan tujuan melakukan modifikasi”.
BAB IX
PENUTUP

Pelayanan kesehatan bermutu berorentasi pada kepuasan pelanggan/ sasaran.


Dimensi mutu tersebut menyangkut mutu bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan,
maupun penyelenggara pelayanan kesehatan.
Kualitas pelayanan publik sangat ditentukan oleh sistem dan tenaga pelayanan
namun ketenagaan pelayanan seringkali menghadapi kendala dalam hal jumlah,
sebaran, mutu dan kualifikasi, sistem pengembangan karir, dan kesejahteraan tenaga
pelaksana pelayanan. Permasalahan yang muncul menimbulkan persepsi rendahnya
kualitas pelayanan yang berawal dari kesenjangan antara aturan dan standar yang ada
dengan pelaksanaan pelayanan yang tidak bisa menyesuaikan.
Masyarakat menghendaki pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu,
manajemen resiko dan keselamatan pasien perlu diterapkan dalam pengelolaan
puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Demikian ini telah tersusun buku pedoman program KIA, semoga dengan tersusunnya
buku pedoman ini dapat memberikan manfaat bagi pelaksana program dan Puskesmas. Dan
semoga pedoman ini dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
PEDOMAN PELAYANAN GIZI
2022

DINAS KESEHATAN
KABUPATEN PROBOLINGGO
PUSKESMAS GENDING

Anda mungkin juga menyukai