Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN TUTORIAL KEPERAWATAN JIWA HALUSINASI

PENDENGARAN

Nama : Ny. A No. RM :-

Jenis Kelamin : Perempuan Diagnoa Medis : SKIZOFRENIA

Problem DS :
- Klien mengatakan masuk ke RS karena dibawa keluarganya.
- Klien mengatakan mendengar suara-suara seorang laki-laki ingin mencium
dirinya.
- Klien mengatakan suara-suara itu datang tidak pasti kapan muncul.
- Klien mengatakan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang lain.
- Klien mengatakan trauma saat SMP karena klien mendapat juara 1.
DO :
- Klien terlihat bingung dan gelisah saat mendengar suara-suara
- Kontak mata kurang
- Ekspresi wajah datar
- Klien tampak sedih
- Klien bicara dengan suara pelan
- TTV :
TD: 110/80 mmHg
HR: 84x/menit
S: 36,4 °C
RR: 18x/m
Hypothesis 1. Konfusi akut
a. DS:
- Klien mengatakan masuk ke RS karena dibawa keluarganya.
- Klien mengatakan mendengar suara-suara seorang laki-laki ingin
mencium dirinya.
- Klien mengatakan suara-suara itu datang tidak pasti kapan muncul.
b. DO:
- Klien terlihat bingung dan gelisah saat mendengar suara-suara
- Kontak mata kurang
- Ekspresi wajah datar
- Klien tampak sedih

2. Harga diri rendah kronik


a. DS:
- Klien mengatakan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang lain.
- Klien mengatakan trauma saat SMP karena klien mendapat juara 1.
b. DO:
- Kontak mata kurang
- Ekspresi wajah datar
- Klien tampak sedih
- Klien bicara dengan suara pelan
Mechanisme LAMPIRAN

More Info 1. Terapi

Jenis/nama obat dosis rute Indikasi


RPD 2x1 2 mg oral Skizofrenia
THP 2x1 2 mg oral Gangguan ektrapiramidal
HPD 2x1 2,5 mg oral Skizofrenia
CPZ 1x1 50 mg oral Psikosis
Miconazol 3x1 oles Topikal Penyakit kulit
Ketokonazol 1x1 200 mg oral Anti jamur
Lodomer 2x1 2 mg oral Penyakit mental &
gangguan psikotik

Don’t Know 1. Apa itu Halusinasi?


2. Fase-fase halusinasi?
3. Penatalaksanaan halusinasi?
4. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul?
Jawaban:
1. Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera
seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun (Marion, 2015).
Halusinasi adalah keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam
jumlah dan pola diri stimulus yang mendekat yang diperkasai secara internal
atau eksternal disertai dengan suatu pengurangan berlebihan distrarsi atau
kelainan berespon terhadap stimulus (Nurjanah, 2014).

2. Fase I: Comforting
Ansietas sedang, halusinasi menyenangkan. Karakteristik: klien mengalami
persaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah, dan takut, serta
mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas.
Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berbeda
dalam kendali kesadaranjika ansietas dapat ditangani. Merupakan non psikosis
Fase II: Condeming
Ansietas berat, halusinasi menjadi menjijikkan. Karakteristik: pengalaman
sensori yang menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dsan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman
sensori dan menarik diri dari orang lain.
Fase III: Controlling
Ansietas berat, pengalaman sensori menjadi berkuasa. Karakteristik: klien
menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi
tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin mengalami pengalaman
kesepian jika sensori halusinasi berhenti. Merupakan halusinasi pada keadaan
psikosis
Fase IV: Conquering
Panik, umumnya menjadi melebar dalam halusinasinya.. Karakteristik:
pengalaman sensori menjadi mengancam, jika klien mengikuti perintah
halusinasi halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada
intrevensi terapeutik. Merupakan halusinasi pada keadaan psikosis berat

3. Psikofarmakologis
Obat – obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi yang
merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia adalah obat – obatan anti
psikosis.

Terapi kejanglistrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)


ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan
menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik.Tindakan ini
adalah bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui
elektroda yang ditempelkan pada pelipis klien untuk membangkitkan kejang
grandmall. Indikasi terapi kejang listrik adalah klien depresi pada psikosa manik
depresi, klien schizofrenia stupor katatonik dan gaduh gelisah katatonik

Terapi aktivitas kelompok (TAK Stimulasi Persepsi)


Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapii yang
menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman dan
atau / kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok
Learning 1. Mahasiswa mampu untuk mengetahui konsep dasar dari halusinasi
Issues 2. Mahasiswa mampu untuk mengetahui pengkajian keperawatan pada pasien jiwa
dengan haluisnasi
3. Mahasiswa mampu untuk mengetahui diagnosa yang dapat ditegakkan dalam
kasus halusinasi

Jawaban :
Konsep Halusinasi

A. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca
indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun (Marion,
2015).
Halusinasi adalah keadaan dimana seseorang mengalami perubahan
dalam jumlah dan pola diri stimulus yang mendekat yang diperkasai secara
internal atau eksternal disertai dengan suatu pengurangan berlebihan distrarsi
atau kelainan berespon terhadap stimulus (Nurjanah, 2014).
Menurut Budi (2015) halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa
dijumpai adanya rangsang dari luar.Walaupun tampak sebagai suatu yang
“khayal”.halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental
penderita yang “terepsi”. Halusinasi dapat terjadi karena dasar-dasar organik
fungsional, psikotik maupun histerik.
Halusinasi adalah gangguan pencerpan (persepsi) panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan
dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik (Stuart & Sundeen,
2013).

B. Rentang Respon Halusinasi


Halusinasi merupakan respon maladaptive individu yang berada dalam
rentang respon neurologi (Stuart, 2001).Ini merupakan respon persepsi paling
mal adaptif.Jika pasien sehat persepsinya akurat mampu mengidentifikasi
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera.Klien
dengan halusinasi menginterpretasikan dengan stimulus panca indera walaupun
sebenarnya stimulus itu tidak ada.Diantara kedua respon itu adalah respon
individu yang karena suatuhal mengalami kelainan persepsi yaitu salah
mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut dengan ilusi.Klien
mengalami ilusi jika interpretasi yang di dilakukannya terhadap stimulus panca
indera tidak akurat sesuai dengan timulus yang diterima. Rentang respon
tersebut digambarkan sesuai gambar

Respon adatif Respon maladaptif

 Pikiran Logis  Pikiran kadang  Kelainan pikiran


 Persepsi akurat menyimpang atau delusi
 Emosi konsisten  Ilusi  Halusinasi
dengan pengalaman  Reaksi emosional  Ketidakmampuan
 Perilaku sesuai berlebih/berkurang mengalami emosi
 Hubungan social  Menarik diri  Ketidakteraturan
 Isolasi sosial

a. Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norm-norm sosial
dan kebudayaan secara umum yang berlaku dimasyarakat dan individu dalam
menyelesaikan masalahnya dengan kata lain repon adaptif adalah respon atau
masalah yang masih dapat ditoleransi atau masih dapat diselesaikan oleh kita
sendiri dalam batas normal. Kematangan diri dan sosial seseorang dalam
melakukan kegiatan umum sehari-hari sesuai dengan usia dan berkaitan dng
budaya kelompoknya dan kemampuan seseorang yg berkaitan dengan: fungsi
kemandirian (independent functioning) untuk mencapai keberhasilan
melaksanakan tugas sesuai dengan usia dan harapan masyarakat sekitar serta
kemampuan seseorang untk mengatasi secara efektif terhadap keadaan-keadaan
yg tengah terjadi dalam masyarakat lingkungannya. Respon adaptif meliputi
solitude/menyendiri, autonomy (kebebasan), mutuality dan saling
ketergantungan.
b. Respon Maladaptif adalah respon yang diberikan individu dalam menyelesaikan
masalahnya menyimpang dari norma-norma dan kebudayaan dari suatu tempat
atau dengan kata lain diluar batas individu tersebut. Respon maladaptif ini
meliputi: loneliness/kesepian, exploitation/pemerasan, withdral/menarik diri,
paranoid/curiga, Stuart dan Laraia (2001).
Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon
maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
1. Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
2. Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra
yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang
sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
3. Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek
keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak
lama.
4. Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social dan
budaya umum yang berlaku.
5. Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut
hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam
bentuk kerjasama.
6. Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi
impuls eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran
sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan
kejadian yang telah dialami sebelumnya.
7. Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang.
8. Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan
nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma – norma
social atau budaya umum yang berlaku.
9. Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial
atau budaya umum yang berlaku.
10. Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
11. Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam
berinteraksi.

C. Penyebab Halusinasi
Salah satu penyebab dari perubahan sensori perseptual halusinasi yaitu isolasi
social : menarik diri. Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari
interaksi dengan orang lain, mengihndari hubungan dengan orang lain. Factor –
faktor penyebab halusinasi antara lain:
a. Factor predisposisi
1. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf-syaraf pusat
dapat membuat gangguan realita. Gejala yang mungkintimbul adalah :
hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul
perilaku ,menarik diri.
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah : penolakan atau tindakan kekerasan
dalam rentang hidup klien.
3. Sosio budaya
Kondisi social budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti
: kemiskinan, konflik social budaya (perang, kerusuhan, bencana alam)
dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Factor presipitasi
1. Stresor internal
Dari individu sendiri seperti proses penuaan
2. Stresor eksternal
Dari luar individu seperti keluarga, kelompok masyarakat dan
lingkungan dan bencana.
3. Waktu / lama terpapar stresor
4. jumlah stressor
Yosep (2014) menyebutkan dan menjelaskan tentang faktor penyebab
halusinasi, yaitu :
1) Predisposisi:
a) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih
rentan terhadap setress.
b) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di lingkungannya sejak bayi
(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak
percaya pada lingkungannya.
c) Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP). Akibat setress
berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neutrotransmitter otak.
Misalnya terjadi ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.
d) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini dipengaruhi pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari alam
nyata menuju alam hayal.
e) Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2) Faktor presipitasi
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan
tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian,
tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan
keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, (1993)
mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat
keberadaan seseorang individu sebagai makhluk yang dibangun atas
unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat
dari lima dimensi yaitu :
a) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu
yang lama.
b) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi
dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan, klien tidak sanggup
lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
implus yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
d) Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial pada fase awal dan
comforting, klien menganggap hidup bersosialisasi dialam nyata
sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah
ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi
sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia
nyata.
e) Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama sirkardiannya
terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat
siang. Saat bangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya, ia
sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki,
menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya
memburuk.

D. Manifestasi Klinis
Tahapan halusinasi, karakteristik dan perilaku yang ditampilkan yaitu:
TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN

Tahap 1

 Memberi rasa  Mengalami ansietas,  Tersenyum, tertawa


nyaman tingkat kesepian,rasa bersalah, sendiri.
ansietas sedang dan ketakutan.  Menggerakkan bibir tanpa
secara umum  Mencoba berfokus pada suara.
halusinasi pikiran yang dapat  Pergeraka
merupakan menghilangkan n mata
suatu ansietas. yang
kesenangan  Pikiran dan pengalaman cepat.
sensori masih ada  Respon verbal yang
dalam kontol kesadaran lambat.
NON PSIKOTIK  Diam dan berkonsentrasi
Tahap 2

 Menyalahkan  Pengalaman sensori  Terjadi peningkatan


 Tingkat menakutkan. denyut jantung,
kecemasan  Merasa dilecehkan oleh pernafasan dan tekanan
berat secara pengalaman sensori darah.
umum  Perhatian dengan
halusinasi tersebut. lingkungan berkurang.
menyebabkan  Mulai merasa  Konsentrasi terhadap
rasa antipati kehilangan kontrol. pengalaman sensorinya.
 Menarik diri dari orang  Kehilangan kemampuan
lain. membedakan halusinasi
 NON PSIKOTIK dengan realitas
Tahap 3

 Mengontrol.  Klien menyerah dan  Perintah halusinasi ditaati.


 Tingkat menerima pengalaman  Sulit berhubungan dengan
kecemasan sensorinya (halusinasi) orang lain.
berat.  Isi halusinasi menjadi  Perhatian terhadap
 Pengalaman atraktif. lingkungan berkurang,
halusinasi tidak  Kesepian bila hanya beberapa detik.
dapat ditolak pengalaman sensori  Tidak mampu mengikuti
lagi. berakhir. perintah dari perawat,
 PSIKOTIK tampak tremor dan
berkeringat..
Tahap 4

 Klien sudah  Perilaku panik.


dikuasai oleh  Resiko tinggi mencederai.
halusinasi.  Agitasi atau kataton
 Klien panik.  Tidak mampu berespon
terhadap lingkungan.

E. Jenis Halusinasi
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi (Budi,
2015) dengan karakteristik tertentu, diantaranya:
1. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik)
Halusinasi dengar merupakan persepsi sensori yang salah terhadap
stimulus dengar eksternal yang tidak mampu di identifikasi.
Halusinasi dengar merupakan adanya persepsi sensori pada pendengaran
individu tanpa adanya stimulus eksternal yang nyata (Stuart dan Sundeen,
2013).
Tanda dan gejala:
a. Prilaku pasien yang teramati adalah sebagai berikut:
b. Melirikan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa
yang sedang berbicara.
c. Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang tidak
sedang berbicara atau kepada benda mati seperti mebel, tembok dll.
d. Terlibat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang
tidak tampak.
e. Menggerak-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang
menjawab suara.
2. Halusinasi penglihatan (visual, optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).Biasanya
sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa
takut akibat gambaran- gambaran yang mengerikan.
3. Halusinasi penciuman (olfaktorik)
Biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak enak,
melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai
pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu kondisi moral
4. Halusinasi pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman,
penderita merasa mengecap sesuatu
5. Halusinasi raba (taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau atau seperti ada ulat yang bergerak di
bawah kulit
6. Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa, sering pada skizoprenia denagn
waham kebesaran terutama mengenai organ-organ
7. Halusinasi kinestetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam sutau ruangan atau
anggota badannya yang bergerak-gerak, misalnya ”phantom phenomenon”
atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak.
8. Halusinasi viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.

F. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya. Stuart & Laraia (2013) membagi fase halusinasi dalam empat
fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien
mengendalikan dirnya. Semakin erat fase halusinasi, klien semakin berat
mengalami ansietas dan semakin dikendalikan oleh halusinasinya. Fase-fase
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fase I: Comforting
Ansietas sedang, halusinasi menyenangkan. Karakteristik: klien
mengalami persaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah, dan
takut, serta mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan untuk
meredakan ansietas. Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan
pengalaman sensori berbeda dalam kendali kesadaranjika ansietas dapat
ditangani. Merupakan non psikosis
Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal
yang lambat, jika sedang asyik dengan halusinasinya, diam dan asyik
sendiri.

2. Fase II: Condeming


Ansietas berat, halusinasi menjadi menjijikkan. Karakteristik:
pengalaman sensori yang menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas
kendali dsan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh
pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain.
Merupakan halusinasi dan psikosis ringan. Perilaku klien:
meningkatkan tanda-tanda system saraf otonom akibat ansietas seperti
peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah. Rentang
perhatian klien menyempit, asyik dengan pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita.
3. Fase III: Controlling
Ansietas berat, pengalaman sensori menjadi berkuasa. Karakteristik:
klien menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin
mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti.
Merupakan halusinasi pada keadaan psikosis.
Perilaku klien kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih
diikuti. Klien mengalami kesukaran berhubungan dengan dengan orang lain
dan rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit. Klien menunjukkan
adanya tanda-tanda fisik ansietas berat yaitu berkeringat, tremor, tidak
mampu mematuhi perintah.
4. Fase IV: Conquering
Panik, umumnya menjadi melebar dalam halusinasinya..
Karakteristik: pengalaman sensori menjadi mengancam, jika klien
mengikuti perintah halusinasi halusinasi berakhir dari beberapa jam atau
hari jika tidak ada intrevensi terapeutik. Merupakan halusinasi pada
keadaan psikosis berat.
Perilaku klien: perilaku terror akibat panik. Klien berpotensi kuat
untuk melakukan suicide atau homicide. Aktivitas fisik klien merefleksikan
isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia,
klien tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak
mampu berespon lebih dari satu orang.

G. Akibat Dari Halusinasi


Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: Halusinasi dapat
beresiko mencedrai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko
mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat
melukai/membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan gejala
 Memperlihatkan permusuhan
 Mendekati orang lain dengan ancaman
 Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
 Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
 Mempunyai rencana untuk melukai

H. Manajemen Halusinasi
Dalam Nursing Intervention Classification (Mccloskey & Bulechek,
2000). Tindakan keperawatan dalam penanganan halusinasi meliputi bina
hubungan terapeutik dan saling percaya, dukung klien bertanggung jawab
terhadap perilakunya, manajemen halusinasi, pendidikan kesehatan: proses
penyakit, dan perawatan serta fasilitasi kebutuhsn belajar.
Adapun tindakan dalam manajemen halusinasi menurut Standar Asuhan
Keperawatan Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Grasia Pemerintah Provinsi Daerah
Yogyakarta (2006) adalah:
1. Diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol halusinasi
2. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus atau mengontrol yang telah
dipilih dan dilatih
3. Beri kesempatan untuk melakukan cara mengontrol atau memutus
halusinasi yang telah dipilih atau dilatih
4. Evaluasi bersama klien cara baru yang telah dipilih atau diterapkan
5. Beri reinforcement positif kepada klien terhadap cara yang dipilih dan
diterapkan
6. Libatkan klien dalam TAK orientasi realita, stimulasi persepsi umum, dan
stimulasi persepsi halusinai
Menurut Stuart (2006) salah satu strategi dalam merawat klien
halusinasi dengan mengkaji gejala halusinasi yaitu:
1. Lama halusinasi
Mengamati isyarat perilaku yang mengindikasikan adanya halusinasi
2. Intensitas
Mengamati isyarat yang mengidentifikasikan tingkat intensitas dan lama
halusinasi
3. Frekuensi
Membantu pasien mencatat banyaknya halusinasi yang dialami klien setiap
hari.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS HALUSINASI PENGLIHATAN


Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat –
obatan dan tindakan lain, yaitu :
1. Psikofarmakologis
Obat – obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi yang
merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia adalah obat – obatan anti
psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah
2.
KELAS KIMIA NAMA GENERIK DOSIS HARIAN
(DAGANG)

Fenotiazin Asetofenazin (Tindal) 60-120 mg

Klorpromazin (Thorazine) 30-800 mg

Flufenazine (Prolixine, Permitil) 1-40 mg

Mesoridazin (Serentil) 30-400 mg

Perfenazin (Trilafon) 12-64 mg

Proklorperazin (Compazine) 15-150 mg

Promazin (Sparine) 40-1200 mg

Tioridazin (Mellaril) 150-800mg

Trifluoperazin (Stelazine) 2-40 mg

Trifluopromazin (Vesprin) 60-150 mg

Tioksanten Klorprotiksen (Taractan) 75-600 mg

Tiotiksen (Navane) 8-30 mg

Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg

Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg

Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg

Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225

Terapi kejanglistrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)


ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan
menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik.Tindakan ini adalah
bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang
ditempelkan pada pelipis klien untuk membangkitkan kejang grandmall.
Indikasi terapi kejang listrik adalah klien depresi pada psikosa manik
depresi, klien schizofrenia stupor katatonik dan gaduh gelisah
katatonik.ECT lebih efektif dari antidepresan untuk klien depresi dengan
gejala psikotik (waham, paranoid, dan gejala vegetatif), berikan
antidepresan saja (imipramin 200-300 mg/hari selama 4 minggu) namun
jika tidak ada perbaikan perlu dipertimbangkan tindakan ECT.Mania
(gangguan bipolar manik) juga dapat dilakukan ECT, terutama jika litium
karbonat tidak berhasil.Pada klien depresi memerlukan waktu 6-12x terapi
untuk mencapai perbaikan, sedangkan pada mania dan katatonik
membutuhkan waktu lebih lama yaitu 10-20x terapi secara rutin.Terapi ini
dilakukan dengan frekuensi 2-3 hari sekali.Jika efektif, perubahan perilaku
mulai kelihatan setelah 2-6 terapi.
3. Terapi aktivitas kelompok (TAK Stimulasi Persepsi)
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapii
yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan
pengalaman dan atau / kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok.
Hasill diskusi kelompok dapat berupa kesepakatn persepsi atau alternatif
penyelesaian masalah. Tujuan umum TAK stimulasi persepsi adalah klien
mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang di akibatkan
oleh paparan stimulus kepadanya. Sementara, tujuan khususnya :
a) Klien dapat memmpersiapkan stimuls yang di paparkan kepadanya
dengan tepat
b) Klien dapat menyelesaikan masalah yan timbul ari stimulus yang di
alami.

J. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul


1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi (audiotori, visual, perabaan,
pengecapan, dan pengidu) b.d perubahan penerimaan sensori, transmisi dan
integrasi, perubahan sensori persepsi, stress psikologis, stimulus lingkungan
berlebih, stimulus lingkungan tidak mencukupi, ketidakseimbangan
biokimia penyebab distorsi sensori (illusi, halusinasi), ketidakseimbangan
elektrolit, ketidakseimbangan biokimia.
2. Resiko kekerasan terhadap diri sendiri b.d kerusakan kognisi persepsual,ide
bunuh diri, riwayat percobaan bunuh diri multiple, rencana bunuh diri,
status emotional, petunjuk verbal(bicara kematian, lebih baik tanpa diriku,
menanyakan dosis obat yang mematikan), kesehatan mental(psikosis,
gangguan personalitas berat penyalahgunaan alkohol), konflik hubungan
interpersonal, latar belakang keluarga.
3. Isolasi sosial b.d perubahan status mental, tidak mampu dalam memuaskan
hubungan pribadi, nilai social tidak diterima, perilaku social tidak diterima,
sumber personal tidak adekuat, keterkaitan imatur, perubahan penampilan
fisik, perubahan keadaan sejahtera
4. Gangguan pola tidur b.d ketidak nyamanan psikologis yang lama, pola
aktifitas sehari, tempramen, tidur yang sehat tidak adekuat, perubahan
frekuensi dan jadwal tidur, depresi, sendirian, berduka, takut, cemas, lelah,
bosan, antisipasi.
5. Defisit perawatan diri mandi/kebersihan, berpakaian/berhias, toileting,
berhubungan dengan kurang atau penurunan motivasi, lemah atau lelah,
cemas berat, kerusakan kognisi atau perceptual, Nyeri, kerusakan
neurovaskuler, kerusakan musculoskeletal, hambatan lingkungan
6. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan psikologi
(psikosis, kurang stimulus), perbedaan kebudayaan, penurunan sirkulasi ke
otak, hambatan fisik, kelainan anatomi, tumor otak, perbedaan berhubungan
dengan perkembangan umur, efek samping obat, keterbatasan lingkungan,
ketidakhadiran orang tedekat, perubahan persepsi, kurang informasi, stress,
perubahan konsep diri atau harga diri, kondisi fisiologis, perubahan system
saraf pusat, kelemahan system muskulosskeletal, konmdisi emosional.
7. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif,
interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk
mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.

Mechanisme

Resiko Mencederai Diri Sendiri & Orang Lain

Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Visual

Isolasi Sosial: Menarik Diri

Anda mungkin juga menyukai