Anda di halaman 1dari 1

Ritual Ma nene

Sejarah

Ritual Ma’nene ini berawal dari seorang pemburu binatang bernama Pong Rumasek, yang datang ke
hutan pegunungan Balla. Saat itu, Pong menemukan sebuah jasad manusia yang telah meninggal
dunia dengan kondisi yang cukup memprihatinkan. Oleh Pong, jasad itu dibawanya dan dikenakan
pakaian yang layak untuk dikuburkan di tempat aman.

Dengan adanya peristiwa tersebut, Pong beranggapan bahwa jasad orang yang telah meninggal
sekalipun harus tetap harus dirawat dan dihormati, meskipun jasad tersebut sudah tidak berbentuk
lagi.

Tata cara

Ritual ini diawali dengan datangnya para anggota keluarga ke Patane untuk mengambil jasad sanak
saudara yang telah meninggal dunia.

Sebelum dibuka dan di angkat dari peti, para tetua yang biasa dikenal dengan nama Ne’ Tomina,
membacakan doa dalam bahasa Toraja Kuno.

Setelah itu, mayat tersebut diangkat dan mulai dibersihkan dari atas kepala hingga ujung kaki
dengan menggunakan kuas atau kain bersih.

Setelah itu, barulah mayat tersebut dipakaikan baju yang baru dan kemudian kembali dibaringkan di
dalam peti tadi.

Selama prosesi tersebut, sebagian kaum lelaki membentuk lingkaran menyanyikan lagu dan tarian
yang melambangkan kesedihan.

Waktu

Tradisi ini digelar sekali dalam kurun waktu tiga sampai empat tahun untuk mempererat silaturahmi.

Nilai Filosofis

Ritual ini mempunyai makna yang lebih, yakni mencerminkan betapa penting hubungan antar
anggota keluarga bagi masyarakat Toraja, terlebih bagi sanak saudara yang terlebih dahulu
meninggal dunia. Hubungan keluarga tak terputus walaupun telah dipisahkan oleh kematian

Sumber

https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/manene-sebuah-prosesi-adat-bentuk-penghormatan-
terhadap-para-leluhur/?gclid=CjwKCAjwp7eUBhBeEiwAZbHwkQoDGPcXGra5C-z_pf6ShRJF8IjS-
4vmrvCJcO9Z1L71UsrDi-gaPhoCCY8QAvD_BwE

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ritual_Ma%27nene

https://m.liputan6.com/news/read/4533804/manene-dan-tradisi-mayat-berjalan-di-tana-toraja

Anda mungkin juga menyukai