Anda di halaman 1dari 8

Metode/Prosedur dan Hasil Pengamatan

 Metode

a. Penyiapan larutan cuplikan


1. Sampel yang berupa serbuk bayam ditimbang 0,4 gram.
2. Serbuk bayam dimasukkan kedalam beker Teflon, kemudian ditambahkan 2
ml H2SO4 pekat dan 2 ml HNO3 pekat. Beker Teflon ditutup dengan gelas
arloji, kemudian dipanaskan dengan hati-hati diatas kompor listrik.
3. Setelah semua sampel bayam larut dan larutan berubah warna menjadi bening,
beker Teflon kemudian diangkat dari kompor listrik dan didinginkan.
4. Larutan sampel diencerkan kedalam labu takar 100 ml. Kemudian, diencerkan
kembali kedalam labu takar 50 ml dengan ditambahkan 2 ml larutan tiosianat
2M.

b. Penyiapan larutan standar


1. Larutan standar FeCl3 100 ppm sebanyak 50 ml dengan cara dipipet larutan
standar FeCl3 1000 ppm sebanyak 5 ml kemudian ditandabataskan sampai 50
ml.
2. Dari larutan standar Fe 100 ppm kemudian dibuat larutan standar Fe dengan
konsentrasi 50 ppm dalam 50 ml, 25 ppm dalam 25 ml, dan 10 ppm dalam
100 ml. Sedangkan larutan standar 10 ppm kemudian dibuat larutan standar Fe
dengan konsentrasi 5 ppm dalam 25 ml dan 1 ppm dalam 25 ml.
3. Larutan standar Fe ditambahkan 2 ml larutan tiosianat dan 2 ml HNO 3 0,1 N
terlebih dahulu, kemudian ditandabataskan.
c. Pengukuran
1. Panjang gelombang kerja atau panjang gelombang maksimum dicari.
2. Pengukuran standar dilakukan dan absorbansinya dicatat.
3. Pengukuran pada sampel dilakukan dan absorbansinya dicatat.
4. Kurva kalibrasinya dibuat dan cuplikan diintderpolasi dalam kurva kalibrasi.
d. Penyiapan larutan cuplikan
1. Massa cuplikan bayam = 0,4 gram
2. Volume cuplikan awal = 100 ml
3. Pengenceran

0,4 gram 1 ml
x
100 ml 50 ml

e. Penyiapan larutan standar


 Pembuatan larutan standar FeCl 100 ppm

V1 C1 V2 C2
5 ml 1000 ppm 50 ml 100 ppm

 Pembuatan larutan standar 50 ppm,25 ppm, 10 ppm, 5 ppm, dan 1


ppm.

No C1 V1 C2 V2
.
1. 100 ppm 25 ml 50 ppm 50 ml
2. 100 ppm 6,5 ml 25 ppm 25 ml
3. 100 ppm 10 ml 10 ppm 100 ml
4. 10 ppm 12,5 ml 5 ppm 25 ml
5. 10 ppm 2,5 ml 1 ppm 25 ml

f. Pengukuran
 Larutan standar
λ = 472,0 nm

No. Konsentrasi Absorbansi


1. 0 ppm 0,015
2. 1 ppm 0,020
3. 5 ppm 0,200
4. 10 ppm 0,587
5. 25 ppm 0.891
6. 50 ppm -0,010
 Sampel

No. Λ Absorbansi
1. 472,0 nm 0,054

 Hasil Pengamatan
a. Penyiapan larutan standar FeCl3

V 1 . C1 = V 2 . C2
V1 . 1000 ppm = 50 ml . 100 ppm
V1 = 5 ml

 Jadi, untuk membuat larutan standar FeCl3 100 ppm sebanyak 100 ml
diperlukan larutan standar FeCl3 1000 ppm sebanyak 5 ml yang kemudian
diencerkan kembali.

b. Larutan FeCl3 100 ppm diencerkan menjadi 50 ppm dalam 50 ml


V1 . C1 = V2 . C2
V1 . 100 ppm = 50 ml . 50 ppm
V1 = 25 ml

 Jadi, untuk membuat larutan standar FeCl3 50 ppm sebanyak 50 ml


diperlukan larutan FeCl3 100 ppm sebanyak 25 ml kemudian diencerkan
menjadi 50 ml.

Dengan cara yang sama, diperoleh :

No. V1 (ml) C1 (ml) V2 (ml) C2 (ml)


1. 25 100 50 50
2. 6,5 100 25 25
3. 10 100 100 10
4. 12,5 10 25 5
5. 2,5 10 25 1

c. Penentuan kurva kalibrasi


λ = 472,0 nm

No. konsentrasi Absorbansi


1. 0 ppm 0,015
2. 1 ppm 0,020
3. 5 ppm 0,200
4. 10 ppm 0,587
5. 25 ppm 0,891
6. 50 ppm -0,010
1
0.9 f(x) = 0.0364474445515911 x + 0.0437309546769528
R² = 0.930472693585854
0.8
0.7
0.6

Absorbansi
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 5 10 15 20 25 30
konsentrasi (ppm)

Grafik Konsentrasi VS Absorbansi

d. Penentuan kadar Fe dalam Bayam


Berdasarkan grafik konsentrasi vs absorbansi pada panjang gelombang 472,0 nm
diperoleh persamaan garis :
y = 0,036x + 0,043
dimana y adalah absorbansi dan x adalah konsentrasi

 Dari hasil pengukuran diperoleh Absorbansi pada sampel bayam


Sebesar 0,054
y = 0,054
y = 0,036x + 0,043
y−0,043
x=
0,036
0,054−0,043
x=
0,036
x = 0,305 ppm

50 ml
Faktor pengenceran = = 50
1ml
Kandungan Fe dalam cuplikan bayam = 0,305 ppm x 50

= 15,25 ppm

Jadi, kandungan Fe dalam cuplikan bayam sebesar 15,25 ppm

 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, sampel cuplikan yang digunakan yaitu bayam dengan
massanya sebesar 0,4 gram.spektrofotometri uv-vis tidak dapat digunakan untuk
menganalisis sampel padat. Oleh karena itu, Salah satu cara untuk mengubah partikel
padat menjadi partikel cair adalah dengan cara destruksi. Proses destruksi dikatakan
selesai apabila larutan yang di destruksi terlihat jernih hal ini menandakan semua partikel
padat bahan telah terdestruksi menjadi bentuk partikel yang larut tanpa ada partikel padat
yang tersisa. Untuk itu, bayam harus didestruksi karena bayam partikel padat.proses
destruksinya dengan cara melarutkan sampel bayam dengan asam nitrat pekat dan asam
sulfat pekat secara bertetes tetes hingga larut masing-masing sebanyak 2 ml. Sampel
dikatakan larut apabila serbuk bayamnya sudah benar-benar tidak ada (larut semua) dan
tidak ada lagi warna hijau dari bayam tersebut melainkan berwarna agak kekuningan.
ketika selesai destruksi dilakukan pengenceran dari 100 ml menjadi 50 ml dimana 1 ml
dari 100 ml sampel yang telah diencerkan dan ditambahkan larutan tiosianat sebanyak 2
ml . larutan sampel diencerkan dengan factor pengenceran sebesar 50 kali. Larutan
sampel perlu diencerkan karena konsentrasi yang terlalu tinggi akan memberikan hasil
yang tidak linier karena pengaruh hamburan. Namun, larutan sampel juga tidak boleh
terlalu encer karena akan memberikan serapan yang tidak linier karena pengaruh
background. Pada praktikum ini, prinsip spektofotometri yang digunakan,yaitu hukum
lambert beer . Dimana, konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan
mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu. Hukum Lambert-Beer menyatakan
hubungan linieritas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit dan berbanding
terbalik dengan transmitan.

Dalam praktikum, larutan sampel dan larutan standar ditambahkan larutan asam
nitrat 0,1 N dan larutan tiosianat 2 M sebelum ditandabataskan. Karena pada asam nitrat
berfungsi untuk mencegah terjadinya hidrolisis Fe3+ menjadi Fe(OH)3.
Fe3+ + 3H2O Fe(OH)3 + 3H+

Sedangkan penambahan larutan tiosianat digunakan untuk memantapkan warna


larutan karena larutan yang akan dianalisis harus merupakan larutan yang berwarna.
Larutan tiosianat yang ditambahkan kedalam larutan akan bereaksi dengan besi (III)
membentuk kompleks yang berwarna merah tua.

Fe3+ + SCN- Fe(SCN)2+

Merah tua

Berdasarkan pengukuran larutan standar, didapat nilai absorbansinya dan dibuat


grafik, sehingga diperoleh persamaan garis, yakni y = 0,036x + 0,043 dengan R2 = 0,930.
Nilai R2 didapat kurang dari 1 sehingga grafik yang didapatkan kurang linier, yang
dikatak linier yaitu ketika nilai R2 sama dengan 1. Kurva ini juga menunjukkan bahwa y
merupakan fungsi dari x, dimana nilai y akan berubah jika x juga berubah

Berdasarkan pengukuran didapatkan hasil absorbansi sampel pada panjang


gelombang 472,0 nm sebesar 0,054. Ketika nilai absorbansi dimasukkan kedalam
persamaan garis yang didapat, yakni y = 0,036x + 0,043 dan diperoleh konsentrasi
sampel sebesar 0,305 ppm. Namun, konsentrasi harus dikalikan dengan faktor
pengenceran, hal ini dikarenakan pada percobaan dilakukan pengenceran sebanyak 50
kali. Jadi, konsentrasi Fe dalam sampel bayam setelah dikali factor pengenceran sebesar
15,25 ppm.

DAFTAR PUSTAKA

Widiastuti & Fitria Aini. 2008. PENETAPAN KADAR BESI (Fe) PADA BAYAM HIJAU, BAYAM RAJA DAN
BAYAM DURI DI PASAR MOJOSONGO. https://jurnal.uns.ac.id/carakatani/article/view/13832.

Anda mungkin juga menyukai