Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

BATU KANDUNG KEMIH DAN SISTISIS INTERSTISIAL


Diajukan untuk memenuhi salah satu mata kuliah sistem perkemihan

Disusun Oleh :

Asep Mulyana
Lela Amanda
Sinta Mustika Alam

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN / III A


STIKES KARSA HUSADA GARUT
Jl. Nusa Indah No.24 Tarogong-Garut
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “BATU KANDUNG KEMIH DAN SISTISIS INTERTISIAL” Makalah ini
di susun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Perkemihan.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
sempurnanya makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis,
umumnya bagi pembaca.
Atas segala perhatiannya, kami ucapkan terimakasih.

Garut, Oktober 2014

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................................

Daftar Isi..................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................

1. Latar Belakang .......................................................................................................


2. Tujuan
Penulisan................................................................................................................
3. Metode
Penulisan................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................

1. Definisi...................................................................................................................
2. Mekanisme Kerja Insulin.....................................................................................
3. Efek Fisiologi Insulin...........................................................................................

BAB III PENUTUP................................................................................................................

1. Kesimpulan............................................................................................................

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kasus batu kandung kemih pada orang dewasa di Negara barat sekitar 5% dan
terutama diderita oleh pria, sedangkan pada anak-anak insidensinya sekitar 2-3%.
Beberapa faktor risiko terjadinya batu kandung kemih : obstruksi infravesika,
neurogenic bladder, infeksi saluran kemih (urea-splitting bacteria), adanya benda
asing, divertikel kandung kemih.
Di Indonesia diperkirakan insidensinya lebih tinggi dikarenakan adanya
beberapa daerah yang termasuk daerah stone belt dan masih banyaknya kasus batu
endemik yang disebabkan diet rendah protein, tinggi karbohidrat dan dehidrasi kronik.
Pada umumnya komposisi batu kandung kemih terdiri dari : batu
infeksi(struvit), ammonium asam urat dan kalsium oksalat.
Batu kandung kemih sering ditemukan secara tidak sengaja pada penderita
dengan gejala obstruktif dan iritatif saat berkemih. Tidak jarang penderita datang
dengan keluhan disuria, nyeri suprapubik, hematuria dan buang air kecil berhenti tiba-
tiba.
Beberapa penyelidikan menunjukkan 20% dari wanita-wanita dewasa tanpa
mempedulikan umur setiap tahun mengalami disuria dan insidennya meningkat sesuai
pertumbuhan usia dan aktifitas seksual, meningkatnya frekwensi infeksi saluran
perkemihan pada wanita terutama yang gagal berkemih setelah melakukan hubungan
seksual dan diperkirakan pula karena uretra wanita lebih pendek dan tidak
mempunyai substansi anti mikroba seperti yang ditemukan pada cairan seminal.
Infeksi ini berkaitan juga dengan penggunaan kontrasepsi spermasida-
diafragma karena kontrsepsi ini dapat menyebabkan obstruksi uretra parsial dan
mencegah pengosongan sempurna kandung kemih. Sistitis pada pria merupakan
kondisi sekunder akibat bebarapa faktor misalnya prostat yang terinfeksi, epididimitis,
atau batu pada kandung kemih.
B. TUJUAN PENULISAN
Penulisan Makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata
kuliah sistem perkemihan. Dengan adanya makalah ini semoga kita dapat
memperdalam pengetahuan kita tentang kelenjar pankreas.

C. METODE PENULISAN
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan bagi penulisan makalah ini, penulis
menggunakan metode sebagai berikut :
1. Metode Informasi
Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi yang ada baik itu media
masa, media elektronik maupun internet
2. Metode Keperpustakaan
Metode ini dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari literature untuk
memperoleh landasan teoritis yang berhubungan dengan pokok pembahasan
3. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun menjadi tiga bab, yaitu :
BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : PEMBAHASAN yang meliputi definisi, etiologi, manisfetasi klinik,
asuhan keperawatan pada batu kandung kemih dan sistisis intertisisal
BAB III : PENUTUP
BAB II

PEMBAHASAN I

1. Definisi Vesikolitiasis
Vesikolitiasis adalah penyumbatan saluran kemih khususnya pada vesika urinaria
atau kandung kemih oleh batu penyakit ini juga disebut batu kandung kemih.( Smeltzer
and Bare, 2000 ).
Vesikolitiasis adalah batu yang terjebak di vesika urinaria yang menyebabkan
gelombang nyeri yang luar biasa sakitnya yang menyebar ke paha, abdomen dan daerah
genetalia. Medikasi yang diketahui menyebabkan pada banyak klien mencakup
penggunaan antasid, diamox, vitamin D, laksatif dan aspirin dosis tinggi yang berlebihan.
Batu vesika urinaria terutama mengandung kalsium atau magnesium dalam kombinasinya
dengan fosfat, oksalat, dan zat-zat lainnya. (Brunner and Suddarth, 2001)
Batu kandung kemih adalah batu yang tidak normal di dalam saluran kemih yang
mengandung komponen kristal dan matriks organik tepatnya pada vesika urinari atau
kandung kemih. Batu kandung kemih sebagian besar mengandung batu kalsium oksalat
atau fosfat ( Prof. Dr. Arjatm T. Ph.D. Sp. And dan dr. Hendra Utama, SPFK, 2001 ).
Vesikolitiasis adalah batu yang ada di vesika urinaria ketika terdapat defisiensi
substansi tertentu, seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat atau
ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah
terjadinya kristalisasi dalam urin (Smeltzer, 2002:1460).

2. Etiologi
 Obstruksi kelenjar prostat yang membesar
 Striktur uretra (penyempitan lumen dari uretra)
 Neurogenik bladder (lumpuh kandung kemih karena lesi pada neuron yang
menginervasi bladder)
 Benda asing , misalnya kateter
 Divertikula,urin dapat tertampung pada suatu kantung didinding vesika urinaria
 Shistomiasis, terutama oleh Shistoma haemotobium, lesi mengarah keganasan
Hal-hal yang disebutkan di atas dapat menimbulkan retensi urin, infeksi, maupun
radang. Statis, lithiasis, dan sistitis adalah peristiwa yang saling mempengaruhi. Statis
menyebabkan bakteri berkembang  sistitis; urin semakin basa  memberi suasana yang
tepat untuk terbentuknya batu MgNH4PO4 (batu infeksi/struvit). Batu yang terbentuk
bisa tunggal ataupun banyak.
Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi,
statis urin dan periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan metabolisme
kalsium). Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut Soeparman (2001:378) batu
kandung kemih (Vesikolitiasis) adalah
1. Hiperkalsiuria
Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan karena, hiperkalsiuria
idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan
protein), hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau kelebihan
kalsium.
2. Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih,
khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau
tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi.
3. Hiperurikosuria
Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu
pembentukan batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.
4. Penurunan jumlah air kemih
Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.
5. Jenis cairan yang diminum
Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus anggur.
6. Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan
oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit usus
kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi garam empedu.
7. Ginjal Spongiosa Medula
Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak
dijumpai predisposisi metabolik).
8. Batu Asan Urat
Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan
hiperurikosuria (primer dan sekunder).
9. Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan
organisme yang memproduksi urease.
Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :
1. 75 % kalsium.
2. 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).
3. 6 % batu asam urat.
4. 1-2 % sistin (cystine).

3. Patofisiologi
Batu dalam perkemihan berasal dari obstruksi saluran kemih, naik persial maupu
lengkap. Obstruksi yang lengkap dapat berakibat menjadi hidronefrosis.
Batu saluran kemih merupakan kristalisasi dari mineral dan matriks seputar,
seperti pus, darah ,tumor, atau urat. Komposisi mineral batu bervariasi, kira- kira ¾
bagian dari batu adalah kalsium posfat, asam urin, dan custine
Peningkatan lonsentrasi larutan urin akiabt dari intake cairan yang rendah dan
juga peningkatan bahan organic akibat ISKatau urin tatis, menjadi sarang pembentukan
batu, di tambah adanya infeksi, meningkatkan lapisan urin yang posfat ( long, 1999: 323)

4. Manifestasi Klinis / Tanda Dan Gejala


Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan
berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi pada
leher kandung kemih menyebabkan retensi urin atau bisa menyebabkan sepsis, kondisi ini
lebih serius yang dapat mengancam kehidupan pasien, dapat pula kita lihat tanda seperti
mual muntah, gelisah, nyeri dan perut kembung (Smeltzer, 2002:1461).
o Dapat tanpa keluhan
o Sakit berhubungan dengan kencing (terutama diakhir kencing)
o Lokasi sakit terdapat di pangkal penis atau suprapubis kemudian dijalarkan ke ujung
penis (pada laki-laki) dan klitoris (pada wanita).
o Terdapat hematuri pada akhir kencing
o Disuria (sakit ketika kencing) dan frequensi (sering kebelet kencing walaupun VU
belum penuh).
o Aliran urin berhenti mendadak bila batu menutup orificium uretra interna.
o Bila batu mneyumbat muara ureter  hidrouereter  hidronefrosis  gagal ginjal
Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya
tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan. Jika
penyumbatan timbul dengan cepat (Hidronefrosis akut) biasanya akan menyebabkan
koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah antara rusuk dan tulang punggung) pada sisi
ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (Hidronefrosis
kronis), biasanya tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang
rusuk dan tulang punggung.

Selain tanda diatas, tanda hidronefrosis yang lain menurut Samsuridjal, 26 Juni
2006) adalah:
1. Hematuri.
2. Sering ditemukan infeksi disaluran kemih.
3. Demam.
4. Rasa nyeri di daerah kandung kemih dan ginjal.
5. Mual.
6. Muntah.
7. Nyeri abdomen.
8. Disuria.
9. Menggigil.

5. Pemeriksaan Laboratorium / Diagnostik


Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi pemeriksaan:
1. Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap.
 pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme dapat
berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH yang rendah menyebabkan
pengendapan batu asam urat.
 Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan batu,
bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.
 Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi dalam proses
pembentukan batu saluran kemih.
 Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah terjadi
hiperekskresi.
2. Darah
 Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
 Lekosit terjadi karena infeksi.
 Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
 Alsium, fosfat dan asam urat.
3. Radiologis
 Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi bendungan
atau tidak.
 Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan ini
dapat dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi
tidak memberikan informasi yang memadai.
 PV (Pem Postvoid) : mengetahui pengosongan kandung kemih
 Sistokopi : Untuk menegakkan diagnosis batu kandung kencing.
 Foto KUB Menunjukkan ukuran ginjal ureter dan ureter, menunjukan adanya
batu.
 Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal, mengeluarkan batu yang kecil.
4. EKG
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
5. Foto Rontgen
Menunjukan adanya di dalam kandung kemih yang abnormal.
6. IVP ( intra venous pylografi ) :
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih,membedakan derajat
obstruksi kandung kemih divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot
kandung kemih.
Vesikolitektomi ( sectio alta ) Mengangkat batu vesika urinari atau kandung kemih.
Litotripsi bergelombang kejut ekstra korporeal. Prosedur menghancurkan batu ginjal
dengan gelombang kejut. Pielogram retrograd
7. USG (Ultra Sono Grafi)
Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal.
Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung kemih.
Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih, urografi intravena
atau pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan urine dalam 24 jam untuk
mengukur kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, dan volume total merupakan upaya
dari diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya riwayat batu ginjal, ureter,
dan kandung kemih dalam keluarga di dapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang
mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih pada klien.(Tjokro,N.A, et al. 2001 )

6. Terapi
Menurut  Soeparman ( 2001:383) pengobatan dapat dilakukan dengan :
1. Mengatasi Simtom
Ajarkan dengan tirah baring dan cari penyebab utama dari vesikolitiasis, berikan spasme
analgetik atau inhibitor sintesis prostaglandin, bila terjadi koliks ginjal dan tidak di
kontra indikasikan pasang kateter.
2. Pengambilan Batu
 Batu dapat keluar sendiri Batu tidak diharapkan keluar dengan spontan jika
ukurannya melebihi 6 mm.
 Vesikolithotomi.
 Pengangkatan Batu
3. Lithotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal
Prosedur non invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu. Litotriptor
adalah alat yang digunakan untuk memecahkan  batu tersebut, tetapi alat ini hanya dapat
memecahkan batu dalam batas ukuran 3 cm ke bawah. Bila batu di atas ukuran ini dapat
ditangani dengan gelombang kejut atau sistolitotomi melalui sayatan prannenstiel.
Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang terkecil seperti pasir, sisa batu tersebut
dikeluarkan secara spontan.
4. Metode endourologi pengangkatan batu
Bidang endourologi mengabungkan ketrampilan ahli radiologi mengangkat batu renal
tanpa pembedahan mayor. Batu diangkat dengan forseps atau jarring, tergantung dari
ukurannya. Selain itu alat ultrasound dapat dimasukkan ke selang nefrostomi disertai
gelombang ultrasonik untuk menghancurkan batu.
5. Ureteroskopi
Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan alat
ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser,
litotrips elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian diangkat.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BATU KANDUNG KEMIH

A. Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik


a. Anamnesa
1. Identitas Klien
Meliputi nama klien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama/suku,
warga negara, bahasa yang digunakan, pendidikan, pekerjaan, alamat rumah.
2. Data Medik

Dikirim oleh siapa dan diagnosa medik saat masuk maupun saat pengkajian.
3. Keluhan Utama
Frekuensi berkemih yang meningkat, urine yang masih menetes setelah
berkemih, merasa tidak puas setelah berkemih, sering berkemih pada malam hari,
penurunan kekuatan, dan ukuran pancaran urine, mengedan saat berkemih, tidak
dapat berkemih sama sekali, nyeri saat berkemih, hematuria, nyeri pinggang,
peningkatan suhu tubuh disertai menggigil, penurunan fungsi seksual, keluhan
gastrointestinal seperti nafsu makan menurun, mual,muntah dan konstipasi.

b. Pemeriksaan Fisik
1. Status Kesehatan Umum
Meliputi kedaan penyakit, tingkat kesadaran,suara bicara dan tanda-tanda vital.
2. Head to Toe
 Kepala : Apakah klien terdapat nyeri kepala, bagaimana bentuknya, apakah terdapat
masa bekas terauma pada kepala, bagaimana keadaan rambut klien.
 Muka : Bagaimana bentuk muka, apakah terdapat edema, apakah terdapat paralysis
otot muka
 otot rahang.
 Mata : Apakah kedua mata memiliki bentuk yang berbeda, bentuk alis mata, kelopak
mata, kongjungtiva, sclera, bola mata apakah ada kelainan, apakah daya penglihatan
klien masih baik.
 Telinga
Bentuk kedua telinga simetris atau tidak, apakah terdapat sekret, serumen dan benda
asing, membran timpani utuh atau tidak, apakah klien masih dapat mendengar dengan
baik.
 Hidung
Apakah terjadi deformitas pada hidung klien, apakah settum terjadi diviasi, apakah
terdapat secret, perdarahan pada hidung, apakah daya penciuman masih baik.
 Mulut Faring
Mulut dan Faring, apakah tampak kering dan pucat, gigi masih utuh, mukosa mulut
apakah terdapat ulkus, karies, karang gigi, otot lidah apakah masih baik, pada tonsil
dan palatum masih utuh atau tidak.
 Leher : Bentuk leher simetis atau tidak, apakah terdapat kaku kuduk, kelenjar limfe
terjadi pembesaran atau tidak.
 Dada : Apakah ada kelainan paru-paru dan jantung.
 Abdomen : Bentuk abdomen apakah membuncit, datar, atau penonjolan setempat,
peristaltic usus meningkat atau menurun, hepar dan ginjal apakah teraba, apakah
terdapat nyeri pada abdomen.
 Inguinal /Genetalia/ anus : Apakah terdapat hernia, pembesaran kelejar limfe,
bagaimana bentuk penis dan scrotum, apakah terpasang keteter atau tidak, pada anus
apakah terdapat hemoroid, pendarahan pistula maupun tumor, pada klien
vesikollitiasis biasanya dilakukan pemeriksaan rectal toucer untuk mengetahuan
pembesaran prostat dan konsistensinya.
 Ekstermintas : Apakah pada ekstermitas bawah dan atas terdapat keterbatasan gerak,
nyeri sendi atau edema, bagaimana kekuatan otot dan refleknya
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan fisik
sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu dan penyulit yang ditimbulkan.
Pemeriksaan fisik umum : hipertensi, febris, anemia, syok
Pemeriksan fisik khusus urologi :
o Sudut kosto vertebra : nyeri tekan , nyeri ketok, pembesaran ginjal
o Supra simfisis : nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh
o Genitalia eksterna : teraba batu di uretra
o Colok dubur : teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan prekuensi atau
dorongan kontraksi vesika urinaria (doengoes, 1999)
2. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh
batu, obstruksi mekanik, imflamasi, (doenges,1999)
3. Resiko tinggi defisit voleme caian berhubungan dengan mual/ muntah iritasi saraf
(doengoes, 1999)
4. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum(doengoes,1999)
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan internal: proses penyakit, setres psikologis,
ketidak aktifan (doengoes, 1999)

C. Intervensi Kperawatan
1. Nyeri berhubungan cidera jaringan sekunder terhadap batu kandung kemih dan
spaseme otot polos
Tujuan : rasa nyeri berkurang atau hilang
KH : Menunjukan nyeri berkurang sampai hilang, ekspresi wajah
Rileks , sekala nyeri 3

Intervensi :

a. Catat lokasi, lamanya intensitas nyeri (0-10) dan penyebaranya

Rasional : membantu mengevaluasi tempat obstruksi kemajuan grakan

Kulkus nyeri panngul sering menyebar, nyeri tib-tiba dan hebat dapat
mencetuskan ketakutan, gelisan ansietas sampai tingkat berat / panik

b. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan kesetap terhadap perubahan


kejadian atau karakteristik nyeri
Rasional : memebrikan kesempatan untuk pemberian analgetik sesuai waktu
( membantu meningkatkan koping klien dan dapat menurunkan ansietas).
c. Beriakan tindakan untuk meningkatnkan kenyamanan seperti pijatan punggung,
lingkukan dan istirahat.
Rasional : memberikan relaksasi, menurukan keteganagn otot dan meningkatkan
koping
d. Bantu / dorong penggunaan nafas berfokus, bimbingan imajinasi dan
aktivitas terapetik
Rasional : mengarahkan kembali perhatian dan membantu dalam relaksasi
otot
2. Perubahan eliminasi berhubuangan dengan stimulasi kandung kemih oleh
batu,obstruksi mekanik, imflamasi.
Tujuaan : klien berkemih dengan jumlah normal dan pola biasa/ tidak adak gangguan
KH : jumlah urin 1500 ml/ jam dan pola biasa, tidak ada didtensi kandung kemih dan
edema
Intervensi :
a. Monitor pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik irin
Rasional : memberiakan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi,
conto infeksi dan pendrahan.
b. Tentuakan pola berkemih normal klien dan eprhatiakn variasi
Rasional : kalkulus dapat menyebabkan eksitasbilitas syaraf , ynag menyebabkan
sensasi berkemih segera
c. Dorong klien untuk pemasukan cairan
Rasional : peningkatan hidrasi mebilas bakteri, darah dan debris dan dapat
memebantu lewatnya batu
d. Perikasa semua urin, catat adtnya keluaran btu dan kerem ke laboratorium untuk
di analisa
Rasional : penemuan batu meningkatkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi
pilihan terapi.
3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan denga mual, muntah
Tujuan : Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan adekuat
KH :
- tekanan darah 180/85 mmHg
- nadi 60-100 X /menit
- BB dalam rentan normal
- membran mukosa lembab
- turgorkulit baik
Intervensi :
a. monitor pemasukan dan pengeluaran cairan
rasional : membantu dalam evaluasi adanya atau derajat statis atau kerusakan
ginjal
b. catat insiden muntah diare. Perhatikan karakteristik muntah/ diare jaga kejadian
yang menyertai/ mencetuskan
rasionaly : pencatatan dapat emembantu menegsampingkan kejadian abdominal
lain yang meneyebabkan neyri atau menyebabkan kalkulus
c. tingkatakan pemasukan cairan sampai 3-4 perhari dalam toleransi jantung
rasional : mempertahankan keseimbnagan cairan untuk homeostatis juga tindakan
memcuci yang dapat membilas batu keluar.
d. Awasi tanda vital evaluasi nadi, pengisian kaviler, turgor kulit dan membran
mukosa
4. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
Tujuan : pola aktivitas terpenuhi
KH : Klien menunjukan pola aktivitas
Intervensi :
a. Kaji kemempuan pasien untuk melakukan tugas
Rasionalnya : mempengaruhi pilihan inervesi atau bantuan
b. Berikan lingkunagan, pertahankan tirah baring bila di indikasi .
Rasional :meningkatkan istirahat dan ketenangan
c. Berikan bantuana dalam aktivitas bila perlu, memeungkinkna pasien untuk
melakukanya sebanyak mungkin
Rasioanalnya membantu harga diri di tingkatkan bila pasien melakuakan sesuatu
sendiri
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan internal: proses penyakit, setres psikologis,
ketidak aktifan
Tujuan : pasein dapat tidur dan istirahat dengan nyaman
KH : - pasien tidur kurang lebih 6-8 jam

-Raut muka segar

Intervensi :

a. mengakji kebutuhan tidur dan penyebabkurang tidur

Rasionalnya : mengetahui permasalahan pasien dalam pemenuhan istirahat tidur


b. beriakan temapat yang nyaman dan beberapa milik pribadi bantal dan guling
Rasioanal : meningkatkan knyamanan tubuh serta hubunga fidiologid atau
fisikologis
PEMBAHASAN II

1. Definisi Cystitis
Cystitis merupakan peradangan pada kandung kemih (Medical Surgical Nursing,
2004). Cystitis adalah keadaan klinis akibat berkembang biaknya mikroorganisme yang
menyebabkan inflamasi pada kandung kemih.
Sistitis adalah inflamasi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh
menyebarnya infeksi dari uretra. (Brunner & Suddarth, 2002). Sistitis adalah imflamasi
kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh penyebaran infeksi dari uretra karena
aliran balik dari uretra ke dalam kandung kemih (refluks utrovesikal), kontaminasi fekal,
pemakaian kateter atau sistokop.
Sistitis adalah peradangan akut atau kronis kandung kemih dengan infeksi atau
tidak. sSistitis adalah inflamasi kandung kemih yang menyerang pada pasien wanita,
dimana terjadi infeksi oleh Escherichia Coli.
2. Anatomi Fisiologi
Vesika urinaria adalah sebuah kantong yang dibentuk oleh jaringan ikat dan otot
polos. Vesika urinaria berfungsi untuk tempat penyimpanan urin. Apabila terisi sampai
200 – 300 cm3 maka akan timbul keinginan untuk miksi. Miksi adalah suatu proses yang
dapat dikendalikan, kecuali pada bayi dan anak-anak kecil merupakan suatu reflex.
Vesica Urinaria adalah suatu organ yang berfungsi untuk menampung urin. Pada
laki – laki, organ ini terletak tepat dibelakang Symphisis Pubis dan didepan Rektum.
Pada perempuan, organ ini terletak agak dibawah uterus, di depan vagina. Saat kosong,
berukuran kecil seperti buah kenari, dan terletak di pelvis. Sedangkan saat penuh berisi
urine, tingginya dapat mencapai um bilicus dan berbentuk seperti buah pir.

Dinding Vesica Urinaria memiliki beberapa lapisan :

a. Serosa: Lapisan terluar, merupakan perpanjangan dari lapisan peritoneal


ronggaabdomino pelvis. Hanya di bagian atas pelvis
b. Otot Detrusor: Lapisan tengah. Terdiri dari otot – otot polos yang saling membentuk
sudut. Berperan penting dalam proses urinasi
c. Submukosa: Lapisan jaringan ikat, menghubungkan antara lapisan otot Detrusor
dengan lapisan mukosa
d. Mukosa: Terdiri dari epitel – epitel transisional. Membentuk lipatan saat dalam
keadaan relaks, dan akan memipih saat keadaan terisi penuh
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak
di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti
kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis
medius Bagian vesika urinaria terdiri dari :

a. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini
terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus
deferent, vesika seminalis dan prostate.
b. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika
umbilikalis.
d. Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan
sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan
bagian dalam).

Vesica urinaria fungsinya untuk menampung urine yang telah dibentuk oleh
ginjal, dalam rangka untuk mengekskresikan sisa metabolisme hal ini sangat penting,
karena sisa metabolisme ini kemungkinan besar mengandung zat karsinogenik yang akan
kontak dengan mukosa vesica urinaria yang berupa epitel transisional sehingga bisa
menyebabkan neoplasi. Ditinjau dari fungsi vesika urinaria ini identik dengan rectum
dalam sistema alimentary.

3. Etiologi
a. Bakteri
Kebanyakan berasal dari bakteri Escherichia coly yang scara normal terletak
pada gastrointestinal.pada beberapa kasus infeksi yang berasal dari urethra dapat
menuju ginjal. Bakteri lain yang yang bisa menyebabkan infeksi adalah Enterococcus,
klebsiella, proteus, pseudomonas, dan staphylococcus
b. jamur
Infeksi jamur, penyebabnya misalnya candidia
c. Virus dan parasit
Infeksi yang disebabkan oleh virus dan parasit jarang terjadi. Contohnya :
trichomonas ,parasit ini terdapat dalam vagina, juga dapat berada dalam urin

Sedangkan yang non-infeksi biasanya terjadi karena :


 Paparan bahan kimia, contohnya obat-obatan  ( misalnya cyclophosphamide atau
cytotaxan atau procycox )
 Radio terapi
 Reaksi imunologi biasanya pada pasien SLE ( Systemic Lupus Erytemaous )
 Penyebab lain dari cystitis belum dapat diketahui, ada penelitian yang menyatakan
bahwa cystitis bisa disebabkan tidak berfungsinya epitel kandung kemih untuk
menyimpan urine yang menyebabkan adanya kebocoran pada lapisan dalam kandung
kemih

4. Patofisiologi / Patoflow

Cystitis merupakan infeksi saluran kemih bagian bawah yang secara umum
disebabkan oleh bakteri gram negatif yaitu Escheriachia Coli peradangan timbul dengan
penjalaran secara hematogen ataupun akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah, baik
akut maupun kronik dapat bilateral maupun unilateral.

Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui :

1) Penyebab endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat saluran kemih yang
terinfeksi.
2) Hematogen yaitu penyebaran mikroorganisme patogen yang masuk melalui darah
yang terdapat kuman penyebab infeksi saluran kemih yang masuk melalui darah dari
suplay jantung ke ginjal.
3) Limfogen yaitu kuman masuk melalui kelenjar getah bening yang disalurkan melalui
helium ginjal.
4) Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.

Dua jalur utama terjadi infeksi saluran kemih ialah hematogen dan ascending.
Tetapi dari kedua cara ini, ascendinglah yang paling sering terjadi. Infeksi hematogen
kebanyakan terjadi pada pasien yang daya tahan tubuh rendah karena menderita suatu
penyakit kronik atau pada pasien yang sementara mendapat pengobatan imun supresif.
Penyebaran hemotogen bisa juga timbul akibat adanya infeksi disalah satu  tempat
misalnya infeksi S.A ureus pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran hematogen dari
fokus infeksi dari tulang, kulit, endotel atau di tempat lain. Infeksi ascending yaitu
masuknya mikroorganisme dari uretra ke kandung kemih  dan menyebabkan infeksi pada
saluran kemih bawah. Infeksi ascending juga bisa terjadi oleh adanya rrefluks vesico
ureter yang mana mikroorganisme yang melalui ureter naik ke ginjal untuk menyebabkan
infeksi.
Infeksi traktus urinarius terutanma berasal dari mikroorganisme pada faeces yang
naik dari perineum ke uretra dan kandung kemih serta menempel pada permukaan
mukosa. Agar infeksi dapat terjadi, bakteri harus mencapai kandung kemih, melekat pada
dan mnegkolonisasi epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan melalui
berkemih, mekanisme pertahanan penjamu dan cetusan inflamasi.
5. Klasifikasi
o Sistitis primer, merupakan radang yang mengenai kandung kemih radang ini dapat
terjadi karena penyakit lain seperti batu pada kandung kemih, divertikel, hipertropi
prostat dan striktura uretra.
o Sistitis sekunder, merupakan gejala yang timbul kemudian sebagai akibat dari
penyakit primer misalnya uretritis dan prostatitis.
6. Tanda dan Gejala
o Peningkatan frekuensi miksi baik diurnal  maupun nokturnal.
o Disuria karena epitilium yang meradang tertekan
o Rasa nyeri pada daerah suprapubik atau perineal.
o Rasa ingin buang air kecil.
o Hematuria
o Demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah.

7. Pemeriksaan penunjang
Pada kasus infeksi kandung kemih pemeriksaan yang biasa dilakukan berdasarkan
literatur yang ada adalah :
o Pemeriksaan urine lengkap.
o Pemeriksaan USG abdomen.
o Pemeriksaan photo BNO dan BNO IVP
8. Komplikasi
o Pembentukan abses ginjal atau perirenal
o Gagal ginjal
9. Pengobatan.
Tidak ada pengobatan standar ataupun pengobatan efektif untuk sistitis interstisial.
Beberapa jenis pengobatan yang pernah dicoba dilakukan pada penderita sistitis interstisial
:
a. Dilatasi (pelebaran) kandung kemih dengan tekan hidrostatik (tenaga air)
b. Obat-obatan (elmiron, nalmafen)
c. Anti-depresi (memberikan efek pereda nyeri)
d. Antispasmodik
e. Klorapaktin (dimasukan kedalam kandung kemih)
f. Antibiotik (biasanya tidak banyak membnatu, kecuali jika terdapat infeksi kandung
kemih)
g. DMSO (dimetilsulfoksida), untuk mengurangi peradangan.
h. Pembedahan
ASUHAN KEPERAWATAN SISTINSIS INTERTISIAL

A. Pengkajan
1. Data DEmografi
2. Riwayat penyakit
3. Pola Funfsional
4. Pemeriksaan Fisik
5. Pemeriksaan Diagnostik

B. Konsep Dasar Keperawata


1. Nyeri Akut b/d Proses penyakit
2. Hipertermi b/d Inflamasi
3. Gangguan Eliminasi Urine b/d inflamasi pada kandung kemih.
4. Defisiensi Pengetahuan b/d kurangnya informasi tentang penyakitnya

C. Intervensi

Nursing Care Plan / Intervensi


No Masalah Keperawatan Nursing Outcomes Nursing Interventions
Classification (NOC) Classification (NIC)

1 Nyeri Akut Setelah dilakukan 1400. Pain management

Defenisi : Pengalaman sensori tindakan keperawatan Aktivitas keperawatan:


dan emosional yang tidak selama …. x 24 jam 
1. Lakukan pengkajian
menyenangkan yang muncul klien  akan:
nyeri secara
akibat kerusakan jaringan yang -          2102. Pain
komprehensif termasuk
actual atau potensial atau Level
lokasi, karakteristik,
digambarkan dalam hal -          1605. Pain
durasi, frekuensi,
kerusakan sedemikian rupa control
kualitas dan faktor
(International for the Study of 
-          2101. Pain : presipitasi
Pain); awitan yang tiba-tiba
atau lambat dari intensitas Disruptive Effects , 2. Observasi reaksi
ringan hingga berat dengan yang dibuktikan dengan nonverbal dari
akhir yang dapat diantisipasi indikator sebagai ketidaknyamanan
atau dipredisikan dan berikut: 3. Gunakan teknik
berlangsung <6 bulan. (1-5 = tidak pernah, komunikasi terapeutik

Batasan Karakteristik jarang, kadang-kadang, untuk mengetahui

sering, atau selalu) pengalaman nyeri pasien


 Perubahan selera 4. Kaji kultur yang
Kriteria Hasil :
makan mempengaruhi respon
 Perubahan tekan darah -          Mampu nyeri
 Perubahan frekuensi mengontrol nyeri (tahu 5. Evaluasi pengalaman
jantung penyebab nyeri, nyeri masa lampau
 Perubahan frekuensi mampu menggunakan 6. Evaluasi bersama pasien
pernapasan tehnik nonfarmakologi dan tim kesehatan lain
 Laporan isyarat untuk mengurangi tentang ketidakefektifan
 Diaphoresis nyeri, mencari bantuan) kontrol nyeri masa
 Perilaku distraksi (mis: -          Melaporkan lampau
berjalan mondar- bahwa nyeri berkurang 7. Bantu pasien dan
mandir, mencari orang dengan menggunakan keluarga untuk mencari
lain dan/ atau aktivitas manajemen nyeri dan menemukan
lain, aktivitas yang -          dukungan
Mampu
berulang) 8. Kontrol lingkungan yang
mengenali nyeri (skala,
 Mengekspresikan dapat mempengaruhi
intensitas, frekuensi
perilaku (mis : gelisah, dan tanda nyeri) nyeri seperti suhu
merengek, menangis, ruangan, pencahayaan
-          Menyatakan
waspada, iritabilitas, dan kebisingan
rasa nyaman setelah
mendesah) 9. Kurangi faktor
nyeri berkurang
 Masker wajah (mis: presipitasi nyeri
mata kurang bercahaya, -          Tanda vital 10. Pilih dan lakukan
tampak kacau, gerakan dalam rentang normal penanganan nyeri
mata berpencar atau (farmakologi, non
tetap pada satu focus, farmakologi dan inter
meringis) personal)
 Sikap melindungi area 11. Kaji tipe dan sumber
nyeri nyeri untuk menentukan
 Focus menyempit (mis: intervensi
gangguan persepsi 12. Ajarkan tentang teknik
nyeri, hambatan proses non farmakologi
berpikir, penurunan 13. Berikan analgetik untuk
interaksi dengan orang mengurangi nyeri
dan lingkungan) 14. Evaluasi keefektifan
 Indikasi nyeri yang kontrol nyeri
dapat diamati 15. Tingkatkan istirahat
 Perubahan posisi untuk 16. Kolaborasikan dengan
menghindari nyeri dokter jika ada keluhan
 Sikap tubuh dan tindakan nyeri tidak
melindungi berhasil
 Dilatasi pupil 17. Monitor penerimaan
 Melaporkan nyeri pasien tentang
secara verbal manajemen nyeri
 Focus pada diri sendiri
2210.Analgegesic
 Gangguan tidur
Administrasion

Aktivitas keperawatan:
Faktor Yang Berhubungan :
1. Tentukan lokasi,
 Agen cedera (mis., karakteristik, kualitas,
biologis, zat kimia, dan derajat nyeri
fisik, psikologis) sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih
dari satu
5. Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
8. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

2 Hipertermi Setelah dilakukan 3740. Fever Treatment

Definisi : Keadaan suhu tubuh tindakan keperawatan Aktivitas keperawatan:


seseorang yang meningkat di selama …. x 24 jam 
klien  akan: 1. Monitor suhu sesering
atas rentang normalnya.
mungkin
Batasan Karakteristik : -       0800.
2. Monitor IWL
Thermoregulation,
Mual 3. Monitor warna dan suhu
 yang dibuktikan dengan
Kulit memerah kulit
 indikator sebagai
 Suhu tubuh meningkat berikut: 4. Monitor tekanan darah,

di atas rentang normal nadi dan RR


(1-5 = tidak pernah,
 Frekuensi napas jarang, kadang-kadang, 5. Monitor penurunan
meningkat sering, atau selalu) tingkat kesadaran
 Kejang/konvulsi Kriteria Hasil : 6. Monitor WBC, Hb, dan
 (Kulit) hangat bila di Hct
-          Suhu tubuh
sentuh 7. Monitor intake dan
dalam rentang normal
 Takikardi output
-          Nadi dan RR 8. Berikan anti piretik
dalam rentang norma 9. Berikan pengobatan
Faktor Yang Berhubungan : -          Tidak ada untuk mengatasi
perubahan warna kulit penyebab demam
 Dehidrasi
dan tidak ada pusing, 10. Selimuti pasien
 Penyakit atau trauma
merasa nyaman 11. Lakukan tapid sponge
 Ketidakmampuan atau
12. Berikan cairan intravena
menurunnya
13. Kompres pasien pada
kemampuan untuk
lipat paha dan aksila
berkeringat
14. Tingkatkan sirkulasi
 Pakaian yang tidak
udara
layak
15. Berikan pengobatan
 Kecepatan
untuk mencegah
metabolisme
terjadinya menggigil
meningkat
 Pengobatan/anastesi
 Terpajan pada
3900. Temperature Regulation
lingkungan yang panas
Aktivitas keperawatan:
(jangka panjang)
 Aktivitas yang 1. Monitor suhu minimal
berlebihan tiap 2 jam
2. Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu
3. Monitor TD, nadi, dan
RR
4. Monitor warna dan suhu
kulit
5. Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan
akibat panas
9. Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan
efek negatif dari
kedinginan
10. Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan
penanganan emergency
yang diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
12. Berikan anti piretik jika
perlu

6680. Vital Signs Monitoring

Aktivitas Keperawatan

1. Monitor TD, nadi, suhu,


dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari
nadi
7. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign

3 Gangguan Eliminasi Urine Setelah dilakukan 0590. Urinary Elimination

Defenisi : Disfungsi pada tindakan keperawatan Management


eliminasi urine selama …. x 24 jam  Aktivitas keperawatan:
klien  akan:
Batasan Karakteristik :
1. Lakukan pengkajian
-          0502. Urinary
Continence
 Disuria nyeri secara
-          0410. Urinary
 Sering berkemih komprehensif termasuk
Elimination, yang
 Anyang-anyangan lokasi, karakteristik,
dibuktikan dengan
 Inkontinensia durasi, frekuensi,
indikator sebagai
 Nokturia kualitas dan factor
berikut:
 Retensi presipitasi
 Dorongan (1-5 = tidak pernah, 2. Observasi reaksi
jarang, kadang-kadang, nonverbal dari
sering, atau selalu) ketidaknyamanan
Faktor yang berhubungan: Kriteria Hasil : 3. Gunakan
teknik komunikasi
-          Klien tidak
 Obstruksi anatomic
terapeutik untuk
mengalami disuria,
 Penyebab multiple
mengetahui pengalaman
 Gangguan sensori -          Klien tidak
nyeri pasien
motorik mengalami nokturia,
4. Kaji kultur yang
 Infeksi saluran kemih -          Klien tidak mempengaruhi respon
mengalami nyeri
inkontinensia, 5. Evaluasi pengalaman
-          Klien tidak nyeri masa lampau
mengalami urgensi dan 6. Evaluasi bersama pasien
frekuensi dan tim kesehatan lain

-          Klien tidak tentang keefektifan

mengalami retensi kontrol nyeri masa


lampau
-          Klien dapat
7. Bantu klien dan keluarga
berkemih setiap 3 jam
untuk mencari dan
-          Klien tidak menemukan dukungan
kesulitan pada saat 8. Kontrol factor
berkemih lingkungan yang
-          Klien dapat bak mempengaruhi nyeri
dengan berkemih seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan.
9. Kurangai factor
presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan
penangan nyeri
(farmakologi,
nonfarmakologi dan
interpersonal)
11. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
12. Ajarkan tentang
teknik non farmakologi
(bio feedback, TENS,
hipnotis, relaksasi,
distraksi dll)
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Rencanakan penggunaan
PCA
15. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
16. Tingkatkan istirahat
17. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada komplain
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
18. Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri.

4120. Fluid Management


Aktivitas keperawatan:

1. Timbang
popok/pembalut jika
diperlukan
2. Pertahankan catatan
intake dan output yang
akurat
3. Monitor status hidrasi
( kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah
ortostatik ), jika
diperlukan
4. Monitor vital sign
5. Monitor masukan
makanan / cairan dan
hitung intake kalori
harian
6. Kolaborasikan
pemberian cairan IV
7. Monitor status nutrisi
8. Berikan cairan IV pada
suhu ruangan
9. Dorong masukan oral
10. Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
11. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
12. Tawarkan snack ( jus
buah, buah segar )
13. Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul meburuk
14. Atur kemungkinan
tranfusi
15. Persiapan untuk tranfusi

3 Defisiensi Pengetahuan Setelah dilakukan 5602. Teaching : Disease

Definisi : tindakan keperawatan Process


selama …. x 24 jam  Aktivitas keperawatan:
Ketiadaan atau defisiensi
klien  akan:
informasi kognitif yang
1. Berikan penilaian
berkaitan dengan topik -          1803.
tentang tingkat
tertentu. Kowlwdge : disease
pengetahuan pasien
process
Batasan karakteristik : tentang proses penyakit
-        1805.
yang spesifik
 Perilaku hiperbola Kowledge : health
2. Jelaskan patofisiologi
 Ketidakdaruratan behavior, yang
dari penyakit dan
mengikuti perintah dibuktikan dengan
bagaimana hal ini
 Ketidakdaruratan indikator sebagai
berhubungan dengan
melakukan tes berikut:
anatomi dan fisiologi,
 Perilaku tidak tepat
(1-5 = tidak pernah, dengan cara yang tepat.
(mis ; histeria,
jarang, kadang-kadang, 3. Gambarkan tanda dan
bermusuhan, agitasi,
sering, atau selalu) gejala yang biasa muncul
apatis)
Kriteria Hasil : pada penyakit, dengan
 Pengungkapan masalah
cara yang tepat
-          Klien dan
Faktor yang berhubungan : 4. Gambarkan proses
keluarga menyatakan
penyakit, dengan cara
pemahaman tentang
 Keterbatasan kognitif yang tepat
penyakit, kondisi,
 Salah interpretasi 5. Identifikasi
prognosis dan program
informasi kemungkinan penyebab,
pengobatan
 Kurang pajanan dengna cara yang tepat
-          Klien dan
 Kurang minat dalam 6. Sediakan informasi pada
keluarga mampu
belajar pasien tentang kondisi,
melaksanakan prosedur
 Kurang dapat
mengingat yang dijelaskan secara dengan cara yang tepat
 Tidak familiar dengan benar 7. Hindari harapan yang
sumber informasi -          Klien dan kosong

keluarga mampu 8. Sediakan bagi keluarga

menjelaskan kembali informasi tentang

apa yang dijelaskan kemajuan pasien dengan

perawat/tim kesehatan cara yang tepat

lainnya 9. Diskusikan perubahan


gaya hidup yang
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi di masa yang
akan datang dan atau
proses pengontrolan
penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup
atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang
tepat
BAB III

PENUTUP

A.  Kesimpulan
Sistitis terjadi karena adanya kuman / bakteri yang masuk kedalam vesika urinaria
melalui uretra dari mikroba yang terkandung dalam urin yang lama tertampung dalam vesika
urinaria dan akan menginfeksi di kandung kemih. Pada wanita lebih cenderung terkena
sistitis karena uretra pendek dibanding pria. Setelah terjadi infeksi akibat dari kuman dalam
urine yang tertampung dalam vesika urinaria akan menyebabkan daerah tersebut meradang
dan bisa juga karena kateter atau adanya trauma dari luar sehingga menyebabkan orang
mengalami sistitis seperti perasaan/ dorongan selalu ingin BAK.

Pengenalan penyakit sistitis secara dini dan penanganan yang tepat sangat penting
untuk mencegah kekambuhan infeksi dan kemungkinan komplikasi seperti gagal ginjal atau
sepsis. Tujuan penanganan adalah untuk mencegah infeksi agar tidak berkembang dan
menyebabkan kerusakan renal permanen dan gagal ginjal.

Vesikolitiasis adalah batu yang terjebak di vesika urinaria yang menyebabkan


gelombang nyeri yang luar biasa sakitnya yang menyebar ke paha, abdomen dan daerah
genetalia. Medikasi yang diketahui menyebabkan pada banyak klien mencakup penggunaan
antasid, diamox, vitamin D, laksatif dan aspirin dosis tinggi yang berlebihan. Batu vesika
urinaria terutama mengandung kalsium atau magnesium dalam kombinasinya dengan fosfat,
oksalat, dan zat-zat lainnya. (Brunner and Suddarth, 2001)

Batu kandung kemih adalah batu yang tidak normal di dalam saluran kemih yang
mengandung komponen kristal dan matriks organik tepatnya pada vesika urinari atau
kandung kemih. Batu kandung kemih sebagian besar mengandung batu kalsium oksalat atau
fosfat

B.  Saran
Dengan makalah ini diharapkan pembaca khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti
dan memahami serta menambah wawasan tentang Asuhan keperawatan pada klien dengan
Sistitis. Dan batu kandung kemih

DAFTAR PUSTAKA

Arif Manjosjoer dkk,(2000), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1.EGC : Jakarta

Buleche, G.M., Butcher, H.K., & Dochterman, J.C. (Eds.). (2008). Nursing interventions
classification (NOC) (5th ed.). St. Louis: Mosby/Elsevier

Herdman, T. Heather. (2012). Nursing Diagnosis : Defenitions and Clasification 2012 -2014.
Jakarta : EGC.

Hidayat, A. Aziz Alimul . (2005). Kebutuhan Dasar Manusia . Jakarta : EGC.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., & Swanson, E. (Eds). (2008). Nursing outcomes
classification (NOC) (4th ed.). St. Louis: Mosby/Elsevier

Nursalam, dkk,(2008), Asuhan Keperawtan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan, Salemba Medika :Jakarta

Perry, Potter . (2005). Fundamental Keperawatan . EGC : Jakarta.

Soeparman, dkk. (2001). Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi 3. Jakarta : Balai penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai