1)
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
Jl. Veteran Kota Malang Prvinsi Jawa Timur 65145
a)
email korespondensi: riskaseptifani@ub.ac.id
ABSTRAK
Salah satu Perusahaan minuman kemasan terkemuka di Indonesia adalah PT. Coca-Cola Bottling
Indonesia Bandung Plant (CCBI). Salah satu produk yang diproduksi PT. Coca-Cola Bottling Indonesia
Bandung Plant adalah frestea. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan risiko utama dan strategi
mitigasi risiko produksi frestea. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah fuzzy FMEA dan
fuzzy AHP. Penelitian ini menggunakan 3 responden ahli yang terdiri dari manager, ketua team leader dan
operator. Di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Bandung Plant terdapat 13 risiko produksi frestea.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan fuzzy FMEA, didapatkan risiko tertinggi yaitu risiko
pencetakan botol plastik (blow molding) bermasalah dengan nilai FRPN 7.525. Berdasarkan kepada 13
risiko produksi frestea dilakukan pengolahan data lanjutan dengan menggunakan fuzzy AHP untuk
menentukan alternatif strategi mitigasi risiko untuk saran perbaikan. Dari ketiga kriteria, kriteria mesin
memiliki nilai tertinggi dengan nilai 0.505. Alternatif yang memiliki nilai tertinggi dari kriteria manusia
adalah melakukan pelatihan terhadap operator dengan nilai 0.418. Alternatif yang memiliki nilai tertinggi
dari kriteria mesin adalah melakukan perawatan mesin secara rutin dengan nilai 0.395 dan dari kriteria
material, alternatif yang memiliki nilai tertinggi adalah melakukan pengontrolan bahan baku frestea dan
bahan pengemas dengan nilai 0.549.
Kata kunci: Frestea, Risiko, Mitigasi
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk yang dilakukan oleh Ebrahemzadih (2014) dalam
mengurangi dan mencegah risiko salah satunya adalah penelitiannya yang bertujuan untuk menilai potensi
Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis (Fuzzy bahaya yang terjadi di perusahaan manufaktur Yard
FMEA). FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) Steel Complex. Berdasarkan kepada analisis dan
adalah suatu prosedur terstruktur untuk evaluasi proses yang terjadi di perusahaan tersebut
mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin dengan menggunakan teknik FMEA, maka didapatkan
mode kegagalan (failure mode) (Barends et al., 2012). beberapa proses yang memiliki nilai Risk Priority
FMEA dilakukan dengan menganalisis mode Number (RPN), berdasarkan kepada prioritas nilai RPN
kegagalan dan efek dari setiap kegagalan. Setelah itu tertinggi maka dilakukan beberapa tindakan korektif
dilakukan identifikasi titik kegagalan tunggal, hal oleh perusahaan. Hasilnya bahwa teknik FMEA dapat
tersebut penting karena dapat menilai setiap kegagalan mengidentifikasi jumlah kegagalan. Terjadi penurunan
sesuai dengan kekritisan suatu efek kegagalan dan kerugian setelah dilakukan aksi koreksi untuk
kemungkinan terjadinya kegagalan. Untuk menangani risiko.
mempermudah identifikasi dari banyaknya mode
kegagalan, bisa dilakukan pengkategorian mode METODE PENELITIAN
kegagalan (Lipol dan Jahirul, 2011). Logika fuzzy a. Identifikasi Faktor Risiko Produksi
adalah suatu cara untuk memetakan suatu ruang input Identifikasi variabel dilakukan untuk
kedalam suatu ruang output. Logika fuzzy merupakan mendefinisikan faktor-faktor yang akan menjadi tolak
metode yang sangat tepat untuk penilaian risiko yang ukur penelitian dalam aktivitas produksi yang terkait.
tidak jelas dan tidak memiliki kepastian. Dalam Identifikasi variabel sangat penting dilakukan dalam
penilaian risiko, logika fuzzy dapat digunakan sebagai tahap penyusunan kuesioner. Secara lebih rinci
pendekatan pengambilan keputusan (Roghanian dan identifikasi variabel risiko produksi produk frestea PT.
Fatemeh, 2015). Logika fuzzy dikelompokan menjadi Coca-Cola Bottling Indonesia Bandung Plant dapat
tiga jenis yaitu sistem logika fuzzy murni, sistem logika dilihat pada Tabel 1.
takagi sugeno dan sitem logika fuzzy dengan fuzzifier b. Penentuan Responden
dan defuzzifier. Sistem logika fuzzy yang paling Responden yang akan diambil adalah responden
banyak digunakan dengan fuzzifier dan defuzzifier. ahli, yakni pihak yang mengetahui dengan baik
Sistem logika fuzzy ini diterapkan pada berbagai proses kegiatan produksi PT. Coca-Cola Bottling Indonesia
industri dan produk konsumen (Kinra, 2015). Terdapat Bandung Plant. Pada fuzzy FMEA dan FAHP tidak ada
beberapa alasan mengapa digunakannya logika fuzzy, aturan tentang penentuan jumlah pakar yang digunakan
antara lain (Rezakhani, 2011): karena yang terpenting adalah tingkat kompetensi
1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. responden ahli dalam bidangnya. Responden dalam
Konsep matematis yang mendasari penalaran penelitian ini adalah responden ahli dari pihak PT.
fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti. Coca-Cola Bottling Indonesia Bandung Plant yaitu
2. Logika fuzzy menggunakan set dan aturan manager, ketua lini produksi dan operator produksi di
linguistik untuk memastikan bahwa lini produksi 3.
terminologi antar muka pengguna dan struktur c. Pengujian Kuesioner
permodelan dapat disesuaikan. Pengujian kuesioner yang telah disusun dengan uji
3. Logika fuzzy memiliki hasil yang dapat validitas diperlukan, sebelum kuesioner disebarkan
diskalakan agar bisa dibandingkan satu sama kepada responden ahli. Pada penelitian ini digunakan
lain. jenis pengujian yaitu dengan menggunakan validitas isi
4. Logika fuzzy memiliki sifat paralel di mana (content validity). Content validity lebih kepada
faktor-faktor dalam sistem fuzzy pertanyaan yang ada pada kuesioner agar sesuai dengan
dipertimbangkan. tujuan penelitian. Pengujian kuesioner perusahaan yang
5. Logika fuzzy sangat fleksibel. terlibat dengan dalam penilaian risiko produksi.
FMEA untuk menentukan nilai Risk Priority Kuesioner yang sudah dinyatakan valid dapat
Number (RPN) dari setiap komponen kegagalan. dilakukan pengisian kuesioner apabila belum valid
Berdasarkan nilai FRPN tertinggi selanjutnya maka dilakukan penyusunan ulang kuesioner.
ditentukan strategi untuk memitigasi risiko tersebut. d. Penilaian Risiko Produksi deangan Fuzzy FMEA
Dari strategi yang diusulkan perlu dilakukan (Failure Mode and Effect Analysis)
pembobotan atau penentuan prioritas strategi yang Pengukuran risiko produksi pada penelitian ini
paling penting dilakukan atau yang paling realistis dan menggunakan metode fuzzy FMEA (Failure Mode and
penting dilakukan untuk meminimalkan risiko, Effect Analysis), lalu didapatkan tingkat prioritas dari
pembobotan tersebut dapat menggunakan FAHP. Fuzzy risiko. Metode fuzzy FMEA menggambarkan proses
FMEA merupakan model pengembangan metode penilaian risiko dengan pertimbangan skala S
FMEA konvensional, penambahan konsep fuzzy pada (Severity), O (Occurance) dan D (Detection). Untuk
alogaritma FMEA memungkinkan data linguistik dan skala severity dinilai dari 1 hingga 10, semakin besar
data numerik yang digunakan mempunyai nilai nilai severity menunjukan nilai keparahan yang
membership pada setiap atributnya (Iqbal et al., 2013). semakin besar. Skala occurance dinilai dari angka 1
Tujuan dari Penelitian ini untuk menentukan risiko hingga angka 10, skala ini menunjukan seberapa sering
utama dan strategi mitigasi risiko produksi frestea. kegagalan terjadi. Semakin besar nilai occurance maka
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah semakin tinggi kemungkinan kegagalan terjadi/sulit
fuzzy FMEA dan fuzzy AHP. Penelitian ini dihindari. Skala detection dinilai dari angka 1-10 yang
menggunakan 3 responden ahli yang terdiri dari berarti angka 1 kegagalan dapat terdeteksi hingga
manager, ketua team leader dan operator. Penelitian
angka 10 berarti kegagalan tidak terdeteksi (lolos dari : Nilai agregat dari bobot Fuzzy O
kontrol). Skala severity, occurance dan detection. (occurance)
Menurut Wang et al (2009) langkah-langkah yang : Nilai agregat dari bobot Fuzzy D
dapat digunakan pada penilaian faktor-faktor failure (Detection)
mode pada FMEA dalam bentuk fuzzy dengan tahapan f) Perangkingan berdasarkan nilai FRPN, dimana
sebagai berikut : FRPN terbesar merupakan rangking teratas.
a) Penentuan skala severity, occurance, dan
detection berdasarkan hasil kuesioner . e. Analisis FAHP (Fuzzy Analytical Hierarchy
b) Penyesuaian nilai skala severity, occurance Process)
dan detection ke bahasa linguistik dan Analisis FAHP dilakukan setelah didapatkan hasil
bilangan fuzzy. penilaian terhadap risiko pada kegiatan operasional
c) Melakukan perhitungan agregasi penilaian produksi PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Bandung
peringkat fuzzy terhadap faktor severity, Plant. Berdasarkan nilai FRPN tersebut, maka
occurance dan detection berdasarkan dilakukan strategi mitigasi untuk mengurangi risiko
Persamaan (1) hingga persamaan (3). yang ada. Penyusunan FAHP dimulai dengan
dilakukan identifikasi untuk memperoleh alternatif
strategi untuk mengatasi seluruh risiko. Alternatif
...(1) strategi tersebut diperoleh berdasarkan hasil observasi
...............(1) ...(2) dan wawancara dengan pihak perusahaan. Berikut
...............(2) adalah tahapan-tahapan dalam penyusunan FAHP:
1.Pembuatan hierarki
...............(3) Pembuatan hierarki dapat dilakukan dengan
Keterangan: ...(3) mendefinisikan masalah dan solusi dengan cara
= Nilai agregat dari S (severity) pembuatan struktur hierarki. Dengan hierarki, suatu
= Nilai agregat dari O (occurance) masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam
= Nilai agregat dari D (detection) kelompok-kelompok yang kemudian diatur menjadi
= Bobot responden bentuk hierarki sehingga permasalahan akan lebih
= Jumlah Fuzzy number terstuktur dan sistematis.
2. Matriks pendapat dari pakar
d) Melakukan agregasi bobot kepentingan untuk Pembuatan matriks pendapat dari pakar dilakukan
faktor severity, occurance dan detection dengan membentuk matriks perbandingan berpasangan
berdasarkan dengan persamaan (4) hingga utuk menggambarkan pengaruh setiap elemen.
persamaan (6). Pembuatan matriks tersebut dilakukan dengan
memberikan kuesioner.
3. Perhitungan total kolom, total baris, vektor prioritas,
...(4) perkalian matriks dengan vektor prioritas dan
perhitungan bobot prioritas.
4. Penentuan nilai eigen (λ) maximum dengan rumus
...(5) 5. Nilai tingkat konsistensi/indeks konsistensi (CI)
dirumuskan dengan:
...(6) CI = …(8)
Keterangan:
Keterangan:
CI = Indeks konsistensi
= nilai agregat dari bobot Fuzzy S λ maks = Nilai eigen terbesar dari matriks berordo n
(severity) n = Banyaknya elemen
= nilai agregat dari bobot Fuzzy O Semakin nilai CI mendekati nilai 0 maka semakin
(occurance) konsisten suatu observasi.
= nilai agregat dari bobot Fuzzy D 6. Perhitungan Ratio Konsistensi (CR) dengan
(Detection) rumus:
= bobot responden CR = ...(9)
= jumlah Fuzzy number
Keterangan:
e) Menentukan FRPN untuk tiap risiko CR = Ratio Konsistensi
dengan berdasarkan persamaan (7). CI = Indeks Konsistensi
RI = Indeks Acak (random indeks)
...(7) Nilai indeks acak bervariasi sesuai dengan orde
matriksnya yang dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai ratio
Keterangan: konsistensi (CR) yang lebih kecil atau sama dengan 0,1
FRPN : Fuzzy Risk Priority Number merupakan nilai yang mempunyai tingkat konsistensi
: Nilai agregat dari S (severity) yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan dengan
: Nilai agregat dari O (occurance) demikian nilai CR merupakan tolak ukur bagi
konsistensi hasil komperasi berpasangan suatu matriks
: Nilai agregat dari D (detection)
pendapatan.
: Nilai agregat dari bobot Fuzzy S (severity)
hasilnya diukur, apabila telah sesuai dengan standar manajer produksi. Responden yang selanjutnya
pabrik kemudian siap untuk proses selanjutnya yaitu diberikan bobot sebesar 30 % kepada Ketua Lini
proses pembotolan. Proses pembotolan dilakukan Produksi dan responden yang terahir diberikan bobot
setelah proses pasteurisasi. sebesar 30 % kepada Operator Produksi. Pembobotan
3. Pembotolan (Bottling) tersebut disesuaikan dengan jumlah pembobotan yaitu
a. Pembuatan Botol PET 100 %. Risiko Produksi frestea di PT. Coca-Cola
Preform botol PET dipanaskan menggunakan Bottling Indonesia Bandung Plant didapatkan dari hasil
mesin blow molding yang terintegrasi dengan mesin observasi dan wawancara dengan ketiga responden ahli
filler. Preform berasal dari pergudangan bahan dari PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Bandung Plant.
pengemas menuju kepada gudang preform setelah itu Berdasarkan observasi dan wawancara tersebut
preform menuju mesin blow molding dengan conveyor. didapatkan 13 risiko yang terjadi pada proses produksi
Preform yang masuk kedalam pencetakan blow frestea.
molding dalam keadaaan berdiri dan masuk satu Setelah melakukan identifikasi variabel penilaian
persatu kedalam. Sebelum diberitekanan terlebih risiko, selanjutnya dilakukan analisis risk driver dan
dahulu dilakukan pemanasan awal, setelah dilakukan risk impact dengan metode Failure Mode and Effect
pemanasan selanjutnya dibuat botol dengan tekanan Analysis (FMEA). Setiap komponen risiko memiliki
tertentu sambal memutar botol sebanyak 12 botol penyebab (risk driver) dan dampak (risk impact).
dalam satu kali pembuaran. Botol PET yang telah Analisis risk driver dan risk impact dilakukan agar
terbentuk selanjutnya didinginkan dan ditransfer ke dapat diketahui penyebab dan dampak dari komponen
mesin filler untuk proses pengisian minuman. risiko, berdasarkan kepada variabel yang ada Kegunaan
b. Pasteurisasi Minuman dari risk driver dan risk impact adalah untuk
Pasteurisasi dilakukan dengan memanaskan mengetahui penyebab risikotersebut dan
minuman dengan temperatur tertentu sehingga untukmengetahui bagaimana dampak dari risiko
mikroorganisme tidak bisa tumbuh. Suhu pasteurisasi tersebut terhadap proses produksi. Komponen yang ada
untuk minuman teh yang ada di PT. Coca-Cola pada identifikasi risk driver dan risk impact sama
Bottling Indonesia Bandung Plant sekitar 60-80 derajat seperti komponen yang ada pada identifikasi variabel
celsius. Pasteurisasi dilakukan sebelum proses filling penilaian risiko. Gambaran tentang identifikasi risk
dilakukan. driver dan risk impact dapat dilihat pada Tabel 5.
c. Pengisian dan Pemasangan Tutup Pengukuran Risiko Produksi Frestea
Minuman dari unit pasteurisasi dimasukan ke Pengukuran risiko produksi frestea menggunakan
dalam mesin filler, selanjutnya diisikan ke dalam botol metode fuzzy failure mode and effect analysis (Fuzzy
PET dan disemprot menggunakan air panas untuk FMEA). Menurut Suhartini., dkk (2013), menjelaskan
menghilangkan mikroba. Botol langsung ditutup bahwa fuzzy FMEA dapat digunakan untuk pengukuran
dengan menggunakan closure. Pada saat akan risiko yang mana mengidentifikasi bentuk-bentuk
ditambahkan closure terlebih dahulu disterilisasi agar potensi kegagalan, menentukan bagaimana dampak
terbebas dari kontaminasi mikroba. Botol yang keluar tersebut mempengaruhi produksi. Menurut Keskin
dari mesin filler selanjutnya melewati FHD (Filling dalam Nasution., dkk (2014), penambahan fuzzy pada
Heigh Detection) untuk mendeteksi kesesuaian isi dari FMEA akan membuat hasil yang lebih akurat
produk. dibandingkan dengan menggunakan metode FMEA
4. Pengemasan saja karena dengan menggunakan fuzzy dapat membuat
Botol yang sudah melalui FHD selanjutnya hasil dari FMEA tidak bias. Perhitungan agregasi
disemprot lagi dengan air panas agar menghilangkan dilakukan berdasarkan penilaian nilai occurance,
kontaminasi mikroba. Botol selanjutnya ditambahkan severity dan detection dilakukan berdasarkan hasil
kode produksi pada proses date coding, selanjutnya kuesioner dari responden ahli. Hasil dari responden
botol menuju proses tipping untuk merapatkan tutup ahli tersebut didapaktan berdasarkan kuesioner yang
botol. Proses selanjutnya adalah pendinginan dan diberikan kepada responden ahli. Responden ahli
pengeringan sebelum masuk kepada proses pelabelan tersebut adalah tiga orang yang sudah ditetapkan yaitu
pada produk, setelah penambahan label makan masing-masing satu dari manager, ketua team leader
dipanaskan dan dikeringkan lagi untuk menuju kepada dan operator.
pengemasan sekunder yang mana setiap pack berisi dua Hasil dari Tabel 6 menunjukan hasil agregasi nilai
belas botol. Proses selanjutnya adalah barcode dan occurance, severity dan detection. Nilai occurance
labelling, setelah itu produk disusun di atas palet untuk terbesar pada risiko pencetakan botol plastik (blow
proses selanjutnya yaitu wrapping. Wrapping molding) bermasalah dengan nilai 8.2. Nilai severity
merupakan proses kemasan tersier untuk mengemas terbesar pada risiko kerusakan mesin dan peralatan
beberapa botol yang sudah dikemas dengan kemasan pembotolan dengan nilai 8. Nilai detection terbesar
sekunder. pada risiko kesalahan operator pembuatan minuman,
b. Identifikasi Risiko Produksi Frestea risiko kerusakan mesin dan peralatan pembotolan,
Penilaian risiko produksi frestea di PT. Coca-Cola risiko kesalahan dari operator filling, risiko kerusakan
Bottling Indonesia Bandung Plant dibantu oleh mesin dan peralatan pengemasan dan yang terahir
beberapa responden ahli. Responden ahli akan menilai risiko kesalahan operator pengemasan dengan nilai 7.7
risiko dan memberikan strategi mitigasi untuk risiko untuk setiap risiko.
yang menjadi prioritas utama dari kuesioner yang
diberikan. Terdapat 3 responden ahli yang melakukan
penilaian pengukuran risiko dan strategi mitigasi risiko.
Responden yang pertama diberikan bobot 40 % kepada