Anda di halaman 1dari 11

APLIKASI NANOPARTIKEL PADA INDUSTRI

MAKANAN

Disusun Oleh :
1. Jimmi Harianto Purba (1715041021)
2. Heri Ramadhan (1715041025)
3. Alfred Creyna Muhammad T. (1715041034)
4. Ashari Ardian Azwan (1715041031)
5. Dwi Tarisa Mastur (1915041011)

Mata Kuliah : Nanoteknologi


Dosen Pengampu : Lia Lismeri, S.T.,M.T

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
Kata Pengantar

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bandar Lampung, 8 Desember 2021


Penyusun

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar.............................................................................................................................................ii
Daftar Isi.....................................................................................................................................................iii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................................................1
1.3. Tujuan Pembelajaran...................................................................................................................1
BAB II.........................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................2
2.1. Pengertian Nanoteknologi............................................................................................................2
2.2. Peranan Aplikasi Nanoteknologi dalam Bidang Pangan..............................................................2
2.3. Perkembangan Penelitian dan Pengembangan Nanoteknologi dalam Bidang Pangan di
Indonesia.................................................................................................................................................4
2.4. Keamanan produk pangan dengan nanoteknologi........................................................................6
BAB III.......................................................................................................................................................7
PENUTUP...................................................................................................................................................7
3.1. Kesimpulan.......................................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................8

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penelitian di bidang teknologi nano yang berkembang pesat dalam dekade terakhir
merupakan tantangan dan peluang bagi Indonesia untuk ikut berperan dalam pasar dunia. Tulisan
ini bertujuan untuk mengkaji prospek penerapan teknologi nano, khususnya pada bidang
pertanian dan pengolahan pangan. Kajian dilakukan melalui studi pustaka yang relevan dengan
penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi nano, khususnya pada bidang pertanian dan
pengolahan pangan di Indonesia. Hasil pengkajian menunjukkan teknologi nano mempunyai
prospek yang cerah untuk diterapkan di Indonesia, namun penelitian, pengembangan, dan
penerapannya di Indonesia berkembang lambat dan lebih terfokus pada bidang selain pertanian
dan pengolahan pangan, seperti elektronik, energi, kedokteran, dan farmasi. Hambatan
perkembangan teknologi nano di Indonesia antara lain (1) fasilitas (sarana dan prasarana)
teknologi nano yang kurang memadai dan tersebar di sejumlah institusi; (2) kurangnya
sinergisme antarlembaga riset teknologi nano; (3) sumber daya manusia (SDM) yang kurang
mendukung; dan (4) anggaran yang kurang memadai. Sejumlah studi mengungkapkan penerapan
teknologi nano pada bidang pertanian dan pengolahan pangan di Indonesia, seperti pupuk,
antioksidan, pengawet makanan, fortifikasi, pangan fungsional, nutrasetikal, dan kemasan pintar.
Dalam rangka mendorong penerapan teknologi nano pada agroindustri nasional maka
peningkatan penguasaan teknologi nano di bidang pertanian perlu terus diupayakan dan dapat
ditempuh melalui (a) membangun jaringan riset teknologi nano pada lingkup nasional, (b)
sosialisasi teknologi nano dan potensi pemanfaatannya di bidang pertanian, (c) memperkuat
SDM teknologi nano, (d) mengembangkan sinergi penelitian teknologi nano, (e)
mengembangkan tata kelola penelitian teknologi nano pada lingkup Badan Litbang Pertanian, (f)
menetapkan prioritas penelitian teknologi nano, dan (g) mengembangkan kerja sama dengan
pihak swasta.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah diantaranya :
1. Apasaja aplikasi nanoteknologi dalam bidang industri pangan?
2. Bagaimana peran naoteknologi dalam bidang industri pangan?

1.3. Tujuan Pembelajaran


Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini diataranya yaitu :
1. Mahasiswa/i dapat memahami apa saja aplikasi nanoteknologi dalam bidang industri
pangan.
2. Mahasiswa/i dapat memahami peranan nanoteknologi dalam industri pangan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Nanoteknologi


Pada dasarnya, teknologi nano merupakan ilmu interdisiplin dari ilmu fisika, kimia, biologi,
ilmu pengetahuan bahan, dan keteknikan yang di dalamnya tidak hanya berupa proses pengecilan
ukuran bahan/materi (top-down) menjadi bentuk nanometer (10-9 m), namun juga menyusunnya
(assembly/bottom-up) menjadi ukuran nano dengan struktur yang diatur sedemikian rupa
sehingga produk yang dihasilkan memiliki sifat “unik” yang disesuaikan dengan tujuan sifat
produk yang diinginkan. Menurut Duncan (2011), teknologi nano meliputi karakterisasi,
fabrikasi, dan/atau manipulasi struktur, perangkat atau bahan yang memiliki setidaknya satu
dimensi (atau mengandung komponen dengan setidaknya satu dimensi) yang kira-kira
panjangnya 1–100 nm. Hal yang kritis adalah ketika ukuran partikel berkurang di bawah ambang
batas ini, materi yang dihasilkan menunjukkan sifa-sifat fisik dan kimia yang secara nyata
berbeda dari sifat bahan berskala makro yang terdiri dari substansi yang sama. Perbedaan itu
meliputi kekuatan fisik, reaksi kimia, daya rambat listrik, daya magnetis, dan daya optikal
(Rhodes 2014). Salah satu contoh penerapan teknologi nano adalah carbon nanotube (CNT) yang
sangat ringan dan memiliki kekuatan 100 kali lebih kuat dari baja. Hasil akhir riset bidang
material nano adalah mengubah teknologi yang ada sekarang yang pada umumnya berbasis
material berskala mikrometer menjadi teknologi berbasis material berskala nanometer. Hal ini
didasari keyakinan bahwa material berukuran nanometer memiliki sifat fisika dan kimia yang
lebih unggul dari material ukuran besar (bulk). Sifat tersebut dapat diubah melalui pengontrolan
ukuran material, pengaturan komposisi kimiawi, modifikasi permukaan, dan pengontrolan
interaksi antarpartikel. Teknologi nano memiliki wilayah dan dampak penerapan yang luas mulai
dari bidang material maju, transportasi, ruang angkasa, kedokteran, kosmetik, elektronik,
pertanian dan pengolahan pangan, lingkungan, IT, sampai energi.

2.2. Peranan Aplikasi Nanoteknologi dalam Bidang Pangan


Di bidang pengolahan pangan, teknologi nano paling banyak dan paling cepat
perkembangan penerapannya untuk kemasan pangan. Dalam hal ini penerapan teknologi nano
memungkinkan perbaikan sifat fisik dan mekanis kemasan, di antaranya gas barrier, daya serap
air, kekuatan, ringan, dan dekomposisi, serta pengembangan kemasan aktif dan pintar yang
dilengkapi antimikroba nano, sensor nano, dan nano-barcodes yang dapat mempertahankan mutu
(di antaranya kesegaran) dan keamanan produk pangan, membantu keterlacakan, dan monitoring
kondisi produk selama distribusi dan penyimpanan, serta mempermudah deteksi cemaran dan
kerusakan sebelum dikonsumsi (Arora dan Padua 2010; Chaudhry dan Castle 2011; de Azeredo
et al. 2011; Mousavi dan Rezael 2011; Pérez-Esteve et al. 2013; Wardana 2014). Oleh
karenanya, kemasan nano dapat meningkatkan daya tahan produk (shelf life). Penggabungan
material nano ke dalam polimer plastik telah mendorong berkembangnya bahan-bahan kemasan
pangan inovatif yang secara umum dapat digolongkan ke dalam empat kategori, yaitu (1)
komposit polimer nano dengan kandungan partikel nano hingga 5% dan menghasilkan
karakteristik yang lebih baik dalam hal fleksibilitas, daya tahan, stabilitas terhadap suhu, dan
atau kelembaban, serta perpindahan/migrasi gas; (2) kemasan “aktif” berbahan polimer yang

2
mengandung material nano dan bersifat antimikroba; (3) nanocoating “aktif” untuk menjaga
higienitas permukaan bahan atau pun kontak pangan dan nano-coating hidrofobik sehingga
permukaan bahan/kemasan memiliki daya bersih mandiri (self-cleaning surfaces), dan (4)
kemasan “pintar” yang di dalamnya terdapat (bio)sensor nano untuk memonitor dan melaporkan
kondisi pangan dan atau kondisi atmosfer di dalam kemasan dan nano-barcodes untuk
mengetahui keautentikan/ketertelusuran pangan (Chaudhry et al. 2008; Chaudhry dan Castle
2011; Lu dan Bowles 2013). Menurut Lu dan Bowles (2013), dari keempat kategori tersebut,
penelitian dan penerapan komposit polimer nano, kemasan antimikroba, dan nanocoated film
lebih maju dibanding penelitian dan penerapan teknologi nano dalam kemasan pangan lainnya.
Wardana (2014) menyebutkan bahwa tren kemasan masa depan adalah biodegradable (dapat
terurai secara biologis) dan memiliki kemampuan antimikroba. Lebih lanjut disebutkan pula
bahwa kemasan nano yang dapat diterapkan untuk produk-produk hortikultura di antaranya
adalah nanoedible coating, nanoedible film, anti-mikroba, dan lainlain. Edible coating adalah
lapisan tipis yang dapat dikonsumsi yang digunakan pada makanan dengan cara pembungkusan,
pencelupan, penyikatan, atau penyemprotan untuk memberikan penahan yang selektif terhadap
perpindahan gas, uap air, dan bahan terlarut serta perlindungan terhadap kerusakan mekanis.
Adapun edible film adalah suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan,
dibentuk untuk melapisi makanan atau dilekatkan di antara komponen makanan (film) yang
berfungsi sebagai penghalang terhadap perpindahan massa (misalnya kelembaban, oksigen,
cahaya, lipid, zat terlarut) dan atau sebagai pembawa aditif serta untuk meningkatkan
penanganan suatu makanan. Menurut Predicala (2009) nano-coating dapat digunakan untuk
melapisi produk hortikultura, khususnya buah, secara sempurna sehingga mencegah susut berat
dan buah berkerut. Kedua jenis kemasan biodegradble tersebut (nanoedible coating dan
nanoedible film) dapat dimodifikasi dengan penambahan zat antimikroba berbasis nano seperti
ZnO (seng oksida) nano, TiO2 (titanium dioksida) nano, dan Ag (perak) nano. Akan tetapi, untuk
saat ini penelitian-penelitian berbasis nanopartikel lebih mengarah ke ZnO nano, karena selain
perak dan TiO2 nano efek kesehatannya masih diperdebatkan, ZnO nano juga sekaligus
berfungsi sebagai supplemen Zinc. Hal ini menjadi penting karena sebagian besar masyarakat
Indonesia saat ini banyak yang mengalami defisiensi mineral tersebut.
Dalam pengolahan pangan juga telah dikembangkan kapsul nano dan partikel nano yang
ditambahkan pada pangan sehingga zat-zat gizi diserap secara lebih efektif. Rhodes (2014)
melaporkan beberapa produk teknologi nano yang diterapkan dalam pengolahan pangan dan
telah diproduksi secara komersial. Sebagai contoh, di bagian barat Australia, kapsul nano berisi
minyak ikan tuna (sumber asam lemak omega-3) ditambahkan pada roti. Dengan menggunakan
kapsul nano, minyak ikan tuna tersebut dilepaskan hanya ketika sudah berada di dalam lambung,
sehingga rasa minyak ikan, yang bagi sebagian orang tidak menyenangkan, dapat dihindari.
Produk teknologi nano lain, dalam bentuk nano-sized self-assembled liquid structures (NSSL),
memungkinkan zat-zat gizi dan nutrasetikal, yang meliputi likopen, betakaroten, lutein,
fitosterol, CoQ10, dan DHA/EPA, untuk memasuki aliran darah dari usus halus dengan lebih
mudah. Produk yang dipasarkan dengan nama Nutralease tersebut dipasarkan Shemen Industries
untuk menghantarkan minyak Canola Activa yang diklaim dapat mereduksi kolesterol tubuh
sebesar 14%.

3
Selain produk-produk teknologi nano tersebut, juga telah diproduksi keramik nano yang
dipasarkan oleh Oilfresh Corporation (Amerika Serikat), yang dapat mencegah oksidasi dan
aglomerasi lemak dalam penggorengan (deep fat fryers), sehingga memperpanjang masa pakai
(life span) minyak. Sebagai hasilnya, volume minyak yang digunakan di restoran dan toko cepat
saji berkurang separuhnya; dan karena minyak lebih cepat menjadi panas, energi yang digunakan
untuk memasak juga bisa dihemat (Joseph dan Morrison 2006).

2.3. Perkembangan Penelitian dan Pengembangan Nanoteknologi dalam Bidang Pangan di


Indonesia
Penelitian dan pengembangan nanoteknologi di sejumlah institusipemerintah dan swasta di
Indonesia sudah mulai dirintis sejak awal tahun 2000-an. Di antarainstitusiinstitusi tersebut
antara lain, LIPI, BPPT, BATAN, ITB, UGM, UI, IPB, dan Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian (Balitbangtan). Hasil studi menunjukkan bahwa program-program litbang
nanoteknologi diIndonesia banyak terfokus pada pengembangan material nano berbasis bahan
anorganik.Pada tahun 2013, Balitbangtan telah membangun laboratorium nanoteknologi yang
dilengkapi peralatan riset yang memadai dan tergolong terlengkap di Indonesia untuk bidang
ilmu hayati. Kegiatan litbang nanoteknologi di Balitbangtan difokuskan pada bidang pertanian
dan pangan (Hoerudin dan Irawan, 2015). Nanoteknologi dapat diaplikasikan pada penanganan
segar, pengolahan,pengawetan dan peningkatan sifat fungsional pangan.Aplikasi nanoteknologi
pada penanganan produk pertanian segar dapat mempertahankan mutu fisik (kesegaran) dan
mutu kimia dari produk tersebut(Hoerudin dan Irawan, 2015).
Produk nano edible coating banyak dikembangkan dan diaplikasikan pada permukaan buah
segar untuk mempertahankan mutu dan umur simpannya. Edible coating adalah lapisan tipis
yang dapat dikonsumsi yang digunakan pada makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan,
atau penyemprotan untuk memberikan penahan yang selektif terhadap perpindahan gas, uap air
dan bahan terlarut serta perlindungan terhadap kerusakan mekanis. Hasil penelitian Nabifarkhani
et al., (2015) menunjukkan bahwa aplikasi aktif nano composite coating yang terbuat dari
kitosan 1%, selulosa 1% dan minyak atsiri 1% dapat mempertahankan kandungan total padatan
terlarut, antosianin dan total gula buah cherry dibandingkan perlakuan kontrol. Penelitian
tersebut menyimpulkan bahwa aplikasi aktif nano composite coating dapat memperpanjang umur
simpan, menghasilkan penampakan yang lebih baik dan mencegah pertumbuhan jamur.
Dilaporkan pula bahwa aplikasi coating nanopartikel kitosan yang berukuran 85-112 nm pada
buah stroberi dapat mempertahankan kesegaran, mutu organoleptik dan mengurangi kehilangan
berat hingga 20-30 hari penyimpanan pada suhu 5  1oC dan kelembaban relatif 70±5%.
Sedangkan pada perlakuan tanpa coating (kontrol) penurunan mutu organoleptik stroberi sudah
teramati sejak hari ke-2 pada kondisi penyimpanan yang sama (Hajirasouliha, et al., 2012). Pada
tahap pengolahan pangan telah ditemukan inovasi proses nano-restrukturisasi bahan pangan
alami yang memungkinkanproduksi pangan dengan kadar lemak lebih rendah, namun tetap
memiliki cita rasa yang enakseperti aslinya. Contohnya yaitu es krim, mayonnaise atau spread
(panganolesan) dengan kadar lemak rendah, akan tetapi memiliki tekstur creamy seperti
produkdengan kadar lemak tinggi (Chaudhry & Castle 2011).

4
Pada industri pangan, nanoemulsi telah diaplikasikan untuk membuat produk es krim rendah
lemak tanpa mempengaruhi cita rasanya (Silva, et al., 2012).Yuliani et al., (2012) telah
mengembangkan produk spread untuk rerotian dan biskuit yang terbuat dari nanoemulsi lemak
kakao (cocoa butter). Dalam bentuk nanoemulsi, lemak kakao yang dibutuhkan lebih rendah
untuk menghasilkan spread dengan sifat organoleptic yang sama. Penggunaan lemak kakao
dalam bentuk nanoemulsi dapat menghasilkan spread rendah lemak (reduced fat spread) yang
lebih sehat. Banyak zat gizi dan senyawa bioaktif memiliki kelarutandalam air yang rendah serta
sensitif terhadap oksigen, cahaya, panas, dan atau pH, sehingga mudah mengalami kerusakan
pada saat pengolahan, penyimpanan, transportasi dan atau pencernaan. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, sistem penghantar berstruktur nano dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kelarutan, stabilitas maupun penyerapan zat gizi dan senyawa bioaktif
(PérezEsteve et al., 2013). Sebagai contoh, pengembangan nanoemulsi dan nanoenkapsulat
vitamin A untuk bahan fortifikasi atau pengayaan gizi pangan (Yuliani,et al., 2014) dan
nanoemulsi minyak sawit merah yang diperkaya -karoten sebagai ingredien pangan fungsional
(Yuliasari, et al., 2014).
Di bidang pangan, nanoteknologi paling banyak dan paling cepat perkembangan aplikasinya
yaitu untuk kemasan pangan. Sistem pengemasan untuk masa yang akan dating dituntut mampu
menutup pori-pori kecil pada kemasan dan memiliki respon yang baik terhadap lingkungan
seperti perubahan suhu, udara dan kelembaban. Selain itu tren kemasan masa depan adalah
biodegradable dan memiliki kemampuan antimikroba. Penyisipan material nano di dalam
polimer kemasan (nanopackaging) dapat dijadikan alternatif bahan pengemas dan diharapkan
dapat meningkatkan nilai tambah produk pangan. Penyisipan material nano ke dalam polimer
plastik telah mendorongberkembangnya bahan-bahan kemasan pangan inovatif yang secara
umum dapat digolongkan ke dalam empat katagori, yaitu (1) nanokomposit polimer dengan
kandungan nanopartikel hingga 5% dan menghasilkan karakteristik yang lebih baik dalam hal
fleksibilitas, daya tahan, stabilitas terhadap suhu dan atau kelembaban, serta perpindahan/migrasi
gas, (2) kemasan“aktif” berubahan polimer yang mengandung material nano yang bersifat
antimikroba, (3)nanocoating “aktif” untuk menjaga higienitas permukaan bahan atau pun kontak
pangan dannano-coating hidrofobik sehingga permukaan bahan/kemasan memiliki daya bersih
mandiri(self-cleaning surfaces), dan (4) kemasan “pintar” yang didalamnya terdapat nano-
(bio)sensor untuk memonitor dan melaporkan kondisi pangan dan atau kondisi atmosfir didalam
kemasan dan nano-barcodes untuk mengetahui keautentikan/ketertelusuran pangan(Chaudhry &
Castle 2011; Chaudhry,et al.,2008).
Saat ini pengembangan kemasan pangan hasil nanoteknologi memiliki potensi manfaat yang
sangat luas. Beberapa manfaat tersebut diantaranya untuk mengendalikan proses pematangan
buah, mempertahankan kesegaran dan keamanan daging, deteksikontaminan/pathogen pangan,
dan deteksi kadaluarsa pangan (Chaudhry & Castle 2011;Pérez-Esteve,et al., 2013). Balitbangtan
juga telah mengembangkankemasan aktif antimikroba yang disisipi enkapsulat ekstrak bawang
putih atau nanopartikelzinc oxides serta kemasan ramah lingkungan yang diperkuat nano-serat
selulosa (Hoerudin & Irawan, 2015).

5
2.4. Keamanan produk pangan dengan nanoteknologi
Saat ini terdapat sejumlah isu terkait keamanan produk nanoteknologi. Persepsi masyarakat
terhadap produk pangan dengan nanoteknologi melibatkan material anorganik yang berukuran
nano dimasukkan ke dalam produk pangan dan akhirnya akan masuk ke dalam tubuh manusia.
Menurut Hoerudin & Irawan (2015), berdasarkan karakteristiknya, risiko keamanan pangan
produk nanoteknologi dapatdibagi dalam tiga kategori, yaitu (1) risiko rendah, dimana produk
pangan/kemasan panganmengandung nanopartikel/nanostruktur (alami) yang dapat tercerna dan
tidak biopersistent (terakumulasi di dalam tubuh), (2) risiko sedang, dimana produk
pangan/kemasan pangan mengandung bahan aktif/tambahan pangan yang disalut sistem
penghantar berukuran nano yang dapat menembus saluran pencernaan serta meningkatkan
penyerapan dan bioavailabilitas (dalam hal ini peningkatan penyerapan bahan aktif/bahan
tambahan pangandan bahan penyalutnya belum tentu memberikan manfaat untuk kesehatan,
bahkan mungkinsebaliknya), dan (3) risiko tinggi, dimana produk pangan/kemasan pangan
mengandung nano partikel tidak terlarut, tidak tercerna dan berpotensi biopersistent, seperti
nanopartikel logam dan logam oksida. Pada kelompok risiko tinggi tersebut, konsumen atau
lingkungan sangat berpotensi terpapar nanopartikel yang sifat toksisitasnya hingga saat ini belum
banyak diketahui. Kurangnya pengetahuan mengenai hal tersebut akan menimbulkan kesulitan
dalam menilai tingkat asupan pangan yang aman. Komponen bahan pangan berukuran nano juga
terrdapat pada pangan secara alamiah. Sebagai contoh, protein sebagai -laktoglobulin alam
yang terdapat dalam susu sapi memiliki ukuran sekitar 3,6 nm.Proses denaturalisasi dapat
menyebabkan protein tersebut membentuk struktur yang lebihbesar sehingga membentuk
jejaring gel (Cushen et al., 2012). Yogurt merupakan salah satu contoh produk akhir dari proses
tersebut dan merupakan contoh pangan produk nanoteknologi yang aman dikonsumsi (Pérez-
Esteve et al., 2013).

6
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
 Nanoteknologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari proses dan karakterisasi
suatu bahan atau struktur yang berukuran lebih kecil dari 100 nanometer, termasuk juga
fenomena unik dan sifat fungsional baru yang akan timbul.
 Penerapan nanoteknologi dalam bidang pangan telah dicoba untuk memperbaiki rasa,
warna, flavor, tekstur, dan konsistensi bahan pangan, meningkatkan daya serap dan
bioavailabilitas zat gizi Sebagai contoh aplikasi nanoteknologi adalah teknologi
emulsifikasi dengan droplet emulsi berukuran 1–100nm (nanoemulsi).
 Dalam industri pangan, nanoemulsi biasanya diproduksi menggunakan metode energi
tinggi, seperti microfluidization, homogenisasi tekanan tinggi (high pressure
homogenizer), dan sonikasi. Metode ini menghasilkan kekuatan mekanis yang
menyebabkan pemisahan fase minyak menjadi droplet kecil yang terdispersi dalam fase
air
 Microfluidizer pada prinsipnya membagi emulsi yang mengalir melalui saluran menjadi
dua aliran, melewatkan setiap aliran melalui saluran halus yang terpisah, dan kemudian
mengarahkan dua aliran satu sama lain dalam sebuah ruang interaksi.
 Di bidang pangan, nanoteknologi paling banyak dan paling cepat perkembangan
aplikasinya yaitu untuk kemasan pangan. Sistem pengemasan untuk masa yang akan
dating dituntut mampu menutup pori-pori kecil pada kemasan dan memiliki respon yang
baik terhadap lingkungan seperti perubahan suhu, udara dan kelembaban. Selain itu tren
kemasan masa depan adalah biodegradable dan memiliki kemampuan antimikroba.
Penyisipan material nano di dalam polimer kemasan (nanopackaging) dapat dijadikan
alternatif bahan pengemas dan diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah produk
pangan.
 Aplikasi nanoeteknologi dalam proses pengolahan pangan dapat dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu (1) Ingredien pangan berukuran nano sebagai media pembawa zat gizi mikro
yang berukuran nano dan berfungsi untuk mempercepat penyerapan zat gizi, (2) Senyawa
bioaktif berukuran nano yang dienkapsulasi dan bermanfaat untuk mencegah offflavor,
menghambat degradasi fisik dan kimia, serta meningkatkan bioavailabilitas, dan (3) aditif
pangan berukuran nano sebagai antimikroba dan bahan aktif pada kemasan cerdas.

7
DAFTAR PUSTAKA

Chaudhry, Q & Castle, L 2011, 'Food applications of nanotechnologies: An overview of


opportunities and challenges for developing countries', Trends in Food Science &
Technology, vol. 22, no. 11, pp. 595-603
Moris, V. 2007. Nanotechnology and Food. IUFest Scientific Information Bullletin. 1-7.

Anonim. Nanoteknologi. “https://id.wikipedia.org/wiki/Nanoteknologi” (Diakses Jam 21.25


tanggal 8 Desember 2021)

Nabifarkhani, N, Sharifani, M, Daraei Garmakhany, A, Ganji Moghadam, E & Shakeri, A 2015,


'Effect of nano-composite and Thyme oil (Tymus Vulgaris L) coating on fruit quality of
sweet cherry (Takdaneh Cv) during storage period', Food Science & Nutrition, vol. 3, no.
4, pp. 349-54.

Anda mungkin juga menyukai