Makalah Nanoteknologi
Makalah Nanoteknologi
MAKANAN
Disusun Oleh :
1. Jimmi Harianto Purba (1715041021)
2. Heri Ramadhan (1715041025)
3. Alfred Creyna Muhammad T. (1715041034)
4. Ashari Ardian Azwan (1715041031)
5. Dwi Tarisa Mastur (1915041011)
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
ii
Daftar Isi
Kata Pengantar.............................................................................................................................................ii
Daftar Isi.....................................................................................................................................................iii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................................................1
1.3. Tujuan Pembelajaran...................................................................................................................1
BAB II.........................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................2
2.1. Pengertian Nanoteknologi............................................................................................................2
2.2. Peranan Aplikasi Nanoteknologi dalam Bidang Pangan..............................................................2
2.3. Perkembangan Penelitian dan Pengembangan Nanoteknologi dalam Bidang Pangan di
Indonesia.................................................................................................................................................4
2.4. Keamanan produk pangan dengan nanoteknologi........................................................................6
BAB III.......................................................................................................................................................7
PENUTUP...................................................................................................................................................7
3.1. Kesimpulan.......................................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................8
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
mengandung material nano dan bersifat antimikroba; (3) nanocoating “aktif” untuk menjaga
higienitas permukaan bahan atau pun kontak pangan dan nano-coating hidrofobik sehingga
permukaan bahan/kemasan memiliki daya bersih mandiri (self-cleaning surfaces), dan (4)
kemasan “pintar” yang di dalamnya terdapat (bio)sensor nano untuk memonitor dan melaporkan
kondisi pangan dan atau kondisi atmosfer di dalam kemasan dan nano-barcodes untuk
mengetahui keautentikan/ketertelusuran pangan (Chaudhry et al. 2008; Chaudhry dan Castle
2011; Lu dan Bowles 2013). Menurut Lu dan Bowles (2013), dari keempat kategori tersebut,
penelitian dan penerapan komposit polimer nano, kemasan antimikroba, dan nanocoated film
lebih maju dibanding penelitian dan penerapan teknologi nano dalam kemasan pangan lainnya.
Wardana (2014) menyebutkan bahwa tren kemasan masa depan adalah biodegradable (dapat
terurai secara biologis) dan memiliki kemampuan antimikroba. Lebih lanjut disebutkan pula
bahwa kemasan nano yang dapat diterapkan untuk produk-produk hortikultura di antaranya
adalah nanoedible coating, nanoedible film, anti-mikroba, dan lainlain. Edible coating adalah
lapisan tipis yang dapat dikonsumsi yang digunakan pada makanan dengan cara pembungkusan,
pencelupan, penyikatan, atau penyemprotan untuk memberikan penahan yang selektif terhadap
perpindahan gas, uap air, dan bahan terlarut serta perlindungan terhadap kerusakan mekanis.
Adapun edible film adalah suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan,
dibentuk untuk melapisi makanan atau dilekatkan di antara komponen makanan (film) yang
berfungsi sebagai penghalang terhadap perpindahan massa (misalnya kelembaban, oksigen,
cahaya, lipid, zat terlarut) dan atau sebagai pembawa aditif serta untuk meningkatkan
penanganan suatu makanan. Menurut Predicala (2009) nano-coating dapat digunakan untuk
melapisi produk hortikultura, khususnya buah, secara sempurna sehingga mencegah susut berat
dan buah berkerut. Kedua jenis kemasan biodegradble tersebut (nanoedible coating dan
nanoedible film) dapat dimodifikasi dengan penambahan zat antimikroba berbasis nano seperti
ZnO (seng oksida) nano, TiO2 (titanium dioksida) nano, dan Ag (perak) nano. Akan tetapi, untuk
saat ini penelitian-penelitian berbasis nanopartikel lebih mengarah ke ZnO nano, karena selain
perak dan TiO2 nano efek kesehatannya masih diperdebatkan, ZnO nano juga sekaligus
berfungsi sebagai supplemen Zinc. Hal ini menjadi penting karena sebagian besar masyarakat
Indonesia saat ini banyak yang mengalami defisiensi mineral tersebut.
Dalam pengolahan pangan juga telah dikembangkan kapsul nano dan partikel nano yang
ditambahkan pada pangan sehingga zat-zat gizi diserap secara lebih efektif. Rhodes (2014)
melaporkan beberapa produk teknologi nano yang diterapkan dalam pengolahan pangan dan
telah diproduksi secara komersial. Sebagai contoh, di bagian barat Australia, kapsul nano berisi
minyak ikan tuna (sumber asam lemak omega-3) ditambahkan pada roti. Dengan menggunakan
kapsul nano, minyak ikan tuna tersebut dilepaskan hanya ketika sudah berada di dalam lambung,
sehingga rasa minyak ikan, yang bagi sebagian orang tidak menyenangkan, dapat dihindari.
Produk teknologi nano lain, dalam bentuk nano-sized self-assembled liquid structures (NSSL),
memungkinkan zat-zat gizi dan nutrasetikal, yang meliputi likopen, betakaroten, lutein,
fitosterol, CoQ10, dan DHA/EPA, untuk memasuki aliran darah dari usus halus dengan lebih
mudah. Produk yang dipasarkan dengan nama Nutralease tersebut dipasarkan Shemen Industries
untuk menghantarkan minyak Canola Activa yang diklaim dapat mereduksi kolesterol tubuh
sebesar 14%.
3
Selain produk-produk teknologi nano tersebut, juga telah diproduksi keramik nano yang
dipasarkan oleh Oilfresh Corporation (Amerika Serikat), yang dapat mencegah oksidasi dan
aglomerasi lemak dalam penggorengan (deep fat fryers), sehingga memperpanjang masa pakai
(life span) minyak. Sebagai hasilnya, volume minyak yang digunakan di restoran dan toko cepat
saji berkurang separuhnya; dan karena minyak lebih cepat menjadi panas, energi yang digunakan
untuk memasak juga bisa dihemat (Joseph dan Morrison 2006).
4
Pada industri pangan, nanoemulsi telah diaplikasikan untuk membuat produk es krim rendah
lemak tanpa mempengaruhi cita rasanya (Silva, et al., 2012).Yuliani et al., (2012) telah
mengembangkan produk spread untuk rerotian dan biskuit yang terbuat dari nanoemulsi lemak
kakao (cocoa butter). Dalam bentuk nanoemulsi, lemak kakao yang dibutuhkan lebih rendah
untuk menghasilkan spread dengan sifat organoleptic yang sama. Penggunaan lemak kakao
dalam bentuk nanoemulsi dapat menghasilkan spread rendah lemak (reduced fat spread) yang
lebih sehat. Banyak zat gizi dan senyawa bioaktif memiliki kelarutandalam air yang rendah serta
sensitif terhadap oksigen, cahaya, panas, dan atau pH, sehingga mudah mengalami kerusakan
pada saat pengolahan, penyimpanan, transportasi dan atau pencernaan. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, sistem penghantar berstruktur nano dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kelarutan, stabilitas maupun penyerapan zat gizi dan senyawa bioaktif
(PérezEsteve et al., 2013). Sebagai contoh, pengembangan nanoemulsi dan nanoenkapsulat
vitamin A untuk bahan fortifikasi atau pengayaan gizi pangan (Yuliani,et al., 2014) dan
nanoemulsi minyak sawit merah yang diperkaya -karoten sebagai ingredien pangan fungsional
(Yuliasari, et al., 2014).
Di bidang pangan, nanoteknologi paling banyak dan paling cepat perkembangan aplikasinya
yaitu untuk kemasan pangan. Sistem pengemasan untuk masa yang akan dating dituntut mampu
menutup pori-pori kecil pada kemasan dan memiliki respon yang baik terhadap lingkungan
seperti perubahan suhu, udara dan kelembaban. Selain itu tren kemasan masa depan adalah
biodegradable dan memiliki kemampuan antimikroba. Penyisipan material nano di dalam
polimer kemasan (nanopackaging) dapat dijadikan alternatif bahan pengemas dan diharapkan
dapat meningkatkan nilai tambah produk pangan. Penyisipan material nano ke dalam polimer
plastik telah mendorongberkembangnya bahan-bahan kemasan pangan inovatif yang secara
umum dapat digolongkan ke dalam empat katagori, yaitu (1) nanokomposit polimer dengan
kandungan nanopartikel hingga 5% dan menghasilkan karakteristik yang lebih baik dalam hal
fleksibilitas, daya tahan, stabilitas terhadap suhu dan atau kelembaban, serta perpindahan/migrasi
gas, (2) kemasan“aktif” berubahan polimer yang mengandung material nano yang bersifat
antimikroba, (3)nanocoating “aktif” untuk menjaga higienitas permukaan bahan atau pun kontak
pangan dannano-coating hidrofobik sehingga permukaan bahan/kemasan memiliki daya bersih
mandiri(self-cleaning surfaces), dan (4) kemasan “pintar” yang didalamnya terdapat nano-
(bio)sensor untuk memonitor dan melaporkan kondisi pangan dan atau kondisi atmosfir didalam
kemasan dan nano-barcodes untuk mengetahui keautentikan/ketertelusuran pangan(Chaudhry &
Castle 2011; Chaudhry,et al.,2008).
Saat ini pengembangan kemasan pangan hasil nanoteknologi memiliki potensi manfaat yang
sangat luas. Beberapa manfaat tersebut diantaranya untuk mengendalikan proses pematangan
buah, mempertahankan kesegaran dan keamanan daging, deteksikontaminan/pathogen pangan,
dan deteksi kadaluarsa pangan (Chaudhry & Castle 2011;Pérez-Esteve,et al., 2013). Balitbangtan
juga telah mengembangkankemasan aktif antimikroba yang disisipi enkapsulat ekstrak bawang
putih atau nanopartikelzinc oxides serta kemasan ramah lingkungan yang diperkuat nano-serat
selulosa (Hoerudin & Irawan, 2015).
5
2.4. Keamanan produk pangan dengan nanoteknologi
Saat ini terdapat sejumlah isu terkait keamanan produk nanoteknologi. Persepsi masyarakat
terhadap produk pangan dengan nanoteknologi melibatkan material anorganik yang berukuran
nano dimasukkan ke dalam produk pangan dan akhirnya akan masuk ke dalam tubuh manusia.
Menurut Hoerudin & Irawan (2015), berdasarkan karakteristiknya, risiko keamanan pangan
produk nanoteknologi dapatdibagi dalam tiga kategori, yaitu (1) risiko rendah, dimana produk
pangan/kemasan panganmengandung nanopartikel/nanostruktur (alami) yang dapat tercerna dan
tidak biopersistent (terakumulasi di dalam tubuh), (2) risiko sedang, dimana produk
pangan/kemasan pangan mengandung bahan aktif/tambahan pangan yang disalut sistem
penghantar berukuran nano yang dapat menembus saluran pencernaan serta meningkatkan
penyerapan dan bioavailabilitas (dalam hal ini peningkatan penyerapan bahan aktif/bahan
tambahan pangandan bahan penyalutnya belum tentu memberikan manfaat untuk kesehatan,
bahkan mungkinsebaliknya), dan (3) risiko tinggi, dimana produk pangan/kemasan pangan
mengandung nano partikel tidak terlarut, tidak tercerna dan berpotensi biopersistent, seperti
nanopartikel logam dan logam oksida. Pada kelompok risiko tinggi tersebut, konsumen atau
lingkungan sangat berpotensi terpapar nanopartikel yang sifat toksisitasnya hingga saat ini belum
banyak diketahui. Kurangnya pengetahuan mengenai hal tersebut akan menimbulkan kesulitan
dalam menilai tingkat asupan pangan yang aman. Komponen bahan pangan berukuran nano juga
terrdapat pada pangan secara alamiah. Sebagai contoh, protein sebagai -laktoglobulin alam
yang terdapat dalam susu sapi memiliki ukuran sekitar 3,6 nm.Proses denaturalisasi dapat
menyebabkan protein tersebut membentuk struktur yang lebihbesar sehingga membentuk
jejaring gel (Cushen et al., 2012). Yogurt merupakan salah satu contoh produk akhir dari proses
tersebut dan merupakan contoh pangan produk nanoteknologi yang aman dikonsumsi (Pérez-
Esteve et al., 2013).
6
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Nanoteknologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari proses dan karakterisasi
suatu bahan atau struktur yang berukuran lebih kecil dari 100 nanometer, termasuk juga
fenomena unik dan sifat fungsional baru yang akan timbul.
Penerapan nanoteknologi dalam bidang pangan telah dicoba untuk memperbaiki rasa,
warna, flavor, tekstur, dan konsistensi bahan pangan, meningkatkan daya serap dan
bioavailabilitas zat gizi Sebagai contoh aplikasi nanoteknologi adalah teknologi
emulsifikasi dengan droplet emulsi berukuran 1–100nm (nanoemulsi).
Dalam industri pangan, nanoemulsi biasanya diproduksi menggunakan metode energi
tinggi, seperti microfluidization, homogenisasi tekanan tinggi (high pressure
homogenizer), dan sonikasi. Metode ini menghasilkan kekuatan mekanis yang
menyebabkan pemisahan fase minyak menjadi droplet kecil yang terdispersi dalam fase
air
Microfluidizer pada prinsipnya membagi emulsi yang mengalir melalui saluran menjadi
dua aliran, melewatkan setiap aliran melalui saluran halus yang terpisah, dan kemudian
mengarahkan dua aliran satu sama lain dalam sebuah ruang interaksi.
Di bidang pangan, nanoteknologi paling banyak dan paling cepat perkembangan
aplikasinya yaitu untuk kemasan pangan. Sistem pengemasan untuk masa yang akan
dating dituntut mampu menutup pori-pori kecil pada kemasan dan memiliki respon yang
baik terhadap lingkungan seperti perubahan suhu, udara dan kelembaban. Selain itu tren
kemasan masa depan adalah biodegradable dan memiliki kemampuan antimikroba.
Penyisipan material nano di dalam polimer kemasan (nanopackaging) dapat dijadikan
alternatif bahan pengemas dan diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah produk
pangan.
Aplikasi nanoeteknologi dalam proses pengolahan pangan dapat dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu (1) Ingredien pangan berukuran nano sebagai media pembawa zat gizi mikro
yang berukuran nano dan berfungsi untuk mempercepat penyerapan zat gizi, (2) Senyawa
bioaktif berukuran nano yang dienkapsulasi dan bermanfaat untuk mencegah offflavor,
menghambat degradasi fisik dan kimia, serta meningkatkan bioavailabilitas, dan (3) aditif
pangan berukuran nano sebagai antimikroba dan bahan aktif pada kemasan cerdas.
7
DAFTAR PUSTAKA