dari Makkah ke Yatsrib (diperkirakan pada Juni 622
Masehi) menjadi tonggak penting dalam sejarah Islam. Dalam hijrah itu, Nabi bersama Abu Bakar ash-Shiddiq sang sahabat terkasih menempuh perjalanan panjang ratusan kilometer, termasuk bertahan 3 hari di Gua Tsur, menuju tempat yang kelak berubah nama jadi Madinah. Tahun-tahun menjelang hijrah itu, Muhammad kehilangan istri tercinta Khadijah, disusul dengan meninggalnya sang paman sekaligus pelindungnya Abu Thalib. Orang-orang Makkah semakin terbuka dalam menyerang Nabi. Sementara itu, di Yatsrib, suku yang dahulu dominan, Bani Qaylah, terpecah menjadi 2 faksi yang bermusuhan, Aus dan Khazraj. Mereka baru saja merasakan Perang Bu'ath, perang sipil dan konflik terbesar keempat, yang menelan lebih banyak korban. Pada musim panas 620 Masehi, 6 orang dari suku Khazraj datang ke Makkah untuk berziarah. Mereka sementara tinggal di 'Aqabah. Di sanalah orang-orang ini bertemu dengan Muhammad. Nabi tidak mengenal mereka, tapi orang-orang ini sudah mendengar soal beliau dan kenabiannya. Ketika Rasulullah menyampaikan ajaran, mereka langsung menerima. Orang-orang dari Suku Khazraj ini berkata, "Kami telah meninggalkan kaum kami karena mereka tercabik oleh kejahatan dan permusuhan ... Jika Allah mempersatukan mereka karena engkau, maka tidak ada yang lebih mulia daripada dirimu." Pencerahan yang dialami 6 orang itu menjadi awal perubahan. Musim panas berikutnya, 621 Masehi, ada 12 orang dari Yastrib yang kembali datang ke 'Aqabah, termasuk 2 dari Suku Aus. Mereka kemudian berbaiat kepada Nabi, yang dikenal sebagai Baiat 'Aqabah Pertama. Sebagai jawaban, Nabi mengutus Mus'ab bin Umair ke Yatsrib untuk mengajari orang-orang ini tata cara salat dan bacaan Al-Qur'an. Ajaran Islam yang sederhana memikat makin banyak orang. Pada 622 Masehi, di 'Aqabah ada delegasi 73 laki-laki dan 2 perempuan. Di bawah terang bulan, terjadilah Baiat Aqabah Kedua. Perpindahan ke Yatsrib tinggal menunggu waktu. Spirit Hijrah harus ada mulai dari hal yang paling fundamental dalam diri kita. Pemerintah menyebutnya dengan kehidupan new normal, yakni sebuah keyakinan sebagai wujud keimanan kepada Allah, bahwa Allah Maha Kuasa untuk mengangkat wabah virus corona dari muka bumi ini. “Jika selama ini masih ada keraguan dalam keimanan kita, maka kita harus memiliki spirit Hijrah sehingga iman kita kepada Allah benar-benar iman yang kuat.” Ia juga mengatakan di masa pandemi ini umat muslim diminta meningkatkan keimanan terhadap akhirat. Sebab saat ini sedang dihadapkan dengan situasi para sahabat ataupun tetangga hingga keluarga yang meninggal mendadak, baik terpapar virus corona maupun sakit lainnya. Keyakinan lantas membuahkan spirit Hijrah berikutnya. Yakni berusaha semakin mendekat kepada Allah.