Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL

LAPORAN TUGAS AKHIR

GAMBARAN Tinea Unguium PADA PENGRAJIN TAHU


DI DESA SUMBER BARU KECAMATAN SEPUTIH BANYAK
KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Oleh:
DIAH AYU LESTARI
1513453048

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG


PRODI D.III ANALIS KESEHATAN
2018
PROPOSAL
LAPORAN TUGAS AKHIR

GAMBARAN Tinea Unguium PADA PENGRAJIN TAHU


DI DESA SUMBER BARU KECAMATAN SEPUTIH BANYAK
KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Oleh:
DIAH AYU LESTARI
1513453048

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG


PRODI D.III ANALIS KESEHATAN
2018

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal Tugas Akhir

GAMBARAN Tinea Unguium PADA PENGRAJIN TAHU


DI DESA SUMBER BARU KECAMATAN SEPUTIH BANYAK
KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Penulis
DIAH AYU LESTARI/1513453048

Telah diperiksa dan disetujui Tim Pembimbing Proposal Tugas Akhir Program
Diploma III
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Jurusan Analis Kesehatan

Bandar Lampung, Maret 2018

Tim Pembimbing Proposal Tugas Akhir

Pembimbing Utama

Misbahul Huda, S.Si, M.Kes.

Pembimbing Pendamping

Drh.Syarifah Alawiah.

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warohmatulloh wabarokatuh


Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan proposal tugas akhir ini dengan judul “Gambaran Tinea
Unguium Pada Pengrajin Tahu Di Desa Sumber Baru Kecamatan Seputih Banyak
Kabupaten Lampung Tengah”. Proposal tugas akhir ini diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan dalam rangka menyelesaikan program akhir studi Diploma
III Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Tanjungkarang.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Warjidin Aliyanto, SKM.,M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Tanjungkarang.
2. Dra. Eka Sulistianingsih, M.Kes selaku Ketua Jurusan Analis Kesehatan
Poltekkes Tanjungkarang dan Penguji Proposal Tugas Akhir.
3. Siti Aminah, S.Pd., M.Kes selaku Ketua Program Studi D III Analis
Kesehatan Politeknik Kesehatan Tanjungkarang.
4. Misbahul Huda, S.Si., M.Kes selaku pembimbing utama dan Drh.Syarifah
Alawiah selaku pembimbing pendamping. Atas kesabaran dan kebijaksanaan
dalam meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis
dalam menyelesaikan laporan tugas akhir ini.
5. Teman-teman sealmamater angkatan 2015 Analis Kesehatan yang telah
banyak membantu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal tugas akhir ini masih
terdapat kekurangan, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi perbaikan laporan tugas akhir ini. Semoga proposal
tugas akhir ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warrohmatullah wabarokatuh.

Bandar Lampung, Maret 2018

DIAH AYU LESTARI

iii
DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL UTAMA i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR LAMPIRAN vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penelitian 3
D. Manfaat Penelitian 3
E. Ruang Lingkup Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TEORI 5
1. Jamur 5
2. Dermatofitosis 7
3. Tinea ungium 8
4. Kuku 12
B. KERANGKA TEORI 14
C. KERANGKA KONSEP 14
BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian 15
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 15
C. Subjek Penelitian 15
D. Variabel dan Definisi Operasional 16
E. Pengumpulan Data 16
F. Pengolahan dan Analisa Data 20
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Variabel dan Definisi Operasional 16

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tricophyton rubrum 9


Gambar 2.2 Trichophyton mentagrophytes 9
Gambar 2.3 Epidermophyton floccosum 10
Gambar 3.1 jamur Tricophyton rubrum 18
Gambar 3.2 jamur Trichophyton mentagrophytes 18
Gambar 3.3 jamur Epidermophyton floccosum 18
Gambar 3.4 koloni Tricophyton rubrum 19
Gambar 3.5 koloni Trichophyton mentagrophytes 20
Gambar 3.6 koloni Epidermophyton floccosum 20
Gambar 3.7 kultur jamur Tricophyton rubrum 21
Gambar 3.8 kultur jamur Trichophyton mentagrophytes 21
Gambar 3.9 kultur jamur Epidermophyton floccosum 22

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Daftar Lampiran
Lampiran 1 Kartu Konsultasi Pembimbing Utama
Lampiran 2 Kartu Konsultasi Pembimbing Pendamping

vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan daerah beriklim tropis sehingga pertumbuhan jamur
relatif cepat. Di alam bebas terdapat lebih dari 200.000 spesies jamur, jumlahnya
antara 200.000 sampai 500.000 spesies jamur, dari jumlah tersebut terdapat 100
spesies yang bersifat patogen terhadap manusia. Umumnya jamur tumbuh di
tempat lembab, tetapi jamur juga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
(Gandahusada, 1998).
Jamur merupakan organisme yang tidak bersifat patogen terhadap manusia,
tetapi menimbulkan penyakit bila manusia dipengaruhi faktor predisposisi dan
faktor pencetus akan menjadi patogen. Penyakit jamur atau mikosis dibagi
menjadi mikosis profunda dan superfisialis. Mikosis superfisialis (dermatofitosis)
adalah penyakit kulit oleh jamur, dibagi dua menjadi dermatofitosis dan
nondermatofitosis. Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang
mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan
kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita. Dermatofita dikelompokkan
dalam 3 genus yaitu Trichophyton rubrum, Mycrosporum, Epidermophyton
(Mansjoer, 2000).
Penyakit dermatofitosis salah satunya adalah Tinea ungium. Tinea ungium
merupakan infeksi pada lempeng kuku yang disebabkan oleh jamur kulit
dermatofita, non-dermatofita, maupun yeast. Beberapa penelitian menuliskan
bahwa 80-90% kasus Tinea ungium disebabkan oleh jamur dermatofita,
khususnya Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes, 5-17%
lainnya disebabkan oleh yeast terutama Candida sp, dan 3-5% disebabkan oleh
non-dermatofita seperti Aspergillus sp atau Scopulariopsis.
Gejala yang terlihat pada infeksi ini adalah kerusakan pada kuku yaitu,
permukaan kuku tidak rata, kuku menjadi rapuh atau keras, kuku berubah warna.
Tinea unguium mungkin tidak menyebabkan mortalitas, namun menimbulkan
gangguan klinis yang signifikan secara alami, mengurangi estetika, bersifat
kronis, dan sulit diobati, hal tersebut kemudian dapat mengganggu aktivitas dan
kenyamanan saat bekerja. Infeksi bakteri, dan sebagai reservior jamur yang

1
kemudian menginfeksi bagian tubuh lainnya serta dapat ditransmisikan atau
ditularkan kepada individu lainnya. Cara penularan penyakit Tinea unguium biasa
terjadi di air kotor, berlumpur, dan lembab yang terdapat spora jamur. Penyakit ini
biasa menyerang petani sawah, petani tambak, dan pembantu rumah tangga
(Setianingsih, 2015).

Setianingrum (2015), pada kuku pekerja pabrik singkong Tapioka Di


Kecamatan Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah dari 33 sampel yang
diperiksa didapatkan hasil 30,3% terinfeksi Tinea Ungium, dengan persentase
jamur Trichophyton rubrum 0%, Trichophyton mentagrophytes 100%, dan
Epidermophyton floccosum 0%.
Penelitian Marantika (2017), di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Way
Halim kota Bandar Lampung bahwa dari 42 sampel kuku kaki yang bergejala
klinis Tinea unguium ada 11 sampel 26%, dari hasil sampel yang positif
didapatkan persentase per spesies jamur yaitu Trichophyton rubrum 100%, jamur
Epidermophyton floccosum dan Trichophyton mentagrophytes tidak ditemukan.
Berdasarkan pengamatan lapangan yang dilakukan penulis, di Desa Sumber
Baru Kecamatan Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah terdapat 9 industri
tahu yang menjadi salah satu mata pencaharian, dengan jumlah tenaga kerja 2-5
orang dengan teknologi sederhana, mudah dipelajari dan modal yang tidak terlalu
besar. Para pengrajin tahu bekerja setiap hari mulai pukul 07:00-12:00 WIB. Saat
melakukan aktifitas selalu kontak dengan air tanpa alat pelindung diri, seperti alas
kaki atau sepatu boot, kondisi lingkungan yang lembab dan berlumut
memungkinkan terjadinya faktor prediposisi trauma (benturan dengan benda keras
sehingga kuku mengalami luka). Hal ini merupakan faktor penyebab masuknya
jamur dalam kuku kaki pengrajin tahu. Berdasarkan hasil observasi pada 5 orang
kuku kaki pengrajin tahu di Desa Sumber Baru Kecamatan Seputih Banyak
Kabupaten Lampung Tengah mengalami kerusakan seperti kuku terlihat tidak
rata, kuku rapuh atau mengeras, dan kuku berubah warna, hal tersebut adalah
gejala klinis dari penyakit Tinea unguium.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis melakukan penelitian tentang
“Penderita Tinea ungium Pengrajin Tahu di Desa Sumber Baru Kecamatan
Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah”.

2
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah ini adalah : apakah terdapat jamur dermatofita penyebab
Tinea unguium pada kuku pengrajin tahu di Desa Sumber Baru Kecamatan
Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui jumlah Penderita jamur dermatofita penyebab Tinea unguium pada
kuku pengrajin tahu di Desa Sumber Baru Kecamatan Seputih Banyak
Kabupaten Lampung Tengah.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui adanya jamur Trichophyton rubrum, Trichophyton
mentagrophytes, dan Epidermophyton floccosum pada kuku pengrajin tahu di
Desa Sumber Baru Kecamatan Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah.
b. Mengetahui persentase jamur Trichophyton rubrum, Trichophyton
mentagrophytes, dan Epidermophyton floccosum penyebab Tinea unguium
pada kuku pengrajin tahu di Desa Sumber Baru Kecamatan Seputih Banyak
Kabupaten Lampung Tengah.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Menambah kepustakaan keilmuan terkait Mikologi serta hasil penelitian bisa
dijadikan sebagai referensi dalam penelitian lanjutan oleh pihak institusi
Poltekkes Tanjungkarang.
2. Manfaat Aplikatif
a. Menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti di bidang mikologi
khususnya tentang Tinea unguium pada pengrajin tahu.
b. Menambah informasi dan pengetahuan pengrajin tahu tentang resiko dari
pekerjaan sebagai pengrajin tahu yang rawan terinfeksi jamur kuku dengan
cara memberikan informasi kepada pengrajin tahu. Informasi yang dapat
diberikan adalah mengenai jamur kuku, penyebabnya, cara penularan,
pencegahan dan pengobatannya.
c. Menumbuhkan kesadaran bagi pengrajin tahu untuk memperbaiki dan menjaga
prilaku hidup sehat dan terhindar dari infeksi penyakit Tinea ungium.

3
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini dibidang Mikologi. Jenis penelitian ini
bersifat deskriptif dengan variabel penelitian jamur Trichophyton rubrum,
Trichophyton mentagrophytes dan Epidermophyton floccosum pada kuku kaki
pengrajin tahu di Desa Sumber Baru Kecamatan Seputih Banyak Kabupaten
Lampung Tengah dengan sampel total populasi yang berjumlah 31 orang.
Penelitian ini dilakukan secara mikroskopis yaitu dengan mengambil potongan
kuku yang dilakukan secara langsung membuat sediaan larutan KOH 10%,
dilaksanakan di Laboratorium Parasitologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes
Tanjungkarang dan Laboratorium Mikrobiologi Balai Veteriner Lampung pada
bulan Maret-Mei 2018.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Teori
1. Jamur
Jamur adalah mikroorganisme yang termasuk golongan eukariotik dan tidak
termasuk golongan tumbuhan. Jamur berbentuk sel atau benang bercabang dan
mempunyai dinding sel yang sebagian besar terdiri atas kitin dan glukan, dan
sebagian kecil dari selulosa dan kitosan. Jamur mempunyai protoplasma yang
mengandung satu atau lebih inti, tidak mempunyai klorofil dan berkembangbiak
secara aseksual, seksual, atau keduanya. Pada umumnya, jamur tumbuh dengan
baik ditempat yang lembab. Jamur juga dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, sehingga jamur dapat ditemukan di semua tempat di seluruh dunia
termasuk di gurun pasir yang panas (Mulyati, 2008).
Manusia selalu terpajan jamur yang tumbuh hampir di semua tempat terutama
di daerah tropis. Meskipun demikian tidak semua orang terkena penyakit jamur.
Hal ini disebabkan sistem kekebalan di dalam tubuh manusia. Sistem kekebalan
bawaan melindungi masuknya jamur ke dalam tubuh manusia dan sistem
kekebalan yang di dapat akan diaktifkan bila jamur masuk ke dalam jaringan,
jamur yang masuk dalam jaringan harus menyesuaikan diri dengan lingkungan
baru, mengatasi sistem kekebalan yang didapat dan mampu berkembangbiak
(Sutanto, 2008).
a. Morfologi jamur
1) Khamir
Sel-sel yang berbentuk bulat, lonjong, atau memanjang yang
berkembangbiak dengan membentuk tunas dan membentuk koloni yang basah
atau berlendir.
2) Kapang
Terdiri dari sel-sel memanjang dan bercabang yang disebut hifa. Hifa
tersebut dapat bersekat sehingga terbagi menjadi banyak sel, atau tidak
bersekat yang disebut hifa senositik (coenocytic). Anyaman dari hifa, baik yang
multiseluler atau senositik, disebut miselium (Gandahusada, 2003).

5
b. Jamur dapat menyebabkan suatu penyakit yang disebut mikosis. Mikosis dapat
dikelompokkan menjadi :
1) Mikosis sistemik
Mikosis sistemik adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh jamur patogen
yang menghasilkan mikrokonidia atau yang disebabkan oleh khamir yang
penyebarannya melalui peredaran darah ke jaringan dalam tubuh.
2) Mikosis profunda
Mikosis profunda adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh jamur yang
membentuk mikrokonidia atau yang disebabkan oleh khamir, serta tumbuh di
bagian jaringan yang dalam.
3) Mikosis superfisialis
Mikosis superfisialis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh kapang dan
penyebarannya terjadi pada permukaan tubuh yaitu kulit, kuku, dan rambut.
Mikosis superfisialis dibagi dalam dua kelompok, yaitu yang disebabkan oleh
jamur golongan non dermatofita dan disebabkan oleh jamur golongan dermatofita
(Gandjar,2006).
b. Reproduksi jamur
Spora dapat dibentuk secara aseksual atau seksual. Spora aseksual disebut
talospora (thallospora), yaitu spora yang langsung dibentuk dari hifa reproduktif.
Spora yang termasuk talospora ialah :
1) Blastospora, yaitu spora yang berbentuk tunas pada permukaan sel, ujung hifa
semu atau pada sekat (septum) hifa semu. Contoh : Candida
2) Artrospora, yaitu spora yang dibentuk langsung dari hifa dengan banyak
spetum yang kemudian mengadakan fragmentasi sehingga hifa tersebut terbagi
menjadi banyak artrospora yang berdinding tebal. Contoh : Oidiodendron,
Geotrichum
3) Klamidospora, yaitu spora yang dibentuk pada hifa di ujung, di tengah atau
memonjol ke lateral, dan disebut klamidospora terminal, interkaler dan lateral.
Diameter klamidospora tersebut tersebut lebih lebar dari hifa yang berdinding
tebal. Contoh : Candida albicans, dermatofita

6
4) Aleuriospora,yaitu spora yang dibentuk pada ujung atau sisi dari hifa khusush
yang disebut konidiospora. Aleuriospora ini uniseluler dan kecil, disebut
mikrokonidia (mikro aleuriospora); atau multiseluler, besar atau panjang,
disebut makrokonidia (makro aleuriospora). Contoh : Fusarium, Curvularia,
dermatofita
5) Sporangiospora,yaitu spora yang dibentuk di dalam ujung hifa yang
menggelembung, disebut sporangium. Contoh : Rhizopus, Mucor, Absidia
6) Konidia,yaitu spora yang dibentuk di ujung sterigma bentuk fialid. Sterigma
dibentuk di atas konidiofora. Konidia membentuk susunan seperti rantai.
Contoh : Penicillium, Aspergillus
Spora seksual dibentuk dari fusi dua sel atau hifa. Termasuk golongan spora
seksual ialah :
1) Zigospora,yaitu spora yang dibentuk dari fusi (penggabungan) dua hifa yang
sejenis membentuk zigot dan di dalam zigot terbentuk zigospora.
2) Oospora,yaitu spora yang dibentuk dari fusi dua hifa yang tidak sejenis
(anteredium dan ooginum).
3) Askospora,yaitu spora yang dibentuk di dalam askus sebagai hasil
penggabungan (fusi) dua sel atau jenis hifa.
4) Basidiospora,yaitu spora yang di bentuk pada basidium sebagai hasil
penggabungan dua jenis hifa (Mulyati,2008).
2. Dermatofitosis
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut,dan kuku, yang disebabkan
oleh jamur golongan dermatofita. Jamur golongan ini mempunyai sifat mencerna
keratin, dermatofita dibagi dalam 3 genus yaitu Trichophyton, Microsporum, dan
Epidermophyton (Budimulja,2010).
Patogenitas penyakit utama yang ditimbulkan dermatofitosis adalah:
1) Tinea pedis, atau penyakit kaki atlit, dengan ciri-ciri rasa gatal pada jari kaki
dan terjadinya lecet kecil. Jamur penyebab infeksi adalah jenis Trichophyton atau
Epidermophyton floccosum.

7
2) Tinea korporis, atau kadas kulit halus dengan ciri-ciri luka bundar dengan
batas-batas yang mengandung bintik-bintik. Trichophyton rubrum dan
Trichophyton mentagrophytes adalah jamur penyebab umum.
3) Tinea kapitis, atau kadas kulit kepala, muncul sebagai peluasan gelang-gelang
dikulit kepala, dengan organisme tumbuh di dalam dan pada rambut. Reaksi
peradangan mungkin menyebabkan luka-luka dalam yang bila sembuh akan
menyebabkan bekas dan hilangnya rambut secara permanen. Jamur penyebab
yang paling umum adalah Microsporum canis, Microsporum audouinii dan
Trichophyton tonsurans.
4) Tinea unguium, atau kadas kuku, dengan ciri-ciri oleh kuku menebal, hilang
warna dan mudah patah. Semua jenis dermatofitosis terlibat sebagai jamur
penyebab, tetapi Trichophyton rubrum merupakan penyebab yang paling umum.
Adapun jamur lain penyebab Tinea unguium yaitu Candida albicans
(Jawet’s,2008).
3. Tinea Ungium
Tinea ungium (ringworm of the nail) adalah kelainan lempeng kuku yang
disebabkan oleh invasi/infeksi jamur dermatofit. Penyebab tersering adalah
Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, dan Epidermophyton
floccosum. Trichophyton rubrum tersering ditemukan pada kuku tangan,
sedangkan Trichophyton mentagrophytes terutama pada kuku kaki
(Mansjoer,2000).
a. Klasifikasi Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, dan
Epidermophyton floccosum.

1) Taksonomi Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes


Kingdom : Fungi
Division : Ascomycota
Kelas : Eucomycotina
Ordo : Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus : Trichophyton
Spesies : Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes

8
(id. Wikipedia.org)

2) Taksonomi Epidermophyton floccosum


Kingdom : Fungi
Division : Ascomycota
Kelas : Eurotiomycotina
Ordo : Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus : Epidermophyton
Spesies : Epidermophyton floccosum
(id.wikipedia.org)

b. Morfologi jamur penyebab Tinea ungium


1) Morfologi jamur Trichophyton rubrum
Keterangan:
a. Mikrokonidia kecil, bersel satu,
b berbentuk lonjong
b. Mikrokonidia tersusun satu
c persatu atau berkelompok
c. Hifa halus dan agak lurus (Mulyati,
2005).

Gambar 2.1 jamur Trichophyton rubrum


(Kumala, 2006)

2). Morfologi jamur Tricophyton mentagrophytes


Keterangan:
a.Hifa berbentuk spiral
b.Mikrokonidia berbentuk
bulat (Mulyati, 2008).
b

9
a

Gambar 2.2 jamur Trichophyton mentagrophytes


(Prianto, 2010)
3). Morfologi jamur Epidermophyton floccosum
Keterangan:
a. Hifa lebar (4 mikron)
b.
b.
b.
b.
b.
b.
b.
Makrokonidia berbentuk gada terdiri atas 2-4 sel
c. Makrokonidia dapat tersusun

b
23 buah pada suatu

a konidiofor (Mulyati, 2008)

Gambar 2.3 jamur Epidermophyton floccosum


(Prianto, 2010)

a. Gejala klinis
Bila kuku terserang jamur yang disebabkan oleh Dermatofita, maka kuku akan
menjadi kuning, rapuh, menebal, atau remuk dibagian distal, mudah hancur dan
menyerupai kapur bewarna keputihan. Kuku kaki lebih sering diserang dari pada
kuku tangan, kuku kaki lebih lama disembuhkan (Budimulja,2010).
b. Cara penularan
Cara penularan jamur dapat secara langsung dan tidak langsung. Penularan
langsung dapat melalui fomit, epitel, dan rambut-rambut yang mengandung jamur
baik dari manusia atau dari binatang, dan dari tanah. Penularan tak langsung dapat
melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, barang-barang atau pakaian, debu,
atau air (Siregar, R.S, 2005).
c. Epidemiologi

10
Infeksi Tinea Ungium banyak ditemukan di Indonesia, baik pada pria maupun
pada wanita. Kebersihan lingkungan dan pribadi penting untuk mencegah infeksi.
Penyakit infeksi pada jamur kulit (dermatofitosis) masih mempunyai pravelensi
yang tinggi yaitu 2,93% terjadi di semarang dan 27.6% terjadi di padang
(Budimulja,2001).
d. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya Tinea unguium adalah trauma (benturan hingga
keras sehingga kuku mengalami luka), hiperhidrosis palmar dan plantar (keringat
berlebihan ditelapak tangan dan kaki), keadaan immunosuspensi, gangguan
sirkulasi perifer, distropi lempengan kuku oleh berbagai sebab, hiponikum
(penebalan di bawah ujung distal kuku), dan biasanya pasien Tinea unguium
mempunyai dermatofitosis di tempat yang sudah sembuh atau belum
(Mansjoer, 2000).
e. Diagnosa
Diagnosa laboratorium dibuat berdasarkan pemeriksaan langsung kerokan
kuku dengan KOH 10-30%. Kuku yang terinfeksi dibersihkan dahulu dengan
aseton, kemudian diambil sebanyak mungkin potongan kuku yang sakit. Sampel
diletakkan pada kaca preparat dan diberi beberapa tetes KOH 10-30% untuk
melarutkan keratin, dibiarkan kurang lebih 60-120 menit. Selanjutnya preparat
dipanaskan sedikit melalui nyala api dan diusahakan agar tidak terjadi kristalisasi
KOH. Apabila keratin sudah larut, maka preparat ditutup dengan kaca penutup
dan langsung diperiksa dibawah mikroskop. Diagnosa juga dapat dilakukan
dengan pembiakan pada media agar Saboraud Glucose Agar (SGA) atau Malt
Extract Agar (MEA), antibiotik umumnya ditambhkan pada medium untuk
mengganggu proses isolasi. Kemudian disimpan pada suhu kamar, spesies jamur
dapat ditentukan dengan sifat koloni, hifa dan spora yang terbentuk
(Gandjar,2006).
f. Pengobatan
1) Pengobatan sistemik
Untuk pengobatan sistemik dapat dipakai :
a) Griseovulvin 0,5 – 1 gram/hari. Untuk infeksi kuku tangan dibutuhkan
pengobatan rata-rata 4-6 bulan, sedangkan untuk kaki kaki 8-18 bulan.

11
b) Itrakonazol semula di anjurkan penggunaan dosis 200 mg/hari selama 3 bulan
pada infeksi kuku. Akhir-akhir ini penggunaan terapi pulse 400 mg/hari
selama seminggu tiap bulan memberi hasil baik dalam 3 bulan.
c) Terbinafin dengan dosis 250 mg/hari selama 1,5 bulan pada infeksi kuku
tangan dan selama 3 bulan pada kuku kaki.
2) Pengobatan tropikal
Pengobatan dengan anti jamur tropikal tidak efektif karena pengobatan
tropikal dapat diberikan bila hanya 1-2 kuku yang terkena dan tidak sampai
menyerang matriks kuku atau bagian dalam kuku sehingga obat tidak dapat
mencapai tempat-tempat tersebut. Beberapa cara pengobatan topikal dapat
digunakan :
a) Cara klasik menggunakan obat anti dermatofit topikal dan sedapat mungkin
menghilangkan bagian yang rusak misalnya dengan pengikiran atau kuretase
kuku. Obat anti dermatofit yang dapat dipakai antara lain golongan azol,
haloprogin, siklopiroksilamin, dan alilamin. Solusio glutaraldehid 10% dan
krim tiabendazol 10% juga dapat digunakan.
b) Avulasi (pengangkatan) kuku yang diikuti pemberian obat antidermatofit
topikal. Avulasi dapat dilakukan dengan bedah skalpel atau bedah kimia,
misalnya dengan menggunakan urea (40%).
c) Obat topikal lain yaitu cat kuku berisi siklopiroksolamin 5% dan cat kuku
berisi amorofilin (Mansjoer,2000).
4. Kuku
Kuku merupakan lempengan keratin transparan yang berasal dari invaginasi
epidermis pada dorsum falang terakhir dari jari. Lempengan kuku merupakan
hasil pembelahan sel dalam matriks kuku, yang tertanam dalam pada lipatan kuku
bagian proksimal, tetapi yang tampak hanya sebagian yang berbentuk seperti
bulan separuh (lanula) bewarna pucat pada bagian bawah kuku. Lempengan kuku
melekat erat pada dasar kuku (nail bed) di bawahnya. Kutikula merupakan
perluasan stratum pada lipatan kuku proksimal ke atas lempengan kuku. Hal ini
membentuk semacam pengaman di antara lempengan kuku dan lipatan kuku
proksimal, untuk mencegah penetrasi benda-benda dari luar. Terdapat banyak
faktor yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan kuku. Pertumbuhan ini

12
meningkat pada kasus psoriasis, dan mungkin dipercepat bila terdapat reaksi
peradangan disekitar kuku. Adanya gangguan sistemik yang berat menyebabkan
perlambatan pertumbuhan kuku secara tiba-tiba, dan menimbulkan alur-alur
transversal pada setiap kuku. Alur-alur itu disebut garis-garis Beau, dan akan
terlihat sesudah kuku tumbuh keluar (Brown,2005).

B. Kerangka Teori

Jamur Dermatofita :
Trichopyton rubrum
Trichopyton mentagrophytes
Epidermophyton floccosum

Faktor predisposisi:
 Higiene pengrajin tahu yang kurang
baik
 Penurunan immunitas
 kelembaban

Tinea unguium pada Kuku

Gejala :

 Kuku tampak rapuh,


tebal dan berwarna
kuning dan permukaan
tidak rata

C. Kerangka konsep

Kuku pengrajin tahu di Desa Jenis jamur Tinea Ungium :


Sumber Baru Kecamatan Trichophyton rubrum
Seputih Banyak Kabupaten 13
Lampung Tengah. Trichophyton mentagrophytes
Epidermophyton floccosum
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran


tentang jamur Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes dan
Epidermophyton floccosum penyebab tinea ungium pada kuku kaki pengrajin tahu
di Desa Sumber Baru Kecamatan Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan di Desa Sumber Baru Kecamatan Seputih


Banyak Kabupaten Lampung Tengah, pemeriksaan dilakukan di Laboratorium
Parasitologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Tanjungkarang dan
Laboratorium Mikrobiologi Balai Veteriner Lampung pada bulan Maret-Mei
tahun 2018.

C. Subjek Penelitian

1.Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh pengrajin tahu di
Desa Sumber Baru Kecamatan Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah yang
berjumlah 31 orang.

2.Sampel
Sampel adalah total populasi dengan jumlah 31 orang.

14
15
16

D. Variabel dan Definisi operasional


No Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
Penelitian

1. Penderita tinea Pengrajin tahu Observasi Kuisioner Jumlah Nominal


ungium: yang memiliki orang
gejala klinis
Tinea ungium
seperti: kuku
rapuh, menebal,
dan bewarna
kuning

2 Penyebab tinea
ungium:
Trichophyton Mikrokonidia Pemeriksaan Mikroskop 1.ditemuk Ordinal
rubrum (spora) kecil, langsung an jamur
bersel satu dengan (+)
berbentuk KOH 10%
lonjong, dan 2. tidak
tersusun satu pewarnaan ditemukan
persatu atau dengan (-)
berkelompok Lachopenol
serta hifa halus Catton Blue
dan tegak lurus.

Trichophyton Mikrokonidia Pemeriksaan Mikroskop 1.ditemuk Ordinal


mentagrophytes (spora) kecil, langsung an jamur
berbentuk bulat dengan (+)
menyerupai KOH 10%
tangkai buah dan 2. tidak
anggur dan hifa pewarnaan ditemukan
berbentuk dengan (-)
spiral. Lachopenol
Catton Blue

Epidermophyton Makrokonidia Pemeriksaan Mikroskop 1.ditemuk Ordinal


floccosum (spora) langsung an jamur
tersususn 2-3 dengan (+)
buah pada satu KOH 10%
konidiofor, dan 2. tidak
berbentuk gada pewarnaan ditemukan
dan dengan (-)
mengandung 2- Lachopenol
4 buah sel. Catton Blue
17

E. Pengumpulan data
1. Cara pengumpulan data

a. Usulan pembuatan surat izin penelitian di poltekkes tanjungkarang,


b. Surat izin penelitian diserahkan ke Kesbangpol Lampung Tengah untuk
meminta izin penelitian
c. Surat izin penelitian diberikan kepada Kepala Desa Sumber Baru Kecamatan
Seputih Banyak Lampung Tengah untuk meminta izin melakukan penelitian,
d. Menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada pengrajin tahu di Desa
Sumber Baru Kecamatan Seputih Banyak Lampung Tengah,
e. Observasi dilakukan secara langsung dengan lembar ceklis pada kuku petani,
f. Meminta kesedian responden untuk menjadi responden penelitian dengan
mengisi surat pernyataan menjadi responden penelitian,
g. Wadah sampel diberi kode supaya sampel tidak tertukar,
h. Kuku kaki pengrajin tahu diambil secara langsung lalu ditempatkan pada
amplop bersih dan kering (membutuhkan waktu 2-3 hari untuk 31 spesimen)
i. Sampel dibawa ke Laboratorium Parasitologi Jurusan Analis Kesehatan
Tanjungkarang,
j. Pemeriksaan sampel secara mikroskopis dengan menggunakan larutan KOH
10%, dan secara makroskopis dengan media SDA (Sabroud Dextrose Agar),
k. Dokumentasi (pengambilan kuku kaki, pemeriksaan kuku kaki, dan hasil
pemeriksaan secara mikroskopis). Hasil yang diperoleh dicatat, diolah, dan
dianalisis.

2. Menentukan Sampel

Data yang dikumpulkan berupa data primer. Data primer diperoleh dari
pemeriksaan langsung spesimen kerokan atau potongan kuku petani di Desa
Sumber Baru Kecamatan Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah dengan
larutan KOH 10% menggunakan mikroskop. Hasil pemeriksaan (+) bila
ditemukan jamur Trichophyton rubrum , Trichophyton mentagrophytes dan
Epidermophyton floccosum penyebab Tinea Ungium dan hasil (-) bila tidak
ditemukan jamur spesies Trichophyton rubrum,Trichophyton mentagrophytes dan
Epidermophyton floccosum
18

3. Alat dan Bahan Pemeriksaan


a. Alat
Alat-alat yang digunakan adalah gunting kuku/skapel, objek glass, deck glass,
botol plastik, kapas alkohol, dan Mikroskop.
b. Spesimen
Spesimen yang akan digunakan adalah potongan atau kerokan kuku.
c. Bahan
Bahan yang digunakan adalah larutan yang digunakan KOH 10%, Alkohol
70%.

4. Cara Kerja

a. Pengambilan Sampel
1) Pengrajin tahu yang akan diambil potongan kuku dalam posisi duduk dan
dalam keadaan tenang.
2) Bagian kuku yang akan dipotong dibersihkan terlebih dahulu menggunakan
kapas alkohol 70%.
3) Kuku dipotong menggunakan pemotong kuku, kemudian diletakkan dikertas
berwarna putih yang bersih dan kering.
4) Potongan kuku yang telah ditampung dimasukkan ke botol sampel yang bersih
dan kering, kemudian botol diberi identitas sampel
5) Bahan pemeriksaan dibawa ke Laboratorium.
b. Pemeriksaan sampel dengan larutan KOH 10%
1) Bahan pemeriksaan yang berada pada botol sampel kemudian ditambahkan
dengan larutan KOH 10% hingga tenggelam.
2) Didiamkan bahan pemeriksaan selama 15 menit, lalu dipipet 1 tetes bahan
pemeriksaan, kemudian diletakkan pada permukaan objek glass dan ditutup
dengan deck glass secara perlahan-lahan untuk mencegah terbentuknya
gelembung udara.
3) Sediaan diperiksa dibawah mikroskop, dimulai dengan perbesaran lensa
objektif 10x, bila hifa jamur sudah terlihat, perbesaran dapat dinaikkan ke lensa
40x agar makrokonidia atau mikrokonidia dari jamur terlihat dengan lebih
jelas.(Budimulja, 2001)
19

c. Interpretasi hasil
1) Trichophyton rubrum
(+)ditemukan mikrokonidia kecil,
berdinding tipis, berbentuk lonjong,
tersusun satu persatu pada sisi hifa
halus dan tegak lurus.
(-) tidak ditemukan mikrokonidia.

Gambar 3.1 jamur Trichophyton rubrum


(Yuri, 2012)

2) Trichophyton mentagrophytes
(+) ditemukan mikrokonidia berbentuk
bulat, kecil, dan menyerupai tangkai
buah anggur, dan hifa berbentuk spiral.
(-) tidak ditemukan mikrokonidia.

Gambar 3.2 jamur Trichophyton mentagrophytes


(Yuri, 2013)
3) Epidermophyton floccosum
(+) Ditemukan makrokonidia tersusun
2-3 buah pada satu konidiofor,
berbentuk gada, berdinding tebal, dan
terdiri dari 2-4 sel.
(-) Tidak ditemukan mikrokonidia.
(Irianto,2013).

Gambar 3.3 jamur Epidermophyton floccosum


(William, 2002)
Setelah hasil uji secara langsung dengan KOH 10% akan dilanjutkan dengan uji
konfrimasi yaitu dengan uji kultur;
20

b. Uji Kultur
1) Disiapkan alat dan bahan
2) Disiapkan 3 tabung, masing – masing berisi 5ml NaCl 0,85%.
3) Sampel dipipet secara aseptik dengan pipet ukur sebanyak 1 ml.
4) Masukkan sampel ke dalam tabung 1 dan dihomogenkan dengan orbital shaker.
5) 1 ml dari tabung 1 diamasukkan ke dalam tabung 2, dihomogenkan dengan
orbital shaker.
6) 1 ml dari tabung 2 diamasukkan ke dalam tabung 3, dihomogenkan dengan
orbital shaker.
7) Ambil 0,2 ml dari tabung 3, teteskan ke media SDA, dan diratakan dengan ose
bengkok.
8) Petridisk diselotip, dan diberi label
9) Diinkubasi pada suhu 37oC, selama 48 jam.
(Tim Bakteriologi,2014).

1. Pengamatan makroskopis

1) Tricophyton rubrum

Sifat pertumbuhan : Lambat


Warna : Hitam
Bentuk : Serabut

Gambar 3.4 Koloni Tricophyton rubrum


(id.wikipedia.org)

2) Trichophyton mentagrophytes

Sifat pertumbuhan : Lambat


Warna : Putih
Bentuk : Serabut

Gambar 3.5 Koloni Trichophyton mentagrophytes


(id.wikipedia.org)
21

3) Epidermophyton floccosum

Sifat pertumbuhan : Lambat


Warna : Coklat kekuningan
Bentuk : Serabut

Gambar 3.6 Koloni Epidermophyton floccusum


(id.wikipedia.org)

2. Pengamatan mikroskopis
a. pewarnaan Lactophenol Cotton Blue
1) Disiapkan alat dan bahan.
2) Diambil atau dipotong koloni jamur 1 mm yang tumbuh pada media Sabouroud
Dextrose Agar (SDA) dengan sampel.
3) Diletakkan pada jaringan tengah objek glass.
4) Diberi 1-2 tetes Lactophenol Cotton Blue (LCB), lalu ditutup dengan Cover
glass dan dihindari adanya gelembung udara.
5) Diamati dibawah mikroskop dengan perbedaan 100x.
Di lanjutkan ke uji kedua
b. Slide Cultur
1) Potong media SDA membentuk persegi dengan scalpel, dan letakan di atas
objek glass.
2) Ambil dengan jarum steril stok jamur, lalu ditusukkan disetiap tepi media SDA
satu tusukan dengan cover glass
3) Masukkan kedalam petridisk yang telah diberi kapas basah, dan dialasi batang
korek api, tutup dengan petridisk
4) Beri label
5) Diinkubasi pada suhu 37ºC, selama 48 jam.
6) Amati dibawah mikroskop, perbesaran 100x.
(Tim Bakteriologi, 2004)
22

e.Interpretasi hasil kultur


1. Trichophyton rubrum

(+) ditemukan mikrokonidia kecil,


berdinding tipis, berbentuk lonjong,
tersusun satu persatu pada sisi hifa
halus dan tegak lurus.
(-) tidak ditemukan mikrokonidia

Gambar 3.6 kultur jamur Trichophyton rubrum


(Kumala, 2006)
2.Trichophyton metagrophytes

(+) ditemukan mikrokonidia


berbentuk bulat, kecil, dan
menyerupai tangkai buah anggur,
dan hifa berbentuk spiral.

(-) tidak ditemukan mikrokonidia.

Gambar 3.7 kultur jamur Trichophyton metagrophytes


(Prianto, 2010)

3. Epidermophyton floccosum

(+) ditemukan makrokonidia tersusun 2-3


buah pada satu konidiofor, berbentuk gada,
berdinding tebal, dan terdiri dari 2-4 sel.

(-) tidak ditemukan makrokonidia (Irianto,


2013).

Gambar 3.8 kultur jamur Epidermophyton floccosum


(Prianto L.A., 2010)
23

F. Pengolahan dan Analisa Data

Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah univariat. Tujuan dari
analisis ini adalah untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik dari
masing-masing variabel yang diteliti, yaitu spesimen pengrajin tahu di Desa
Sumber Baru Kecamatan Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah dengan
variabel yang diamati yaitu jamur Trichophyton rubrum, Trichophyton
mentagrophytes, dan Epidermophyton floccosum penyebab Tinea unguium. Data
yang terkumpul dihitung dengan menggunakan rumus persentase, hasilnya
digunakan untuk menarik kesimpulan.

1.Persentase Tinea unguium

X
Persentase (%) = × 100%
N

Keterangan :

(%) = Persentase penderita Tinea unguium

X = Jumlah sampel penderita Tinea unguium

N = Jumlah sampel yang diperiksa

2. Persentase (%) penderita Tinea unguium per-spesies jamur:

1.Trichophyton rubrum (%)

= Jumlah sampel yang terinfeksi T.rubrum X 100%


Jumlah sampel penderita Tinea unguium
2. Trichophyton mentagrophytes (%)

= Jumlah sampel terinfeksi T.mentagrophytes X 100%


Jumlah sampel penderita Tinea unguium
3.Epidermophyton floccosum (%)
= Jumlah sampel terinfeksi E.floccosum X 100%
Jumlah sampel penderita Tinea unguium
24

DAFTAR PUSTAKA

Budimulja, Unandar, dkk 2001. Dermatomikosis Superfisialis, Balai Penerbit


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Gandahusada Srisasi, Ilahude DAP&E Heri, Pribadi Wita, 1998. Parasitologi


Kedokteran, Edisi Ketiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Graham-Brown, R 2005. Dermatologi, Erlangga, Jakarta.

Harahap Marwali 2000. Ilmu Penyakit Kulit, Penerbit Hipokrates, Jakarta.

Setianingrum 2015, Identifikasi Jamur Dermatofita Penyebab Tinea Ungium


Pada Kuku Pekerja Pabrik Singkong(Tapioka)Di Kecamatan Seputih Banyak
Lampung Tengah, Karya Tulis Ilmiah, Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes
Tanjung Karang, Bandar Lampung.

Mansjoer, Arif; dkk 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua,
Jakarta: Media Aesculapius, 738 Halaman.

Mulyati; dkk 2008, “Mikosis” di dalam Sutanto, Inge: dkk (ed), Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran, Edisi Keempat, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.

Setianingsih, Eka; Candra Arianti Dwi; Fadily Abdullah 2015. Jurnal


Epidemiologi Dan Penyakit Bersumber Binatang, Kementerian Kesehatan RI.
Jl. Loka Liatbang Kawasan Perkantoran Pemda Tanah Bumbu, Gunung Tinggi,
Barulicin, Kalimantan Selatan.

Siegar, R.S 2005. Penyakit Jamur Kulit, Edisi 2, Penerbit Buka Kedokteran EGC,
Jakarta

Marantika 2017, Gambaran Jamur Dermatofita Penyebab Tinea Unguium Pada


pengrajin tahu Di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan WayHalim Kota
Bandar Lampung, Karya Tulis Ilmiah, Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes
Tanjung Karang, Bandar Lampung.

Susanto, Inge, dkk.2008. Parasitologi Kedokteran.edisi keempat.FKUI.Jakarta.


25

Gandjar, Indrawati. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Edisi 1. Yayasan Obor
Indonesia.Jakarta.

Jawetz; Melnick; Adelberg. 2008. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23.

Kumala, Widyasari 2006.Buku Ajar Diagnosis Laboratorium MikrobiologiKlinik.


Penerbit Universitas Trisakti. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai