Anda di halaman 1dari 23

HIV / AIDS

PENGERTIAN HIV DAN AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem


kekebalan tubuh yang dapat melemahkan kemampuan tubuh melawan infeksi dan
penyakit.

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kondisi di mana HIV


sudah pada tahap infeksi akhir. Ketika seseorang sudah mengalami AIDS,
tubuh tidak lagi memiliki kemampuan untuk melawan infeksi yang
ditimbulkan.

Dengan menjalani pengobatan tertentu, pengidap HIV bisa memperlambat


perkembangan penyakit ini, sehingga pengidap HIV bisa menjalani hidup
dengan normal.

Penyebab HIV dan AIDS


Di negara Indonesia, penyebaran dan penularan HIV paling banyak disebabkan
melalui hubungan intim yang tidak aman dan bergantian menggunakan jarum
suntik yang tidak steril saat memakai narkoba.

Seseorang yang terinfeksi HIV dapat menularkannya kepada orang lain, bahkan
sejak beberapa minggu sejak tertular. Semua orang berisiko terinfeksi HIV.

1
Faktor Resiko HIV dan AIDS
Kelompok orang yang lebih berisiko terinfeksi, antara lain:

 Orang yang melakukan hubungan intim tanpa kondom, baik hubungan


sesama jenis maupun heteroseksual.
 Orang yang sering membuat tato atau melakukan tindik.
 Orang yang terkena infeksi penyakit seksual lain.
 Pengguna narkotika suntik.
 Orang yang berhubungan intim dengan pengguna narkotika suntik.

Gejala HIV dan AIDS


Gejala HIV dan AIDS tergantung pada tahap mana orang tersebut terinfeksi.

Tahap Pertama :

 Tidak menimbulkan gejala apapun selama beberapa tahun.


 Pengidap akan mengalami nyeri mirip, seperti flu, beberapa minggu setelah
terinfeksi, selama satu hingga dua bulan.
 Timbul demam, nyeri tenggorokan, ruam, pembengkakan kelenjar getah
bening, diare, kelelahan, nyeri otot, dan sendi.

Tahap Kedua :

 Umumnya, tidak menimbulkan gejala lebih lanjut selama bertahun-tahun.


 Virus terus menyebar dan merusak sistem kekebalan tubuh.
 Penularan infeksi sudah bisa dilakukan pengidap kepada orang lain.
 Berlangsung hingga 10 tahun atau lebih.

Tahap Ketiga :

 Daya tahan pengidap rentan, sehingga mudah sakit, dan akan berlanjut
menjadi AIDS.
 Demam terus-menerus lebih dari sepuluh hari.

2
 Merasa lelah setiap saat.
 Sulit bernapas.
 Diare yang berat dan dalam jangka waktu yang lama.
 Terjadi infeksi jamur pada tenggorokan, mulut, dan vagina.
 Timbul bintik ungu pada kulit yang tidak akan hilang.
 Hilang nafsu makan, sehingga berat badan turun drastic.

Diagnosis HIV Dan AIDS


Tes HIV harus dilakukan untuk memastikan seseorang mengidap HIV atau tidak.
Pemeriksaan yang dilakukan sebagai langkah diagnosis adalah dengan mengambil
sampel darah atau urine pengidap untuk diteliti di laboratorium.

Jenis pemeriksaan untuk mendeteksi HIV, antara lain:

 Tes antibodi

Tes ini bertujuan mendeteksi antibodi yang dihasilkan tubuh untuk melawan
infeksi HIV. Meski akurat, perlu waktu 3-12 minggu agar jumlah antibodi dalam
tubuh cukup tinggi untuk terdeteksi saat pemeriksaan.

 Tes antigen

Tes antigen bertujuan mendeteksi protein yang menjadi bagian dari virus HIV,
yaitu p24. Tes antigen tersebut dapat dilakukan 2-6 minggu setelah pengidap yang
dicurigai terinfeksi HIV.

Jika skrining menunjukkan pengidap terinfeksi HIV (HIV positif), pengidap perlu
menjalani tes selanjutnya. Tujuannya untuk memastikan hasil skrining, membantu
dokter mengetahui tahap infeksi yang diderita, serta menentukan metode
pengobatan yang tepat.

Tes ini dilakukan dengan mengambil sampel darah pengidap, untuk selanjutnya
diteliti di laboratorium. Tes tersebut, antara lain:

3
 Hitung sel CD4
CD4 adalah bagian dari sel darah putih yang dihancurkan oleh HIV. Jumlah CD4
normal berada dalam rentang 500–1400 sel per milimeter kubik darah. AIDS
terjadi jika hasil hitung sel CD4 di bawah 200 sel per milimeter kubik darah.

 Pemeriksaan viral load (HIV RNA)


Bertujuan untuk menghitung RNA, bagian dari virus HIV yang berfungsi
menggandakan diri. Jumlah RNA yang lebih dari 100.000 kopi per mililiter darah,
menandakan infeksi HIV baru saja terjadi atau tidak tertangani.

Sedangkan jumlah RNA yang berada di bawah 10.000 kopi per mililiter darah,
menunjukan perkembangan virus yang tidak terlalu cepat, tetapi kerusakan pada
sistem kekebalan tubuh tetap terjadi.

 Tes resitensi (kekebalan)


Dilakukan untuk menentukan obat anti HIV jenis apa yang tepat bagi pengidap.
Hal ini dikarenakan beberapa pengidap memiliki resistensi terhadap obat tertentu.

Pengobatan HIV Dan AIDS


Meskipun sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan HIV, tetapi ada
jenis obat yang dapat memperlambat perkembangan virus. Jenis obat ini disebut
antiretroviral (ARV).

ARV bekerja dengan menghilangkan unsur yang dibutuhkan virus HIV untuk
menggandakan diri dan mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4. Jenis obat
ARV memiliki berbagai varian, antara lain Etravirine, Efavirenz, Lamivudin,
Zidovudin, dan juga Nevirapine.

Selama mengonsumsi obat antiretroviral, dokter akan memonitor jumlah virus dan
sel CD4 untuk menilai respons pengidap terhadap pengobatan. Hitung sel CD4
akan dilakukan tiap 3–6 bulan. Sedangkan pemeriksaan HIV RNA, dilakukan sejak
awal pengobatan, lalu dilanjutkan tiap 3–4 bulan selama masa pengobatan,

4
Agar perkembangan virus dapat dikendalikan, pengidap harus segera

mengonsumsi ARV begitu didiagnosis mengidap HIV.

Risiko pengidap HIV

untuk terserang AIDS akan semakin besar jika pengobatan ditunda, karena virus
akan semakin merusak sistem kekebalan tubuh.

Selain itu, penting bagi pengidap untuk mengonsumsi ARV sesuai petunjuk dokter.
Konsumsi obat yang terlewat hanya akan membuat virus HIV berkembang lebih
cepat dan memperburuk kondisi pengidap.

Segera minum obat jika jadwal konsumsi obat pengidap dan tetap ikuti jadwal
berikutnya. Namun jika dosis yang terlewat cukup banyak, segera bicarakan
dengan dokter.

Kondisi pengidap juga memengaruhi resep atau dosis yang sesuai. Dokter juga
dapat menggantinya sesuai dengan kondisi pengidap. Selain itu, pengidap juga
boleh untuk mengonsumsi lebih dari 1 obat ARV dalam sehari.

Pencegahan HIV Dan AIDS


Ada berbagai upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah penularan HIV dan
AIDS, antara lain:

 Gunakan kondom yang baru setiap berhubungan intim.


 Hindari berhubungan intim dengan lebih dari satu pasangan.
 Bersikap jujur kepada pasangan jika mengidap positif HIV, agar pasangan
juga menjalani tes HIV.
 Diskusikan dengan dokter jika didiagnosis positif HIV saat hamil, mengenai
penanganan selanjutnya, dan perencanaan persalinan, untuk mencegah
penularan dari ibu ke janin.
 Bersunat untuk mengurangi risiko infeksi HIV.
 Jika menduga baru terinfeksi atau tertular virus HIV, seperti setelah
melakukan hubungan intim dengan pengidap HIV, maka harus segera ke
dokter. Tujuannya agar mendapatkan obat post-exposure prophylaxis (PEP)
yang dikonsumsi selama 28 hari dan terdiri dari 3 obat antiretroviral.

5
GONORE (GO)
Pengertian Gonore
Gonore atau kencing nanah adalah suatu penyakit menular seksual yang
dapat terjadi pada pria maupun wanita. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri
bernama Neisseria Gonorrhoeae atau Gonococcus yang terbilang sangat
menular. Bakteri tersebut berbahaya karena dapat menyerang bagian dubur,
serviks (leher rahim), uretra (saluran kencing dan sperma), mata, dan
tenggorokan.

Gonore paling sering menular pada pasangan yang melakukan hubungan


seks secara vaginal, oral, atau anal. Selain itu, penyakit ini juga dapat terjadi
akibat menggunakan mainan seks yang terkontaminasi, dan berhubungan
seks tanpa menggunakan kondom.

Selain itu, ibu yang terinfeksi penyakit menular seksual ini juga bisa
menjangkiti bayinya saat dilahirkan. Pada bayi, gonore paling sering
menyerang mata. Penanganan tepat dan cepat perlu dilakukan untuk
mencegah masalah ini.

Penyebab Gonore
Penyebab penyakit gonore adalah bakteri Neisseria Gonorrhoeae yang
biasanya ditemukan di cairan penis dan alat vital wanita dari orang yang
terkena infeksi tersebut. Itulah mengapa bakteri tersebut bisa menyebar dari
satu orang ke orang lain melalui hubungan seksual.

Hubungan seksual ini bisa dilakukan secara vaginal, anal, hingga oral.
Bahkan, ada beberapa bukti jika penyakit menular seksual ini dapat
ditularkan melalui ciuman dengan lidah. Namun, penelitian lanjutan perlu
dilakukan untuk memastikan risiko penularannya.

6
Faktor Resiko Gonore
Beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang terkena infeksi gonore,
antara lain:

 Berusia muda.
 Memiliki banyak pasangan seks.
 Berhubungan seksual dengan pasangan yang memiliki banyak pasangan
seksual.
 Memiliki infeksi menular seksual lainnya.
 Pernah terdiagnosis oleh gonore sebelumnya.

Jika kamu aktif secara seksual, cobalah berbicara jujur dan terbuka dengan
penyedia layanan kesehatan. Tanyakan tentang keharusan untuk mendapatkan
pemeriksaan gonore atau penyakit menular seksual lainnya.

Gejala Gonore
Dalam banyak kasus, infeksi gonore sering tidak menimbulkan gejala. Maka dari
itu, banyak pengidap gonore sering tidak menyadari jika dirinya sudah terinfeksi.
Pada kebanyakan wanita, gangguan ini sering menimbulkan gejala ringan dan
disalahartikan dengan infeksi kandung kemih. Nah, gejala pada wanita yang
terserang gonore, antara lain:

 Sensasi nyeri atau terbakar saat buang air kecil.


 Peningkatan keputihan.
 Perdarahan vagina di antara periode.
 Keluarnya cairan kental berwarna kuning atau hijau dari vagina.

Pada pria, gejala yang mungkin timbul, seperti:

 Sensasi terbakar saat buang air kecil.


 Keluarnya cairan kuning atau hijau dari penis (kencing nanah).
 Testis yang terasa nyeri atau bengkak.

7
Jika terjadi infeksi dubur, beberapa gejala yang dapat terjadi adalah:

 Gatal pada dubur.


 Merasakan sakit.
 Pendarahan.
 Gerakan usus yang menyakitkan.

Gejala gonore yang terjadi secara oral adalah:

 Sakit tenggorokan yang berkepanjangan.


 Peradangan dan kemerahan di tenggorokan.
 Pembengkakan pada kelenjar getah bening di leher.

Jika mengalami gejala ini, ada baiknya langsung menemui penyedia layanan
kesehatan untuk diperiksakan. Semakin cepat gangguan ini didiagnosis, semakin
efektif pengobatan yang dilakukan.

Diagnosis Gonore
Untuk mendeteksi bakteri penyebab gonore yang masuk ke dalam tubuh, dokter
akan menganalisis sampel sel. Pengambilan sampel dan pemeriksaannya bisa
dilakukan dengan metode berikut ini:

 Tes urine. Pemeriksaan ini dapat membantu untuk mengidentifikasi bakteri


di uretra pengidap.
 Tes darah. Tes ini bertujuan untuk mengetahui apakah infeksi sudah
menyebar ke dalam darah.
 Pemeriksaan sampel cairan. Metode ini dilakukan dengan menyeka area
yang diperkirakan mengalami gonore, seperti penis, vagina, tenggorokan,
atau dubur. Cara ini untuk mendapatkan sampel cairan untuk pemeriksaan.
 Untuk wanita, sekarang ini sudah terdapat alat tes untuk gonore yang bisa
dilakukan di rumah. Alat tes rumah tersebut untuk mengambil sampel di
vagina untuk dikirim ke lab khusus untuk pengujian.

8
Pengobatan Genore
hasil tes menunjukkan positif terdapat infeksi gonore, dokter biasanya akan
memberikan suntikan antibiotik dan obat oral pada pengidap dan pasangannya.
Kamu juga dianjurkan untuk tidak melakukan hubungan seksual untuk sementara
waktu hingga perawatan selesai atau dinyatakan sembuh.

Tidak melakukan hubungan seksual sementara karena masih ada risiko terjadinya
komplikasi atau penyebaran infeksi. Selain itu, dokter juga akan menyarankan
pengidap untuk kembali melakukan pemeriksaan setelah satu sampai dua minggu
untuk memastikan bakteri gonore telah hilang sepenuhnya.

Pencegahan Gonore
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi risiko
terjadinya gonore, yaitu:

 Gunakan kondom saat berhubungan seks, termasuk seks vaginal, anal,


hingga oral.
 Batasi jumlah pasangan seks.
 Lakukan pemeriksaan infeksi menular seksual secara rutin.
 Jangan berhubungan seks dengan seseorang yang terlihat memiliki infeksi
menular seksual.
 Tidak berganti-ganti pasangan atau setia pada satu pasangan.
 Tidak melakukan hubungan seksual di luar nikah.

SIFILIS (Raja Singa)

Pengertian Sifilis

Sifilis adalah infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri.
Penyakit ini dimulai sebagai luka yang tidak nyeri, biasanya pada alat kelamin,
rektum atau mulut. Kondisi ini dapat menyebar dari orang ke orang melalui kontak
kulit atau selaput lendir dari luka ini.

9
Setelah infeksi awal, bakteri sifilis dapat tetap tidak aktif di dalam tubuh selama
beberapa dekade sebelum menjadi aktif kembali. Jika didiagnosis dengan cepat,
penyakit ini dapat disembuhkan dengan pemberian antibiotik.

Tanpa pengobatan, penyakit ini dapat merusak jantung, otak atau organ lain, dan
dapat mengancam jiwa. Sifilis juga dapat ditularkan dari ibu ke anak yang belum
lahir.

Penyebab Sifilis
Penyebab sifilis adalah bakteri yang bernama Treponema pallidum. Cara paling
umum penyebarannya adalah melalui kontak dengan luka orang yang terinfeksi
selama aktivitas seksual. Bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka kecil atau
lecet pada kulit atau selaput lendir.

Sifilis menular selama tahap primer dan sekunder, dan kadang-kadang pada awal
periode laten. Pada kasus yang lebih jarang, kondisi ini dapat menyebar melalui
kontak langsung dengan lesi aktif, seperti saat berciuman. Ini juga dapat ditularkan
dari ibu ke bayinya selama kehamilan atau persalinan.

Sifilis tidak dapat menyebar dengan menggunakan toilet, bak mandi, pakaian atau
peralatan makan yang sama, atau dari gagang pintu, kolam renang, atau bak air
panas.

Setelah sembuh, penyakit ini tidak kembali atau kambuh dengan sendirinya.
Namun, seseorang dapat terinfeksi kembali jika memiliki kontak dengan luka
sifilis dari orang lain.

Faktor Resiko Sifilis


Siapa pun yang aktif secara seksual bisa terkena sifilis, tetapi beberapa orang
memiliki peningkatan risiko terinfeksi. Risiko akan jadi lebih tinggi jika:
10
 Menjadi seorang gay, biseksual, atau melakukan hubungan seks sesama pria.
 Melakukan hubungan seks tanpa kondom, terutama jika memiliki banyak
pasangan.
 Mengidap HIV/AIDS.
 Berhubungan seks dengan seseorang yang mengidap sifilis.
 Mengidap IMS jenis lain, seperti klamidia, gonore atau herpes.

Gejala Sefilis

 Sifilis Primer
Gejala pada kondisi ini umumnya muncul berupa luka dengan 10 hingga 90 hari
setelah bakteri masuk ke dalam tubuh. Pemulihannya memakan waktu sekitar 3
hingga 6 minggu.

 Sifilis Sekunder
Sefilis sekunder terjadi beberapa minggu setelah luka menghilang, dengan ruam
yang terdapat di bagian tubuh manapun khususnya di telapak tangan dan kaki.

Ditambah dengan penyakit flu, rasa lelah, sakit kepala, nyeri pada persendian, dan
demam umumnya menjadi contoh gejala lain yang dialami pengidap. Segera
tangani sifilis sekunder dengan tepat, agar infeksi tak berlanjut ke tahap
berikutnya.

 Sifilis Laten
Sifilis laten terjadi tanpa gejala, tapi dalam 12 bulan pertama, infeksi masih bisa
menular. Jika tidak ditangani, kondisi ini akan berubah menjadi tersier.

 Sifilis Kongenital

Jika kondisi ini terjadi pada ibu hamil, maka janin wanita tersebut bisa juga
tertular. Infeksi bisa ditularkan kepada janin jika seorang ibu hamil yang mengidap
sifilis. Risiko tersebut bisa dikurangi dengan mengobati infeksi sebelum masa
kehamilan mencapai 4 bulan.

11
Jika penanganan dan pengobatan terlambat, ibu hamil tersebut akan terkena
komplikasi. Komplikasi yang dimaksud bisa berupa bayi lahir prematur,
keguguran, bayi lahir dengan sifilis, dan hilangnya nyawa bayi setelah dilahirkan.

Diagnosis Sifilis
Untuk mendiagnosis, dokter akan bertanya tentang riwayat seksual yang dimiliki,
termasuk apakah kamu mempraktikkan seks yang aman. Sangat penting untuk
jujur selama diskusi ini. Sebab dokter dapat membantu menilai risiko dan
merekomendasikan tes untuk IMS lainnya.

Untuk memastikan diagnosis, dokter akan memeriksa dan mengambil sampel


darah untuk mencari tanda-tanda infeksi. Dokter juga mungkin mengeluarkan
beberapa cairan atau sepotong kecil kulit dari luka dan mengujinya di
laboratorium.

Pengobatan Sifilis
Bagi primer dan sekunder, pengobatan dapat dilakukan dengan antibiotik melalui
pemberian suntikan dengan biasanya dilakukan selama kurang lebih 14 hari.

Untuk sifilis tersier dan pada wanita hamil, waktu pengobatan akan lebih lama dan
menggunakan antibiotik yang diberikan melalui infus. Pengidap sifilis akan
menjalani tes darah untuk memastikan agar infeksi telah sembuh dengan total,
setelah menjalani pengobatan antibiotik.

Pencegahan Sifilis
Cara agar terhindar dari penyakit ini, yaitu:

 Menghindari alkohol dan obat-obat terlarang.


 Memiliki satu pasangan tetap untuk melakukan hubungan seksual.
 Berhenti untuk melakukan kontak seksual dalam jangka waktu lama.
 Secara terbuka mendiskusikan riwayat penyakit kelamin yang dialami
bersama pasangan.
 Biasakan menggunakan kondom bila harus berhubungan seksual dengan
orang yang tidak dikenal.

12
Herpes Genital (Herpes Simplex)
Pengertian Herpes Genital (Herpes Simplex)

Herpes genital atau herpes simplex adalah suatu infeksi menular seksual yang
disebabkan oleh virus herpes simplex (HSV). Setelah pengidap terinfeksi, virus
menetap secara dorman dalam tubuh dan dapat terjadi reaktivasi hingga beberapa
kali dalam setahun. Penyakit infeksi ini juga dapat ditularkan melalui luka kecil
yang tidak kelihatan.

Penyebab Herpes Genital (Herpes Simplex)


Penyebab herpes genital adalah virus herpes simplex (HSV) yang sangat menular.
Virus ini dapat berpindah dari satu orang ke orang lainnya melalui kontak
langsung. Virus ini memiliki dua tipe, yakni:

 HSV tipe 1, tipe yang umumnya menyebabkan luka atau lecet pada daerah
sekitar mulut. Tipe ini ditularkan melalui kontak kulit, walaupun juga dapat
menyebar ke daerah genital saat melakukan oral seks.
 HSV tipe 2, tipe yang umumnya menyebabkan herpes genital. Tipe ini
ditularkan melalui kontak seksual maupun kontak kulit, meskipun seseorang
tidak memiliki luka terbuka pada tubuhnya.

Herpes genital ditularkan melalui hubungan intim (vaginal, anal, atau oral) dengan
orang yang terinfeksi. Meskipun pengidap herpes genital tidak menunjukkan
gejala, mereka tetap dapat menularkan penyakit ini ke orang lain. Pada kasus yang
jarang terjadi, herpes (HSV-1 dan HSV-2) bisa ditularkan dari ibu ke anak selama
persalinan dan menyebabkan herpes neonatal.

13
Namun, penting untuk diketahui, herpes tidak bisa ditularkan melalui dudukan
toilet, tempat tidur atau di kolam renang. Kamu juga tidak akan tertular penyakit
tersebut dari menyentuh benda, seperti peralatan makan, sabun atau handuk.

Gejala Herpes Genital (Herpes Simplex)


Beberapa gejala herpes genital, antara lain:

 Luka yang terbuka dan terlihat merah tanpa disertai rasa nyeri atau gatal.
 Sensasi rasa nyeri, gatal, atau geli di sekitar daerah genital atau daerah anal.
 Luka melepuh yang kemudian pecah di sekitar genital, rektum, paha, dan
bokong.
 Rasa nyeri saat membuang air kecil.
 Nyeri punggung bawah.
 Demam.
 Kehilangan nafsu makan.
 Kelelahan.
 Terdapat cairan yang keluar dari vagina.

Diagnosis Herpes Genital (Herpes Simplex)


Dokter akan mendiagnosis herpes genital dengan melakukan wawancara medis,
pemeriksaan fisik secara langsung, dan pemeriksaan penunjang tertentu jika
diperlukan. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, antara lain:

 ultur virus, yang dilakukan dengan mengambil sampel jaringan atau bagian
kecil dari luka herpes untuk diperiksa di laboratorium.
 Polymerase Chain Reaction (PCR), dengan mengambil sampel darah,
jaringan luka, atau cairan tulang belakang, untuk melihat keberadaan DNA
serta tipe dari HSV.
 Pemeriksaan darah, untuk mengamati adanya antibodi terhadap HSV dan
mendeteksi adanya infeksi herpes pada masa lalu.

14
Pengobatan Herpes Genital (Herpes Simplex)
Pengobatan herpes genital umumnya dilakukan dengan pemberian obat antivirus
dengan tujuan:

 Mempercepat proses penyembuhan luka saat tanda dan gejala pertama kali
timbul.
 Mengurangi derajat keparahan dan durasi dari keluhan.
 Mengurangi frekuensi kekambuhan dari penyakit.
 Meminimalkan kemungkinan untuk menularkan virus ke individu lain.

Pada ibu hamil, dokter dapat memberikan obat antivirus mendekati akhir masa
kehamilan untuk mencegah penularan virus pada bayi. Pada beberapa kasus dokter
menganjurkan operasi caesar untuk melahirkan bayi.

Sementara untuk meredakan gejala herpes genital yang tidak nyaman, berikut
beberapa cara yang bisa dilakukan:

 Jaga kebersihan area yang terkena herpes dnegan membersihkannya dengan


air biasa atau air garam untuk mencegah luka terinfeksi.
 Oleskan kompres es untuk meredakan rasa sakit.
 Mandi air hangat juga bisa membantu meredakan rasa gatal pada luka.
 Oleskan petroleum jelly atau krim penghilang rasa sakit pada area yang
terkena.

Komplikasi Herpes Genital (Herpes Simplex)


Beberapa komplikasi herpes genital yang dapat terjadi, antara lain:

 Infeksi Menular Seksual lainnya


Infeksi HSV-2 bisa meningkatkan risiko tertular infeksi HIV hingga sekitar tiga
kali lipat. Selain itu, orang dengan HIV dan HSV-2 lebih berpotensi untuk
menularkan HIV ke orang lain. Infeksi HSV-2 merupakan salah satu infeksi paling
umum pada pengidap HIV.

15
 Penyakit yang Lebih Parah
Pada orang dengan gangguan kekebalan, termasuk mereka yang mengidap infeksi
HIV lanjut, herpes genital bisa menimbulkan gejala yang lebih parah dan
kekambuhan yang lebih sering. Komplikasi langka HSV-2 termasuk
meningoensefalitis (infeksi otak) dan infeksi diseminata. Pada kasus yang jarang
terjadi, infeksi HSV-1 bisa menyebabkan komplikasi yang lebih parah, seperti
ensefalitis (infeksi otak) atau keratitis (infeksi mata).

 Herpes Neonatus
rpes neonatus merupakan kondisi ketika bayi terpapar virus HSV dalam proses
persalinan. Kondisi tersebut jarang terjadi, tapi herpes neonatus merupakan kondisi
serius yang bisa menyebabkan kecacatan neurologis yang bertahan lama atau
kematian. Risiko herpes neonatus paling tinggi ketika seorang ibu tertular HSV
untuk pertama kalinya pada akhir kehamilan.

Selain itu, herpes genital juga bisa menyebabkan komplikasi berupa inflamasi atau
peradangan dan gangguan pada kandung kemih.

Pencegahan Herpes Genital (Herpes Simplex)


Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah herpes genital, antara lain:

 Menggunakan kondom saat melakukan hubungan intim dengan pasangan


yang tidak jelas status infeksi menular seksualnya.
 Memeriksa status infeksi menular seksual secara berkala bagi individu yang
berhubungan intim dengan lebih dari satu pasangan.
 Hindari berciuman atau melakukan seks oral bila diri sendiri atau pasangan
memiliki luka pada daerah sekitar mulut.
 Hindari berbagi mainan seks. Bila ingin melakukannya, cuci mainan seks
terlebih dahulu dan pasang kondom.

Herpes genital juga bisa kambuh kembali. Untuk mencegah penyakit tersebut
kambuh, pengidap perlu menghindari hal-hal yang bisa menjadi pemicunya, seperti
sinar UV, gesekan di area genital (saat melakukan seks atau akibat mengenakan
pakaian ketat), merokok atau minum alcohol

16
KEPUTIHAN

Pengertian Keputihan
Keputihan adalah keluarnya cairan bening atau putih dari Miss V. Cairan ini
sebagian besar terdiri dari sel dan bakteri. Proses ini dapat membantu untuk
membersihkan dan melumasi area kewanitaan serta membantu melawan bakteri
jahat dan infeksi.

Keluarnya cairan keputihan adalah proses alami dan normal. Namun, perubahan
pada cairan vagina bisa menjadi tanda infeksi atau penyakit.

Jika ada perubahan pada warna, tekstur, bau atau jumlah keputihan berarti menjadi
pertanda adanya masalah. Sebagian besar penyebab keputihan abnormal dapat
diobati dengan obat-obatan.

Penyebab Keputihan
Keputihan terjadi sebagai bagian dari fungsi tubuh yang sehat akibat perubahan
alami pada kadar estrogen. Jumlah keputihan dapat meningkat dari seperti ovulasi,
gairah seksual, pil KB, dan kehamilan.

Penyebab keputihan juga sering dikaitkan dengan pH Miss V. Sementara itu, hal
ini bisa disebabkan akibat penggunaan obat-obatan tertentu seperti pil KB, IUD,
dan kortikosteroid jangka panjang.

Warna, bau, dan tekstur dari keputihan dapat dipengaruhi akibat perubahan
keseimbangan bakteri pada Miss V. Itu karena ketika jumlah bakteri berbahaya
meningkat, infeksi vagina lebih mungkin terjadi.

Bahkan, beberapa penyakit menular seksual bisa menjadi penyebab dari keputihan
pada wanita. Bakteri penyebab yang sering ditemukan pada kejadian ini adalah
Candida albicans.
17
Faktor Risiko Keputihan
Ada beberapa hal yang dapat meningkatkan kemungkinan wanita mengalami
keputihan. Hal ini bisa terjadi karena terganggunya keseimbangan kadar estrogen.
Berikut beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko wanita alami keputihan:

 Penggunaan antibiotik atau steroid.


 Vaginosis bakterial, infeksi bakteri yang lebih sering terjadi pada wanita
hamil atau wanita yang memiliki banyak pasangan seksual.
 Konsumsi pil KB.
 Kanker serviks.
 Klamidia atau gonore (PMS) atau infeksi menular seksual lainnya.
 Idap diabetes.
 Infeksi panggul setelah operasi.
 Penyakit radang panggul (PID).
 Trikomoniasis, infeksi parasit yang biasanya tertular dan disebabkan oleh
hubungan seks tanpa kondom.
 Atrofi vagina, penipisan dan pengeringan dinding vagina selama menopause.
 Vaginitis, iritasi di dalam atau di sekitar vagina.
 Infeksi ragi.

Gejala Keputihan
Pada umumnya keputihan yang perlu diwaspadai ketika berwarna kuning atau
hijau keabu-abuan, berbau tidak enak, jumlahnya banyak, dan menimbulkan rasa
tidak nyaman seperti gatal dan rasa terbakar.

Pada beberapa kondisi juga terdapat keluhan berkemih maupun saat berhubungan
intim. Jika infeksi sudah cukup parah, gejala sistemik seperti demam, mual, dan
muntah juga dapat muncul.

Beberapa gejala lainnya yang dapat dirasakan, antara lain:

 Keputihan yang kental dan berwarna putih.


 Bau tak sedap yang bertahan lebih dari sehari.
 Hubungan intim yang menyakitkan.
18
 Buang air kecil yang menyakitkan.
 Perasaan nyeri atau nyeri tekan di perut bagian bawah.
 Lepuh, benjolan atau luka di area genital.

Diagnosis Keputihan
Dokter akan memulai untuk memeriksa riwayat kesehatan dan bertanya terkait
segala gejala yang dirasakan. Pertanyaan yang diajukan bisa berhubungan dengan
kebiasaan sehari-hari, seberapa sering berhubungan seksual, hingga seberapa
sering berganti pasangan seksual. 

Setelah itu, dokter mungkin mengambil sampel keputihan atau melakukan tes Pap.
Cara ini sangat baik untuk mengumpulkan sel-sel dari leher rahim agar
pemeriksaan lebih lanjut bisa dilakukan. Pemeriksaan penunjang lainnya mungkin
perlu dilakukan seperti swab dan kultur cairan dari Miss V.

Penanganan Keputihan
Penanganan yang perlu dilakukan tergantung dari penyebab keputihan terjadi. Jika
masalah ini disebabkan oleh infeksi jamur, dokter dapat memberikan obat
antijamur. Apabila penyebabnya adalah vaginosis bakterial, pil atau krim antibiotik
perlu digunakan. 

Komplikasi Keputihan
Segala penyebab yang mendasari keputihan perlu diobati. Sebab, komplikasi dapat
berkembang jika masalah tersebut dibiarkan berlarut. Beberapa komplikasi yang
dapat terjadi, antara lain:

 Jika disebabkan oleh trikomoniasis atau vaginosis bakterial, ada peningkatan


risiko infeksi menular seksual karena peradangan.
 Jika alami vaginosis bakteri dan trikomoniasis saat hamil, risiko alami
kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah lebih tinggi.
 Jika disebabkan oleh gonore, ini dapat menyebabkan penyakit radang
panggul (PID).
 Jika klamidia tidak diobati, ini dapat menyebabkan kehamilan ektopik pada
wanita.
19
Pencegahan Keputihan
Setiap wanita disarankan untuk mengetahui cara mencegah infeksi vagina,
penyebab keputihan yang tidak normal, yaitu:

 Selalu menjaga kebersihan vagina dengan rutin mencucinya menggunakan


sabun di bagian luar.
 Jangan menggunakan sabun beraroma dan douche.
 Hindari semprotan pada area kewanitaan dan mandi busa.
 Pastikan untuk mengusap dari depan ke belakang, guna cegah bakteri masuk
ke dalam vagina dan menyebabkan infeksi.
 Hindari pakaian yang terlalu ketat.
 Pilih celana dalam yang berbahan dasar katun.
 Jangan berganti-ganti pasangan seksual.

20
EPIDIDIMITIS

Pengertian Epididimitis
Epididimitis adalah kondisi di mana terjadi peradangan pada saluran sperma alias
epididimis. Saluran ini terletak di belakang testis. Saluran epididimis
menghubungkan antara testis dan vas deferens. Sedangkan, vas deferens adalah
saluran sperma yang langsung menuju pintu keluar di penis saat pria ejakulasi.
Epididimis berperan dalam menyimpan dan membawa sperma.

Peradangan pada epididimitis bisa dialami oleh pria usia berapa pun. Namun,
kondisi ini paling sering terjadi pada pria yang berusia 19 sampai 35 tahun.
Risikonya lebih besar pada orang yang bergonta-ganti pasangan, atau melakukan
aktivitas seksual berisiko. Hal ini bisa menyebabkan seseorang tertular penyakit
menular seksual, di mana bakteri penyebabnya memicu epididimitis.

Faktor Risiko Epididimitis


Beberapa faktor lain yang bisa meningkatkan risiko epididimitis adalah:

 Pembesaran prostat.
 Infeksi prostat atau infeksi saluran kemih.
 Pernah menjalani prosedur medis yang memengaruhi saluran urine.
 Pria yang belum disunat.
 Letak anatomis saluran kemih yang tidak normal.
 Melakukan hubungan intim dengan seorang yang terinfeksi pada saluran
seksualnya.
 Melakukan hubungan intim tanpa pengaman.
 Memiliki riwayat penyakit seksual.

Penyebab Epididimtis

Epididimitis umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Kasus epididimitis


umumnya dimulai dari infeksi pada uretra, prostat, atau kandung kemih. Bakteri E.
coli dan bakteri sejenisnya adalah penyebab epididimitis pada anak-anak dan orang
tua.

21
Umumnya, beberapa penyebab epididimitis adalah:

 Infeksi saluran kemih


Epididimitis Kimia, adalah kondisi ketika urine mengalir kembali ke epididimis
karena tubuh yang terlalu meregang atau mengangkat barang berat.

 Mumps atau gondongan


Infeksi menular seksual, seperti gonorea dan klamidia, biasanya menjadi penyebab
epididimitis pada pria yang aktif secara seksual.

 Infeksi pada anak laki-laki dan pria yang tidak aktif secara seksual
 Cedera pada bagian selangkangan
 Penyakit Behcet
 Tuberkulosis

Gejala Epididimitis
Ada beberapa gejala yang bisa muncul pada pria pengidap epididimitis, antara lain:

 Skrotum akan membengkak, terasa hangat, terasa sakit saat disentuh, atau
berwarna kemerahan.
 Nyeri pada testis, terutama saat disentuh.
 Darah pada cairan sperma.
 Nyeri saat buang air kecil.
 Meningkatnya frekuensi buang air kecil dan selalu merasa tidak tuntas.
 Terdapat benjolan di sekitar testis yang disebabkan karena penumpukan
cairan.
 Ujung penis mengeluarkan cairan abnormal, biasanya terkait dengan
penyakit menular seksual.
 Nyeri saat ejakulasi atau berhubungan seksual.
 Rasa nyeri pada perut bagian bawah atau sekitar panggul.
 Pembesaran kelenjar getah bening di pangkal paha.
 Demam bisa terjadi, meski cukup jarang.

22
Apabila kondisi ini kunjung membaik selama lebih dari enam minggu atau kambuh
kembali, maka disebut epididimitis kronis. Pada epididimitis kronis, gejala muncul
secara bertahap dan perlu penanganan dokter.

Diagnosis Epididimitis

Dokter akan menanyakan pertanyaan seputar riwayat penyakit dan aktivitas


seksual, kemudian akan melakukan pemeriksaan pada area kemaluan.

Selanjutnya, dokter akan melakukan beberapa tes berikut:

– Analisis urine. Tes yang dilakukan untuk menganalisis urine.

– Urine Cultures. Tes ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat bakteri yang ada
di urine, terutama infeksi saluran kemih.

– Tes laboratorium. Tes ini untuk mengetahui beberapa bakteri yang mungkin
menjadi penyebab epididimitis.

– Tes darah. Tes ini dilakukan untuk melihat tanda dari infeksi, seperti penyakit
seksual.

Pengobatan Epididimitis

 Obat antibiotik.
 Obat pereda nyeri dan istirahat.
 Pembedahan.

Pencegahan Epididimitis
Apakah kondisi ini bisa dicegah? Ternyata bisa. Caranya dengan menghindari hal-
hal yang bisa meningkatkan risikonya. Berikut tips mencegah epididimitis yang
bisa dilakukan:

– Lakukan hubungan intim dengan cara yang sehat dan hindari bergonta-ganti
pasangan.

– Menggunakan alat kontrasepsi saat berhubungan intim.

– Rutin melakukan pemeriksaan ke dokter.

23

Anda mungkin juga menyukai