Anda di halaman 1dari 2

Cerita ini berasal dari sebuah puisi yang amat terkenal di

Srilanka.
Pada suatu ketika, hiduplah seorang ibu yang membesarkan anak
laki-lakinya. Dengan melalui berbagai penderitaan akhirnya ibu tua itu
berhasil menghantarkan anak laki-lakinya mencapai kehidupan yang
sukses. Anak laki-laki itu lalu menikah dan mempunyai rumah sendiri.
Setelah ia berkeluarga dan mempunyai kehidupan yang cukup baik,
tetapi ia tidak pernah menengok kepada kedua orang tuanya yang sudah
tua itu. Ayah dan ibu tua itu sudah lama amat menderita, mereka tidak
mempunyai makanan dan pakaian yang cukup.
Pada suatu hari karena mereka sudah amat kelaparan, tidak
mempunyai lagi makanan yang dapat dimakan, ibu tua itu merasa ia
dapat meminta pertolongan dari anaknya. Dengan badan yang sudah
membungkuk, ia berjalan perlahan-lahan menuju ke rumah anaknya
untuk meminta makanan. Anak laki-laki itu yang melihat ibunya datang
segera bersembunyi di dalam rumah. Ia diam saja di dalam rumah dan
tidak mau keluar menemui ibunya, ia lalu menyuruh istrinya keluar
untuk menemui ibunya.
Di depan pintu rumah, ibu tua itu berkata kepada menantu
perempuannya, bahwa ia amat lapar dan membutuhkan makanan.
Menantunya tanpa berkata sepatah kata pun lalu masuk ke dalam rumah
dan membawa sebuah keranjang, lalu diberikannya kepada mertuanya.
Keranjang tersebut hanya berisikan dua liter gandum.
Tetapi ibu mertua yang sedang kelaparan itu, tentu saja tidak dapat
memakan gandum yang belum dimasak itu. Ia harus memasaknya
terlebih dahulu, dan membutuhkan waktu yang cukup lama sampai
gandum itu matang dan dapat dimakan. Sedangkan ia sudah amat lapar,
dan membutuhkan makanan yang sudah matang supaya dapat segera
dimakan untuk menghilangkan rasa laparnya.
Ibu tua itu menerima keranjang yang berisi gandum itu dengan
perasaan sedih, ia tidak bahagia. Ia menghadapi kenyataan yang pahit, ia
hanya menerima dua liter gandum, pemberian dari anak laki-lakinya
yang amat sangat dikasihi dan disayanginya sejak dulu hingga sekarang.
Anak laki-lakinya itu tidak mau keluar menemuinya ketika ia datang,
hatinya amat kecewa dan sedih sekali.
Kemudian, ibu tua itu mengucapkan syair ketika ia menerima gandum
dari menantu perempuannya itu,
"Saya datang ke depan pintu rumah anakku,
karena saya amat lapar dan hampir mati,
Tetapi saya hanya memperoleh dua liter gandum,
Saya ragu-ragu,
apakah saya harus menerimanya atau tidak,
Oh anakku sayang,
apakah saya pernah menakar air susuku ketika menyusuimu?"
Ternyata menantunya itu amat marah mendengar kata-kata dari ibu
mertuanya itu. Ia merasa kata-kata itu ditujukan untuk dirinya. Dengan
marah ia lalu berkata :
"Hai nenek tua, ibuku sendiri yang telah membesarkanku, dan tidak akan
membiarkan aku menderita sedikit pun, tidak ribut ketika ia datang, dan
hanya kami berikan seliter gandum. Kami kan sudah memberikanmu
dua liter gandum, tetapi kamu malah berkata-kata seperti itu. Sudahlah
nenek tua, pergilah dari tempat ini sekarang juga!"
Anak laki-laki itu yang mendengar pertengkaran tersebut tidak
berusaha meredakan pertentangan antara ibu dan isterinya, ia hanya
diam saja.
Kejadian saat itu dan puisi yang diucapkan oleh si ibu tua,
akhirnya menyebar ke masyarakat luas. Dan sejak saat itu orang-orang
menjadi merasa takut dan sedih apabila sudah tua nanti, akan
menghadapi keadaan seperti yang dialami oleh ibu tua itu, yang tidak
dipedulikan lagi kehidupan ataupun kematiannya.

Anda mungkin juga menyukai