ANALISIS PUTUSAN
A. Posisi Kasus
berikut:
mendapat uang (yang dalam hal ini telah berubah menjadi utang) dari para
pemohon PKPU dan banyak pihak lainnya. Uang pinjaman telah diterima
akan berlokasi di Jalan Lebak Sari No. 19, Banjar Umasari, Petitenget,
November 2005, tanah di atas memiliki luas 855 m2 (delapan ratus lima
puluh lima meter persegi) dan Sertifikat Hak Milik nomor 3415 tanggal 27
Mei 2009 dengan Surat Ukur nomor 3050 tanggal 18 Mei 2009 yang
berlokasi di Desa Kerobokan Kelod memiliki luas 532 m2 (lima ratus tiga
pemohon PKPU I pada tanggal jatuh waktu yang tercantum dalam Bukti
Januari 2019;
Desember 2018;
Januari 2019.
bahwa hanya satu utang yang telah jatuh tempo tetapi belum dibayar
2019;
2. Surat Bukti Investasi No.
2019.
73.500.000,- (tujuh puluh tiga juta lima ratus ribu Rupiah) yang telah
termohon PKPU.
memiliki utang sederhana yang telah jatuh tempo dan dapat ditagihkan
dan jatuh tempo pada tanggal 21 April 2017 dan pemohon PKPU III
jatuh tempo yang tertera dalam PPJB III, sedangkan keuntungan yang
kepada Ketua Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk
B. Df
Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebelum
Bahwa benar, Pemohon PKPU I, Pemohon PKPU II, dan Pemohon PKPU III adalah investor
pada Termohon PKPU berdasarkan Surat Bukti Investasi yang dipegang oleh masing-masing.
Akan tetapi, dalam Surat Bukti Investasi tersebut terdapat Ketentuan Butir 3 dan 4, sebagai
tersebut, agar dalam melihat hubungan hukum antara Pemohon PKPU I, Pemohon PKPU II,
dan Pemohon PKPU III dengan Termohon PKPU tidak semata-mata hanya dilihat dari isi dan
ketentuan Surat Bukti Investasi semata, akan tetapi harus dilihat bahwa Perjanjian
Pengikatan Jual Beli yang dibuat dan ditandatangani oleh masing-masing Pemohon PKPU I,
Pemohon PKPU II, dan Pemohon PKPU III. Dengan kata lain, investasi Surat Utang Jangka
Menengah pada Termohon PKPU menjadi satu kesatuan dengan Perjanjian Pengikatan Jual
Beli tentang Program Pembelian Kembali (Buy Back) “Paditeras” Kondotel. Bahwa Perjanjian
Pengikatan Jual Beli tentang Program Pembelian Kembali (Buy Back) “Paditeras” Kondotel
telah diatur mekanisme dan pembelian masing-masing unit kondotel yang akan ditingkatkan
menjadi milik masing-masing Pemohon PKPU I, Pemohon PKPU II, dan Pemohon PKPU III
apabila Termohon PKPU tidak dapat menjalankan program pembelian kembali (buy back)
atas investasi yang telah dimasukkan kepada Termohon PKPU. Hal tersebut senada dengan
maksud dan tujuan Perjanjian Pengikatan Jual Beli tentang Program Pembelian Kembali (Buy
Back) “Paditeras” Kondotel sebagaimana terdapat dalam Pasal 2 (Maksud dan Tujuan),
dimana telah disepakati bahwa program pembelian kembali (buy back) berkaitan dengan
formulir transaksi jual beli efek dan MTN (medium term notes) dan merupakan satu
kesatuan.
sebagaimana telah disepakati oleh Pemohon PKPU I, Pemohon PKPU II, dan Pemohon PKPU
III dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli tentang Program Pembelian Kembali (Buy Back)
“Paditeras” Kondotel yang dibuat dan ditandatangani bersama dengan OCO DARMOWASITO
secara pribadi, maka penyelesaian dengan mekanisme sebagaimana dimaksud di atas tentu
harus melibatkan OCO DARMOWASITO secara pribadi melalui mekanisme penyelsaian yang
disepakati dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli tentang Program Pembelian Kembali (Buy
Back) “Paditeras” Kondotel; Bahwa apabila mekanisme penyelesaian yang telah disepakati
dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli tentang Program Pembelian Kembali (Buy Back)
“Paditeras” Kondotel tidak memuaskan Pemohon PKPU I, Pemohon PKPU II, dan Pemohon
PKPU III, maka secara hukum dapat dibawa penyelesaian melalui Pengadilan Negeri Jakarta
Bahwa lagi pula, baik Pemohon PKPU I, Pemohon PKPU II, dan Pemohon PKPU II BELUM
PERNAH mengajukan penyelesaian untuk membeli unit dan sekaligus meningkatkan PPJB
menjadi Akta Jual Beli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, sebab dengan jelas telah
disepakati bahwa kegagalan Termohon PKPU melalukan buy back akan dapat ditingkatkan
Bahwa dengan demikian, mekanisme penyelesaian tersebut di atas harus terlebih dahulu
dilakukan oleh masing-masing Pemohon PKPU I, Pemohon PKPU II, dan Pemohon PKPU III
dengan Oco Darmowasito. Jika tidak, maka Pemohon PKPU I, Pemohon PKPU II, dan
Pemohon PKPU III akan mendapatkan keuntungan yang luar biasa dua kali lipat dengan
C. Bh
Bahwa sebagaimana telah diuraikan dalil-dalil mengenai tidak adanya utang yang
jatuh waktu dan dapat ditagih Termohon PKPU terhadap Para Pemohon PKPU,
dengan alasan bahwa tidak adanya wanprestasi pembayaran yang telah dilakukan
Pengikatan Jual Beli tentang Program Pembelian Kembali (Buy Back) “Paditeras”
Kondotel yang sudah ada. Tanpa adanya mekanisme penyelesaian yang telah
dijalankan oleh masing-masing pihak termasuk Para Pemohon PKPU maupun Hj. M.
Murdiwati dan Paula Naniwati Dasuki, maka syarat adanya utang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal Pasal 222 ayat (3) dan Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU
ahwa sekali lagi untuk menguji mengenai ada utang atau tidaknya yang menjadi
kewajiban hukum Termohon PKPU, tentu harus dicermati juga ketentuan dalam
Perjanjian Pengikatan Jual Beli tentang Program Pembelian Kembali (Buy Back)
dimana Para Pemohon PKPU dan Hj. M. Murdiwati dan Paula Naniwati Dasuki akan
memperoleh unit yang menjadi obyek perjanjian dalam Perjanjian Pengikatan Jual
Beli tentang Program Pembelian Kembali (Buy Back) “Paditeras” Kondotel PKPU
maupun Hj. M. Murdiwati dan Paula Naniwati Dasuki mempunyai hak tagih secara
jika Hj. M. Murdiwati dan Paula Naniwati Dasuki merasa punya hak tagih yang
belum terbayarkan maka langkah yang harus dilakukan sesuai dengan yang
Kembali (Buy Back) “Paditeras” Kondotel yaitu dengan meminta kepada Oco
Darmowasito untuk meningkatkan PPJB yang sudah ada dengan Akta Jual Beli (AJB)
sekaligus balik nama. Sebab, skema dan metode seperti itulah yang disepakati dari
awal dan telah disepakati oleh Hj. M. Murdiwati dan Paula Naniwati Dasuki,
sehingga prosesnya harus terlebih dahulu dilalui. Jika kemudian, ternyata Oco
Darmowasito tidak mau melaksanakan pembelian kembali (buy back) atas unit yang
Kembali (Buy Back) “Paditeras” Kondotel, maka dengan sendirinya secara hukum
kewajiban hukum.
Menimbang, bahwa Pasal 222 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang
Kewajiban Pembayaran Utang diajukan oleh Debitur yang mempunyai lebih dari 1
(satu) Kreditor atau oleh Kreditor”, dan ayat (3) menentukan bahwa Kreditor yang
jatuh waktu dan dapat ditagih dapat memohon agar kepada Debitor diberi
Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang,
baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung
maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontijen, yang timbul karena
perjanjian atau Undang-Undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak
dipenuhi, memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta
kekayaan Debitor.
Utang yang diajukan oleh Kreditur ini dapat berakibat Pailit jika Debitor pada
yang diajukan tidak disetujui oleh Para Kreditur, maka untuk dapat mengabulkan
permohonan PKPU, Pengadilan selain mengacu pada ketentuan pasal 222 ayat (3)
Pembayaran Utang, juga harus mengacu pada ketentuan pasal 2 ayat (1) Jo. pasal 8
ayat (4) Undang-undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, yaitu : “apabila terdapat fakta atau keadaan yang
terbukti secara sederhana bahwa debitur mempunyai dua atau lebih kreditur dan
tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih.
Rp.3.600.000.000,00 (tiga milyar enam ratus juta rupiah) dalam 7 (tujuh) kali
investasi sejak tanggal 4 Agustus 2018 sampai dengan 21 Oktober 2018 dan
investasi tersebut harus dikembalikan oleh PT. Taras Graha Advisindo (Termohon
PKPU) kepada Pemohon PKPU I pada tanggal 18 November 2018 sampai dengan 19
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, uang investasi tersebut
tidak dikembalikan oleh Termohon PKPU kepada para Pemohon PKPU walaupun
mempunyai utang para Pemohon PKPU dan utang tersebut telah jatuh waktu dan
dapat ditagih serta dapat pula dibuktikan secara sederhana dan dengan perhatikan
tenggang waktu tidak dibayarnya utang Termohon PKPU tersebut, maka para
debitor tidak dapat membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih
tersebut, sebagaimana ditentukan dalam Pasa 222 ayat (3) Undang-undang No. 37
(PKPU)
terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh
Pemohon Kasasi, selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini
dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini. Menimbang, bahwa oleh
karena permohonan kasasi dikabulkan, maka Termohon Kasasi harus dihukum untuk
Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan
perubahan kedua dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009, serta peraturan
D. Dkdnf
para kreditor berhak untuk menerima pelunasan utang dari debitor sesuai dengan total
tagihan dan cara pembayaran yang telah ditentukan. Akan tetapi, apabila Debitor
Berikut ini perbuatan Debitor yang dapat disebut sebagai perbuatan lalai dalam memenuhi
c. Debitor melanggar Pasal 240 Ayat (1) UUK yang mengharuskan Debitor bertindak
Pengadilan pada saat atau setelah PKPU diberikan, atau lalai melaksanakan
dilanjutkannya PKPU.
Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitur tidak mampu untuk melakukan
distress) dari usaha debitur yang telah mengalami kemunduran. Kepailitan adalah putusan
pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitur pailit, baik yang
telah ada maupun yang akanada di kemudian hari. Pengurusan dan pemberesan pailit
dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama
menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang
debitur pailit tersebut secara proporsional (prorate parte) dan sesuai dengan struktur
kreditur. 9
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang diberikan definisi “Kepailitan adalah sita umum atas semua
kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di
Tahun 2004, kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau
Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-
Undang No.37 Tahun 2004, debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian
Berdasarkan pada hasil penelitian yang penulis lakukan di Pengadilan Niaga Pada Pengadilan
Negeri Jakarta, bahwa putusan yang diputuskan oleh hakim ketua majelis telah sesuai
dengan Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Termohon terbukti telah memenuhi syarat untuk dinyatakan pailit
sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 8 ayat (4), dan Pasal 15 ayat (1) dan
ayat (3) Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang. Atau dalam putusan hakim mengenai perkara kepailitan yaitu putusan
Pasal 1 ayat (2) telah dijelaskan secara jelas bahwa orang yang mempunyai piutang karena
perjanjian dapat ditagih di muka pengadilan. Adanya permohonan kepailitan yang diajukan
dipailitkan adalah PT. Taras Graha Advisindo, di mana Termohon memiliki kreditur lebih
dari satu. Pertama, Halim Santoso sebagai Pemohon, di luar Halim Santoso dia juga
mempunyai utang terhadap kreditur-kreditur lain yaitu: (1) Sanfransiska; (2) Zamharil Z.
Anwar, dengan demikian Termohon sudah memenuhi syarat bahwa utang-utang ini telah
jatuh tempo.
ketentuan pada Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh
waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas
Berdasarkan rumusan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU tersebut diperoleh
pemahaman bahwa komponen penting dalam Hukum Kepailitan harus terpenuhinya unsur-
unsurnya antara lain debitur, mempunyai dua/lebih kreditur, dan utang yang telah jatuh
Apabila dilihat dari Kesesuaian Putusan Hakim Ditinjau dari UndangUndang No.37 Tahun
ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 8 ayat (4), Pasal 15 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor
37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU),
telah terpenuhi fakta atau keadaan, terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk
dinyatakan pailit sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU telah tepenuhi di
mana Termohon mempunyai utang kepada Pemohon telah jatuh waktu dan dapat ditagih,
sehingga Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Semarang telah sesuai dengan amar
bahwa pada dasarnya apabila dalam suatu pemeriksaan perkara telah selesai, sebelum
menjatuhkan putusan terhadap perkara tersebut, maka Majelis Hakim berkewajiban untuk
mana pertimbangan hukum itu akan dijadikan sebagai dasar utama dalam pengambilan atau
penjatuhan putusan dari perkara tersebut. Hal pokok yang dapat dijadikan sebagai dasar
pertimbangan oleh Hakim sebelum menjatuhkan putusan adalah terkait pada bagaimana
saat proses pembuktian di persidangan yang dilakukan oleh para pihak baik Pemohon
maupun Termohon. Terpenuhinya Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.37 Tahun 2004
mempunyai dua atau lebih kreditur itu sudah bisa di hukum. Perkara kepailitan merupakan
suatu perkara yang sangat sederhana sekali. Saya punya hutang pada kamu dan kamu punya
hutang kepada orang lain, sudah selesai kamu bisa saya ajukan, tidak mungkin pengadilan
tidak memutuskan.
Berdasarkan pada Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Nomor
dijadikan pertimbangan Majelis Hakim antara lain: Pertama, apakah Termohon mempunyai
dua atau lebih kreditur. Kedua, apakah Termohon mempunyai utang yang telah jatuh tempo
Apabila dalam proses pembuktian Pemohon dapat membuktikan dalil permohonannya serta
dapat meyakinkan Majelis Hakim dalam pemeriksaan perkara tersebut, maka sudah pasti
Begitu juga sebaliknya. Jadi, dasar yang digunakan hakim dalam menjatuhkan putusannya
adalah terkait dengan bukti yang diajukan oleh para pihak dalam persidangan. Sebagaimana
tertuang dalam Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Nomor
mengenai perkara permohonan pailit pada PT. Taras Graha Advisindo . Kesimpulan
pembuktian mengenai fakta-fakta hukum di atas, maka adapun pertimbangan hakim dalam
Sebagaimana diuraikan oleh Pemohon PKPU I, Pemohon PKPU II, dan Pemohon PKPU III
dalam Permohon PKPU dengan mendalilkan adanya investasi dan pembelian unit Kondotel
Paditeras, hanya saja investasi dilakukan oleh Pemohon PKPU I, Pemohon PKPU II, dan
Pemohon PKPU III kepada Termohon PKPU, sementara pembelian Unit dibuat dan
ditandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli tentang Program Pembelian Kembali (Buy
Back) “Paditeras” Kondotel antara Pemohon PKPU I dengan Oco Darmowasito, Pemohon
PKPU II dengan Oco Darmowasito, dan Pemohon PKPU III dengan Oco Darmowasito.
Skema transaksi tersebut berimplikasi pada perbedaan tipikal hubungan hukum dan tentu
tidak dapat ditarik menjadi suatu yang mengikat ketiga pihak (Pemohon PKPU I, Pemohon
PKPU II, dan Pemohon PKPU III dengan Termohon PKPU dan disisi lain, Pemohon PKPU I,
Pemohon PKPU II, dan Pemohon PKPU III dengan Oco Darmowasito) dalam suatu hak dan
kewajiban. Pemohon PKPU I, Pemohon PKPU II, dan Pemohon PKPU III dan Termohon PKPU
hanya membuat dan menandatangani Formulir Investasi dan Surat Bukti Investasi Surat
Hutang Jangka Menengah yang tentu berdasarkan Pasal 1338 jo. 1340 KUH Perdata hanya
mengikat Pemohon PKPU I, Pemohon PKPU II, dan Pemohon PKPU III dan Termohon PKPU
saja, dan tidak melibatkan pihak lainnya diluar keduanya seperti Oco Darmowasito.
Bahwa sementara hubungan hukum yang lahir antara Pemohon PKPU I, Pemohon PKPU II,
dan Pemohon PKPU III dan Oco Darmowasito berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli
tentang Program Pembelian Kembali (Buy Back) “Paditeras” Kondotel yang sama dengan
penjelasan di atas berdasarkan Ketentuan Pasal 1338 jo. 1340 KUH Perdata hanya mengikat
Pemohon PKPU I, Pemohon PKPU II, dan Pemohon PKPU III dan Oco Darmowsito, dan tidak
Bahwa TIDAK ADA dokumen atau bentuk perjanjian apapun yang ditandatangani secara
bersama-sama antara ketiga pihak (Para Pemohon PKPU, Termohon PKPU, dan Oco
Darmowasito) yang menyatakan bahwa pembayaran yang dilakukan oleh Para Pemohon
PKPU kepada Termohon PKPU sebagai investasi menjadi harga pembelian unit di Kondotel
Paditeras dengan Oco Darmowasito. Atau bahkan, tidak ada perjanjian yang mengatur
bahwa pembayaran yang diterima oleh Termohon PKPU akan diteruskan ke rekening milik
Oco Darmowasito sebagai pembayaran UNIT sebagai pelunasan agar Perjanjian Pengikatan
Jual Beli tentang Program Pembelian Kembali (Buy Back) “Paditeras” Kondotel dapat
dilaksanakan.
Oleh karenanya, dari Konsideran kedua Perjanjian Pengikatan Jual Beli tentang Program
Pembelian Kembali (Buy Back) “Paditeras” Kondotel tersebut maka jual beli dianggap
menjadi suatu kewajiban hukum setelah terpenuhi unsur-unsur, yaitu: Pertama, unit-unit
sudah selesai dibangun dan jika melihat kondisi sekarang bahwa benar Termohon PKPU
telah membangun Kondotel Paditeras tersebut, dan Kedua, harus ada pembayaran lunas
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti surat para Pemohon PKPU bertanda : P. 3a s/d P. 3g
serta bukti surat Termohon PKPU bertanda : T. 21 s/d T. 26 masing-masing berupa Surat
Bukti Investasi, ternyata bahwa Pemohon PKPU I telah melakukan investasi kepada PT. Taras
Graha Advisindo (Termohon PKPU) sebesar Rp.3.600.000.000,00 (tiga milyar enam ratus juta
rupiah) dalam 7 (tujuh) kali investasi sejak tanggal 4 Agustus 2018 sampai dengan 21
Oktober 2018 dan investasi tersebut harus dikembalikan oleh PT. Taras Graha Advisindo
(Termohon PKPU) kepada Pemohon PKPU I pada tanggal 18 November 2018 sampai dengan
Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, uang investasi tersebut tidak dikembalikan oleh
Termohon PKPU kepada para Pemohon PKPU walaupun sudah jatuh waktu. Menimbang,
bahwa berdasarkan bukti surat para Pemohon PKPU bertanda : P. 5a dan P. 5b masing-
masing berupa Surat Bukti Investasi, ternyata bahwa Pemohon PKPU II telah melakukan
investasi kepada PT. Taras Graha Advisindo (Termohon PKPU) masing-masing sebesar
Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan Rp.200.000,00 (dua ratus juta rupiah dalam 2
(dua) kali investasi, yakni tanggal 13 April 2017 dan 15 April 2017 dan investasi tersebut
harus dikembalikan oleh PT. Taras Graha Advisindo (Termohon PKPU) kepada Pemohon II
pada tanggal 13 April 2019 dan 15 April, sesuai dengan jatuh waktu setiap investasi
tersebut.
Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, uang investasi tersebut tidak dikembalikan oleh
Termohon PKPU kepada para Pemohon PKPU walaupun sudah jatuh waktu.
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti surat para Pemohon PKPU bertanda : P. 8 serta bukti
Investasi), ternyata bahwa Pemohon PKPU III telah membeli Medium Term Notes (Surat
Utang Jangka Menengah) dari PT. Taras Graha Advisindo (Termohon PKPU) dan Pemohon
PKPU III telah menyerahkan uang kepada Termohon PKPU (PT. Taras Graha Advisindo)
sejumlah Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) pada tanggal 21 April 2016 uang tersebut
harus dikembalikan oleh PT. Taras Graha Advisindo (Termohon PKPU) kepada Pemohon
PKPU III pada tanggal 21 April 2017, sesuai dengan jatuh waktu investasi tersebut. Pemohon
maka telah ternyata bahwa Termohon PKPU mempunyai utang para Pemohon PKPU dan
utang tersebut telah jatuh waktu dan dapat ditagih serta dapat pula dibuktikan secara
sederhana.
tersebut kepada para Pemohon PKPU dengan adanya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
Menimbang, bahwa setelah mencermati bukti surat para pemohon PKPU bertanda : P. 1, P.
2, P. 7, dan bukti surat Termohon PKPU bertanda : T. 11, T. 12, T. 31, masing-masing berupa
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) antara Pemohon PKPU I dengan Oco Darmowasito
serta perjanjian antara Pemohon PKPU III dengan Oco Darmowasito, ternyata bahwa
perjanjian tersebut adalah perjanjian pribadi antara Oco Darmowasito dengan Pemohon
bahwa sebagaimana diuraikan di atas, telah ternyata bahwa Termohon PKPU mempunyai
utang para Pemohon PKPU dan utang tersebut telah jatuh waktu dan dapat ditagih serta
dapat pula dibuktikan secara sederhana dan dengan perhatikan tenggang waktu tidak
dibayarnya utang Termohon PKPU tersebut, maka para Pemohon PKPU sebagai Kreditor
patut memperkirakan Termohon PKPU sebagai debitor tidak dapat membayar utangnya
yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih tersebut, sebagaimana ditentukan dalam Pasa
222 ayat (3) Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Menimbang, bahwa oleh karenanya Majelis Hakim berpendapat adalah adil dan patut untuk
sejak putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sementara ini diucapkan,
(PKPU) Sementara ini sebagaimana dimaksud dalam pasal 227 UU RI No. 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan PKPU pada waktu dan tempat sebagaimana disebutkan dalam amar
Utang (PKPU) ini untuk sementara yaitu 44 (empat puluh empat) hari, maka Majelis Hakim
haruslah menunjuk Hakim Pengawas yang berasal dari Hakim Niaga pada Pengadilan
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti surat para Pemohon PKPU bertanda : P.16a sampai
dengan P.16d, ternyata bahwa Tasman Gultom, S.H., M.H, Ellywati Suzanna Saragih, S.E.,
S.H, Toni Mulia, S.H., M.H dan Andrea Ariefanno S.H masing-masing menyatakan bersedia
untuk diangkat dan ditunjuk menjadi Pengurus dalam proses Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang dan / atau Kurator dalam hal permohonan PKPU dinyatakan pailit dalam
perkara ini, menyatakan tidak memiliki benturan kepentingan dengan pihak terkait dalam
perkara ini, dan tidak sedang menangani lebih dari 3 (tiga) perkara Kepailitan dan PKPU
serta terdaftar sebagai Kurator dan Pengurus pada Kementerian Hukum dan HAM RI, oleh
karenanya Majelis Hakim berpendapat permohonan para Pemohon PKPU yang berkaitan
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Putusan Nomor
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, di mana dalam
putusan tersebut telah memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) yang
pertama adanya PT. Taras Graha Advisindo sebagai debitur yang di dalam permohonan
mempunyai dua atau lebih kreditur yaitu Halim Santoso , dan kreditur yang lain di
antaranya: (1) Sanfranciska; (2) Zamharil Z. Anwar dan terpenuhinya unsur yang ketiga
bahwa hutang-hutang debitur telah jatuh tempo dan dapat ditagih sebagaimana perjanjian
utang piutang antara debitur dengan kreditur. Dengan dikabulkannya permohonan pailit,
maka berdasarkan pada Pasal 15 ayat (1) hakim harus menunjuk seorang hakim pengawas
dan kurator dalam putusannya. Sebagaimana implementasi dari putusan , maka putusan
hakim tersebut telah sesuai sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37
Kedua, pertimbangan hakim dalam menentukan putusan terhadap permohonan pailit pada
dengan melihat bagaimana proses pembuktian di persidangan yang dilakukan oleh para
pihak. Selain itu dalam menjatuhkan putusan hakim juga mempertimbangkan bukti-bukti
berdasarkan fakta serta alasan-alasan dari para pihak. Pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan putusan ini juga karena dilihat dari bukti-bukti yang diajukan oleh
permohonan (adanya utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih di antaranya P-3, P-6)
dan hal tersebut diakui oleh Termohon (diantaranya T-6, T-7). Selain itu Pemohon juga telah
mendapatkan surat somasi (peringatan) dari Pemohon pailit, akan tetapi Termohon tidak
pertimbangan hukum tersebut pengadilan niaga telah memperoleh fakta atau keadaan dan
ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU telah tepenuhi, sehingga bila dikaitkan dengan
Pasal 8 ayat (4), maka hakim harus mengabulkan permohonan pernyataan pailit.
Pertama, kepada para pembuat undang-undang, untuk lebih memperhatikan lagi terhadap
produk hukum yang diterbitkan, karena jika dilihat pada Putusan Hakim Nomor 35/Pdt.Sus-
Pasal 2 ayat (1) dengan pertimbangan Pasal 8 ayat (4). Menurut penulis dasar dan
pertimbangan putusan hakim tersebut sangatlah sederhana, sehingga membuka celah bagi
debitur untuk dimanfaatkan dalam mengajukan kepailitan. Sebagai contoh, apabila terdapat
berdasarkan kesepakatan para pihak baik kreditur dan debitur. Apabila telah jatuh tempo,
sedangkan debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya terhadap kreditur, maka debitur
yang tidak mempunyai itikad baik untuk memenuhi kewajibannya dapat memanfaatkan
Pasal 2 ayat (1) tanpa mempertimbangkan jumlah harta yang dimilikinya untuk dijadikan sita
jaminan, meskipun jumlah harta tersebut tidak dapat menutup keseluruhan hutang yang
dimilikinya. Maka hal ini menyebabkan hak-hak dari para kreditur tidak dapat dipenuhi
seluruhnya dengan adanya putusan pailit tersebut. Oleh karena itu perlu diadakannya revisi
dari Undang-undang kepailitan mengenai syarat-syarat pailit sehingga hak dari para kreditur
dapat terpenuhi secara utuh dan menutup celah bagi debitur nakal untuk memanfaatkan
Kedua, kepada kreditur, hendaknya lebih hati-hati dalam memberikan pinjaman, karena
undang-undang yang mengatur saat ini mudah memberikan celah bagi debitur nakal dalam