Anda di halaman 1dari 7

RINGKASAN

FILSAFAT ILMU

Disusun untuk Memenuhi Syarat Tugas Mata Kuliah


Filsafat Ilmu Gizi

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Suradi, dr., Sp P (K) MARS

Disusun Oleh:
Isti Sundari
S531908030
Peminatan: Clinical Nutrition

PASCASARJANA PROGRAM STUDI ILMU GIZI


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
FILSAFAT ILMU

1. Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari kosakata berbahasa Yunani, yaitu ‘philosophia’, yang memliki
akar kata ‘sophos’ (bijaksana) dan ‘philien’ (mencintai). Istilah ‘philosophia’ memiliki makna
cinta kebijaksanaan atau mencintai hal-hal yang bersifat bijaksana (Susanto, 2016).
Selain pengertian secara bahasa, filsafat juga memiliki pengertian secara istilah yang
pada zaman Yunani dikemukakan oleh tiga tokoh sentral peradaban Yunani, yaitu Socrates,
Plato, dan Aristoteles. Socrates memahami bahwa filsafat adalah suatu peninjauan diri yang
bersifat reflektif atau perenungan terhadap asas-asas kehidupan yang adil dan bahagia (Susanto,
2016).
2. Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari kosakata bahasa Arab, yaitu ‘alim yang berati ‘tahu’ atau
‘mengetahui’. Menurut Badudu, ilmu diartikan ke dalam dua definisi. Pertama, ilmu adalah
pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis. Kedua, ilmu diartikan sebagai
kepandaian atau kesaktian (Susanto, 2016).
3. Filsafat Ilmu
Jika filsafat berarti cinta terhadap kebijaksanaan, sedangkan ilmu berarti seperangkat
pengetahuan yang tersusun secara sistematis, maka filsafat ilmu juga memiliki pengertian atau
definisi tersendiri. The Liang Gie, mengatakan bahwa filsafat ilmu adalah segenap pemikiran
reflektif terhadap persoalan-persoalan segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun
hubungan ilmu dengan segala segi kehidupan manusia (Susanto, 2016).
a. Tujuan Filsafat Ilmu
Tujuan kehadiran dan pembelajaran filsafat ilmu antara lain sebagai berikut.
1) Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
2) Mempertahankan, menunjang, dan melawan atau berdiri netral dan pandangan filsafat
lainnya.
3) Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup, dan pandangan dunia.
4) Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan.
5) Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi,
politik, dan hukum (Erwin, dalam Latif, 2015).
b. Manfaat Mempelajari Filsafat Ilmu
Menurut Achmadi, mempelajari filsafat ilmu sangat penting karena dengan ilmu
tersebut, manusia akan dibekali suatu kebijaksanaan yang di dalamnya memuat nilai-nilai
kehidupan yang sangat diperlukan oleh manusia (Susanto, 2016).
4. Sejarah Perkembangan Ilmu
Sejarah mencatat bahwa proses perkembangan ilmu sebagai pengetahuan yang bersifat
ilmiah tidak berlangsung secara ringkas, tetapi membutuhkan waktu yang sangat panjang dimulai
dari lahirnya filsafat yang menghasilkan ilmu pengetahuan dasar pada zaman Yunani kuno,
berlanjut pada zaman Islam klasik, beralih ke zaman renaissance, zaman modern, hingga tiba
pada zaman kontemporer. Bahkan, perkembangan ilmu masih berlangsung hingga hari ini.
5. Dasar – Dasar Ilmu
a. Ontologi
Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani onta berarti ‘yang berada’, dan logos berarti
ilmu atau ajaran. Dengan demikian, ontologi berarti ilmu pengetahuan atau ajaran tentang yang
berada (Susanto, 2016). Menurut Suriasumantri, ontologi berarti ajaran mengenai yang ada atau
segala sesuatu yang ada (Suriasumantri, 2010).
Di dalam pemahaman atau pemikiran ontologi dapat ditemukan pandangan-pandangan
pokok pemikiran, yakni:
1) Aliran monoisme menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah
satu saja, tidak mungkin dua.
2) Aliran dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua paham yang saling
bertentangan, yaitu materialisme dan idealisme.
3) Aliran pluralisme berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
4) Aliran nihilisme memiliki doktrin yang memberikan tiga proposisi tentang realitas: (a) tidak
ada sesuatu pun yang eksis; (b) bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui; dan (c) sekalipun
realitas dapat diketahui, ia tidak dapat diberitahukan kepada orang lain.
5) Aliran agnotisisme menyatakan bahwa manusia tidak mungkin mengetahui hakikat sesuatu di
balik kenyataannya (Latif, 2015 dan Susanto, 2016)
b. Epistemologi
Secara etimologi, epistemologi berasal dari kata berbahasa Yunani episteme yang
berarti pengetahuan dan logos yang berarti ilmu. Jadi, epistemologi dapat didefinisikan sebagai
cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode, dan validitas
pengetahuan (Susanto, 2016). Suriasumantri mengartikan epistemologi sebagai tema yang
mengkaji tentang pengetahuan (Suriasumantri, 2010).
Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai
metode tersendiri dalam teori pengetahuan. Metode itu antara lain:
1) Metode induktif, yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan hasil observasi yang
disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.
2) Metode deduktif, yaitu suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiris diolah
lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut.
3) Metode positivisme, yaitu metode yang berpangkal dari apa yang diketahui, yang faktual,
yang positif.
4) Metode kontemplatif, yaitu metode yang menggunakan intuisi (kemampuan akal) untuk dapat
menarik kesimpulan.
5) Metode dialektis, yaitu metode berdebat dan wawancara yang diangkat menjadi sarana dalam
mendapatkan pengertian yang dilakukan secara bersama-sama mencari kebenaran (Latif,
2015).
c. Aksiologi
Istilah aksiologi berasal dari gabungan dua kata berbahasa Yunani, yaitu axios yang
berarti nilai dan logos yang berarti ilmu. Sehingga secara etimologi, aksiologi bermakna ilmu
tentang nilai (Susanto, 2016).
Masalah utama dalam aksiologi yaitu mengenai nilai teori tentang nilai dalam filsafat
mengacu pada permasalahan etika dan estetika (Latif, 2015).
1) Etika, diartikan sebagai kajian tentang hakikat moral dan keputusan.
2) Estetika, membantu mengarahkan dalam membentuk suatu persepsi yang baik dari suatu
pengetahuan ilmiah agar ia dapat dengan mudah dipahami oleh khalayak luas (Susanto,
2016).
6. Ilmu dan Pengetahuan
a. Ilmu, Pengetahuan, dan Ilmu Pengetahuan
Ilmu adalah pengetahuan yang pasti, sistematis, metodik, ilmiah, dan mencakup
kebenaran umum mengenai obyek studi. Sedangkan pengetahuan adalah sesuatu yang
menjelaskan tentang adanya sesuatu hal yang diperoleh secara biasa atau sehari-hari melalui
pengalaman (empiris), kesadaran (intuisi), informasi, dan sebagainya (Susanto, 2016). Jadi, ilmu
pengetahuan adalah satu kesatuan ide yang mengacu kepada obyek yang sama dan saling
berkaitan secara logis (Rusliana, 2017).
b. Hakikat Pengetahuan dan Sumber Pengetahuan
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu
obyek tertentu, termasuk ke dalamnya ilmu (Suriasumantri, 2010).
Sumber pengetahuan seperti dikemukakan Nurani Sayomukti (dalam Latif, 2015)
meliputi lima hal, yaitu sebagai berikut.
1) Empirisme, adalah aliran yang menganggap bahwa pengetahuan didapatkan melalui
pengalaman empiris. Tiga aspek penting yang ada di dalam empirisme, yaitu mengetahui
(subyek) yang diketahui (obyek) dengan cara mengetahui (pengalaman).
2) Rasionalisme, adalah aliran yang mengatakan bahwa dasar kepastian dan kebenaran
pengetahuan selain terbukti secara empiris, pengetahuan harus didukung oleh fakta empiris.
3) Intuisi, adalah kemampuan akal manusia untuk mendapatkan pengetahuan secara tiba-tiba
tanpa melalui proses penalaran tertentu.
4) Wahyu, adalah pengetahuan yang diturunkan oleh Tuhan kepada manusia dan bersifat mistis.
Wahyu identik dengan agama dan kepercayaan.
5) Otoritas, yaitu kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh individu dan diakui oleh kelompoknya.

c. Manusia, Ilmu, Pengetahuan, dan Kebenaran


Sejak hadirnya manusia di dunia sebagai makhluk bumi, sebenarnya mereka telah
memiliki ilmu pengetahuan sebagai penolong hidupnya untuk bertahan dan melangsungkan
keberlanjutan generasinya hingga sekarang. Pemahaman tentang keilmuan memang sangat
terbatas hanya sebatas berpikir manusia (Latif, 2015).
Ilmu dan pengetahuan memiliki keterkaitan satu sama lain. Jika ilmu adalah hasil dari
pengetahuan, maka pengetahuan adalah hasil tahu (ilmu) manusia terhadap suatu obyek yang
dihadapi (Susanto, 2016).
Kebenaran merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan untuk membuktikan suatu
kebenaran dari teori ataupun pengetahuan yang didapatkan. Louise Kattsoff dan Michael
Williams mengemukakan lima teori kebenaran ilmiah antara lain sebagai berikut.
1) Teori koherensi (the coherence theory of truth). Berdasarkan teori ini, suatu pernyataan
dianggap benar bila pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan
sebelumnya yang dianggap benar.
2) Teori korespondensi (the corespondence theory of truth). Teori ini menjelaskan bahwa suatu
pernyataan atau keadaan disebut benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu
pernyataan atau pendapat dengan obyek yang dituju atau dimaksud oleh pernyataan itu.
3) Teori pragmatis (the pragmatic theory of truth). Menurut teori ini, suatu preposisi atau
pernyataan bernilai benar bila memiliki konsekuensi yang dapat digunakan atau bermanfaat.
4) Teori performatif (the performative theory of truth). Teori ini menyatakan bahwa kebenaran
diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas tertentu (terdapat tindakan konsesi/
pembenaran).
5) Teori struktural (the structural theory of truth). Teori ini menyatakan bahwa suatu pernyataan
disebut benar bila pernyataan tersebut berdasarkan dan sesuai dengan paradigma atau
perspektif tertentu (Latif, 2015 dan Rusliana, 2017).

DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal. 2012. Filsafat Ilmu (Edisi Revisi). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Endraswara, Suwardi. 2015. Filsafat Ilmu: Konsep, Sejarah, dan Pengembangan Metode
Ilmiah (Edisi Revisi). Yogyakarta: Center for Academic Publishing Service.
Hambali. 2017. Filsafat Ilmu Islam dan Barat. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Karim, Abdul. Juni 2014. Fikrah: Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan (hal. 273-289).
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=401279&val=6782&title=SEJARAH%20PERKEMBANGAN%20ILMU
%20PENGETAHUAN
Latif, Mukhtar. 2015. Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu. Jakarta: Kencana.
Rusliana, Iu. 2017. Filsafat Ilmu. Bandung: PT. Refika Aditama.
Siagian, Sondang P. 2016. Filsafat Administrasi (Edisi Revisi). Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Suriasumantri, Jujun S. 2010. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: PT.
Penebar Swadaya.
Susanto, A. 2016. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan
Aksiologis. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai