I. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan faktor yang paling besar peranannya dalam
kehidupan manusia. Pendidikan dapat mendorong maju mundurnya proses
pembangunan suatu bangsa. Karena melalui pendidikan akan melahirkan manusia
berpotensi, kreatif dan memiliki ide cemerlang sebagai bekal kehidupan masa
depannya yang lebih baik. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Suryosubroto
bahwa “Pendidikan merupakan usaha yang sengaja dan terencana untuk
membantu perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi
kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan sebagai warga
negara/masyarakat, dengan memilih isi, strategi kegiatan dan teknik penilaian
yang sesuai.”1 Oleh karena itu, segala proses pendidikan diarahkan untuk
menyediakan atau menciptakan manusia-manusia terdidik bagi bangsa dan negara.
Pendidikan tidak terlepas dari pendidikan umum saja, akan tetapi
pendidikan akhirat (Pendidikan Agama Islam) juga harus ada, karena pendidikan
agama adalah bagian bekal untuk mencari kehidupan yang bahagia di dunia dan
akhirat. Menurut Ahmad Tafsir, “Pendidikan agama Islam adalah ilmu pendidikan
yang berdasarkan Islam, berisi seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia,
ajaran yang dirumuskan berdasarkan Alquran, hadits dan akal.”2 Di samping itu
Mansyur juga memberikan tanggapan tentang pendidikan agama Islam, bahwa
pendidikan agama merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari sistem
pendidikan nasional, dan diharapkan dapat menjadi sarana bagi pengembangan
pribadi, watak dan akhlak mulia bagi peserta didik, serta pada pengembangan
sikap dan prilaku yang baik dalam upaya mengatasi tindakan yang melanggar
hukum serta tata kehidupan masyarakat.3
Dalam usaha mewujudkan pendidikan yang lebih baik dan sesuai dengan
yang diharapkan, perlu adanya pengorbanan dari pihak pengelola pendidikan,
1
Suryosubroto,Beberapa Aspek Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,1990), h. 11.
2
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. IV, (Bandung: Rosda
Karya, 2004), h. 12
Mansyur, Strategi Belajar Mengajar, Cet. II, (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan
3
salah satunya adalah guru pengajar. Guru sebagai pendidik ataupun pengajar
merupakan faktor penentu kesuksesan setiap usaha pendidikan. Itulah sebabnya
setiap perbincangan mengenai pembaharuan kurikulum, pengadaan alat-alat
belajar sampai pada kriteria sumber daya manusia yang dihasilkan dari usaha
pendidikan selalu bermuara pada guru. Hal ini menunjukkan betapa signifikan
posisi guru dalam dunia pendidikan.
Guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan
dikembangkan secara terus menerus. Potensi sumber daya guru perlu terus
menerus dikembangkan agar dapat melakukan fungsinya secara profesional.
Selain itu, pengaruh perubahan yang serba cepat mendorong guru-guru untuk
terus menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan tekhnologi serta mobilitas masyarakat.
Keberhasilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sangat
bergantung pada kepala sekolah/madrasah dan pengawas sekolah dalam
memberikan pengawasan dan supervisi terhadap kinerja guru, di mana kepala
sekolah atau pengawas melakukan pembinaan atau bimbingan terhadap guru
tersebut, sehingga guru mampu memberikan pelayanan terbaik kepada peserta
didik.
Supervisi merupakan serangkaian kegiatan membantu guru
mengembangkan kemampuannya dalam mengelola proses pembelajaran demi
tercapainya tujuan pembelajaran. Supervisi juga dapat digunakan sebagai upaya
membantu guru dalam mengembangkan kemampuan propesionalnya sebagai
tenaga pendidik sesuai dengan pilihannya. Supervisi dilakukan dengan tidak
membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, status sosial ekonomi,
dan yang berkebutuhan khusus.
Kepala sekolah/madrasah sebagai supervisor dapat mengetahui sejauh
mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, apabila secara berkala kepala
sekolah/madrasah melaksanakan kegiatan supervisi terprogram, yang dapat
dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses
pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan
metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses
3
4
Ary H. Gunawan, Administrasi Pendidikan; Administrasi Pendidikan Mikro, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2011), h. 193.
5
Ibid., h. 194.
4
Pied Adam dan Frank G. “Administrasi dan Supervisi Pendidikan” dalam Administrasi
6
dan Manajemen Sekolah, ed. H. M. Daryanto, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), h. 148.
5
Artinya: Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa
yang tidak kamu kerjakan (Q.S. ash-Shaf: 3).
7
Piet Sahertian, Dasar-Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,
2000), h. 42.
8
Ary H. Gunawan, Administrasi..., h. 196.
Prinsip dasar dalam melaksanakan supervisi harus memiliki sikap dan
tindakan yang kokoh, agar hasil supervisi dapat bermanfaat kepada orang yang
disupervisi. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Ary H Gunawan, bahwa:
Setiap pemikiran, sikap dan tindakan seorang supervisor harus
berdasar/berlandaskan sesuatu yang kokoh, kuat, serta dapat dipelangkan
kepadanya. Sebagai contoh, bagi bangsa Indonesia, Pancasila adalah
falsafah dan dasar negara, sehingga bagi supervisor, pancasila adalah
prinsip fundamentalnya. Setiap supervisor pendidikan Indonesia harus
bersikap konsisten dan konsekuen dalam pengamalan sila-sila Pancasila
secara muni dan konsekuen.9
Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa setiap supervisor dalam
melaksanakan supervisi harus memiliki prinsip dasar yang kuat. Maksudnya
memiliki panduan, pedoman, atau juknis yang disertai dengan instrumen yang
jelas, agar setiap komponen yang disupervisi tidak lari dari hakikat supervisi,
sehingga hasil supervisi tersebut dapat ditunjukkan kepada orang yang disupervisi
dan mudah merepleksi hasil supervisi dalam mudah dalam melakukan perbaikan-
perbaikan pasca supervisi.
2. Prinsip Praktis
Sesuai prinsip fundamental sebagai pedoman seorang supervisor
pendidikan, maka dalam pelaksanaan sehari-hari, supervisor berpedoman pada
prinsip positif dan prinsip negatif. Menurut Ary H Gunawan, “prinsip positif
merupakan pedoman yang harus dilakukan seorang supervisor agar berhasil dalam
pembinaannya”.10 Prinsip positif tersebut antara lain:
a. Supervisi harus konstruktif dan kreatif, maksudnya mampu membangun
pendidikan ke arah yang lebih baik dengan mengembangkan aktivitas,
daya kreasi dan inisiatif orag-orang yang disupervisi;
b. Supervisi harus dilakukan berdasarkan hubungan profesional, bukan 8
berdasarkan hubungan pribadi;
c. Supervisi hendaklah progresif, tekun, sabar, tabah dan tawakkal;
d. Supervisi hendaknya dapat mengembangkan potensi, bakat dan
kesanggupan untuk mencapai kemajuan;
e. Supervisi hendaklah senantiasa memperhatikan kesejahteraan serta
hubungan baik yang dinamik;
f. Supervisi hendaklah bertolak dari keadaan yang kini nyata ada menuju
sesuatu yang dicita-citakan;
9
Ibid., h. 196.
10
Ibid., h. 196.
g. Supervisi harus jujur, objektif dan siap mengevaluasi diri sendiri demi
kemajuan.11
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa, prinsip positif
merupakan pedoman yang harus dilakukan seorang supervisor, supervisi harus
kreatif, dilakukan secara profesional, supervisi dilakukan dengan penuh
ketekunan, sabar, tabah dan tawakkal. Selain itu supervisi dapat mengembangkan
potensi dan bakat, supervisi dilakukan atas dasar kesejahteraan serta hubungan
baik yang dinamis, dan supervisi dilakukam dengan jujur.
Berkaitan dengan prinsip jujur sebagaimana ditegaskan dalam firman
Allah surat az-Zumar: 33, sebagai berikut:
Artinya: Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan
membenarkannya, mereka Itulah orang-orang yang bertakwa. (Q.S.
az-Zumar: 33)
Ayat di atas menjadi dasar prinsip jujur dalam melaksanakan supervisi
pendidikan, sehingga dalam melaksanakan supervisi benar-benar memperoleh
keberkahan, dan itulah orang-orang yang bertakwa. Oleh karena itu jujur menjadi
pangkal utama dalam melaksanakan supervisi.
Selain prinsip positif, juga ada prinsip negatif atau lawan dari prinsip
positif, yaitu prinsip-prinsip yang tidak boleh dilakukan oleh seorang supervisor
dalam pelaksanaan supervisi. Prinsip tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Ary H
Gunawan, bahwa:
Prinsip negatif, antara lain: 1) Seorang supervisor tidak boleh bersifat
9
otoriter; 2) Seorang supervisor tidak boleh mencari kesalahan pada guru-
guru; 3) Seorang supervisor bukan inspektur yang ditugaskan memeriksa
apakah peraturan dan instruksi yang telah diberikan dilaksanakan dengan
baik; 4) Seorang supervisor tidak boleh menganggap dirinya lebih tinggi
dari para guru; 5) Seorang supervisor tidak boleh terlalu banyak
memperhatikan hal kecil dalam cara guru mengajar; 6) Seorang supervisor
tidak boleh lekas kecewa jika mengalami kegagalan.12
Dari pendapat tersebut, jelas bahwa prinsip negatif merupakan kebalikan
atau lawan dari prinsip positif yang telah dijelaskan di atas. Prinsip ini hendaknya
11
Ibid., h. 197.
12
Ibid., h. 197.
tidak akan pernah dilakukan atau diterima dalam melakukan supervisi. Apabila
prinsip negatif ini dipaksakan untuk diterima, maka perlu diubah sikap para
pemimpin pendidikan yang hanya memaksa bawahannya, menakut-nakuti dan
melumpuhkan kreatifitas dari anggota staf.
15
Ary H. Gunawan, Administrasi..., h. 200.
16
H. M. Daryanto, Administrasi..., h. 154.
setelah itu mengadakan diskusi dengan guru yang bersangkutan dengan tujuan
untuk memperoleh kebaikan maupun kelemahan yang terdapat pada guru pada
saat mengajar serta bagaimana usaha untuk memperbaikinya.
3. Pengawasan Melekat
Pengawasan melekat adalah pengawasan yang memang sudah melekat dan
menjadi tugas dan tanggung jawab semua pimpinan. Oleh karena itu, setiap
pimpinan juga sebagai pengawas, maka pengawasan yang dilakukan itu disebut
pengawasan melekat.17
Dengan pengawasan melekat yang efektif dan efisien dapat mencegah
terjadinya pemborosan, kebocoran dan penyimpangan dalam penggunaan
wewenang, tenaga, uang, dan perlengkapan milik negara sehingga dapat terbina
aparat pendidikan yang tertib, bersih dan berdaya guna. Tujuan pengawasan
melekat adalah untuk mengetahui apakah pimpinan unit kerja dapat menjalankan
fungsi pengawasan yang melekat padanya dengan baik sehingga bila ada
penyelewengan, pemborosan dan korupsi pimpinan unit kerja dapat mengambil
tindakan koreksi sedini mungkin.
4. Pengawasan Fungsional
Pengawasan Fungsional adalah kegiatan-kegiatan pengawasan yang
dilakukan oleh orang-orng yang fungsi jabatnnya sebagai pengawas. sebagai
contoh konkrit pengawasan fungsional dapat dilihat pada stuktur organisasi
12
departemen Penddikan dan Kebudayaan, dalam struktur tesebut khususnya di
lingkungan inspektorat jendral terdapat delapan inspektorat yang masing-masing
dipimpin oleh inspektur. Khusus menanganai kepala sekolah, mempunyai dua
fungsi kepengawasan sekaligus, yaitu pengawasan melekat dan pengawasan
fungsional.
Kepala sekolah harus menjalankan pengawasan melekat karena pimpinan
unit atau lembaga yang paling bawah di lingkungan dinas Pendidikan, selain itu
kepala sekolah harus berfungsi sebagai pengawas fungsional karena kepala
sekolah juga sebagai pengawas atau supervisor yang membantu tugas pengawas
sekolah, khususnya dalam bisang supervisi pengajaran.
17
Ibid., h. 156
D. Fungsi Utama Supervisi Pendidikan Islam
Setelah dibuat organisasi administrasi pendidikan lengkap dengan seksi-
seksinya, maka kemudian harus diadakan pengawasan (supervisi) oleh pemimpin
sekolah atasannya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Daryanto, bahwa
“tanpa adanya pengawasan adaya kemungkinan timbulnya situasi yang
menghambat jalannya administrasi pendidikan di sekolah/madrasah. Karena
hambatan itu makin lama makin banyak, maka ada kemungkinan tujuan tidak
tercapai dalam waktu yang telah direncanakan”.18
Berdasarkan hal tersebut jelas bahwa suatu lembaga (sekolah) apabila
tidak pernah diadakan suatu pengawasan, maka akan mengalami banyak hal
atau masalah dalam menjalankan administrasi sekolah. Oleh karena itu perlu
adanya pengawas sekolah.
Daryanto, menegaskan bahwa “di antara hambatan-hambatan tersebut,
yang paling banyak pengaruhnya adalah yang datang dari kepala sekolah.
Sebab kepala sekolah mempunyai tugas memperbaiki situasi, membimbing
para karyawan, menghilangkan hambatan”. 19 Dengan demikian berdasarkan
hambatan-hambatan tersebut, disitulah terdapat fungsi utama supervisi
13
pendidikan. Menurut Suharsimi, “fungsi utama supervisi pendidikan ditujukan
pada perbaikan dan peningkatan kualitas pengajaran”.20 Berdasarkan hal tersebut
secara umum, fungsi supervisi adalah usaha perbaikan dan peningkatan kualitas
pengajaran.
Menurut Daryanto, fungsi supervisi antara lain: “a) Menjalankan aktivitas
untuk mengetahui situasi administrasi pendidikan, sebagai kegiatan pendidikan di
sekolah dalam segala bidang; b) Menentukan syarat-syarat yang diperlukan untuk
menciptakan situasi pendidikan di sekolah; c) Menjalankan aktivitas untuk
mempertinggi hasil dan untuk menghilangkan hambatan-hambatan”.21
18
Ibid., h. 157.
19
Ibid., h. 157
20
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Supervisi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 186.
21
H. M. Daryanto, Administrasi..., h. 157.
Berdasarkan fungsi tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi supervisi
adalah melakukan kegiatan untuk mengetahui situasi administrasi pendidikan di
sekolah dalam segala bidang. Kemudian menentukan syarat-syarat untuk
menciptakan situasi pendidikan di sekolah. Selain itu menghilangkan hambatan-
hambatan dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Daryanto, dalam buku “Supervision of Instruction” (Foundation and
Dimension), Swearingen mengemukakan 8 fungsi supervisi pendidikan, yaitu: 1)
Mengkoordinir semua usaha sekolah; 2) Memperlengkapi kepemimpinan sekolah;
3) Memperluas pengalaman guru-guru; 4) Menstimulasi usaha-usaha yang kreatif;
5) Memberikan fasilitas dan penilaian yang terus menerus; 6) Menganalisis situasi
belajar mengajar; 7) Memberikan pengetahuan dan keterampilan belajar
mengajar; 8) Membantu meningkatkan kemampuan mengajar guru-guru.22 Dari
fungsi tersebut dapat dijelaskan secara mendalam sebagai berikut:
a) Mengkoordinasi semua usaha sekolah
Dari waktu ke waktu perubahan terus menerus terjadi, maka kegiatan
sekolah juga makin bertambah, usaha-usaha sekolah makin menyebar. Oleh
karena itu perlu adanya koordinasi yang baik terhadap semua usaha sekolah,
antara lain, usaha tiap guru, yaitu sejumlah guru yang mengajar bidang studi yang
sama dan tiap guru ingin mengemukakan idenya dan menguraikan materi
14
pelajaran menurut pandangannya ke arah peningkatan mutu.
Selanjutnya usaha-usaha sekolah dalam menentukan kebijakan,
merumuskan tujuan-tujuan atas setiap kegiatan sekolah termasuk program-
program sepanjang tahun ajaran perlu ada koordinasi yang baik. Selain itu usaha-
usaha bagi pertumbuan jabatan, yaitu tiap guru ingin maju dalam jabatannya,
maka melalui membaca buku-buku dan gagasan baru guru-guru ingin belajar
terus-menerus, dan melalui inservice training, extension course, workhshop,
seminar guru-guru selalu berusaha meningkatkan diri sekaligus merupakan
hiburan intelektual.
b) Memperlengkapi kepemimpinan sekolah.
22
Ibid, h. 158
Dalam masyarakat demokratis kepemimpinan yang demokratis perlu
dikembangkan. Kepemimpinan itu suatu ketrampilan yang harus dipelajari. Dan
itu harus melalui latihan terus-menerus. Dengan melatih dan memperlengkapi
guru-guru agar mereka memeliki ketrampilan dalam kepemimpinan di sekolah.
c) Memperluas pengalaman guru-guru
Agar dari pengalaman terletak pada sifat dasar manusia. Manusia selalu
ingin mencapai kemajuan semaksimal mungkin. Seorang yang akan jadi
pemimpin, bila mau belajar dari pengalaman nyata di lapangan, melalui
pengalaman baru ia dapat memperkaya dirinya dengan pengalaman belajar baru
tersebut.
d) Menstimulasi usaha-usaha sekolah yang kreatif.
Usaha-usah kreatif bersumber pada pandangan manusia. Semua orang
percaya pada manusia diciptakan dengan memiliki potensi untuk berkembang dan
berkarya.
e) Memberi fasilitas dan penilaian yang terus-menerus.
Meningkatkan Sumber Daya Manusia, diperlukan penilaian terus-menerus.
Melaui penelitian dapat diketahui kelemahan dan kelebihan dari hasil dan proses
belajar-mengajar. Penelitian itu harus bersifat menyeluruh dan kontinyu.
f) Menganalisis situasi belajar-mengajar
Supervisi diberikan dengan tujuan tertentu. Tujuannya ialah untuk
memperbaiki situasi belajar mengajar. Agar usaha memperbaiki situasi belajar
15
dapat tercapai, maka perlu analisis hasil dan proses pembelajaran.
g) Memberikan pengetahuan dan ketrampilan kepada setiap anggota staf
Setiap guru memiliki potensi dan dorongan untuk berkembang.
Kebanyakan potensi dan dorongan untuk berkembang krena berbagai faktor
(objektif atau subjektif ). Memberikan wawasan yang lebih luas dan terintegrasi
dalam meremuskan tujuan-tujuan pendidikan dan meningkatkan kemampuan
mengajar guru-guru.
Supervisi sebagai penggerak perubahan ditujukan untuk menghasilkan
perubahan manusia kearah yang dikehendaki, kemudian kegiatan supervisi harus
disusun dalam suatu program yang merupakan kesatuan yang direncanakan
dengan teliti dan ditujukan kepada perbaikan pembelajaran.23
Terkait dengan itu, proses bimbingan dan pengendali maka supervisi
pendidikan menghendaki agar proses pendidikan dapat berjalan lebih baik, efektif
dan optimal. Adapun indikasi lebih baik itu diantaranya adalah: lebih
mempercepat tercapainya tujuan, lebih memantapkan penguasaan materi, lebih
menarik minat belajar siswa, lebih baik daya serapnya, Lebih banyak jumlah
siswa yang mencapai ketuntasan belajar, lebih mantap pengelolaan
administrasinya, lebih mantap pemanfaatan media belajarnya.
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum, tujuan supervisi adalah
mengukur tingkat perkembangan kegiatan sekolah dalam usaha mencapai tujuan,
melalui perbaikan serta peningkatan kegiatan belajar, sehingga dapat
meningkatkan mutu pendidikan.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus, tujuan supervisi sebagaimana diungkapkan oleh Gunawan,
antara lain:
1. Membina guru-guru untuk lebih memahami tujuan umum pendidikan;
23
Ibid., h. 158.
24
H. M. Daryanto, Administrasi..., h. 172.
25
Ary H. Gunawan, Administrasi..., h. 199.
2. Membina guru-guru guna mengatasi problem-problem siswa demi
kemajuan prestasi belajarnya;
3. Membina guru-guru dalam mempersiapkan siswa-siswanya untuk menjadi
anggota masyarakat yang produktif, kreatif etis serta religius;
4. Membina guru-guru dalam meningkatkan kemampuan mengevaluasi,
mendiagnosa kesulitan belajar, dan seterusnya.
5. Membina guru-guru dalam memperbesar kesadaran tentang tata kerja yang
demokratis, kooperatif serta kegotong-royongan;
6. Memperbesar ambisi guru-guru/karyawan dalam meningkatkan mutu
profesinya;
7. Membina guru-guru dan karyawan dalam meningkatkan popularitas
sekolahnya;
8. Melindungi guru-guru dan karyawan pendidikan terhadap tuntutan serta
kritik-kritik tak wajar dari masyarakat;
9. Mengembangkan sikap kesetiakawanan dari seluruh tenaga pendidikan.26
Berdasarkan pendapat tersebut secara khusus, tujuan supervisi tersebut
adalah untuk membina guru-guru memahami tujuan umum pendidikan, mengatasi
masalah siswa, mempersiapkan siswa untuk menjadi anggota masyarakat,
mengevaluasi kesulitan belajar siswa, meningkatkan profesional guru, dan
mengembangkan sikap kestiakawanan.
Selanjutnya dalam pengawasan diketemukan situasi positif yang
memungkinkan tercapainya tujuan dengan baik, dan situasi negatif yang
menghambat tercapainya tujuan. Follow up supervisi adalah bimbingan atau
nasehat dari pihak supervisor kepada guru dan karyawan untuk lebih
meningkatkan hasil, dan untuk menghilangkan semua hambatan dalam mencapai
17
tujuan.
Menurut Gunawan, “untuk mengukur perkembangan dalam usaha
mencapai tujuan, mutlak perlu adanya pengawasan (supervisi) dan untuk
mencapai tujuan sebaik-baiknya perlu supervisor memberi bimbingan dan
penyuluhan”.27
Berdasarkan pernyataan tersebut peran supervisi sangat mutlak dalam
upaya mengukur perkembangan, oleh karena itu salah satu usaha mengukur
perkembangan tersebut melalui supervisi agar memperoleh hasil sebaik-baiknya,
26
Ibid., h. 199.
27
Ibid., h. 200.
hal ini merupakan tugas supervisor memberikan bimbingan dan penyuluhan
dalam supervisi tersebut.
Inti dari tujuan supervisi tesebut adalah pembinaan professional guru di
sekolah sebagai upaya meningkatkan kualitas dan kesesuaian program pendidikan,
baik kualitas guru dalam mengajar, kualitas belajar siswa, maupun kesesuaian
bahan dan cara mengajar dengan tuntutan kebutuhan siswa, masyarakat dan
Negara. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Burhanuddin, bahwa:
Pembinaan professional adalah usaha memberi bantuan kepada para guru
guna memperluas pengetahuan, meningkatkan keterampilan mengajar dan
menumbuhkan sikap professional mereka sehingga menjadi lebih
professional dalam mengelola kegiatan pembelajaran dalam rangka
pencapaian tujuan pendidikan. Pembinaan ini dimaksudkan untuk
memperbaiki dan meningkatkan mutu kemampuan dan pengetahuan dalam
mengelola proses belajar mengajar dan hasil belajar.28
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. IV, Bandung: Rosda
Karya, 2004.