Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

JUAL BELI VALUTA ASING

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Masail Fiqh


Dosen Pengampu : Bapak Abu Bakar M. Pd. I

OLEH KELOMPOK X

Nurul Fajariah (19110030)


M. Syahrul Adhim (19110217)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga kelompok kami dapat
menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini dengan judul “Jual Beli Valuta
Asing” tepat pada waktu yang telah ditentukan.

Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk memenuhi penugasan


mata kuliah Masail Fiqh dengan dosen pengampu bapak Abu Bakar, M.Pd.I..
Selain itu, pembuatan makaalah ini juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi
para mahasiswa khususnya mahasiswa lembaga Pendidikan Agama Islam dalam
menemukan informasi mengenai Masail Fiqh.

Kami sangat menyadari bahwa makalah yang kami tuliskan ini, sungguh
masih sangat jauh dari kata lengkap dan sempurna. Oleh karenanya, kami
membutuhkan kritik dan saran yang dapat membangun kelompok kami agar
terwujudnya kesempurnaan dalam makalah yang kami tulis ini.

Malang, 15 Mei 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Valuta Asing 3

B. Problematika Jual Beli 6

C. Valuta Asing dalam Pandangan Islam 6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 14

B. Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 16

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring meningkatnya interaksi, komunikasi dan kerja sama antar negara
baik bilateral maupun multilateral dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
mendorong negara-negara untuk melakukan kegiatan ekonomi, misal dalam
perdagangan. Hal ini didasari bahwa tidak ada suatu negara yang benar-benar
hidup sendiri tanpa bantuan dari negara lain. Kegiatan ekonomi menuntut
untuk adanya alat bantu sebagai alat tukar dan pengukur nilai yang dapat
diterima oleh semua individu atau kelompok, yaitu uang.
Uang merupakan suatu kebutuhan dan menjadi salah satu penentu
stabilitas dan kemajuan perekonomian suatu negara, sehingga pertukaran mata
uang sering dilakukan. Pertukaran mata uang yang baik harus dilakukan sesuai
dengan kurs (nilai tukar) yang ada agar tidak terjadi kerugian bagi masyarakat
dan pengambilan keuntungan (riba) oleh para penyelenggara kegiatan
penukaran mata uang (money changer).1 Jual beli merupakan suatu hal mubah
(boleh) dalam agama Islam. Islam menjelaskan bahwa aktifitas jual beli
diperkenankan selama tidak terdapat unsur kedzaliman dalam melakukan
transaksinya.2
Jual beli Valas (valuta asing) saat ini mulai berkembang dan dianggap oleh
sebagian masyarakat sebagai salah satu bisnis alternatif karena dapat
memudahkan transaksi jual beli internasional dan mendatangkan keuntungan
bagi pelakunya. Yang merupakan kegiatan untuk memenuhi berbagai
keperluan dalam perekonomian modern telah mendorong pelaku ekonomi
untuk melakukan transaksi-transaksi jual beli valuta asing baik yang sejenis
maupun yang berlainan jenis.3

1
Muhammad Nazieh Ibadillah, “Konsep Pertukaran Mata Uang Dalam Islam”,
(Al Fatih) Jurnal Ilmu Ekonomi Syariah, Vol. 1 No. 1, 2019, 1.
2
M. Rizky Kurnia Sah dan La Ilman, “Al-Sharf Dalam Pandangan Islam”, Jurnal
Ulumul Syar'i, Vol. 7, No. 2, 2018, 28.
3
Yusriadi Ibrahim, “Jual Beli Valuta Asing Dalam Perspektif Fiqh Muamalah,”
Jurnal Syarah, Vol. 10 No. 2, 2021, 173.

1
Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang valuta asing secara
umum serta dalam pandangan Islam. Apakah jual beli valuta asing
diperbolehkan atau tidak.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pada makalah ini memuat
beberapa rumusan masalah di antaranya:
1. Apa yang dimaksud dengan valuta asing?
2. Apa problematika dalam jual beli?
3. Bagaimana valuta asing dalam pandangan Islam ?

BAB II

PEMBAHASAN

2
A. Pengertian Valuta Asing

B. Problematika Jual Beli

C. Valuta Asing dalam Pandangan Islam


Sejarah Valuta Asing
Secara umum jual beli mata uang (al-Sharf) dalam kitab-kitab fikih
diidentikkan dengan tukar menukar antara emas dan emas atau perak dengan
perak. Oleh karena itu dalam kitab fikih apa saja yang menjadi ketentuan
(syarat dan rukun) dalam transaksi berlaku juga dalam transaksi mata uang (al-
Sharf), hanya saja kategorinya lebih khusus. Transaksi valuta asing dari
ketentuan tersebut sepanjang memenuhi ketentuan dalam transaksi Islam
adalah kegiatan yang ditolerir tetapi, meski boleh, perlu dibuat semacam
catatan karena pada dasarnya Islam memandang uang adalah sebagai alat
tukar bukan komoditas, untuk memenuhi permintaan dan penawaran (money
demand for transaction) bukan spekulasi.
Pembahasan tentang transaksi mata uang (al-sharf) dalam kitab fikih
sangatlah sedikit dan juga terbatas. Keterbatasan ini dapat dipahami, karena
mungkin pada masa lampau, ketika kitab fikih sedang ditulis oleh fuqaha
masalah jual beli mata uang bukan masalah yang menonjol sebagaimana
masalah muamalat lainnya. Dengan demikian perhatian tidak cukup banyak
terhadap masalah ini. Masalah valuta muncul ke permukaan dan menjadi
perbincangan ulama setelah terjadi ketidakstabilan nilai tukar emas dan perak
pada masa kesultanan Mamluk, tepatnya masa Nasir Muhammad bin Qalamun
semasa Imam Ibnu Taimiyah.4
Kegiatan perdagangan Internasional selalu memerlukan transfer dan
konversi mata uang dari satu negara ke negara lain. Hal ini disebabkan setiap
negara merdeka di dunia ini mempunyai wewenang untuk menentukan mata
uang yang digunakan dan nilai kursnya (nilai tukar mata uang suatu negara
dengan negara lain). Seandainya di dunia ini ada mata uang tunggal
internasional, barangkali konversi mata uang yang satu dengan mata uang
4
M. Rizky Kurnia Sah Dan La Ilman, “Al-Sharf dalam Pandangan Islam”, Jurnal
Ulumul Syar'i, Vol. 7, No. 2, 2018, 29.

3
yang lain tidak diperlukan dalam melakukan perdagangan internasional.
Dengan kata lain, terdapat kebutuhan untuk mengkonversi mata uang yang
satu dengan mata uang yang lain dalam lalu lintas perdagangan internasional
tersebut yang akan mendorong terjadinya penawaran dan permintaan akan
valuta asing, yang pada gilirannya akan melahirkan transaksi (jual beli) valuta
asing di pasar valas. 5
Praktik Valuta Asing dalam Islam
Praktik valuta asing hanya terjadi di dalam akad jual beli. Adapun
transaksi jual beli merupakan suatu praktik muamalah yang dibenarkan oleh
syariah Islam. Allah SWT dalam surat al Baqarah ayat 275 berfiman “Dan
Allah mengharamkan jual beli dan mengharamkan riba.” Disisi lain, Allah
SWT juga menegaskan batasan bagi umat Islam untuk tidak melakukan
aktifitas perniagaan secara batil seperti yang termaktub dalam surat an-Nisa
ayat 29 Allah SWT berfirman. “Hai orang yang beriman, janganlah kalian
saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela diantaramu...”
Para ulama sepakat (ijma’) dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor:
28/DSN-MUI/III/2002 bahwa akad al-Sharf disyari’atkan dengan syarat-syarat
sebagai berikut: Pertama, tidak untuk spekulasi (untung-untungan), Kedua,
ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan), Ketiga, apabila
transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama (al-
tamathul) dan secara tunai (al-taqabudh) sebelum kedua belah pihak (penjual
dan pembeli) berpisah serta tidak ada khiyar syarat, Keempat, apabila
berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku
pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.6
Dalam praktiknya, ada berbagai macam bentuk jual beli mata uang
terutama jual beli valuta asing. Akan tetapi tidak semua bentuk yang ada
tersebut diperbolehkan menurut hukum Islam. Adapun bentuk-bentuk jual beli
mata uang sekaligus kedudukan hukumnya adalah sebagai berikut:
5
Suryani, ” Transaksi valuta asing (sarf) dalam konsepsi fikih mu’amalah”,
Ijtihad, Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Volume 13, No. 2, 2013, 261.
6
Suryani, ” Transaksi valuta asing (sarf) dalam konsepsi fikih mu’amalah”,
Ijtihad, Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Volume 13, No. 2, 2013, 263-
264.

4
1. Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing
(valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau paling
lambat penyelesaiannya dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah
boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai
proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi
internasional.
2. Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang
nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang
akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya
adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang
diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan dikemudian
hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama
dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward
agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).
3. Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas
dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara
penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram,
karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
4. Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka
membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah
unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu.
Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).7
Rasulallah SAW. Bersabda: “Telah menceritakan kepada kami Abdullah
bin yusuf. Telah memberi tahukan kepada kami Malik dari Nafi dari Abi Said
Al-Khudri r.a., sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda: “janganlah
kamu sekalian menukar emas dengan emas kecuali yang seimbang (kualitas
dan kuantitasnya), dan janganlah kamu sekalian melebihkan atas yang lainnya
dan jangan pula menukar tembaga dengan tembaga kecuali yang seimbang
(kualitas dan kuantitasnya). Dan janganlah kamu sekalian melebihkan atas
yang lainnya dan janganlah kamu sekalian menjualbelikan emas dan tembaga
tersebut secara tergesa-gesa dan berhadap-hadapan” (al-Bukhari, 1981, II : 30;
7
Muhammad Sulhan, ”Transaksi Valuta Asing (Al-Sharf) dalam Perspektif
Islam”, Iqtishoduna, Vol. 4, No. 2, 2008, 7.

5
Abdul Baqi, t.t., II : 150; Al-Qasthali, 1990, Investasi : 155-156; Al-Asqalani,
1959, Investasi : 284- 285; Muslim, t.t., II : 41; Ash-Shan’ani, t.t., III : 37).
Hadits Abi Said Al-Khudi di atas menunjukkan bahwa haram hukumnya
menukar emas dengan emas, tembaga dengan tembaga, atau menukar barang
lainnya yang sejenis dengan satu pihak memberikan kelebihan dengan cara
kredit kecuali tunai (an-taradhin).
Pertukaran mata uang dengan mata uang lain yang berbeda jenisnya
seperti pertukaran emas dengan perak, dolar dengan rupiah, dolar dengan
prancis hukumnya mubah dengan syarat sama-sama diserahkan ditempat
(tunai). Dimana perhitungan yang satu atas yang lain itulah yang dinamakan
kurs pertukaran mata uang. Jadi, kurs pertukaran mata uang adalah
perhitungan pertukaran antara dua mata uang yang berbeda jenisnya. Seperti
$1USD setara dengan uang Rp. 14.300,00 di Indonesia.8
Hubungan antara Transaksi Jual Beli dan Transaksi dalam Muamalah
Hubungan antara transaksi jual beli valas dengan transaksi dalam
mu’amalah kaitannya erat sekali. Namun di antara keduanya memiliki
perbedaan yang mendasar, yaitu antara transaksi spot dengan transaksi
forward dan transaksi swap. Penulis berpendapat, bahwa transaksi spot (tunai)
yang dibenarkan oleh hukum syara’, sedangkan antara transaksi forward
(kredit) dan swap (barter) tidak dibenarkan. Karena kedua transaksi tersebut
lebih cenderung kepada pemanfaatan mencari keuntungan oleh para spekulan,
yang akibatnya lebih cenderung kepada kekacauan di dalam negara baik
sosial, ekonomi, dan politik.
Transaksi Mu’amalah adalah terkumpulnya persyaratan serah terima atau
sesuatu yang menunjukkan adanya serah terima yang disertai dengan
ketentuan hukum. Sedangkan transaksi jual beli valas adalah pertukaran antara
dua mata uang yang berbeda, dan mendapatkannya berdasarkan kebutuhan
yang mendesak. Di antara kedua transaksi tersebut saling ada keterkaitannya,
tapi apakah transaksi itu termasuk kepada “bai’ al-mabrur” atau “bai’ al-
gharar”.

8
Sarmedi, “Jual Beli Valuta Asing dalam Perspektif Hukum Islam”, El-Ecosy:
Jurnal Ekonomi Dan Keuangan Islam, Vol. 01, No. 02, 2021, 219-220.

6
Ulama telah sepakat bahwa jual beli mata uang disyaratkan dengan tunai
(yadan biyadin). Menurut Abu Hanifah dan Syafi’i bahwa jual beli mata uang
terjadi secara tunai selama kedua belah pihak belum berspisah, baik
penerimaannya itu terlambat atau segera.
Dalam hadis yang artinya: “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah,
telah menceritakan kepada kami Al-Laits dari Ibnu Syihab, dari Malik bin Aus
bin al-Hadtsan yang mengatakan: “Aku pernah mencari-cari sambil bertanya:
“Siapa mau menukar dirham-dirham ini? Kemudian Thalhah bin Ubaidillah –
dimana dia berada didekat Umar bin Khatab – berkata: “Tunjukkan emasmu
kepada kami, lalu bawalah kepada kami, apabila cocok aku akan memberimu
uang”. Lalu Umar berkata: “Tidak. Demi Allah, engkau harus memberikan
uangnya kepadanya, atau kembalikan emasnya kepadanya. Sebab, Rasulullah
saw telah bersabda: “Uang ditukar dengan emas adalah riba, kecuali sama-
sama sepakat, bur dengan bur bisa riba kecuali sama-sama sepakat, syair
dengan syair bisa riba kecuali sama-sama sebakat, kurma dengan kurma juga
riba kecuali sama-sama sepakat” (AtTurmudzi, II, 357).
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa tidak boleh menjual atau
menukar emas dengan perak (dolar dengan rupiah) kecuali tunai atau sama-
sama sepakat. Apabila pembeli dan penjual sama-sama telah berpisah sebelum
keduanya sama-sama sepakat, maka pertukaran tersebut statusnya rusak
(fasad). Nabi saw bersabda yang artinya: “Emas dengan perak bisa riba,
kecuali sama-sama sepakat”.
Dengan demikian transaksi spot dengan transaksi dalam muamalah (yadan
biyadin) hubungannya erat sekali dan merupakan kategori transaksi yang sah
(mabrur), karena pertukaran mata uangnya tidak ditunda-tunda tetapi secara
tunai.9

9
Sarmedi, “Jual Beli Valuta Asing Dalam Perspektif Hukum Islam”, El-Ecosy:
Jurnal Ekonomi Dan Keuangan Islam, Vol. 01, No. 02, 2021, 222-225.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Valuta Asing dalam Pandangan Islam


Masalah valuta muncul ke permukaan dan menjadi perbincangan ulama
setelah terjadi ketidakstabilan nilai tukar emas dan perak pada masa
kesultanan Mamluk, tepatnya masa Nasir Muhammad bin Qalamun semasa
Imam Ibnu Taimiyah, sehingga menjadi sejarah munculnya valuta asing di
mana ini merupakan poblematika khusus yang cukup kontemporer.
Dalam praktik valuta asing ini hanya terjadi di dalam akad jual beli.
Adapun transaksi jual beli merupakan suatu praktik muamalah yang
dibenarkan oleh syariah Islam. Para ulama sepakat (ijma’) dalam fatwa Dewan
Syariah Nasional Nomor: 28/DSN-MUI/III/2002 bahwa akad al-Sharf
disyari’atkan dengan syarat-syarat sebagai berikut: Pertama, tidak untuk
spekulasi (untung-untungan), Kedua, ada kebutuhan transaksi atau untuk
berjaga-jaga (simpanan), Ketiga, apabila transaksi dilakukan terhadap mata
uang sejenis maka nilainya harus sama (al-tamathul) dan secara tunai (al-
taqabudh) sebelum kedua belah pihak (penjual dan pembeli) berpisah serta
tidak ada khiyar syarat, Keempat, apabila berlainan jenis maka harus
dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan
dan secara tunai.
Dalam praktiknya, ada berbagai macam bentuk jual beli mata uang
terutama jual beli valuta asing. Akan tetapi tidak semua bentuk yang ada
tersebut diperbolehkan menurut hukum Islam. Adapun bentuk-bentuk jual beli
mata uang sekaligus kedudukan hukumnya adalah sebagai berikut: Transaksi
Spot, Transaksi Forward, Transaksi Swap, dan Transaksi Option.

8
Hubungan antara transaksi jual beli valas dengan transaksi dalam
mu’amalah kaitannya erat sekali. Namun di antara keduanya memiliki
perbedaan yang mendasar, yaitu antara transaksi spot dengan transaksi
forward dan transaksi swap. Penulis berpendapat, bahwa transaksi spot (tunai)
yang dibenarkan oleh hukum syara’, sedangkan antara transaksi forward
(kredit) dan swap (barter) tidak dibenarkan. Karena kedua transaksi tersebut
lebih cenderung kepada pemanfaatan mencari keuntungan oleh para spekulan,
yang akibatnya lebih cenderung kepada kekacauan di dalam negara baik
sosial, ekonomi, dan politik.

B. Saran

Makalah ini berisikan tentang pemahaman terhadap ilmu ushul fiqh


yakni mutlaq dan muqayyad. Kami harap, makalah ini dapat berrmanfaat dan
bagi pembelajaran. Kami juga berharap akan kritik dan saran membangun
agar dapat membuat makalah lebih baik lagi kedepannya.

9
DAFTAR PUSTAKA

10

Anda mungkin juga menyukai