MAKALAH
Disusun Oleh Kelompok 12 PS-VIII
Nama NIM
1. Dinda Sildya 1840100328
2. Al Azhar Fadhli Lubis 1840100330
3. Rindi Mutiara 1840100331
Dosen Pengampu :
Muhammad Wandisyah R. Hutagalung, M.E.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Produk dan jasa yang ditawarkan bank syariah tidak jauh berbeda dengan apa
yang ada di bank konvensional, hanya saja prinsip yang digunakan jelas berbeda
karna didasari perbedaan akad. Semakin berkembangnya zaman ini, maka
semakin kuat pula manusia – manusia yang berkontribusi di bidang ekonomi,
tanpa terkecuali di perkembangan bank syariah. Apabila seseorang tidak memiliki
ilmu pengetahuan dan teknologi, maka ia bisa terbawa arus kemana saja tanpa
mengetahui baik buruk nya sesuatu itu.
Seperti halnya produk dan jasa yang ditawarkan Bank. Bank Syariah
memiliki berbagai produk dan jasa yang ditawarkan, salah satu nya adalah jasa
dengan akad sharf. Bank konvensional juga memiliki jasa yang serupa, yaitu Jual
beli valuta asing konvensional dan apabila kita tidak mengetahui perbedaan
diantara keduanya maka itu akan menjerumuskan kita ke jalan yang salah dan
harus di hindari.
Oleh karena itu, dengan penulisan makalah ini kami harap pembaca dapat
memahami bagaimana transaksi jual beli valuta asing (Sharf) yang sesuai dengan
syariat islam dan bagaimana pengaplikasiaannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi titik permasalahan yang akan
kami bahas, yaitu :
1. Apakah pengertian Sharf beserta dalilnya?
2. Apa saja jenis – jenis transaksi valuta asing ?
3. Apa saja faktor yang memengaruhi kurs valuta asing?
4. Bagaimana pengaplikasian jasa dengan akad sharf?
1
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain :
1. Untuk mengetahui pengertian sharf dan dalil – dalil nya.
2. Untuk mengetahui jenis – jenis transaksi valuta asing baik yang halal
maupun haram.
3. Untuk mengetahui factor apa saja yang memengaruhi kurs valuta asing.
4. Unuk memahami cara pengaplikasian jasa dengan akad sharf.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Al – Sharf
1. Pengertian Sharf
Sharf atau yang dikenal dengan transaksi jual beli valuta asing (foreign
exchange) memiliki makna nya masing – masing, yaitu transaksi, valuta dan
asing. Transaksi adalah persetujuan jual – beli (dalam perdagangan) antara
dua pihak, sedangkan valuta adalah alat pembayaran yang dijamin oleh
cadangan emas atau perak yang ada di bank pemerintah atau nilai uang. Dan
asing berartikan makna berasal dari luar (negeri, daerah, dan lingkungan).1
Dalam kamus al-Munjid fi al-Lughah disebutkan bahwa al-sharf berarti
menjual uang dengan uang lainnya. Secara bahasa, pertukaran mata uang
asing atau al-sharf mempunyai arti al-ziyadah (tambahan), penukaran,
penghindaran, atau transaksi jual beli. Al-sharf kadang-kadang juga dipahami
berasal dari kata sharafa yang berarti membayar dengan penambahan. Dalam
kamus istilah fikih disebutkan bahwa ba'i sharf adalah menjual mata uang
dengan mata uang (emas dengan emas).2
Jadi dapat disimpulkan, transaksi valuta asing atau al – sharf adalah
persetujuan jual – beli antara dua pihak terhadap dua atau lebih mata uang
sebagai alat pembayaran yang digunakan oleh dua negara atau lebih. Dan
secara syariah, Sharf dipandang sebagai pembayaran yang harus seimbang
apa yang diberi dan diterima baik sejenis maupun tidak dan dibayarkan secara
langsung atau tunai.
1
Qusthoniah, “Transaksi Valuta Asing menurut Hukum Islam”, Jurnal Syariah, Vol. 2,
No. 1, April 2014, hal. 10.
2 M. Rizky Kurnia Sah dan La Ilman, “Al – Sharf dalam Pandangan Islam”, Jurnal
Ulumul Syar’i, Vol. 7, No. 2, Desember 2018, hal. 30
3
2. Dasar Hukum Al – Sharf
a. Al – Qur’an
4
The reason behind this principle is that in bai’ al -Sharf. In currency
exchange, Islam does not allow people to profit from using the currency
they have received by taking advantage of the possession before giving in
return for its counter value (Faruq and Hassan, n.d).3
Hadis ini menekankan kepada pertukaran sesuatu terhadap sesuatu
tidak dioperbolehkan mengambil keuntungan ataupun mengambil
penambahan dari pertukaran tersebut, apabila itu terjadi maka yang
memberi dan menerima keuntungan tersebut dikenai hukum riba. Dalam
hal ini sudah di atur dalam peraturan bai’ al – sharf.
Riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan
Ahmad, dari Umar bin Khattab, Nabi saw. bersabda :
“(Jual beli) emas dengan perak adalah riba, kecuali (dilakukan)
secara tunai.”4
Maksud dari hadis ini adalah transaksi pertukaran suatu barang
terhadap yang lain akan dikenakan hukum haram apabila tidak
dilaksakan secara tunai. Karna apabila terjadi penundaan itu termasuk ke
dalam riba.
c. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 28/DSN-MUI/III/2002
tanggal 28 Maret 2000 tentang Jual Beli Mata Uang (Al – Sharf)
1) Ketentuan Umum :
Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan
ketentuan sebagai berikut :
a) Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)
b) Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga(simpanan)
c) Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka
nilainya harus sama dan secara tunai (attaqabudh).
3
Gapur Oziev dkk, “Currency Exchange, Its Illah and Implications”, Journal of Islamic
Finance, Vol. 5, No. 1, 2016, hal. 46.
4
Ikatan Bankir Indonesia, Memahami Bisnis Bank Syariah, (Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama, 2014), hal. 138.
5
d) Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar
(kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara
tunai. 5
2) Jenis Transaksi Valuta Asing
a) Jenis Transaksi Valuta Asing yang Halal
Transaksi Spot, yaitu transaksi penjualan dan pembelian
valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the
counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka
waktu 2 hari. Hukumnya adalah boleh karna dianggap tunai.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, apabila
pertukaran valas dilaksakan secara tunai maka hukumnya halal.
Waktu 2 hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak
dapat dihindari dan merupakan transaksi internasional.
b) Jenis Transaksi Valuta Asing yang Haram
Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan
penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan
diberlakukan untuk waktu yang akan datang antara 2 x 24 jam
sampai dengan satu tahun. Hukumnya haram karena harga yang
digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan
penyerahannya dilakukan kemudian hari. Bisa saja harga suatu
barang berubah di hari kemudian tidak lagi sesuai dengan harga
yang telah diperjanjikan. Dan transaksi jenis ini termasuk ke
dalam riba al - fadl6, karena jika nilai tukar ditetapkan
sebelumnya untuk pertukaran berjangka dalam mata uang,
mungkin ada banyak ketidakadilan jika nilai tukar pasar
berubah.
Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau
penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan
pembelian antara valas yang sama dengan harga forward.
5
Ibid., hal. 139.
6
M. Umer Chapra. “TheNature of Rib in Islam,” The Journal of Islamic Economics and
Finance (Bangladesh), Vol. 2, No. 2, January-June 2006. hal. 7.
6
Hukumnya haram karena mengandung unsure spekulasi
(maisir).
Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak
dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus
dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka
waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram karena
mengandung unsure spekulasi (maisir).
7
b) Excessive Tax
c) Excessive Seignorage 8
8
Diah Krisnanigsih, “Exchange Rate : Internatitonal Money Value Stability, Toward
Islamic Perspective”, Journal of Islamic Economics Science, Vol. 1, No. 1, hal. 22
9
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Depok : PT RajaGrafindo Persada, 2012),
Cet. ke – 4, hal. 110.
8
Semuanya ini mubah, karena adanya akad yang disebutkan berapa jumlah
uang nya, sehingga kepemilikan atas bendanya bisa ditetapkan. Apabila perak
dengan emas saja mubah, maka dalam hal ini mubah pula menjual dinar dengan
dirham, atau cincin dari perak atau niqar. Begitupula menjual emas dengan perat,
dengan cincin emas, dan dengan batangan serta logamnya.10
Jadi, pertukaran dalam satu jenis barang yang berbeda diperbolehkan dengan
syarat dilakukan secara tunai atau kontan, tidak dalam bentuk kredit dan barang
nya sama – sama ada, begitupula dengan dua jenis barang yang berbeda.
Aktifitas perdagangan valuta asing harus terbebas dari unsur riba, maisir dan
gharar. Dalam pelaksanaannya haruslah memperhatikan beberapa batasan
berikut:
1. Pertukaran tersebut harus dilakukan secara tunai (spot), artinya masing-
masing pihak harus menerima/menyerahkan masing-masing mata uang pada
saat yang bersamaan.
2. Motif pertukaran adalah untuk kegiatan bisnis sektor riil, yaitu transaksi
barang dan jasa, bukan dalam rangka spekulasi.
3. Harus dihindari jual beli bersyarat. Misalnya, si A setuju membelinya
kembali pada tanggal tertentu di masa mendatang.
4. Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak yang diyakini mampu
menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
5. Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai atau dengan kata lain,
tidak dibenarkan jual beli tanpa hak kepemilikan (ba’i al-fudhuli).
Setelah mengetahui apa saja batasan yang harus diperhatikan dalam
melakukan transaksi pertukaran valuta asing, maka juga harus diketahui perilaku
perdagangan konvensional yang harus dihindari dalam melakukan transaksi
syariah, yaitu:
1. Perdagangan tanpa penyerahan (future non delivery trading atau margin
trading).
10
Abdul Wahab, “Keterlibatan Bank Shari’ah dalam Aplikasi Perdagangan Foreign
Exchange (FOREX)”, Jurnal Perbankan Syariah, Vol. 1, No. 1. Mei 2016, hal. 39 – 42.
9
2. Jual beli valas bukan transaksi komersial (arbitrage) baik spot maupun
foward.
3. Melakukan penjualan melebihi jumlah yang dimiliki atau dibeli (oversold).
4. Melakukan transaksi swap.11
11
Muhammad Syafii Antonio, “Bank Syariah : dari Teori ke Praktik”, (Jakarta : Gema
Insani, 2017), Cet. ke – 27. hal. 197.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jasa dengan akad sharf adalah transaksi jual beli sesuatu terhadap sesuatu yang
lain baik sejenis maupun tidak dengan seimbang dan tunai. Terdapat empat jenis
transaksi akad sharf yang 3 diantara nya adalah hukumnya haram, yaitu transaksi
forward, swap dan option. Dalam transaksi jual beli valuta asing tidak
diperkenankan dilakukan untuk menambah keuntungan dan terjadi penundaan
karna termasuk kedalam riba.
Akad sharf diantaranya : pelaku akad, objek akad, dan shigah. Adapun syarat –
syarat nya adalah valuta yang sejenis maupun tidak dan waktu penyerahan yang
dilaksanakan secara tunai. Dalam praktek akad sharf tidak dibenarkan riba, maisir
dan gharar.
11
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab. 2016. “Keterlibatan Bank Shari’ah dalam Aplikasi Perdagangan Foreign
Exchange (FOREX)”. Jurnal Perbankan Syariah. 1(1) : 39 – 42.
Antonio, Muhammad Syafii. Bank Syariah : dari Teori ke Praktik. 2017. Jakarta : Gema
Insani.
Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah. 2012. Depok : PT RajaGrafindo Persada.
Chapra, M.Umer. 2006. “TheNature of Riba in Islam” .The Journal of Islamic
Economics and Finance (Bangladesh). 2(2) : 7.
Diah Krisnanigsih. “Exchange Rate : Internatitonal Money Value Stability, Toward
Islamic Perspective”. Journal of Islamic Economics Science. 1(1) : 21 – 22.
Ikatan Bankir Indonesia. Memahami Bisnis Bank Syariah. 2014. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
M. Rizky Kurnia Sah dan La Ilman. 2018. “Al – Sharf dalam Pandangan Islam”. Jurnal
Ulumul Syar’i. 7(2) : 30
Gapur Oziev, Mustafa Omar M, Muhamad Hafizi M. B. Zaidon, Mahfuth Kamis A .
2016. “Currency Exchange, Its Illah and Implications”. Journal of Islamic
Finance. 5(1) : 46
Qusthoniah. 2014. “Transaksi Valuta Asing menurut Hukum Islam”. Jurnal Syariah. 2(1)
: 10 – 11.
Wikipedia Contributors. “Nilai Tukar”, Wikipedia, The Free Encyclopedia, Wikipedia,
The Free Encyclopedia, 22 Sep. 2019. Web. 22 Sep. 2019.
https://id.wikipedia.org/wiki/Nilai_tukar
12