Anda di halaman 1dari 8

PEMIDANAAN TERHADAP PEMBERIAN CEK KOSONG

(ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN


No.538/Pid.B/2016/Pn.Mdn)

Disusun Oleh:

Annisa Nurhayati

(2019200083)

Mata Kuliah :

Hukum Perbankan dan Surat Berharga (Kelas E)

Dosen Pengampu Mata Kuliah:

Edi Suhaedi, SH., MH

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


FAKULTAS HUKUM

2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam perkembangan dunia perdagangan dewasa ini, selain uang yang dipakai

sebagai alat bayar tunai, maka ada juga pembayaran yang dapat dilakukan dengan

memakai surat cek. Surat cek ini merupakan alat bayar yang sifatnya sama dengan

uang tunai, karena setelah diberikan oleh penerbitnya, dapat diuangkan pada saat

itu juga atau sewaktu-waktu di Bank, (nama Bank pada surat cek) dimana si

penerbit surat cek itu memiliki rekening giro.1

Sesuai dengan fungsinya sebagai alat bayar tunai maka pada saat penerbit

menerbitkan surat cek seharusnya dana sudah harus tersedia pada rekening

gironya di Bank, karena surat cek itu merupakan surat perintah tak bersyarat

kepada Bank untuk membayar artinya sewaktu-waktu surat cek itu ditunjukkan ke

Bank, maka Bank harus membayar, sebagaimana pengertian cek yang terdapat

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang pasal 178 sub 2 yang berbunyi:

“Cek adalah perintah tak bersyarat dari pemegang rekening (nasabah giro)

kepada Bank, untuk membayar sejumlah uang tertentu.”2

Dengan adanya cek, maka setiap orang akan dimudahkan untuk menarik

sejumlah uang didalam rekening yang dituju. 3 Namun kemudahan tersebut

1
Basu Swastha, Ibnu Sukotjo, Pengantar Bisnis Modern (Yogyakarta: Liberty, 1993),
hlm.4.
2
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
3
Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Kepailitan, Seri Hukum Bisnis (Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada, 2004), hlm. 30.
ternyata tidak selamanya menimbulkan hal yang positif, ternyata masih saja

terdapat penyimpangan-penyimpangan yang terjadi didalam masyarakat terkait

dengan cek, seperti misalnya perbuatan memberikan cek kosong kepada seseorang

untuk menghindari pembayaran. Menurut Ahmad Taufik Cek kosong adalah

jenis cek yang dananya tidak tersedia di dalam rekening giro, atau dana tersebut

tidak mencukupi untuk dicairkan. 4 Dengan adanya pemberian cek kosong kepada

seseorang, tentu hal tersebut akan menimbulkan kerugian bagi korbannya. Dalam

hal ini pemberian cek kosong kepada seseorang merupakan tindak pidana

penipuan sebagaimana dimaksud pasal 378 KUHP, karena dengan dalam

melakukan aksinya, pelaku tindak pidana tersebut akan menggunakan tipu

muslihat agar korbannya mempercayai bahwa cek tersebut adalah cek yang dapat

dicairkan dana nya. 5

Adapun pasal 378 KUHP dalam pengaturannya menyatakan sebagai berikut:

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang


lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu,
dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang
lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi
hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan
pidana penjara paling lama empat tahun”6

Atas dasar tersebut, maka seharusnya apabila ada seseorang yang memberikan

cek kosong untuk digunakan sebagai alat pembayaran, seharusnya ia dapat

dikenakan pasal 378 KUHP tersebut.

4
Ahmad Taufik, “Pemberian Cek Kosong dilihat dari perspektif hukum pidana”, Jurnal
Hukum Positif”, Vol. 2, No. 1, hlm. 45.
5
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 3.
6
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Salah satu kasus tindak pidana penipuan dalam pemberian cek adalah kasus

pemalsuan cek sebagaimana dimaksud didalam Putusan Pengadilan Negeri Medan

No.538/Pid.B/2016/Pn.Mdn. dimana dalam hal ini Sdr. AGUS KUNCORO

(TERDAKWA) telah membeli satu unit mobil Honda Jazz warna putih dari

BAYU SUGENG (SAKSI) seharga Rp. 95.000.000 (sembilan puluh lima juta

rupiah), dan dalam rangka membayar mobil tersebut TERDAKWA memberi cek

kepada BAYU SUGENG (SAKSI) dengan total dana yang dapat ditarik sejumlah

Rp. 95.000.000 (sembilan puluh lima juta rupiah). Karena merasa sudah diberi

cek, BAYU SUGENG (SAKSI) akhirnya langsung menyerahkan unit Honda Jazz

tersebut beserta BPKB dan STNK nya kepada TERDAKWA. Sehari setelahnya,

ternyata cek tersebut telah ditolak dicairkan oleh Bank BCA dengan alasan

rekening milik Sdr. AGUS KUNCORO (TERDAKWA) sudah tidak terdaftar lagi

sebagai nasabah di Bank BCA yang bersangkutan. Sehingga akibat perbuatan Sdr.

AGUS KUNCORO (TERDAKWA), BAYU SUGENG (SAKSI) menderita

kerugian sebesar Rp. 95.000.000 (sembilan puluh lima juta rupiah).

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang dapat

dirumuskan yaitu : “bagaimana bentuk penjatuhan sanksi pidana terhadap

pemberian cek kosong sebagai alat pembayaran?”.

C. Tujuan Penulisan

Makalah ini disusun untuk mengetahui bentuk penjatuhan sanksi pidana

terhadap pemberian cek kosong sebagai alat pembayaran.


BAB II

PEMIDANAAN TERHADAP PEMBERIAN CEK KOSONG SEBAGAI

ALAT PEMBAYARAN

A. Kasus Posisi

1. Pada tanggal 5 agustus 2015, yang bertempat di kota medan, yang masih

dalam ruang lingkup wilayah hukum Pengadilan Negeri Medan, Sdr.

AGUS KUNCORO (TERDAKWA) telah membeli satu unit mobil Honda

Jazz warna putih dari BAYU SUGENG (SAKSI) seharga Rp. 95.000.000

(sembilan puluh lima juta rupiah),

2. Bahwa dalam rangka membayar mobil tersebut TERDAKWA memberi

cek kepada BAYU SUGENG (SAKSI) dengan total dana yang dapat

ditarik sejumlah Rp. 95.000.000 (sembilan puluh lima juta rupiah). Alhasil

karena merasa sudah diberi cek, BAYU SUGENG (SAKSI) akhirnya

langsung menyerahkan unit Honda Jazz tersebut beserta BPKB dan STNK

nya kepada TERDAKWA.

3. Sehari setelahnya pada tanggal 6 agustus 2015, ternyata cek tersebut telah

ditolak dicairkan oleh Bank BCA dengan alasan rekening milik Sdr.

AGUS KUNCORO (TERDAKWA) sudah tidak terdaftar lagi sebagai

nasabah di Bank BCA yang bersangkutan. Sehingga akibat perbuatan Sdr.

AGUS KUNCORO (TERDAKWA), BAYU SUGENG (SAKSI)

menderita kerugian sebesar Rp. 95.000.000 (sembilan puluh lima juta

rupiah).
Terdakwa oleh penuntut umum didakwa dengan dakwaan tunggal melanggar

pasal 378 KUHP, yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana penipuan. Adapun

pasal 378 KUHP menyatakan:

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang


lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu,
dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang
lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi
hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan
pidana penjara paling lama empat tahun”

B. Pertimbangan Hakim

Didalam pertimbangannya, hakim berpendapat bahwa terdakwa telah

memenuhi unsur delik sebagaimana dimaksud didalam pasal 378 KUHP. Dimana

perbuatan terdakwa memberikan cek kosong tersebut merupakan perbuatan

mengelabui BAYU SUGENG (SAKSI) dengan menggunakan “tipu muslihat”,

sehingga atas dasar itu BAYU SUGENG (SAKSI) karena telah terkelabui dengan

tipu muslihat terdakwa, akhirnya BAYU SUGENG (SAKSI) menyerahkan unit

mobil Honda Jazz tersebut beserta BPKB dan STNKnya, sehingga hal tersebut

menguntungkan Sdr. AGUS KUNCORO (TERDAKWA).

C. Putusan Hakim

Atas dasar pemeriksaan dipersidangan akhirnya majelis hakim pada

Pengadilan Negeri Medan Mengeluarkan putusan sebagai berikut:


1. Menyatakan Terdakwa AGUS KUNCORO terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana

dimaksud pasal 378 KUHP;

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa AGUS KUNCORO dengan

pidana penjara selama 3 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan:

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa

dikurangkan seturuhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Memerintahkan agar Terdakwa ditahan.

D. Kesimpulan

Jadi dengan demikian sanksi pidana yang dapat dijatuhkan terhadap perbuatan

pemberian cek kosong adalah berupa pidana penjara sebagaimana dimaksud pasal

378 KUHP. Dimana dalam putusan Pengadilan Negeri Medan

No.538/Pid.B/2016/Pn.Mdn. Terdakwa yang melakukan penipuan dengan

memberikan cek kosong sebagai alat pembayaran telah dijatuhi pidana penjara

selama 3 tahun 6 (enam) bulan.


DAFTAR PUSTAKA

Basu Swastha, Ibnu Sukotjo, Pengantar Bisnis Modern (Yogyakarta: Liberty,

1993).

Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Kepailitan, Seri Hukum Bisnis (Jakarta: PT.

Rajagrafindo Persada, 2004).

Teguh Prasetyo, Hukum Pidana (Jakarta: Rajawali Pers, 2015).

Ahmad Taufik, “Pemberian Cek Kosong dilihat dari perspektif hukum pidana”,

Jurnal Hukum Positif”, Vol. 2, No. 1.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Anda mungkin juga menyukai