TENTANG
NILAI-NILAI KEBANGSAAN INDONESIA
(HASIL REVISI)
YANG BERSUMBER DARI EMPAT KONSENSUS DASAR BANGSA
LEMHANNAS RI
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sejarah perjalanan bangsa Indonesia sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 hingga
saat ini menunjukkan dinamika yang cukup tinggi. Dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara selama lebih dari 67 tahun ternyata masih diwarnai oleh berbagai
kemelut politik yang diwarnai oleh kepentingan kelompok atau golongan, dan
diantaranya telah berkembang menjadi gangguan keamanan yang berpengaruh
terhadap stabilitas nasional. Perbedaan paham dan benturan politik pada tataran elit
sebagai akibat perbedaan visi dalam pengelolaan sistem kenegaraan, dengan mudah
merambah ke dalam kehidupan masyarakat tingkat bawah (grass-root), sehingga
berpengaruh negatif terhadap kadar hubungan sosial masyarakat. Masyarakat menjadi
tersegmentasi oleh berbagai kepentingan maupun sentimen-sentimen kedaerahan,
keagamaan serta ideologis. Akibatnya, kondisi persatuan menjadi menurun dan
kesatuan bangsa menjadi semakin renggang. Di sisi lain, benturan kepentingan politik
yang terjadi menjadi faktor yang sangat menghambat kemajuan bangsa, karena
terabaikannya proses pembangunan nasional sebagai upaya untuk peningkatan
kesejahteraan rakyat dalam rangka mencapai masyarakat adil dan makmur.
Sikap dan cara pandang Bung Karno, seperti halnya dengan para pencetus ide
kebangsaan Indonesia lainnya, menunjukkan suatu kesadaran yang sungguh-sungguh ,
bahwa bangsa Indonesia yang akan dibangun dan dicita-citakan adalah sebuah
himpunan dari berbagai ragam masyarakat budaya, adat, bahasa lokal/daerah, bahkan
juga agama dan keyakinan yang berbeda-beda dan majemuk.
Sadar akan kenyataan tersebut, maka kehendak untuk bersatu dan hidup
bersama dengan saling menghormati dan menghargai perbedaan harus senantiasa
terjaga dan terpelihara oleh bangsa Indonesia. Kehendak itulah yang merupakan faktor
perekat utama dan seharusnya tetap menjiwai serta menyemangati setiap warga
bangsa dalam rangka menata dan membangun bangsa ( nation building) dalam wujud
membangun karakter atau jati diri bangsa (nations character building) dan membangun
sistem kenegaraan (national system building). Ke-bhinneka-an ini harus tetap berada
dalam sanubari dan menjadi spirit dari setiap warga bangsa Indonesia, yang akan
diwariskan dari generasi ke generasi.
Melalui pemikiran yang cerdas dan bijak serta dilandasi kepekaan nurani yang
sangat dalam, para pendiri bangsa (the founding fathers) berhasil mengangkat nilai-
nilai yang terkandung di dalam khasanah kehidupan masyarakat Indonesia maupun
ajaran para leluhur, sebagai nilai-nilai kebangsaan Indonesia. Nilai-nilai kebangsaan
dimaksud dirumuskan secara konkrit serta disepakati untuk dijadikan landasan dan
pedoman di dalam pembentukan dan penyelenggaraan negara (national system
building) serta di dalam membentuk jati-diri bangsa (nations character building)
sebagai modal dalam menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Proses reformasi yang sedang berlangsung saat ini, pada dasarnya merupakan
suatu proses reinventing and rebuilding serta konsolidasi bangsa Indonesia menuju
masyarakat demokratis yang modern dan sekaligus merupakan kesadaran korektif
untuk menata kembali kehidupannya, agar menjadi lebih baik demi pencapaian tujuan
dan cita-cita nasionalnya. Namun, pada tataran empirik dapat diindikasikan , bahwa
reformasi ternyata tidak berjalan seperti yang diharapkan semula, yaitu sebagai
sebuah proses perubahan yang sistematis dan terukur.
3. Pengertian-Pengertian
a. Bangsa menurut teori klasik yang diangkat oleh Ernest Renan, adalah jiwa
yang mengandung kehendak untuk bersatu atau hidup bersama, le desir
d’etre ensemble. Sedangkan Otto Bauer menekankan pada kesatuan
karakter, eine Schiksalgemeinshaft erwachsene Karaktergemeinschaft, yakni
himpunan manusia sebagai satu kesatuan karakter. Sesuai dengan
pendapat ini, Soekarno mengatakan bahwa manusia tidak dapat dipisahkan
dari tanah yang dipijaknya. Dengan demikian pengertian tentang bangsa
(menurut Soekarno) adalah satu kelompok manusia yang tinggal di dalam
satu kesatuan geopolitik (ruang hidup).
Buku Induk Tentang Nilai-Nilai Kebangsaan Indonesia
Halaman | 6
b. Pemantapan merupakan proses, cara, perbuatan memantapkan
(meneguhkan, menjadikan stabil: Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990).
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pemantapan adalah suatu proses
kegiatan yang mengedepankan upaya-upaya untuk membuat seseorang
atau keadaan menjadi teguh, stabil, dan lebih kokoh, sehingga dapat
berlangsung lebih baik dari sebelumnya untuk menunjang kehidupan
seseorang atau kehidupan bersama sebagai suatu masyarakat.
5. Sistematika
Bab I Pendahuluan, memuat uraian yang terkait dengan latar belakang, maksud
dan tujuan, pengertian-pengertian, ruang lingkup dan sistematika penulisan.
Bab III Esensi Nilai-nilai yang bersumber dari Empat Konsensus Dasar Bangsa, akan
membahas tentang nilai-nilai kebangsaan yang nilainya bersumber dan
terkandung dalam ideologi Pancasila, Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Konsepsi Negara Kesatuan Republik
Indonesia serta sesanti Bhinneka Tunggal Ika.
Bab V Penutup.
LANDASAN PEMIKIRAN
6. Umum
Pemantapan nilai-nilai kebangsaan merupakan upaya sosialisasi, internalisasi,
dan institusionalisasi secara sistematis dan terukur kepada setiap warga negara yang
dilakukan dengan mekanisme pendidikan dan pelatihan yang bersifat aktif dua arah
dan dilakukan secara bertahap dan berlanjut. Hal tersebut dimaksudkan untuk
membangun pengertian, pemahaman dan pengimplementasian konsepsi untuk
membangun karakter bangsa dan membangun sistem kenegaraan yang
berkesinambungan, agar terjalin benang merah pewarisan nilai yang tidak terputus,
sehingga setiap generasi bangsa Indonesia senantiasa memiliki rasa kebangsaan dan
jati diri yang kuat, yang akan terus mengobarkan semangat dalam memperjuangkan
segala kepentingan nasional serta bertanggung jawab penuh menjaga,
mempertahankan dan mengisi kemerdekaan serta kedaulatan bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Oleh sebab itu, substansi materi Buku Induk Tentang Nilai-Nilai Kebangsaan
Indonesia ini harus tetap bertumpu pada landasan historis, filosofis, yuridis, sosiologis,
kultural dan teoritis, agar lebih memperkaya setiap isi materinya. Pemantapan nilai-
nilai kebangsaan bagi setiap warganegara dimaksudkan , agar dapat lebih mendorong
kesadaran setiap warganegara untuk memahami hak dan kewajibannya serta mampu
mengimplementasikannya secara utuh dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
7. Landasan Historis.
1
Sebagian Pidato Bung Karno tanggal 17 Agustus 1959 yang menentang keras musik rock n
roll-an, hura-hura, dll. Alasan Bung Karno menentang musik semacam itu adalah merusak
mental para pemuda-pemudi Indonesia waktu itu. Selain merusak mental, Bung Karno
beranggapan bahwa musik semacam itu dapat meruntuhkan rasa-rasa kebudayaan bangsa
Indonesia. Koes Bersaudara yang dianggap memainkan musik ngak ngik ngok pun di “kurung”
karena ketahuan memainkan lagu The Beatles (I Saw Her Standing There) disebuah acara.
Setelah terbebas, Koes Bersaudara pun semakin “gila” dalam bermusik dan membuahkan
ratusan lagu ala Koes Bersaudara/Koes Plus. (Sumber kompasiana.com)
Buku Induk Tentang Nilai-Nilai Kebangsaan Indonesia
Halaman | 13
pemberontakan G-30-S/PKI. Kondisi ini mendorong mahasiswa, pelajar dan
masyarakat melakukan demontrasi besar-besar untuk menuntut perbaikan
melalui “Tri Tuntutan Rakyat atau Tritura”, sehingga jatuhlah pemerintahan
Presiden Soekarno.
2
Pidato Presiden Soekarno di Istana Negara pada panggal 28 Agustus 1959 dalam rapat Pleno
I Dewan Pertimbangan Nasional (Depernas).
Buku Induk Tentang Nilai-Nilai Kebangsaan Indonesia
Halaman | 14
Kebijakan pembangunan yang didasarkan pada pertumbuhan telah
meningkatkan semangat mengeksploitasi segenap potensi nasional dengan
memberikan perlakuan khusus bagi para pemilik modal, baik modal asing
maupun modal dalam negeri, ternyata proses konglomerasi ini membawa
pengaruh kurang menguntungkan. Pembangunan yang bertumpu pada
pertumbuhan ekonomi menyebabkan kesenjangan sosial mulai nampak dan
semakin melebar. Penetrasi kepentingan politik dan ekonomi dari luar negeri
berbarengan dengan situasi nasional dan internasional yang semakin
mengglobal telah mengusik rasa kebersamaan. Isu kedaerahan dan
primordialisme mulai muncul sebagai titik balik terhadap semangat
persatuan dan kesatuan.
9. Landasan Yuridis
Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang secara kodrati melekat pada
diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus
dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi
atau dirampas oleh siapapun. Dalam ketentuan tentang Hak Asasi Manusia
Buku Induk Tentang Nilai-Nilai Kebangsaan Indonesia
Halaman | 19
mengandung hak dan kewajiban, diantaranya adalah hak turut serta
(berpartisipasi) dalam pemerintahan dan kewajiban untuk ikut serta dalam
pembelaan negara.
Kedua, muncul budaya eforia baik ditingkat supra, inpra, nasional, lokal,
komunitas, kelompok dan lapisan masyarakat tertentu, yang bangga dan senang untuk
mempertontonkan (show off) suatu kemewahan, kemegahan (glammours), berhura-
hura (hedonism) serta hal-hal yang bersifat seremonial, formalistik dan provokatip
dihadapan masyarakat luas, tidak mempertimbangkan sensitivitas lapisan masyarakat
lainnya yang masih dalam keadaan sangat sulit (megap-megap) memberdayakan
dirinya, baik secara ekonomi, maupun sosial budaya. Ini memunculkan jati diri bangsa
mengalami disharmonisasi sosial ditengah kehidupan kelompok masyarakat. maka
tidak heran bila konflik kekerasan individual, antar kelompok masyarakat dalam
berbagai bentuknya menjadi hal biasa dan sering muncul di tengah masyarakat.
Kedudukan Pancasila juga merupakan cita hukum atau sumber dari segala
sumber hukum yang berlaku dalam negara. Pancasila sebagai cita hukum harus
menguasai dan melingkupi hukum dasar (konstitusi) dan norma hukum yang
mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sehingga
sebagai sumber dari segala sumber hukum, Pancasila berfungsi sebagai dasar
hukum yang bersifat konstitutif dan sebagai dasar hukum yang bersifat regulatif.
Hal ini bermakna, bahwa hukum dasar (konstitusi) negara Indonesia dan semua
produk hukum positif yang bersifat mengatur (regulatif), nilai-nilai yang
dikandungnya harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dasar
yang terdapat dalam Pancasila.
1) Arti dan Makna Sila Ketuhanan Yang Maha Esa: Manusia sebagai
makhluk yang ada di dunia ini seperti halnya makhluk lain yang diciptakan
oleh penciptanya. Pencipta itu adalah kausa prima yang mempunyai
hubungan dengan yang diciptakannya. Manusia sebagai makhluk yang
dicipta wajib melaksanakan semua perintah Tuhan dan menjauhi semua
larangan-Nya serta istiqomah.
2) Arti dan Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: Manusia
ditempatkan sesuai dengan harkatnya. Hal ini berarti bahwa manusia
mempunyai derajat yang sama di hadapan hukum. Sejalan dengan sifat
universal, bahwa kemanusiaan itu dimiliki oleh semua bangsa, maka hal
itupun juga kita terapkan dalam kehidupan berbangsa di Indonesia. Sejalan
dengan hal itu, hak kebebasan dan kemerdekaan akan selalu dijunjung
tinggi.
5) Arti dan Makna Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia :
Keadilan berarti adanya persamaan dan saling menghargai karya orang lain.
Jadi seseorang bertindak adil apabila dia memberikan sesuatu kepada orang
lain sesuai dengan haknya. Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat
dalam arti dinamis dan meningkat.
15. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Sebagai
Konstitusi Negara
a. Tinjauan historis
Undang Undang Dasar atau konstitusi bagi suatu negara yang berdasar
pada hukum (supremacy by law) adalah sangat penting, karena merupakan
fundamen atau hukum dasar yang menjadi acuan bagi penyelenggaraan
pemerintahan negara guna mencapai cita-cita nasionalnya. Demikian halnya
dengan negara Indonesia, pada saat bangsa ini sedang mempersiapkan
kemerdekaannya para pendiri negara (the founding fathers) telah memikirkan
landasan filosofi dan landasan hukum bagi negara Indonesia yang akan dibentuk.
Kelahiran Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
merupakan buah perjuangan panjang bangsa Indonesia yang berkeinginan untuk
melepaskan diri dari belenggu penjajahan yang dimulai berabad-abad yang
lampau, antara lain perlawanan dari Sultan Baabullah, Sultan Iskandar Muda,
Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Kapitan Pattimura, Teuku Umar dan
sebagainya, sampai perjuangan kemerdekaan yang diwujudkan melalui
Proklamasi Kemerdekaan dan dilanjutkan dengan pengesahan Konstitusi Negara
pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI).
Rumusan UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI diambil dari rancangan
Konstitusi hasil sidang BPUPKI. Adapun BPUPKI ini adalah sebuah lembaga
bentukan Panglima Balatentara Dai Nippon berdasarkan Maklumat Gunseikan
Nomor 23 tanggal 29 April 1945 yang anggota-anggotanya dilantik pada 28 Mei
1945. Naskah Rancangan UUD tersebut mulai disusun pada masa sidang
pertama (29 Mei sampai 1 Juni 1945) dan sidang kedua (11 sampai 17 Juli 1945),
dan drafnya disetujui dalam sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945. Mengingat
BPUPKI yang tugasnya menyiapkan rancangan UUD telah selesai, maka
pemerintah pendudukan Jepang berkeinginan segera untuk membentuk Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dengan mengundang tiga tokoh yaitu
Buku Induk Tentang Nilai-Nilai Kebangsaan Indonesia
Halaman | 34
Soekarno, Moh. Hatta dan Radjiman Wedijodiningrat menghadap Jenderal
Terauchi di Vietnam.
Sepulang dari Vietnam pada tanggal 14 Agustus 1945, diperoleh kabar
bahwa Jepang telah kalah perang dan menyerah kepada sekutu. Dalam situasi
yang tidak menentu, Soekarno dan Moh. Hatta didesak oleh kaum muda untuk
segera meproklamirkan kemerdekaan Indonesia, namun kedua tokoh
menolaknya. Baru pada tanggal 17 Agustus 1945, pukul 10.00 WIB di
Pegangsaan Timur 56, Bung Karno bersama Bung Hatta atas nama bangsa
Indonesia memproklamasikan negara Indonesia.
b. Kedudukan Konstitusi
Konstitusi negara-negara di dunia pada umumnya bersifat kodifikasi dan
berupa sebuah dokumen yang berisikan aturan-aturan dasar untuk menjalankan
suatu organisasi pemerintahan negara. Konstitusi suatu negara pada dasarnya
memuat tujuan nasional yang ingin dicapai dalam kehidupan negara, memuat
landasan ideologi yang melandasi filosofi kebijakan politik kenegaraan, memuat
aturan-aturan dasar tentang: bentuk negara, bentuk pemerintahan, penetapan
kelembagaan negara, sistem dan tata kelola pemerintahan negara, sistem
kewilayahan negara, sistem politik dan kekuasaan, sistem hukum, sistem
ekonomi, sistem sosial, memuat tentang hak dan kewajiban negara, hak dan
kewajiban warga negara serta bahasa, lagu kebangsaan, lambang dan simbol-
simbol negara. Sehingga konstitusi berkedudukan sebagai pedoman dan panduan
bagi suatu bangsa dalam menyelenggarakan dan membangun sistem kenegaraan
Buku Induk Tentang Nilai-Nilai Kebangsaan Indonesia
Halaman | 36
(national system building) yang dicita-citakan sesuai dengan nilai-nilai tata
kehidupan dari masyarakat bangsa tersebut. Demikian pula dengan UUD NRI
1945 merupakan pedoman dan panduan bagi bangsa Indonesia dalam melakukan
national system building berdasarkan nilai-nilai tata kehidupan bangsa Indonesia.
Konstitusi bagi suatu negara juga mempunyai kedudukan yang sangat
penting dan strategis. Adapun kedudukan konstitusi tersebut adalah merupakan
sumber dasar dari seluruh hukum negara, sehingga semua peraturan perundang-
undangan yang dibentuk dan ditetapkan sebagai kebijakan politik tidak boleh
bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam konstitusi negara. Bila
suatu peraturan perundang-undangan dianggap menyimpang dari nilai-nilai dalam
konstitusi, maka dapat dilakukan judicial review (uji materiil) melalui lembaga
peradilan yang diberi kewenangan, seperti melalui Mahkamah Konstitusi untuk uji
materiil undang-undang dan Mahkamah Agung untuk uji materiil peraturan di
bawah undang-undang.
Konstitusi mempunyai kedudukan sebagai landasan diwujudkannya cita-cita
nasional suatu bangsa, bagi bangsa Indonesia cita-cita nasional dimaksud
terdapat dalam Alinea IV Pembukaan UUD NRI 1945 yaitu melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial. Pada dasarnya yang disebut dengan cita-cita nasional suatu bangsa
adalah suatu kondisi ideal yang diangankan oleh bangsa itu untuk dapat
diwujudkan dalam memenuhi seluruh kebutuhan bangsa secara bersama-sama.
Nilai Kebangsaan yang dapat diambil dari Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 berada pada rumusan Pembukaan, yang
a. Tinjauan historis
Gambaran secara umum yang dapat diambil dari nilai-nilai kebangsaan yang
terkandung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, adalah sebagai berikut:
1) Nilai Kesatuan Wilayah, merupakan konsekuensi dari negara
kepulauan, perairan, merupakan pemersatu pulau-pulau; bukan pemisah;
2) Nilai Persatuan Bangsa, merupakan konsekuensi dari bangsa yang
bersifat plural, banyak suku, agama dan budaya;
3) Nilai Kemandirian, membangun bangsa dilaksanakan oleh kekuatan
sendiri, bantuan dari luar sifatnya memperkuat untuk mengatasi kekurangan
secara nasional.
a. Tinjauan Historis
Bangsa Indonesia lahir dari sebuah perjalanan panjang dan unik. Bangsa ini
terhimpun dari berbagai ras (ras mongoloid dan ras melanesoid), berbagai suku
bangsa (Aceh, Batak, Melayu, Sunda, Jawa, Dayak, Bali, Ambon, Sulawesi,
Papua), berbagai budaya lokal, adat istiadat, agama yang beragam (Islam,
Kristen, Budha, Hindu, Konghucu, Kahayan dan aliran kepercayaan), yang
semuanya secara alamiah mengandung perbedaan. Namun dalam realita
perjalanan sejarah pembentukan bangsa Indonesia, berbagai perbedaan yang
ada tidak menyurutkan dan menjadi penghalang untuk bersatu. Pada masa
pergerakan nasional, sejak lahirnya kesadaran berbangsa, kebangsaan dipahami
tidak sebagai himpunan suku-suku atau kelompok etnis, melainkan sebagai suatu
”transendensi atas suku-suku”. Perbedaan ciri-ciri lahiriah, adat istiadat, bahasa
lokal, bahkan agama/kepercayaan yang telah mengakar, justru menjadi faktor
pendorong bersama untuk mewujudkan sebuah masyarakat baru dengan tatanan
sosial baru. Sebuah himpunan masyarakat baru yang diharapkan lebih mampu
menjamin hajat hidup yang lebih baik.
Idealisme untuk membentuk bangsa yang besar dan kuat, dalam perjalanan
sejarah selanjutnya terbukti menjadi motivasi perjuangan pembebasan diri dari
cengkeraman kaum penjajah yang telah berlangsung selama berabad-abad.
Berbagai bentuk pergerakan kebangsaan yang berbasis etnis, kedaerahan,
kelompok pelajar dan bahkan juga agama, menyatu dalam perhelatan akbar yaitu
Kongres Pemuda tahun 1928 yang menghasilkan “Sumpah Pemuda”, telah
mengantarkan segenap rakyat Indonesia mewujudkan diri sebagai satu bangsa,
yang nantinya mengilhami perjuangan untuk membentuk bangsa dan negara yang
Dari kenyataan ini tidak dapat dipungkiri bahwa secara kultural, Indonesia
dibangun atas dasar kultur nusantara asli, Hindu, Islam, Kristen dan juga barat
modern. Keberagaman atau kemajemukan merupakan modal dasar untuk
membangun bangsa yang besar dan kuat, jika perbedaan tersebut disatukan
berdasarkan asas komplementari atau saling melengkapi satu sama lain secara
harmonis.
Apabila ditelaah secara lebih dalam, maka dapat ditemukan ada 3 (tiga) nilai
yang terkandung, yakni :
Bila diterjemahkan lebih jauh, nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika sebagai nilai
yang menjadikan rakyat/warga negara dapat hidup dan menata kehidupan
bersama dengan harmonis, bersatu sebagai kekuatan pembangunan negara. Hal
tersebut tidak berbeda, dan justru sangat relevan dengan nilai-nilai kebangsaan
yang dipersepsikan dari sila-sila Pancasila, yaitu:
4) Pengorbanan/kepedulian (empathy)
5) Kekeluargaan/gotong royong (cooperation)
6) Tanggungjawab (responsibility)
7) Kepercayaan (trust), dan
8) Produktivitas (productivity)
BAB IV
PENUTUP
Seiring dengan perkembangan zaman dan konteks kekinian, maka Buku Induk
tentang Nilai-Nilai Kebangsaan Indonesia ini menjadi acuan yang sangat penting dalam
rangka sosialisasi nilai-nilai kebangsaan Indonesia yang bersumber dari empat
konsensus dasar bangsa, dengan harapan seluruh komponen bangsa menjadi bangsa
yang memiliki karakter dan berciri ke-Indonesia-an dengan kekayaan yang berupa
keanekaragaman budaya nasionalnya.
Anderson, Ben, “Western Nationalism and Eastern Nationalism”, New Left Review 2001.
Azra, Azyumardi, “Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi”,
Jakarta, Penerbit Buku Kompas , 2002.
Bennet, Christine, “Comprehensive Multikultural Education : Theory and Practice”, edisi
kedua, Allyn and Bacon-London-Sydney-Torornto, 1990.
Boulding, Elise., “Building Gobal Civic Culturer”. Syracus University Press Education,
1988.
Canton, James, “The Extreme Future”, Cetakan I Pustaka Alvabet, Januari 2009..
Darmodiharjo, Darji, “ Cita Negara Integralistik Indonesia Dalam UUD 1945 ”, BP- 7 Pusat,
1995
Dewey, John, “Democracy and Education” , The Macmillan Company, New York, The
Macmillan Paperbacks edition.
Djoened Poesponegoro, Marwati dan Notosusanto, Nugroho, Sejarah Nasional Indonesia
II Edisi ke-4 , PN. Balai Pustaka Jakarta, 1984
Gagnon, George, W Ir dan Michelle Collay, “Designing For Learning, Six Elemnets in
Ontructivist Classrooms”, Corwin Press, Inc, California, 2000.
Gea, Antonius Atosokhi, Wulandari, Antonina Panca Yuni, Babari, Yohanes, “ Character
Building II Relasi dengan Sesama”, Jakarta, PT. Elex Media Komputindo, 2002.
Harold and Sprout, Margaret, “Foundation of National Power”, Toronto, D. Van Nostrand
Company, Inc 1951.
Hikam, Muhammad A.S., “Politik Kewarganegaraan, Landasan Redemokratisasi di
Indonesia”, Jakarta, Penerbit Erlangga, 1999.
Kartodirdjo, Sartono, “Kebudayaan Pembangunan dalam Perspektif Sejarah”, Yogyakarta,
Gadjah Mada University Press, 1994.
Khoiron, M. Nor, dkk, “Pendidikan Politik bagi Warga Negara (Tawaran Operasional dan
Kerangka Kerja)”, Yogyakarta, LkiS, 1999.
Lawton, Denis, Cairns, Jo, dan Gardenr, Roy, “ Education for Citizenship, Continum”,
London-New York, 2000.
Mansoer, Hamdan, “Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi”, Proyek
Peningkatan Tenaga Akademik Ditjen Dikti Depdiknas, 2004.
Nasution, S, “Sosiologi Pendidikan”, Bumi Aksara, Jakarta, 1995.
Soedijarto, “Pendidikan Nasional sebagai Transformasi Budaya”, 2003.
Sumarsono, S, et. Al., “Pendidikan Kewargananegaraan”, Jakarta, PT. Gramedia, 2004.
Tim ICCE UIN Jakarta, “Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Eductaion) : Demokrasi, Hak
Asasi Manusia dan Masyarakat Madani”, Jakarta, Praneda Media, 2003.
Buku Induk Tentang Nilai-Nilai Kebangsaan Indonesia
Halaman | 57
Winataputra, Udin Saripudin, “Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi”, Bahan Penataran
Dosen Pendidikan Kewarganegaraan Ditjen Dikti Depdiknas, Jakarta, 2002.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terutamapembukaan
terkait dengan Dasar Negara, Cita-Cita Nasional dan Tujuan Nasional
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJN) Tahun 2005- 2025.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia.
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 68 Tahun 2005 (68/2005) tentang
Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan
Rancangan Peraturan Presiden.
Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional No. g-159.pr.09.10 Tahun 1994
tentang petunjuk teknis penyusunan naskah akademik peraturan perundang-
undangan.
Sumber-sumber lain :
Amanat P.J.M. Presiden Soekarno pada pelantikan pimpinan Lembaga Pertahanan
Nasional di Istana Merdeka, tanggal 10 Mei 1965.
Amanat Presiden Soekarno pada Peresmian Lembaga Pertahanan Nasional di Istana
Negara Djakarta, tanggal 20 Mei 1965.
Amanat P.J.M. Presiden Soekarno dihadapan para lulusan angkatan pertama Lembaga
Pertahanan Nasional di Istana Bogor, tanggal 11 Desember 1965.
Kuliah P.J.M. Presiden Soekarno pada Lembaga Pertahanan Nasional di Istana Merdeka
Djakarta, tanggal 31 Mei 1965.
2019 Halaman | 60
NILAI-NILAI KEBANGSAAN INDONESIA
YANG BERSUMBER DARI
EMPAT KONSENSUS DASAR BANGSA
SEPTEMBER 2019