Anda di halaman 1dari 23

. PENDAHULUAN.

Bangsa Indonesia yang lahir dari keanekaragaman suku, agama, budaya, bahasa, dan daerah
asal yang tersebar luas dalam ribuan pulau perlu menyepakati suatu cara hidup bersama
dalam kebhinekaan sebagai warga negara suatu bangsa. Salah satu cara hidup bersama itu
ialah cara pandang tentang diri dan lingkungan dalam mencapai tujuan bersama, yaitu tujuan
nasional. Cara pandang yang dimaksud bagi bangsa Indonesia ialah Wawasan yang mengacu
pada kondisi dan konstelasi geografi, sosial budaya, serta faktor kesejarahan, dan
perkembangan lingkungan. Dengan demikian, konsepsi yang terkandung di dalamnya
merupakan simpulan dari pengalaman masa lalu dan lingkungannya yang relevan saat ini
serta valid di masa datang, sehingga dapat dijadikan acuan dalam melakukan interaksi
antar komponen bangsa dan bahkan dunia dalam hidup bersama dan berdampingan yang
damai dan saling bermanfaat.

Bangsa Indonesia yang menegara merupakan suatu kenyataan meskipun bila ditinjau dari
asal-usul dan terjadinya merupakan keluarbiasaan yang tergolong sangat unik, ternyata
bangsa ini berkembang maju hingga saat ini. Hal itu dimungkinkan karena ada faktor
pendorong dan pengikat yang kuat. Konsepsi Wawasan Nusantara mengandung faktor-faktor
yang dimaksud, yang bila diimplementasikan dapat memperkuat dorongan dan ikatan yang
mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa, yang dijiwai rasa kekeluargaan, persaudaraan
dan kebersamaan sehingga, terpeliharanya kesatuan wilayah nasional. Di atas kondisi yang
tercipta dari Ideologi Pancasila, Ketahanan Nasional dengan Kewaspadaan serta Wawasan
Nusantara, selanjutnya dapat dibangun dan dilaksanakan pembangunan nasional, yang
memungkinkan tercapainya tujuan Nasional sesuai dengan harapan bersama.

Pancasila dan UUD 1945 merupakan landasan Wawasan Nusantara karena dalam Pembukaan
UUD 1945 tercantum Pancasila dan mengandung nilai-nilai universal dan lestari serta dapat
digunakan sebagai acuan rumusan, konsep, prinsip, dan cara pandang yang Nusantara.
Dengan demikian, Wawasan Nusantara merupakan perwujudan pesan-pesan dalam
Pembukaan UUD 1945 dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, selain
dari pada itu Wawasan kebangsaan mengandung nilai-nilai yang berkaitan dengan
pemanfaatan ruang Negara sebagai suatu wilayah Kekuatan Negara, penduduk negara
sebagai potensi sumber daya manusia maupun sumber daya alamnya yang melimpah.

Nilai-nilai tersebut dikelompokkan dalam lima pesan pokok, yaitu pertama bagaimana
penghargaan terhadap harkat dan martabat bangsa Indonesia yang harus terus dipertahankan
dan dapat ditingkatkan. Memiliki kekuatan tekad untuk tujuan maupun cita-cita nasionai,
tempat mempertahankan dan memperjuangkan kepentingan nasional yang pada hakikatnya
adalah kepentingan keamanan dan kesejahteraan guna mempertahankan persatuan dan
kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah, tanah air dan bangsa. Selanjutnya adalah
kesepakatan tentang cara pencapaian tujuan nasional yang merupakan himpunan nilai-
nilai yang meliputi bersatu, berdaulat, adil, dan makmur yang menjadi fondasi untuk
memperkokoh Persatuan dan Kesatuan NKRI.

Adapun pembahasan atas nilai-nilai wawasan Kebangsaan itu diurai melalui pemahaman
nilai-nilainya, pengertian hakekat dan prinsip serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
pemahaman dan bagaimana memasyarakatkan pemahamannya untuk memperkokoh
Persatuan dan Kesatuan bangsa ? Oleh sebab itu memahami sungguh-sungguh nilai-nilai
Wawasan Kebangsaan adalah menjadi kewajiban setiap warga negara, sehingga
terbentuklah sikap moral yang kuat, guna ikut berpartisipasi dalam rangka memperkokoh
Persatuan dan Kesatuan NKRI.

isi
Wawasan kebangsaan adalah cara pandang kita terhadap diri sendiri sebagai bangsa yang
harus mencerminkan rasa dan semangat kebangsaan (karakter bangsa) dan mampu
mempertahankan jati dirinya sebagai bangsa, yaitu Pancasila.[5] Dalam kaitan bernegara kita
memiliki UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Bhineka Tunggal Ika,
dan pemahaman tentang geografi negaranya yang adalah negara kepulauan.Wawasan
kebangsaan adalah cara pandang suatu bangsa terhadap prinsip-prinsip dasar kebangsaan
yang menjadi ciri atau identitas kepribadian bangsa tersebut dengan dilandasi kesadaran
bahwa masyarakat Indonesia yang berada di dalam NKRI adalah bangsa yang satu dan akan
dipertahankan sampai kapanpun untuk melangkah ke depan dalam mencapai tujuan nasional.

Diskusi mengenai pendidikan wawasan kebangsaan dan bagaimana menanamkannya di


sanubari seluruh bangsa Indonesia telah mengalami masa pancaroba dan pasang surut. Di era
Orde Baru, pendidikan wawasan kebangsaan selalu menjadi perbincangan yang utama, salah
satunya adalah melalui program pemerintah yang mungkin kita semua telah mengetahui yaitu
Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).[6] Namun di era
Reformasi sekarang ini wacana mengenai pendidikan wawasan kebangsaan seperti berjalan di
tempat. Diantara penyebabnya adalah kegagalan rezim Orde Baru dalam menjadikan
Pancasila sebagai kekuatan moral dalam usaha mencapai tujuan bangsa Indonesia dalam
konteks memperjuangkan kesejahteraan masyarakat. Kegagalan itu disebabkan banyaknya
praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.

Imbas dari kegagalan tersebut adalah bahwa Pancasila dianggap sebagai ideologi yang telah
usang dan tidak mampu menjawab persoalan-persoalan bangsa. Disinilah kemudian muncul
ide-ide untuk menggantikan peran Pancasila dengan ideologi lain, misalnya dengan ideologi
agama tertentu. Ada keinginan untuk membuat Indonesia menjadi negara berdasarkan syariat
Islam, dimana menurut mereka yang mengusungnya perubahan itu akan membawa solusi
tuntas terhadap masalah-masalah yang dihadapi bangsa Indonesia.

Pengaruh globalisasi bersifat multidimensional yang mempengaruhi aspek politik, ekonomi,


sosial, budaya serta pertahanan dan keamanan. Produk globalisasi dapat berwujud tayangan-
tayangan televisi yang tidak mendidik dan berbau pornografi melalui media internet,
kebebasan berpendapat yang tidak diiringi dengan tanggung jawab, budaya hedonisme yang
mau tidak mau, suka ataupun tidak berpengaruh besar terhadap penurunan wawasan
kebangsaan yang dimiliki.

Dengan adanya kondisi yang demikian, maka pendidikan wawasan kebangsaan menjadi
sangat vital untuk mewujudkan keutuhan bangsa yang sudah mulai memudar dalam hal rasa
cinta tanah air dan penghargaan terhadap bangsa dan Negara.

Disamping itu jika kita cermati, degradasi wawasan kebangsaan yang melanda Indonesia
ketika memasuki era reformasi, secara tidak kita sadari merupakan upaya asing untuk
melemahkan Bangsa Indonesia dengan mengganti budaya dan etika hasil kearifan lokal
dengan nilai-nilai Barat yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Dahulu setiap hari
Senin kita melaksanakan upacara pengibaran bendera merah putih, peringatan hari besar
Nasional, namun sekarang kondisinya sudah berbeda. Bahkan di kantor-kantor pemerintah,
institusi perguruan tinggi tradisi tersebut sudah lenyap, hanyalah institusi dari TNI dan
POLRI yang masih melestarikannya.

Degradasi nasionalisme ini diakibatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat Indonesia


akan wawasan kebangsaan yang semakin berkurang dari waktu ke waktu. Minimnya
pemahaman dan ketidakpedulian masyarakat Indonesia tentang empat pilar utama kehidupan
berbangsa dan bernegara, khususya Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila UUD 1945 dan NKRI
mengakibatkan timbulnya berbagai permasalahan kebangsaan di negeri ini yang patut
menjadi keprihatinan yang mendalam, banyak kita melihat kejadian-kejadian pada level akar
rumput belakangan ini seperti; tawuran antar pelajar, penyerangan geng motor, pengeroyokan
kuli tinta, pengeboman rumah ibadah, terorisme, sikap tidak toleran dari ormas-ormas
tertentu yang mengakibatkan maraknya perselisihan antar kelompok masyarakat, antar
golongan, antar agama, dan antar etnis serta masalah disintegrasi bangsa seperti yang terjadi
di Papua, Maluku, Ambon.

Permasalahan lainnya yang juga sudah sangat kronis adalah perilaku korup dari para pejabat
negara yang menyelewengkan uang rakyat untuk kepentingan pribadi maupun kelompoknya.
Tindakan korupsi para pejabat ini berperan besar dalam mempercepat degradasi kehidupan
berbangsa dan bernegara, masyarakat menjadi kehilangan kepercayaan terhadap pemimpin
negara dan kehilangan role model. Selain itu, terdapat kebobrokan dalam sistem politik dan
ekonomi yang kemudian semakin berdampak buruk dan melemahkan tingkat kesejahteraan
masyarakat. Dengan kodisi itu masyarakat pun tidak lagi memperdulikan cinta tanah air dan
bangsa, karena perhatian mereka telah tersita pada upaya mereka untuk mempertahankan
hidup.

Pelemahan wawasan kebangsaan sangat dipengaruhi oleh faktor dari dalam seperti yang telah
diuraikan diatas dan juga faktor dari lingkungan luar. Pengaruh globalisasi dengan adanya
kemajuan dalam bidang teknologi informasi telah memberikan dampak berupa pergeseran
tata kehidupan masyarakat Indonesia. Globalisasi merupakan proses interkoneksi yang terus
meningkat diantara berbagai masyarakat, sehingga kejadian-kejadian yang berlangsung
disebuah negara mempengaruhi negara dan masyarakat lainnya.[7]

Oleh karena itu, untuk mengatasi berbagai permasalahan kebangsaan yang terjadi saat ini
maka wawasan kebangsaan perlu direvitalisasi. Revitalisasi wawasan kebangsaan sangatlah
mendesak untuk dilakukan demi terwujudnya NKRI yang mampu melidungi segenap bangsa
Indonesia.

a). Faktor internal terdiri dari :

o
Adanya egosentrisme

Sebuah pemahaman yang dibangun dari semangat lokal tanpa memperhatikan


kepentingan bersama demi kepentingan bangsa dan Negara. Pemahaman
egosentrisme yang sering menjadi kebiasaan setiap etnis terutama bagi etnis yang
menganggap sebagai etnis mayoritas terkadang hal ini menimbulkan hubungan
antar etnis tidak berjalan harmonis, sehingga upaya dalam menciptakan wawasan
kebangsaan kepada semua warga masyarakat Indonesia terganggu dengan sikap
yang ditunjukan oleh egosentrisme yang muncul pada etnis tertentu.


Adanya Sikap etnonasionalisme.

Etnonasionalisme merupakan sikap yang menonjolkan etnis tertentu sebagai


superioritas dalam seluruh etnis yang ada diIndonesia, sehingga dengan sikap ini,
etnis yang berada di Ibukota Negara menganggap semua status kekuasan hanya
dapat dikuasai oleh orang-orang yang ada diIbukota Negara. Artinya tidak
memberikan kesempatan yang sama pada orang diluar etnis Jawa. Sikap seperti ini
yang telah membunuh semangat nasionalisme, dimana seluruh etnis yang ada
diIndonesia punya kedudukan yang sama dalam memegang jabatan apapun yang
terkait dengan jabatan yang ada di kalangan eksekutip pemerintah pusat.


Adanya pemahaman penerapan otonomi daerah yang mengarah kepada
sikap etnosentrisme.

Etnosentrisme merupakan sikap negatip yang muncul akibat pelaksanaan


rekrutmen politik maupun pada jabatan PNS , dimana yang diprioritaskan untuk
menduduki jabatan didaerah adalah orang-orang yang berasal dari putra asli
daerah, sehingga etnis lain yang ada didaerah itu tidak mendapat perlakuan yang
sama dengan etnis lokal menikmati hak-hak sebagai warga negara tidak diberikan
sepunuhnya. Sikap ini dapat menimbulkan konflik dan membunuh semangat
demokrasi dan juga menghambat proses nasinalisme dalam mewujudkan integritas
nasional.


Adanya kesenjangan program pembangunan pemerintah pusat pada
pemerintah daerah.

Pelaksanaan program pemerintah pada saat itu yang diaksanakan dengan sistem
pemerintahan sentralistik didasarkan pada ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun
1974 dimana pada saat itu kewenangan pemerintah pusat lebih dominan dalam
penyelenggaran pemerintah didaerah. Dengan sistem ini pula daerah merasa di
anak tirikan dalam melaksanakan program pembangunan, sehingga ada daerah-
daerah diIndonesia merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah pusat . oleh
karenanya didaerah telah menimbulkan konflik fertikal antara pemerintah pusat
dan daerah. Hal ini ditunjukan oleh gerakan separatis yang ada di Aceh dan Papua.
Semua permasalahan ini diakibatkan oleh karena kesalahan kebijakan pemerintah
pusat dalam mengelola negara dan hal ini pulalah yang telah menghambat
semangat nasionalisme karena pemerintah pusat tidak menggunakan konsep
wawasan nusantara sebagai landasan dalam melaksanakan program pembangunan
didaerah.

b). Faktor ekstern terdiri dari :


Pengaruh Globalisasi

Dalam era globalisasi diemua negara-negara berkembang tidak mampu lagi


membendung penagruh globalisasi karena hubungan antar negara tidak lagi
menjadi hambatan dalam melakukan hubungan dengan negara-negara lainnya yang
ada dibelahan dunia. Sehingga berdampak negatif dari dibidang budaya , dimana
bangsa Indonesia yang dikenal dengan budaya ketimuran yang sangat menjujung
tinggi etika dan moral bangsa dengan adanya globalisasi ini telah mempengaruhi
perilaku masyarakat Indonesia yang tadinya sangat menghormati nilai-nilai moral
dan dengan adanya pengaruh budaya dari bangsa barat akhirnya dalam kehidupan
keseharian terasa mulai ditinggalkan oleh generasi mudah, mereka lebih cenderung
pada budaya dari barat tanpa memperdulikan lagi nilai-nilai etika yang sesuai
dengan perilaku bangsa Indonesia. Dengan adanya sikap dan perilaku budaya dari
bangsa lain yang masuk melalui kecanggihan teknologi mengakibatkan
meruntuhnya semangat nasionalisme dan terkadang juga akibat dari globalisasi
mental para generasi mudah mulai meninggalkan budayanya sendiri dan lebih
membudayakan tradisi yang tidak sesuai dengan dasar falsafah negara kita yakni
Pancasila.


Pengaruh dari konstalasi politik Internasional.

Dimana kita ketahui bahwa dalam pertarungan kepeningan negara-negara besar


untuk memenuhi kepentingan nasionalnya. Negara-negara superpower tersebut,
berusaha mencari pengaruh dari negara-negara berkembang untuk melaksanakan
idiologi dari negara tersebut. misalnya idiologi komunisme, liberalisme . dua
idiologi inilah yang dapat mempengaruhi semangat nasionalisme dari negara kita
diIndonesia untuk tidak melaksanakan idiologi yang telah lama dilaksanakan dan
telah menjadi kepribadian bangsa kita. Semua ini dilakukan oleh negara-negara
super power dalam rangka memenuhi kebutuhan nasional dari negara-negara besar
tadi. Dengan demikian akibat dari dua idiologi besar ini mengakibatkan pula
pergeseran sistem pemerintahan diIndonesia tidak lagi didasarkan pada prinsip
demokrasi Pancasila melainkan yang dilaksanakan adalah sistem demokrasi liberal
yang tidak mengenal batas-batas tertentu yang dilarang oleh demokrasi Pancasila.

Kondisi Pemahaman wawasan kebangsaaan yang diharapkan.

Sebagaimana pengertian dari wawasan kebangsaan yang memberikan penjelasan


tentang carapandang bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya terhadap
ekonomi, politik, Sosial Budaya dan pertahanan keamanan. Dengan demikian yang
diharapkan terhadap warga Negara Indonesia ini dapat mengenal eksisistensi
negaranya sendiri tentang segala kemampuan dan kelemahan yang dapat
memperlemah semangat nasinalisme. Namun idealnya adalah warga negara
Indonesia yang mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam menjaga
keutuhan wilayah Indonesia dari berbagai macam ancaman yang datang dari dalam
maupun luar negeri dan yang paling utama adalah kecintaan kita kepada wilayah
negara kita dan harus menciptakan semangat nasinalisme dan anti bentuk-bentuk
negatif dari sikap yang akan mengahancurkan integritas nasinalisme kita sebagai
satu kesatuan dalam kerangka Negara kesatuan Republik Indonesia. Kondisi
wawasan kebangsaan yang di idamkan oleh seluruh warga masyarakat dan
pemerintah adalah sebagai berikut :
A.Dibidang Persatuan Indonesia.

Usaha mememlihara persatuan berdasarkan wawasan kebangsaan adalah


diharapkan kepada bangsa ini bisa menjadikan seluruh warga negara Indonesia
memiliki rasa satu bahasa, senasib serpenanggungan, setanah air, serta mempunyai
satu tekad dalam mencapai cita-cita bangsa. Hal ini perlu disadari oleh adanya satu
kenyataan bahwa Indonesia terdiri dari bermacam-macam agama , suku, adat dan
kebiasannya, serta berbeda-beda faham dan aspirasinya. Untuk itu yang harus
dilakukan adalah meningkatkan persatuan bangsa dalam rangka keadilan sosial
sehingga kepentingan suku, kepentingan agama, tidak diletakkan di atas
kepentingan golongan. Untuk itu pula keaneka ragaman itu sendiri mempunyai
daya tarik kearah kerja sama dalam persatuan, serta mengusahakan atau
meniadakan perselisihan dan perpecahan.

B. Kesatuan.

Potensi yang dimiliki oleh setiap daerah diIndonesia tidak merata dimana ada
daerah-daerah yang potensi alamnnya tidak dapat memenuhi kebutuhan
masyarakatnya, untuk itu pemerintah harusnya memperlakukan daerah yang
kurang mampu menghidupi masyarakatnya dilakukan dengan subisi silang pada
daerah tersebut. Hal ini dilakukan untuk membina kesatuan wilayah yang ada
diIndonesia. Dengan sistem itu daerah yang minus PAD merasa keberadaan negara
itu masih ada . selanjutnya yang harus diperhatikan oleh negara kita dalam
membina kesatuan dapat dilihat pada kekuatan dan kelemahan pada aspek-aspek
sebagai berikut :

a. Geografi.

Karena luasnya daerah nusantara dan tersebarnya pulau-pulau didalamnya, maka


sarana komunikasi dan fasilitas pendukungnya harus diadakan disemua daerah
yang terisolir sehingga daerah-daerah tersebut dapat menerima sosialisasi dari
pemerintah untuk memberikan kesadaran menjadi warga negara untuk lebih
mencintai negaranya sendiri.

b. Demografi.

Karena suku-suku atau penduduk yang mendiami pulau-pulau tidak tersebar secara
merata, maka pemerataan keadilan sosial harus diciptakan oleh pemerintah pusat.

c. Kekayan alam.

Karena tidak semua daeah tidak mempunyai potensi yang sama, maka
pertumbuhan daerah tidak dapat berkembang secara merata, oleh karena yang
harus dilakukan pemerintah harus mengupayakan daerah-daerah yang minus
mendapatkan subsidi silang dari pemerintah pusat.

d.Ideologi dan Politik.

Karena kemampuan komunikasi yang sangat kurang dan tersedianya fasilitas yang
sangat terbatas serta kecerdasan dari penduduk yang berbeda-beda maka kesadaran
akan ideologi dan politik masih jauh dari yang diharapkan, maka sikap pemerintah
harus berupaya mengatasi dengan memberikan sarana yang dibutuhkan oleh
masyarakat sehingga sosialisasi dapat diberikan lewat komunikasi media cetak
maupun elektronik yang menjangkau didaerah-daerah yang terisolir.

e. Ekonomi.

Karena kepadatan penduduk disuatu daerah tidak seimbang dengan potensi alam
yang tidak tersedia dan kurangnya fasilitas komunikasi, maka pertumbuhan
ekonomi secara merata sukar untuk dilaksanakan, oleh karenanya pemerintah harus
berupaya mengatasi hal tersebut dengan cara membuka lapangan pekerjaan dan
bidang usaha yang dapat mengangkat pertumbuhan ekonomi ddaerah-daerah yang
mengalami permasalahan tersebut.

f. Sosial Budaya.

Kemampuan rakyat untuk mendapatkan pendidikan dan pelayanan kesehatan


sesuai kebutuhan yang wajar, tidak sama dan sangat terbatas serta adanya berbagai
faham terhadap agama, maka diperlukan upaya pemerintah menyelesaikan dengan
membantu meringankan biaya pendidikan bagi masyarakat yang tidak mampu.
Kehidupan sebuah negara sangat ditrentukan seberapa besar sumber daya manusia
yang ada dinegara itu. Oleh karenanya Negara harus memperhatikan pendidikan
disemua lapisan masyarakat dengan jalan membantu lewat beasiswa.

g. Hankam.

Dengan masih adanya gerakan separatisme yang berkeinginan untuk mendirikan


negara sendiri berpisah dengan negara kesatuan RI, maka pemerintah harus
berupaya untuk menjaga keutuhan wilayah Indonesia sehingga tidak akan terpisah
dengan negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan yang paling utama pemerintah
Indonesia harus mampu menjaga keutuhan wilayah republik Indonesia sehingga
jangan sampai masih ada pulau-pulau yang jatuh ketangan negara-negara lain yang
berbatasan dengan wilayah RI.

Upaya yang dilakukan dalam rangkah memperkokoh kadar pemahaman


Wawasan kebangsaan bagi warga Negara Indonesia.
Upaya yang yang dapat dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat untuk
memahami eksistensi negara Indonsia sebagai negara kepulauan dengan batas-
batas wilayah sebagaimana yang terdapat dalam Deklarasi Djuanda yang telah
menyatukan wilayah laut In dosnesia dengan tidak lagi memberi ruang pada
kantong-kantong laut internasioanl yang berada diantara pulau-pulau Indonesia.
Dengan mengenal wilayah laut setiap warga negara Indonesia akan tumbuh
semangat nasionalisme untuk mencintai dan mempertahankan keutuhan wilayah
negara Kesatuan Republik Indonesia. Keinginan tersebut dapat dilakukan lewat
pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan yang diberikan disemua
tingkatan pendidikan maupun pada pendidikan non formal dengan
memperkenalkan eksistensi wawasan nusantara yang banyak memiliki potensi
yang dapat menghidupi masyarakat Indonesia, dan juga memperkenalkan kepada
semua warga negara tentang kerawanan-kerawanan wilayah Republik Indonesia
dalam menghadapi negara-negara lain terutama negara yang ada dalam batas-batas
dengan wilayah negara kita.

Pemahaman yang sangat penting bagi warga Negara Indonesia adalah memahami
konsep negara kita sebagai negara kepulauan sebagaimana yang telah dapat
diwujudkan dalam Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957 wilayah
kita yang tadinya hanya 3 mil menjadi 12 mil sebagaimana isi dari Deklarasi
tersebut telah dapat menyatukan seluruh wilayah Negara kesatuan Republik
Indonesia, sehingga tidak ada lagi laut internasional diantara pulau-pulau yang ada
di Indonesia.

Kekalahan pemerintah RI dalam mempertahankan kedaulatan negara terhadap


pulau-pulau terluar karena pemerintah tidak melakukan diplomasi di PBB tentang
batas wilayah RI sebagaimana yang telah dilakukan oleh negara-negara Malaysia
dalam merebut pulau Ambalat, Sipadan dan Ligitan, mereka mampu
memperjuangkan batas-batas wilayah diforum internasional dan mendapat
pengakuan dan kepastian hukum. Oleh karenanya pemerintah harus memiliki
kemampuan secara politik maupun dasar hukum Internasional menempatkan batas-
batas wilayah RI diforum internasional (PBB). Sehingga kekuatan hukum terhadap
batas-batas wilayah perairan Indonesia tidak dicaplok oleh negara-negara lain
terutama negara-negara tetangga yang berbatasan dengan pulau-pulau diIndonesia .

Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam menjaga keutuhan wilayah Negara


kesatuan RI dengan cara-cara melakukan aktivitas yang tidak mengancam
integritas Negara kesatuan RI. Misalnya upaya menyeledupkan hasil-hasil potensi
alam kita ke negara lain, seperti illegal loging maupun illegal fishing. Keikut
sertaan masyarakat dalam menjaga aktifitas yang dapat merugikan kepentingan
umum telah ikut bersama-sama berpartisipasi dalam mewujudkan integritas Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Sosialisasi Wawasan Nusantara Dalam Kehidupan Bermasyarakat,


Berbangsa dan Bernegara.

Pelembagaan pengenalan terhadap wawasan nusantara dalam kehidupan


bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dapat dilakukan melalui pendidikan yang
terbagi atas pendidikan formal maupun pedidikan non formal.

1. Pendidikan Formal.

Dalam mewujudkan pelembagaan penegenalan eksistensi wilayah laut (wawasan


Nusantara dilakukan melalui kurikulum yang sekarang diberikan disemua
tingkatan pendidikan formal Pendidikan yang diberikan ada pada pelajaran
pendidikan kewarganegaraan yang memperkenalkan terhadap semangat
nasionalisme betapa beratnya para pendiri Negara mewujudkan Negara kepulauan
yang sangat sulit diperjuangkan sehingga negara kita disebut sebagai negara
kepulauan karena batas-batas wilayah laut Indonesia telah menjadi satu kesatuan
wilayah hal ini di nyatakan dalam Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember
1957 dimana luas wilayah laut kita telah menjadi 12 mil dari semula hanya 3 mil .
sosialisasi melalui pendidikan formal ini menciptakan rasa kesadaran terhadap
nasionalisme yang dapat diwujudkan dengan keikut sertaan menjaga eksistensi
negara kita dari ancaman negara-negara lain.

2. Pendidikan Non formal.

Sosilisasi pemahaman wawasan nusantara dapat juga dilakukan lewat pendidikan


non formal, dimana masyarakat dilibatkan dalam diklat tentang wawasan
kebangsaan dengan tujuan agar supaya semua komponen warga Negara Indonesia
mengenal batas-batas wilayah laut atau perairan dan darat, udara Indonesia. Semua
ini dilakukan supaya perjuangan para pendiri negara yang telah berusaha mencapai
batas-batas territorial wilayah Indonesia dapat dipertahankan perjuangan oleh
generasi sekarang ini. karena ditangan generasi sekarang inilah negara Indonsia
akan tetap eksis sepanjang masa. Kesadaran pemahaman wawasan nusantara dapat
menghilangkan rasa kedaeraan yang sering muncul dalam diri kita, oleh karenanya
setelah kita mengenal bahwa seluruh wilayah yang ada di Indonesia ini adalah satu
kesatuan akan dapat memperkokoh semangat nasionalime kita terhadap Negara
kesatuan Republik Indonesia.

3. lewat Media informasi.

Untuk menjangkau sosialisasi pemahaman wawasan nusantara ke seluruh lapisan


masyarakat Indonesia yang tersebar dalam 32 Propinsi dapat dilakukan melalui
media masa atau elektonik, oleh karenanya peranan TV negeri maupun swasta
sangat mendukung mensosialisasikan konsep wawasan nusantara pada masyarakat.
Dengan politik media dari berbagai negara lain diera globalisasi ini pun menjadi
tantangan kita bersama agar supaya masyarakat kita tidak terpengaruh oleh media
yang dapat menurunkan semangat nasionalisme. Melalui media kita dapat
memperkenalkan langsung tentang eksistensi negara kita. Namun upaya ini belum
merata didaerah-daerah yang sangat terisolir dengan sarana komunikasi yang
terbatas. Untuk itu pemerintah harus berupaya memfasilitasi sarana tersebut
sehingga mempermudah jangkauan sosialisasi kita dalam mensosialisaikan
wawasan nusantara demi menciptakan masyarakat yang mampu mempertahankan
integritas Negara kesatuan Rpublik Indonesia.

Dengan melalui sosialisasi wawasan nusantara ini dapat dipahami oleh warga
masyarakat. Dengan demikian dapat memperkuat semangat nasionalisme untuk
saling menyadari bahwa kita sebetulnya berasal dari sejarah yang sama, nenek
moyang sama yang telah menjadi satu komunitas negara yang akan mewujudkan
harapan menuju kepada cita-cita menggapai masyarakat yang adil dan makmur
sebagaimana yang terdapat dalam rumusan pembukaan Undang-Undang Dasar
1945.

Dari uraian diatas, jika kita intisarikan upaya revitalisasi pendidikan wawasan kebangsaan
bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

 Melakukan proses pemasyarakatan wawasan kebangsaan melalui sosialisasi kepada


masyarakat Indonesia. Misalnya melalui media massa (cetak maupun elektronik).
 Mengintegrasikan wawasan kebangsaan kedalam kurikulum di semua jenjang
pendidikan yang ada dalam sistem pendidikan nasional Indonesia.
 Memasukkan pendidikan wawasan kebangsaan ke dalam Program Pendidikan dan
Latihan bagi calon Pegawai baik di instansi pemerintah maupun swasta.
 Mengintensifkan upaya diseminasi pendidikan wawasan kebangsaan kepada seluruh
lapisan masyarakat dengan membentuk badan pemerintah yang khusus memberikan
penataran yang wajib diikuti oleh target sasaran pada usia produktif, yang berfungsi
seperti wajib militer di negara lain.
 Pelibatan guru, dosen, tokoh masyarakat, dan tokoh agama dalam upaya melakukan
sosialisasi dan edukasi nilai-nilai wawasan kebangsaan.
 Adanya role model yang baik, yang dilakukan oleh para elit politik dan Pemimpin
Bangsa.

A. Apabila wawasan kebangsaan sudah tinggi maka hal ini tidak akan terjadi lagi atau
setidaknya bisa dieliminasi dengan adanya rasa nasionalisme, budaya malu, rasa harga
diri, dedikasi serta semangat kerja yang tinggi.
Sejarah Bhineka Tunggal Ika

Awalnya, semboyan yang dijadikan semboyan resmi Negara Indonesia


sangat panjang, yaitu Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma
Mangrwa. Semboyan Bhineka Tunggal Ika dikenal untuk pertama
kalinya pada masa Majapahit era kepemimpinan Wisnuwardhana.
Perumusan semboyan Bhineka Tunggal Ika ini dilakukan oleh Mpu
Tantular dalam kitab Sutasoma.

Perumusan semboyan ini pada dasarnya merupakan pernyataan kreatif


dalam usaha mengatasi keanekaragaman kepercayaan dan
keagamaan. Hal itu dilakukan sehubungan usaha bina Negara kerajaan
Majapahit saat itu. Semboyan Negara Indonesia ini telah memberikan
nilai-nilai inspiratif terhadap sistem pemerintahan pada masa
kemerdekaan. Bhineka Tunggal Ika pun telah menumbuhkan semangat
persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam kitab Sutasoma, definisi Bhineka Tunggal Ika lebih ditekankan


pada perbedaan dalam hal kepercayaan dan keanekaragaman agama
yang ada di kalangan masyarakat Majapahit. Namun, sebagai
semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia, konsep Bhineka
Tungggal Ika bukan hanya perbedaan agama dan kepercayaan menjadi
fokus, tapi pengertiannya lebih luas. Bhineka Tunggal Ika sebagai
semboyan Negara memiliki cakupan lebih luas, seperti perbedaan suku,
bangsa, budaya (adat istiadat), beda pulau, dan tentunya agama dan
kepercayaan yang menuju persatuan dan kesatuan Nusantara.

Jika diuraikan kata per kata, Bhineka berarti Berbeda, Tunggal berarti
Satu, dan Ika berarti Itu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa walaupun
berbeda-beda, tapi pada hakekatnya satu. Dengan kata lain, seluruh
perbedaan yang ada di Indonesia menuju tujuan yang satu atau sama,
yaitu bangsa dan Negara Indonesia.

Berbicara mengenai lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia,


lambang Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika
ditetapkan secara resmi menjadi bagian dari Negara Indonesia melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 pada 17 Oktober 1951
dan di-Undang-kan pada 28 Oktober 1951 sebagai Lambang Negara.
Usaha pada masa Majapahit maupun pada masa pemerintahan
Indonesia berlandaskan pada pandangan yang sama, yaitu pendangan
mengenai semangat rasa persatuan, kesatuan dan kebersamaan
sebagai modal dasar untuk menegakkan Negara.

Sementara itu, semboyan “Tan Hana Darma Mangrwa dipakai sebagai


motto lambang Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas). Makna dari
semboyan itu adalah “Tidak ada kebenaran yang bermuka dua”.
Namun, Lemhanas kemudian mengubah semboyan tersebut mejadi
yang lebih praktis dan ringkas, yaitu “Bertahan karena benar”. Makna
“Tidak ada kebenaran bermuka dua” sebenarnya memiliki pengertian
agar hendaknya manusia senantiasa berpegangan dan berlandaskan
pada kebenaran yang satu.

Semboyan Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Darma Mangrwa adalaha


ungkapan yang meamaknai kebenaran aneka unsur kepercayaan pada
Majapahit. Tidak hanya Siwa dan Budha, tapi juga seajumlah aliran
(sekte) yang sejak awal telah dikenal lebih duku sebagian besar
anggota masyarakat Majapahit yang memiliki sifat majemuk.

Sehubungan dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, cikal bakal dari


Singasari, yakni pada masa Wisnuwardhana sang dhinarmeng ring
Jajaghu (candi Jago), semboyan tersebut dan Candi Jago
disempurnakan pada masa Kerajaan Majapahit. Oleh karena itu, kedua
simbol tersebut lebih dikenal sebagai hasil peradaban masa Kerajaan
Majapahit.

Dari segi agama dan kepercayaan, masyarakat Majapahit merupakan


masyarakat yang majemuk. Selain adanya beberapa aliran agama dan
kepercayaan yang berdiri sendiri, muncul juga gejala sinkretisme yang
sangat menonjol antara Siwa dan Budha serta pemujaan terhadap roh
leluhur. Namun, kepercayaan pribumi tetap bertahan. Bahkan,
kepercayaan pribumi memiliki peranan tertinggi dan terbanyak di
kalangan mayoritas masyarakat.

Pada saat itu, masyarakat majapahiat tebagi menjadi beberapa


golongan. Pertama, golongan orang-orang Islam yang datang dari barat
dan menetap di Majapahit. Kedua, golongan orang-orang China yang
mayoritas beasal dari Canton, Chang-chou, dan Fukien yang kemudian
bermukin di daerah Majapahit.

Namun, banyak dari mereka masuk agama Islam dan ikut menyiarkan
agama Islam. Ketiga, golongan penduduk pribumi. Penduduk pribumi ini
jika berjalan tidak menggunakan alas kaki, rambutnya disanggul di atas
kepala. Penduduk pribumi sepenuhnya percaya pada roh-roh leluhur.
B. Konsep dasar Bhinneka Tunggal Ika

Berikut disampaikan konsep dasar yang terdapat dalam Bhinneka Tunggal


Ika yang kemudian terjabar dalam prinsip-prinsip yang terkandung dalam
Bhinneka Tunggal Ika yang dijadikan acuan bagi bangsa Indonesia dalam
berbangsa dan bernegara. Dalam rangka memahami konsep dasar
dimaksud ada baiknya kita renungkan lambang negara yang tidak
terpisahkan dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Perlu kita mengadakan
refleksi terhadap lambang negara tersebut.

Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik dalam


kehidupan yang terikat dalam suatu kesatuan. Pluralistik bukan pluralisme,
suatu faham yang membiarkan keanekaragaman seperti apa adanya.
Membiarkan setiap entitas yang menunjukkan ke-berbedaan tanpa peduli
adanya common denominatorpada keanekaragaman tersebut. Dengan
faham pluralisme tidak perlu adanya konsep yang mensubstitusi
keanekaragaman. Demikian pula halnya dengan faham multikulturalisme.
Masyarakat yang menganut faham pluralisme dan multikulturalisme, ibarat
onggokan material bangunan yang dibiarkan teronggok sendirisendiri,
sehingga tidak akan membentuk suatu bangunan yang namanya rumah.

Ada baiknya dalam rangka lebih memahami makna pluralistik bangsa


difahami pengertian pluralisme, agar dalam penerapan konsep pluralistik
tidak terjerumus ke dalam faham pluralisme.

Pluralisme berasal dari kata plural yang berarti banyak, adalah suatu
faham yang mengakui bahwa terdapat berbagai faham atau entitas yang
tidak tergantung yang satu dari yang lain. Masing-masing faham atau
entitas berdiri sendiri tidak terikat satu sama lain, sehingga tidak perlu
adanya substansi pengganti yang mensubstitusi faham-faham atau
berbagai entitas tersebut. Salah satu contoh misal di Indonesia terdapat
ratusan suku bangsa. Menurut faham pluralisme setiap suku bangsa
dibiarkan berdiri sendiri lepas yang satu dari yang lain, tidak perlu adanya
substansi lain, misal yang namanya bangsa, yang mereduksi eksistensi
suku-suku bangsa tersebut.

Faham pluralisme melahirkan faham individualisme yang mengakui bahwa


setiap individu berdiri sendiri lepas dari individu yang lain. Faham
individualisme ini mengakui adanya perbedaan individual atau yang biasa
disebut individual differences. Setiap individu memiliki cirinya masing-
masing yang harus dihormati dan dihargai seperti apa adanya. Faham
individualisme ini yang melahirkan faham liberalisme, bahwa manusia
terlahir di dunia dikaruniai kebebasan. Hanya dengan kebebasan ini maka
harkat dan martabat individu dapat didudukkan dengan semestinya. Trilogi
faham pluralisme, individualisme danliberalisme inilah yang melahirkan
sistem demokrasi dalam sistem pemerintahan utamanya di Negara Barat.

Sebagai contoh berikut disampaikan Deklarasi Kemerdekaan Amerika


Serikat dan Deklarasi Hak Manusia dan Warganegara Perancis yang
melandasi pelaksanaan sistem demokrasi di negara tersebut yang
berdasar pada faham pluralisme, individualisme dan liberalisme.

United States Declaration of Independence

We hold these truths to be self-evident, that all men are created equal,
that they are endowed by their Creator with certain unalienable Rights,
that among these are Life, Liberty, and pursuit of Happiness. That to
secure these rights, governments are instituted among men, deriving
just powers from the consent of the governed.

Declaration of the Rights of Man and Citizen

– Declaration des droits de l’homme et du citoyen—

Men are born and remain free and equal in rights. Social distinction can be
based only upon public utility. The aim of every political association is the
preservation of the natural and imprescriptible rights of man. These rights
are liberty, property, security, and resistance to oppression.

Dari deklarasi tersebut nampak dengan nyata faham pluralisme,


individualisme dan liberalisme menjelujuri sistem demokrasi yang
diterapkan di kedua negara tersebut. Dua deklarasi tersebut dinyatakan
hampir bersamaan waktunya, yakni pada akhir abad ke XIX, yang satu di
Amerika Serikat, yang satu di salah satu negara di Eropa.

Meskipun demikian mereka tetap mengakui bahwa manusia tidak mungkin


hidup seorang diri. Untuk dapat menunjang hidupnya dan untuk
melestarikan dirinya, mereka memerlukan pihak lain; beberapa pihak
mengatakan bahwa hal ini terjadi didorong oleh naluri atau
instinctberkelompok. Mereka memerlukan hidup bersama entah
bagaimana bentuknya, dengan mendasarkan diri pada belief system yang
dianutnya. Di antara hubungan manusia dengan pihak lain berbentuk
pengabdian, bahwa yang satu sematamata harus mengabdi kepada pihak
yang lain. Terdapat juga pengakuan bahwa hubungan antar manusia itu
adalah dalam kesetaraan. Sebagai akibat pola hidup manusia menjadi
sangat beragam.

Didorong oleh realitas tersebut, maka bangsa Amerika dalam menerapkan


pluralisme, individualisme dan liberalisme mencari pola bagaimana dapat
membentuk suatu kehidupan bersama. Dalam hidup bersama diperlukan
kesepakatan untuk dijadikan pegangan bersama dalam melangkah ke depan
menghadapi tantangan hidup bersama. Dikembangkan pola yang disebut
“kontrak sosial,” bahwa anggota masyarakat harus merelakan sebagian dari
hak individu demi terwujudnya kehidupan bersama. Semangat bersatu dalam
kehidupan bersama ini nampak dalam semboyan yang terdapat dalam motto
lambang negaranya yang berbunyi “ e pluribus unum,” yang berarti “out of
many, one” dari yang banyak itu satu, atau unity in diversity. Metoda yang
diterapkan dalam membentuk kesatuan, disebut metodamelting pot, yang
kalau dinilai lebih jauh sudah menyimpang dari prinsip pluralisme.

Pluralitas adalah sifat atau kualitas yang menggam-barkan keanekaragaman;


suatu pengakuan bahwa alam semesta tercipta dalam keaneka ragaman.
Sebagai contoh bangsa Indonesia mengakui bahwa Negara-bangsa
Indonesia bersifat pluralistik, beraneka ragam ditinjau dari suku-bangsanya,
adat budayanya, bahasa ibunya, agama yang dipeluknya, dan sebagainya.
Hal ini merupakan suatu kenyataan atau keniscayaan dalam kehidupan
bangsa Indonesia. Keaneka ragaman ini harus didudukkan secara
proporsional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, harus dinilai
sebagai asset bangsa, bukan sebagai faktor penghalang kemajuan. Perlu kita
cermati bahwa pluralitas ini merupakan sunnatullah.

Seperti dikemukan di atas, pola sikap bangsa Indone-sia dalam menghadapi


keanekaragaman ini berdasar pada suatu sasanti atau adagium “Bhinneka
Tunggal Ika,” yang bermakna beraneka tetapi satu, yang hampir sama
dengan motto yang dipegang oleh bangsa Amerika, yakni “e pluribus unum.”
Dalam menerapkan pluralitas dalam kehidupan, bangsa Indonesia mengacu
pada prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, bahwa yang
diutamakan adalah kepentingan bangsa bukan kepentingan individu, berikut
frase-frase yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945:

 Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segalabangsa


 Bahwa kemerdekaan yang dinyatakan oleh bangsa Indonesia, supaya
rakyat dapat berkehidupan kebangsaan yang bebas;
 Bahwa salah satu misi Negara-bangsa Indonesia adalah
untukmencerdaskan kehidupan bangsa
 Bahwa salah satu dasar Negara Indonesia adalah Persatuan
Indonesia, yang tiada lain merupakan wawasan kebangsaan.
 Bahwa yang ingin diwujudkan dengan berdirinya Negara-bangsa
Indonesia adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dari frase-frase yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut jelas
bahwa prinsip kebangsaan mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara
bagi bangsa Indonesia. Istilah individu atau konsep individualisme tidak
terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Dengan kata lain bahwa sifat
pluralistik yang diterapkan di Indonesia tidak berdasar pada individualisme
dan liberalisme.

Pluralitas atau pluralistik tidak merupakan suatu faham, isme atau keyakinan
yang bersifat mutlak. Untuk itu tidak perlu dikembangkan ritual-ritual tertentu
seperti halnya agama. Prinsip pluralistik dan multikulturalistik adalah asas
yang mengakui adanya kemajemukan bangsa dilihat dari segi agama,
keyakinan, suku bangsa, adat budaya, keadaan daerah, dan ras.
Kemajemukan tersebut dihormati dan dihargai serta didudukkan dalam suatu
prinsip yang dapat mengikat keanekaragaman tersebut dalam kesatuan yang
kokoh. Kemajemukan bukan dikembangkan dan didorong menjadi faktor
pemecah bangsa, tetapi merupakan kekuatan yang dimiliki oleh masing-
masing komponen bangsa, untuk selanjutnya diikat secara sinerjik menjadi
kekuatan yang luar biasa untuk dimanfaatkan dalam menghadapi segala
tantangan dan persoalan bangsa.

C. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika

Untuk dapat mengimplementasikan Bhinneka Tunggal Ika dalam


kehidupan berbangsa dan bernegara dipandang perlu untuk memahami
secara mendalam prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka
Tunggal Ika. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :

1. Dalam rangka membentuk kesatuan dari keaneka ragaman tidak terjadi


pembentukan konsep baru dari keanekaragaman konsep-konsep yang
terdapat pada unsur-unsur atau komponen bangsa. Suatu contoh di
negara tercinta ini terdapat begitu aneka ragam agama dan
kepercayaan. Dengan ke-tunggalan Bhinneka Tunggal Ika tidak
dimaksudkan untuk membentuk agama baru. Setiap agama diakui
seperti apa adanya, namun dalam kehidupan beragama di Indonesia
dicari common denominator, yakni prinsip-prinsip yang ditemui dari
setiap agama yag memiliki kesamaan, dan common denominator ini
yang kita pegang sebagai ke-tunggalan, untuk kemudian dipergunakan
sebagai acuan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Demikian pula
halnya dengan adat budaya daerah, tetap diakui eksistensinya dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan kebangsaan.
Faham Bhinneka Tunggal Ika, yang oleh Ir Sujamto disebut sebagai
faham Tantularisme, bukan faham sinkretisme, yang mencoba untuk
mengembangkan konsep baru dari unsur asli dengan unsur yang
datang dari luar.
2. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan eksklusif; hal ini
bermakna bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak
dibenarkan merasa dirinya yang paling benar, paling hebat, dan tidak
mengakui harkat dan martabat pihak lain. Pandangan sektarian dan
eksklusif ini akan memicu terbentuknya keakuan yang berlebihan
dengan tidak atau kurang memperhitungkan pihak lain, memupuk
kecurigaan, kecemburuan, dan persaingan yang tidak sehat. Bhinneka
Tunggal Ika bersifat inklusif. Golongan mayoritas dalam hidup
berbangsa dan bernegara tidak memaksakan kehendaknya pada
golongan minoritas.
3. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis yang hanya
menunjukkan perilaku semu. Bhinneka Tunggal Ika dilandasi oleh sikap
saling percaya mempercayai, saling hormat menghormati, saling cinta
mencintai dan rukun. Hanya dengan cara demikian maka
keanekaragaman ini dapat dipersatukan.
4. Bhinneka Tunggal Ika bersifat konvergen tidak divergen, yang
bermakna perbedaan yang terjadi dalam keanekaragaman tidak untuk
dibesar-besarkan, tetapi dicari titik temu, dalam bentuk kesepakatan
bersama. Hal ini akan terwujud apabila dilandasi oleh sikap toleran, non
sektarian, inklusif, akomodatif, dan rukun.
Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural Bhinneka Tunggal Ika
mendukung nilai: (1) inklusif, tidak bersifat eksklusif, (2) terbuka, (3)ko-
eksistensi damai dan kebersamaan, (4) kesetaraan, (5) tidak merasa
yang paling benar, (6) tolerans, (7) musyawarah disertai dengan
penghargaan terhadap pihak lain yang berbeda. Suatu masyarakat
yang tertutup atau eksklusif sehingga tidak memungkinkan terjadinya
perkembangan tidak mungkin menghadapi arus globalisasi yang
demikian deras dan kuatnya, serta dalam menghadapi
keanekaragaman budaya bangsa. Sifat terbuka yang terarah
merupakan syarat bagi berkembangnya masyarakat modern. Sehingga
keterbukaan dan berdiri sama tinggi serta duduk sama rendah,
memungkinkan terbentuknya masyarakat yang pluralistik secara ko-
eksistensi, saling hormat menghormati, tidak merasa dirinya yang
paling benar dan tidak memaksakan kehendak yang menjadi
keyakinannya kepada pihak lain. Segala peraturan perundang-
undangan khususnya peraturan daerah harus mampu mengakomodasi
masyarakat yang pluralistik dan multikutural, dengan tetap berpegang
teguh pada dasar negara Pancasila dan UUD 1945. Suatu peraturan
perundang-undangan, utamanya peraturan daerah yang memberi
peluang terjadinya perpecahan bangsa, atau yang semata-mata untuk
mengakomodasi kepentingan unsur bangsa harus dihindari. Suatu
contoh persyaratan untuk jabatan daerah harus dari putra daerah ,
menggambarkan sempitnya kesadaran nasional yang semata-mata
untuk memenuhi aspirasi kedaerahan, yang akan mengundang
terjadinya perpecahan. Hal ini tidak mencerminkan penerapan prinsip
Bhinneka Tunggal Ika. Dengan menerapkan nilai-nilai tersebut secara
konsisten akan terwujud masyarakat yang damai, aman, tertib, teratur,
sehingga kesejahteraan dan keadilan akan terwujud.

D. Implementasi Bhineka Tunggal Ika

Setelah kita fahami beberapa prinsip yang terkandung dalam Bhinneka


Tunggal Ika, maka langkah selanjutnya adalah bagaimana prinsip-
prinsip Bhinneka Tunggal Ika ini diimplementasikan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.

a. Perilaku inklusif.
Di depan telah dikemukakan bahwa salah satu prinsip yang
terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika adalah sikap inklusif.
Dalam kehidupan bersama yang menerapkan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika memandang bahwa dirinya, baik itu sebagai individu
atau kelompok masyarakat merasa dirinya hanya merupakan
sebagian dari kesatuan dari masyarakat yang lebih luas. Betapa
besar dan penting kelompoknya dalam kehidupan bersama, tidak
memandang rendah dan menyepelekan kelompok yang lain.
Masing-masing memiliki peran yang tidak dapat diabaikan, dan
bermakna bagi kehidupan bersama.
b. Mengakomodasi sifat pluralistik Bangsa Indonesia sangat pluralistik
ditinjau dari keragaman agama yang dipeluk oleh masyarakat, aneka
adat budaya yang berkembang di daerah, suku bangsa dengan
bahasanya masing-masing, dan menempati ribuan pulau yang tiada
jarang terpisah demikian jauh pulau yang satu dari pulau yang lain.
Tanpa memahami makna pluralistik dan bagaimana cara
mewujudkan persatuan dalam keanekaragaman secara tepat,
dengan mudah terjadi disintegrasi bangsa. Sifat toleran, saling
hormat menghormati, mendudukkan masing-masing pihak sesuai
dengan peran, harkat dan martabatnya secara tepat, tidak
memandang remeh pada pihak lain, apalagi menghapus eksistensi
kelompok dari kehidupan bersama, merupakan syarat bagi
lestarinya negara-bangsa Indonesia. Kerukunan hidup perlu
dikembangkan dengan sepatutnya. Suatu contoh sebelum terjadi
reformasi, di Ambon berlaku suatu pola kehidupan bersama yang
disebut pela gandong, suatu pola kehidupan masyarakat yang tidak
melandaskan diri pada agama, tetapi semata-mata pada kehidupan
bersama pada wilayah tertentu. Pemeluk berbagai agama
berlangsung sangat rukun, bantu membantu dalam kegiatan yang
tidak bersifat ritual keagamaan. Mereka tidak membedakan suku-
suku yang berdiam di wilayah tersebut, dan sebagainya. Sayangnya
dengan terjadinya reformasi yang mengusung kebebasan, pola
kehidupan masyarakat yang demikian ideal ini telah tergerus arus
reformasi.

c. Tidak mencari menangnya sendiri Menghormati pendapat pihak lain,


dengan tidak beranggapan bahwa pendapatnya sendiri yang paling
benar, dirinya atau kelompoknya yang paling hebat perlu diatur
dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika. Dapat menerima dan
memberi pendapat merupakan hal yang harus berkembang dalam
kehidupan yang beragam. Perbedaan ini tidak untuk dibesar-
besarkan, tetapi dicari titik temu. Bukan dikembangkan divergensi,
tetapi yang harus diusahakan adalah terwujudnya konvergensi dari
berbagai keanekaragaman. Untuk itu perlu dikembangkan
musyawarah untuk mencapai mufakat.

d. Musyawarah untuk mencapai mufakat Dalam rangka membentuk


kesatuan dalam keanekaragaman diterapkan pendekatan
“musyawa-rah untuk mencapai mufakat.” Bukan pendapat sendiri
yang harus dijadikan kesepakatan bersama, tetapi common
denominator, yakni inti kesamaan yang dipilih sebagai kesepakatan
bersama. Hal ini hanya akan tercapai dengan proses musyawarah
untuk mencapai mufakat. Dengan cara ini segala gagasan yang
timbul diakomodasi dalam kesepa-katan. Tidak ada yang menang
tidak ada yang kalah. Inilah yang biasa disebut sebagai win win
solution.

e. Dilandasi rasa kasih sayang dan rela berkorban Dalam menerapkan


Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
perlu dilandasi oleh rasa kasih sayang. Saling curiga mencurigai
harus dibuang jauhjauh. Saling percaya mempercayai harus
dikembangkan, iri hati, dengki harus dibuang dari kamus Bhinneka
Tunggal Ika. Hal ini akan berlangsung apabila pelaksanaan Bhnneka
Tunggal Ika menerap-kan adagium “leladi sesamining dumadi, sepi
ing pamrih, rame ing gawe, jer basuki mowo beyo.” Eksistensi kita di
dunia adalah untuk memberikan pelayanan kepada pihak lain,
dilandasi oleh tanpa pamrih pribadi dan golongan, disertai dengan
pengorbanan. Tanpa pengorbanan, sekurang-kurangnya
mengurangi kepentingan dan pamrih pribadi, kesatuan tidak
mungkin terwujud.

Bila setiap warganegara memahami makna Bhinneka Tunggal Ika,


meyakini akan ketepatannya bagi landasan kehidupan berbangsa
dan bernegara, serta mau dan mampu mengimplementasikan
secara tepat dan benar insya Allah, Negara Indonesia akan tetap
kokoh dan bersatu selamanya.

PENUTUP

Kesimpulan.

Berdasarkan permasalahan dalam kajian ini tentang upaya peningkatan


pemahaman wawasan kebangsaan sebagai sarana dalam meningkatkan semangat
nasionalisme bagi warga negara Indonesia dapat ditarik beberapa hal yang
dianggap sangat penting diperhatikan sbb :

1). Kondisi pemahaman wawasan kebangsaan saat ini dapat dilihat dengan
kegagalan pemerintah pusat dalam upaya menciptakan stabilitas baik didalam
negeri maupun luar negeri. Realitas yang nampak adalah dimana batas wilayah
Negara kesatuan yang telah dicaplok oleh negara-negara lain seperti Malaysia
menunjukan kepada kita ketidak mampuan pemerintah kita dalam menjaga
keutuhan wilayah Negara kesatuan RI sebagai Negara kepulauan. Gerakan
separatis yang mewarnai problem pemerintahan kita menujukan pula ada sesuatu
yang salah dalam pelaksanaan kebijakan pemerintahan pusat pada daerah.
Dengan demikian kebijakan otonomi daerah yang tadinya sebagai solusi alternatif
pemecahan masalah, justru menimbulkan konflik didaerah.

2). Faktor-faktor yang mempengaruhi memudarnya pemahaman wawasan


kebangsaan dan rasa nasionalisme adalah disebabkan oleh karena faktor internal
dan eksternal, dimana nasionalisme menurun sebagaimana yang dijelaskan diatas
ada beberapa faktor penghambat mewujudkan nasinalisme dintaranya karena
penyelenggara negara dan masyarakat tidak memahami konsep kedaulatan
negara kita sebagai negara kepulauan, budaya egosentrisme, etnonasionalisme,
dan pemahaman konsep inplementasi otonomi daerah yang sempit yang
memunculkan sikap etnosentrisme pada masyarakat lokal, semua ini menjadi
penghambat membangun semangat nasionalisme.

3). Kondisi pemahaman wawasan kebangsaan yang diharapkan kepada warga


Negara Indonesia lebih khusus kepada pihak pemerintah agar supaya dapat
mencintai dan mempertahankan keutuhan sebagai Negara kepulauan adalah
khusus dibidang Persatuan Indonesia. Usaha memelihara persatuan berdasarkan
wawasan kebangsaan adalah diharapkan kepada bangsa ini bisa menjadikan
seluruh warga Negara Indonesia memiliki rasa satu bahasa, senasib
sepenanggungan, setanah air, serta mempunyai satu tekad dalam mencapai cita-
cita bangsa. Hal ini perlu disadari oleh adanya satu kenyataan bahwa Indonesia
terdiri dari bermacam-macam agama, suku, adat dan kebiasannya, serta berbeda-
beda faham dan aspirasinya.

4). Pemasyarakatan wawasan kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat,


berbangsa dan bernegara dapat dilakukan lewat pendidikan formal dan non
formal dengan memberikan pengenalan terhadap eksistensi negara kita sebagai
Negara kepulauan sebagaimana yang terdapat dalam Deklarasi Djuanda yang
ditandatangani pada tanggal 13 Desember 1957 yang memberikan penjelasan
tentang batas wilyah perairan Indonesia yang semula hanya 3 mil bertambah
menjadi 12 mil yang telah menghubungkan semua perairan antar pulau
diIndonesia. Dengan demikian dari hasil Deklarasi itu telah menghilangkan
wilayah laut internasional atau kantong-kantong wilayah internasional yang dapat
mengancam integritas Negara kesatuan Republik Indonesia.

Saran.

Dari kesimpulan diatas ada beberapa hal yang harus dilaksanakan oleh seluruh
komponen yang ada dalam upaya peningkatan pemahaman wawasan kebangsaan
sebagai sarana dalam meningkatkan semangat nasionalisme bagi warga Negara
Indonesia diantaranya sebagai berikut :

1). Sebaiknya pemerintah dalam menjaga keutuhan wilayah negara kepulauan


harus mampu melaksanakan amanah apa yang telah dicapai dalam Deklarasi
Djuanda terhadap penetapan batas-batas wilayah laut Indonesia memberi
penjelasan kepada kita bangsa Indonesia adalah sebagai negara kepulauan, maka
seharusnya pemerintah memperhatikan armada angkatan laut harus kuat dengan
didukung oleh peralatan kapal-kapal angkatan perangnya yang harus modern.
Semua ini dilakukan demi menjaga batas-batas wilayah negara kita, agar tidak di
masuki oleh kapal-kapal asing yang menyalagunakan perairan Indonesia untuk
kepentingan negaranya. Dan untuk daerah yang masih menunjukan gerakan ingin
berpisah dari Negara Kesatuan RI, seharusnya pemerintah harus tegas dalam
menumpas gerakan separatis setelah memberikan alternatif otonomi daerah,
tetapi masih menghendaki untuk menjadi negara sendiri langkah untuk
menghentikan tidak lain dengan ketegasan pemerintah untuk mempertahankan
keutuhan wilayah Negara Kesatuan RI.

2). Dengan memudarnya semangat nasionalisme yang akhir-akhir ini


menyebabkan integritas negara terancam yang disebabkan oleh beberapa faktor
intern maupun ekstern, sebaiknya peran pendidikan melalui sekolah formal dan
non formal bagi para pendidik dilingkungannya masing-masing menyadari
permasalahan tersebut, dan segera mengambil langkah-langkah perbaikan sikap
dan perilaku masyarakat yang menghambat proses nasionalisme kita sebagai
masyarakat Indonesia dengan memberikan pemahaman pada masyarakat kita
bahwa budaya yang menonjolkan atau lebih memprioritaskan kepentingan etnis
tertentu diatas kepentingan negara (publik) harus ditinggalkan, karena semua
etnis yang ada diIndonesia semuanya sama didepan hukum dan pemerintahan
sebagaimana amanat konstitusi.

3). Apa yang sudah terbina selama ini sebagai satu kesatuan bahasa dan wilayah
agar tetap dipertahankan oleh generasi sekarang supaya integritas Negara
Kesatuan RI sebagai negara kepulauan masih dalam kondisi yang sama
sebagaimana pada awal Deklarasi Djuwanda pada tahun 1957. Khusus bagi
lembaga-lembaga non pemerintah seperti organisasi LSM (NGO) atau organisasi
kemasyarakatan dalam melaksanakan program pembangunan, supaya
memandang semua etnis memiliki kedudukan yang sama didepan hukum dan
pemerintahan. Sikap ini akan lebih memperkuat keutuhan Negara Kesatuan RI
dan dapat menghindari konflik antara etnis.

4). Dan harapan kami kepada seluruh komponen masyarakat baik swasta atau
pemerintah, lingkungan pendidikan formal maupun non formal, pihak LSM (NGO)
harus memahami dari apa yang ada dalam hasil Deklarasi Djuanda yang telah
memberikan penjelasan tentang batas-batas wilayah perairan Indonesia, agar
supaya isi deklarasi tersebut dapat menjadi alasan untuk kita mempertahankan
batas-batas wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan demi menjaga eksistensi
negara Indonesia sampai kapanpun.

DAFTARPUSTAKA
M. Budiyarto Tahun 1980”Wawasan Nusantara dalam peraturan Perundang-
Undangan Negara Republik Indonesia” Penerbit Ghalia Indonesia.

Diamond.Larri Tahun 1998”Nasionalisme konflik etnik dan Demokrasi” Penerbit


ITB

Smith.D. Anthoni Tahun 2003”Nasionalisme Teori ideologi sejarah” Penerbit


Erlangga.

Lemhanas Tahun 1982”Bunga Rampai wawasan Nusantara

E Mail danipurwanegara @ Yahoo.Com

Anda mungkin juga menyukai