Bangsa Indonesia yang lahir dari keanekaragaman suku, agama, budaya, bahasa, dan daerah
asal yang tersebar luas dalam ribuan pulau perlu menyepakati suatu cara hidup bersama
dalam kebhinekaan sebagai warga negara suatu bangsa. Salah satu cara hidup bersama itu
ialah cara pandang tentang diri dan lingkungan dalam mencapai tujuan bersama, yaitu tujuan
nasional. Cara pandang yang dimaksud bagi bangsa Indonesia ialah Wawasan yang mengacu
pada kondisi dan konstelasi geografi, sosial budaya, serta faktor kesejarahan, dan
perkembangan lingkungan. Dengan demikian, konsepsi yang terkandung di dalamnya
merupakan simpulan dari pengalaman masa lalu dan lingkungannya yang relevan saat ini
serta valid di masa datang, sehingga dapat dijadikan acuan dalam melakukan interaksi
antar komponen bangsa dan bahkan dunia dalam hidup bersama dan berdampingan yang
damai dan saling bermanfaat.
Bangsa Indonesia yang menegara merupakan suatu kenyataan meskipun bila ditinjau dari
asal-usul dan terjadinya merupakan keluarbiasaan yang tergolong sangat unik, ternyata
bangsa ini berkembang maju hingga saat ini. Hal itu dimungkinkan karena ada faktor
pendorong dan pengikat yang kuat. Konsepsi Wawasan Nusantara mengandung faktor-faktor
yang dimaksud, yang bila diimplementasikan dapat memperkuat dorongan dan ikatan yang
mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa, yang dijiwai rasa kekeluargaan, persaudaraan
dan kebersamaan sehingga, terpeliharanya kesatuan wilayah nasional. Di atas kondisi yang
tercipta dari Ideologi Pancasila, Ketahanan Nasional dengan Kewaspadaan serta Wawasan
Nusantara, selanjutnya dapat dibangun dan dilaksanakan pembangunan nasional, yang
memungkinkan tercapainya tujuan Nasional sesuai dengan harapan bersama.
Pancasila dan UUD 1945 merupakan landasan Wawasan Nusantara karena dalam Pembukaan
UUD 1945 tercantum Pancasila dan mengandung nilai-nilai universal dan lestari serta dapat
digunakan sebagai acuan rumusan, konsep, prinsip, dan cara pandang yang Nusantara.
Dengan demikian, Wawasan Nusantara merupakan perwujudan pesan-pesan dalam
Pembukaan UUD 1945 dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, selain
dari pada itu Wawasan kebangsaan mengandung nilai-nilai yang berkaitan dengan
pemanfaatan ruang Negara sebagai suatu wilayah Kekuatan Negara, penduduk negara
sebagai potensi sumber daya manusia maupun sumber daya alamnya yang melimpah.
Nilai-nilai tersebut dikelompokkan dalam lima pesan pokok, yaitu pertama bagaimana
penghargaan terhadap harkat dan martabat bangsa Indonesia yang harus terus dipertahankan
dan dapat ditingkatkan. Memiliki kekuatan tekad untuk tujuan maupun cita-cita nasionai,
tempat mempertahankan dan memperjuangkan kepentingan nasional yang pada hakikatnya
adalah kepentingan keamanan dan kesejahteraan guna mempertahankan persatuan dan
kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah, tanah air dan bangsa. Selanjutnya adalah
kesepakatan tentang cara pencapaian tujuan nasional yang merupakan himpunan nilai-
nilai yang meliputi bersatu, berdaulat, adil, dan makmur yang menjadi fondasi untuk
memperkokoh Persatuan dan Kesatuan NKRI.
Adapun pembahasan atas nilai-nilai wawasan Kebangsaan itu diurai melalui pemahaman
nilai-nilainya, pengertian hakekat dan prinsip serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
pemahaman dan bagaimana memasyarakatkan pemahamannya untuk memperkokoh
Persatuan dan Kesatuan bangsa ? Oleh sebab itu memahami sungguh-sungguh nilai-nilai
Wawasan Kebangsaan adalah menjadi kewajiban setiap warga negara, sehingga
terbentuklah sikap moral yang kuat, guna ikut berpartisipasi dalam rangka memperkokoh
Persatuan dan Kesatuan NKRI.
isi
Wawasan kebangsaan adalah cara pandang kita terhadap diri sendiri sebagai bangsa yang
harus mencerminkan rasa dan semangat kebangsaan (karakter bangsa) dan mampu
mempertahankan jati dirinya sebagai bangsa, yaitu Pancasila.[5] Dalam kaitan bernegara kita
memiliki UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Bhineka Tunggal Ika,
dan pemahaman tentang geografi negaranya yang adalah negara kepulauan.Wawasan
kebangsaan adalah cara pandang suatu bangsa terhadap prinsip-prinsip dasar kebangsaan
yang menjadi ciri atau identitas kepribadian bangsa tersebut dengan dilandasi kesadaran
bahwa masyarakat Indonesia yang berada di dalam NKRI adalah bangsa yang satu dan akan
dipertahankan sampai kapanpun untuk melangkah ke depan dalam mencapai tujuan nasional.
Imbas dari kegagalan tersebut adalah bahwa Pancasila dianggap sebagai ideologi yang telah
usang dan tidak mampu menjawab persoalan-persoalan bangsa. Disinilah kemudian muncul
ide-ide untuk menggantikan peran Pancasila dengan ideologi lain, misalnya dengan ideologi
agama tertentu. Ada keinginan untuk membuat Indonesia menjadi negara berdasarkan syariat
Islam, dimana menurut mereka yang mengusungnya perubahan itu akan membawa solusi
tuntas terhadap masalah-masalah yang dihadapi bangsa Indonesia.
Dengan adanya kondisi yang demikian, maka pendidikan wawasan kebangsaan menjadi
sangat vital untuk mewujudkan keutuhan bangsa yang sudah mulai memudar dalam hal rasa
cinta tanah air dan penghargaan terhadap bangsa dan Negara.
Disamping itu jika kita cermati, degradasi wawasan kebangsaan yang melanda Indonesia
ketika memasuki era reformasi, secara tidak kita sadari merupakan upaya asing untuk
melemahkan Bangsa Indonesia dengan mengganti budaya dan etika hasil kearifan lokal
dengan nilai-nilai Barat yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Dahulu setiap hari
Senin kita melaksanakan upacara pengibaran bendera merah putih, peringatan hari besar
Nasional, namun sekarang kondisinya sudah berbeda. Bahkan di kantor-kantor pemerintah,
institusi perguruan tinggi tradisi tersebut sudah lenyap, hanyalah institusi dari TNI dan
POLRI yang masih melestarikannya.
Permasalahan lainnya yang juga sudah sangat kronis adalah perilaku korup dari para pejabat
negara yang menyelewengkan uang rakyat untuk kepentingan pribadi maupun kelompoknya.
Tindakan korupsi para pejabat ini berperan besar dalam mempercepat degradasi kehidupan
berbangsa dan bernegara, masyarakat menjadi kehilangan kepercayaan terhadap pemimpin
negara dan kehilangan role model. Selain itu, terdapat kebobrokan dalam sistem politik dan
ekonomi yang kemudian semakin berdampak buruk dan melemahkan tingkat kesejahteraan
masyarakat. Dengan kodisi itu masyarakat pun tidak lagi memperdulikan cinta tanah air dan
bangsa, karena perhatian mereka telah tersita pada upaya mereka untuk mempertahankan
hidup.
Pelemahan wawasan kebangsaan sangat dipengaruhi oleh faktor dari dalam seperti yang telah
diuraikan diatas dan juga faktor dari lingkungan luar. Pengaruh globalisasi dengan adanya
kemajuan dalam bidang teknologi informasi telah memberikan dampak berupa pergeseran
tata kehidupan masyarakat Indonesia. Globalisasi merupakan proses interkoneksi yang terus
meningkat diantara berbagai masyarakat, sehingga kejadian-kejadian yang berlangsung
disebuah negara mempengaruhi negara dan masyarakat lainnya.[7]
Oleh karena itu, untuk mengatasi berbagai permasalahan kebangsaan yang terjadi saat ini
maka wawasan kebangsaan perlu direvitalisasi. Revitalisasi wawasan kebangsaan sangatlah
mendesak untuk dilakukan demi terwujudnya NKRI yang mampu melidungi segenap bangsa
Indonesia.
o
Adanya egosentrisme
Adanya Sikap etnonasionalisme.
Adanya pemahaman penerapan otonomi daerah yang mengarah kepada
sikap etnosentrisme.
Adanya kesenjangan program pembangunan pemerintah pusat pada
pemerintah daerah.
Pelaksanaan program pemerintah pada saat itu yang diaksanakan dengan sistem
pemerintahan sentralistik didasarkan pada ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun
1974 dimana pada saat itu kewenangan pemerintah pusat lebih dominan dalam
penyelenggaran pemerintah didaerah. Dengan sistem ini pula daerah merasa di
anak tirikan dalam melaksanakan program pembangunan, sehingga ada daerah-
daerah diIndonesia merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah pusat . oleh
karenanya didaerah telah menimbulkan konflik fertikal antara pemerintah pusat
dan daerah. Hal ini ditunjukan oleh gerakan separatis yang ada di Aceh dan Papua.
Semua permasalahan ini diakibatkan oleh karena kesalahan kebijakan pemerintah
pusat dalam mengelola negara dan hal ini pulalah yang telah menghambat
semangat nasionalisme karena pemerintah pusat tidak menggunakan konsep
wawasan nusantara sebagai landasan dalam melaksanakan program pembangunan
didaerah.
Pengaruh Globalisasi
Pengaruh dari konstalasi politik Internasional.
B. Kesatuan.
Potensi yang dimiliki oleh setiap daerah diIndonesia tidak merata dimana ada
daerah-daerah yang potensi alamnnya tidak dapat memenuhi kebutuhan
masyarakatnya, untuk itu pemerintah harusnya memperlakukan daerah yang
kurang mampu menghidupi masyarakatnya dilakukan dengan subisi silang pada
daerah tersebut. Hal ini dilakukan untuk membina kesatuan wilayah yang ada
diIndonesia. Dengan sistem itu daerah yang minus PAD merasa keberadaan negara
itu masih ada . selanjutnya yang harus diperhatikan oleh negara kita dalam
membina kesatuan dapat dilihat pada kekuatan dan kelemahan pada aspek-aspek
sebagai berikut :
a. Geografi.
b. Demografi.
Karena suku-suku atau penduduk yang mendiami pulau-pulau tidak tersebar secara
merata, maka pemerataan keadilan sosial harus diciptakan oleh pemerintah pusat.
c. Kekayan alam.
Karena tidak semua daeah tidak mempunyai potensi yang sama, maka
pertumbuhan daerah tidak dapat berkembang secara merata, oleh karena yang
harus dilakukan pemerintah harus mengupayakan daerah-daerah yang minus
mendapatkan subsidi silang dari pemerintah pusat.
Karena kemampuan komunikasi yang sangat kurang dan tersedianya fasilitas yang
sangat terbatas serta kecerdasan dari penduduk yang berbeda-beda maka kesadaran
akan ideologi dan politik masih jauh dari yang diharapkan, maka sikap pemerintah
harus berupaya mengatasi dengan memberikan sarana yang dibutuhkan oleh
masyarakat sehingga sosialisasi dapat diberikan lewat komunikasi media cetak
maupun elektronik yang menjangkau didaerah-daerah yang terisolir.
e. Ekonomi.
Karena kepadatan penduduk disuatu daerah tidak seimbang dengan potensi alam
yang tidak tersedia dan kurangnya fasilitas komunikasi, maka pertumbuhan
ekonomi secara merata sukar untuk dilaksanakan, oleh karenanya pemerintah harus
berupaya mengatasi hal tersebut dengan cara membuka lapangan pekerjaan dan
bidang usaha yang dapat mengangkat pertumbuhan ekonomi ddaerah-daerah yang
mengalami permasalahan tersebut.
f. Sosial Budaya.
g. Hankam.
Pemahaman yang sangat penting bagi warga Negara Indonesia adalah memahami
konsep negara kita sebagai negara kepulauan sebagaimana yang telah dapat
diwujudkan dalam Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957 wilayah
kita yang tadinya hanya 3 mil menjadi 12 mil sebagaimana isi dari Deklarasi
tersebut telah dapat menyatukan seluruh wilayah Negara kesatuan Republik
Indonesia, sehingga tidak ada lagi laut internasional diantara pulau-pulau yang ada
di Indonesia.
1. Pendidikan Formal.
Dengan melalui sosialisasi wawasan nusantara ini dapat dipahami oleh warga
masyarakat. Dengan demikian dapat memperkuat semangat nasionalisme untuk
saling menyadari bahwa kita sebetulnya berasal dari sejarah yang sama, nenek
moyang sama yang telah menjadi satu komunitas negara yang akan mewujudkan
harapan menuju kepada cita-cita menggapai masyarakat yang adil dan makmur
sebagaimana yang terdapat dalam rumusan pembukaan Undang-Undang Dasar
1945.
Dari uraian diatas, jika kita intisarikan upaya revitalisasi pendidikan wawasan kebangsaan
bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
A. Apabila wawasan kebangsaan sudah tinggi maka hal ini tidak akan terjadi lagi atau
setidaknya bisa dieliminasi dengan adanya rasa nasionalisme, budaya malu, rasa harga
diri, dedikasi serta semangat kerja yang tinggi.
Sejarah Bhineka Tunggal Ika
Jika diuraikan kata per kata, Bhineka berarti Berbeda, Tunggal berarti
Satu, dan Ika berarti Itu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa walaupun
berbeda-beda, tapi pada hakekatnya satu. Dengan kata lain, seluruh
perbedaan yang ada di Indonesia menuju tujuan yang satu atau sama,
yaitu bangsa dan Negara Indonesia.
Namun, banyak dari mereka masuk agama Islam dan ikut menyiarkan
agama Islam. Ketiga, golongan penduduk pribumi. Penduduk pribumi ini
jika berjalan tidak menggunakan alas kaki, rambutnya disanggul di atas
kepala. Penduduk pribumi sepenuhnya percaya pada roh-roh leluhur.
B. Konsep dasar Bhinneka Tunggal Ika
Pluralisme berasal dari kata plural yang berarti banyak, adalah suatu
faham yang mengakui bahwa terdapat berbagai faham atau entitas yang
tidak tergantung yang satu dari yang lain. Masing-masing faham atau
entitas berdiri sendiri tidak terikat satu sama lain, sehingga tidak perlu
adanya substansi pengganti yang mensubstitusi faham-faham atau
berbagai entitas tersebut. Salah satu contoh misal di Indonesia terdapat
ratusan suku bangsa. Menurut faham pluralisme setiap suku bangsa
dibiarkan berdiri sendiri lepas yang satu dari yang lain, tidak perlu adanya
substansi lain, misal yang namanya bangsa, yang mereduksi eksistensi
suku-suku bangsa tersebut.
We hold these truths to be self-evident, that all men are created equal,
that they are endowed by their Creator with certain unalienable Rights,
that among these are Life, Liberty, and pursuit of Happiness. That to
secure these rights, governments are instituted among men, deriving
just powers from the consent of the governed.
Men are born and remain free and equal in rights. Social distinction can be
based only upon public utility. The aim of every political association is the
preservation of the natural and imprescriptible rights of man. These rights
are liberty, property, security, and resistance to oppression.
Dari frase-frase yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut jelas
bahwa prinsip kebangsaan mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara
bagi bangsa Indonesia. Istilah individu atau konsep individualisme tidak
terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Dengan kata lain bahwa sifat
pluralistik yang diterapkan di Indonesia tidak berdasar pada individualisme
dan liberalisme.
Pluralitas atau pluralistik tidak merupakan suatu faham, isme atau keyakinan
yang bersifat mutlak. Untuk itu tidak perlu dikembangkan ritual-ritual tertentu
seperti halnya agama. Prinsip pluralistik dan multikulturalistik adalah asas
yang mengakui adanya kemajemukan bangsa dilihat dari segi agama,
keyakinan, suku bangsa, adat budaya, keadaan daerah, dan ras.
Kemajemukan tersebut dihormati dan dihargai serta didudukkan dalam suatu
prinsip yang dapat mengikat keanekaragaman tersebut dalam kesatuan yang
kokoh. Kemajemukan bukan dikembangkan dan didorong menjadi faktor
pemecah bangsa, tetapi merupakan kekuatan yang dimiliki oleh masing-
masing komponen bangsa, untuk selanjutnya diikat secara sinerjik menjadi
kekuatan yang luar biasa untuk dimanfaatkan dalam menghadapi segala
tantangan dan persoalan bangsa.
a. Perilaku inklusif.
Di depan telah dikemukakan bahwa salah satu prinsip yang
terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika adalah sikap inklusif.
Dalam kehidupan bersama yang menerapkan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika memandang bahwa dirinya, baik itu sebagai individu
atau kelompok masyarakat merasa dirinya hanya merupakan
sebagian dari kesatuan dari masyarakat yang lebih luas. Betapa
besar dan penting kelompoknya dalam kehidupan bersama, tidak
memandang rendah dan menyepelekan kelompok yang lain.
Masing-masing memiliki peran yang tidak dapat diabaikan, dan
bermakna bagi kehidupan bersama.
b. Mengakomodasi sifat pluralistik Bangsa Indonesia sangat pluralistik
ditinjau dari keragaman agama yang dipeluk oleh masyarakat, aneka
adat budaya yang berkembang di daerah, suku bangsa dengan
bahasanya masing-masing, dan menempati ribuan pulau yang tiada
jarang terpisah demikian jauh pulau yang satu dari pulau yang lain.
Tanpa memahami makna pluralistik dan bagaimana cara
mewujudkan persatuan dalam keanekaragaman secara tepat,
dengan mudah terjadi disintegrasi bangsa. Sifat toleran, saling
hormat menghormati, mendudukkan masing-masing pihak sesuai
dengan peran, harkat dan martabatnya secara tepat, tidak
memandang remeh pada pihak lain, apalagi menghapus eksistensi
kelompok dari kehidupan bersama, merupakan syarat bagi
lestarinya negara-bangsa Indonesia. Kerukunan hidup perlu
dikembangkan dengan sepatutnya. Suatu contoh sebelum terjadi
reformasi, di Ambon berlaku suatu pola kehidupan bersama yang
disebut pela gandong, suatu pola kehidupan masyarakat yang tidak
melandaskan diri pada agama, tetapi semata-mata pada kehidupan
bersama pada wilayah tertentu. Pemeluk berbagai agama
berlangsung sangat rukun, bantu membantu dalam kegiatan yang
tidak bersifat ritual keagamaan. Mereka tidak membedakan suku-
suku yang berdiam di wilayah tersebut, dan sebagainya. Sayangnya
dengan terjadinya reformasi yang mengusung kebebasan, pola
kehidupan masyarakat yang demikian ideal ini telah tergerus arus
reformasi.
PENUTUP
Kesimpulan.
1). Kondisi pemahaman wawasan kebangsaan saat ini dapat dilihat dengan
kegagalan pemerintah pusat dalam upaya menciptakan stabilitas baik didalam
negeri maupun luar negeri. Realitas yang nampak adalah dimana batas wilayah
Negara kesatuan yang telah dicaplok oleh negara-negara lain seperti Malaysia
menunjukan kepada kita ketidak mampuan pemerintah kita dalam menjaga
keutuhan wilayah Negara kesatuan RI sebagai Negara kepulauan. Gerakan
separatis yang mewarnai problem pemerintahan kita menujukan pula ada sesuatu
yang salah dalam pelaksanaan kebijakan pemerintahan pusat pada daerah.
Dengan demikian kebijakan otonomi daerah yang tadinya sebagai solusi alternatif
pemecahan masalah, justru menimbulkan konflik didaerah.
Saran.
Dari kesimpulan diatas ada beberapa hal yang harus dilaksanakan oleh seluruh
komponen yang ada dalam upaya peningkatan pemahaman wawasan kebangsaan
sebagai sarana dalam meningkatkan semangat nasionalisme bagi warga Negara
Indonesia diantaranya sebagai berikut :
3). Apa yang sudah terbina selama ini sebagai satu kesatuan bahasa dan wilayah
agar tetap dipertahankan oleh generasi sekarang supaya integritas Negara
Kesatuan RI sebagai negara kepulauan masih dalam kondisi yang sama
sebagaimana pada awal Deklarasi Djuwanda pada tahun 1957. Khusus bagi
lembaga-lembaga non pemerintah seperti organisasi LSM (NGO) atau organisasi
kemasyarakatan dalam melaksanakan program pembangunan, supaya
memandang semua etnis memiliki kedudukan yang sama didepan hukum dan
pemerintahan. Sikap ini akan lebih memperkuat keutuhan Negara Kesatuan RI
dan dapat menghindari konflik antara etnis.
4). Dan harapan kami kepada seluruh komponen masyarakat baik swasta atau
pemerintah, lingkungan pendidikan formal maupun non formal, pihak LSM (NGO)
harus memahami dari apa yang ada dalam hasil Deklarasi Djuanda yang telah
memberikan penjelasan tentang batas-batas wilayah perairan Indonesia, agar
supaya isi deklarasi tersebut dapat menjadi alasan untuk kita mempertahankan
batas-batas wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan demi menjaga eksistensi
negara Indonesia sampai kapanpun.
DAFTARPUSTAKA
M. Budiyarto Tahun 1980”Wawasan Nusantara dalam peraturan Perundang-
Undangan Negara Republik Indonesia” Penerbit Ghalia Indonesia.