Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020

PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

BAB IV
RENCANA PENGEMBANGAN MEP
5.1. KONSEP MEKANIKAL DAN PLUMBING
5.1.1. Lingkup Pekerjaan
1. Sistem Air Bersih
2. Sistem Air Kotor dan Air Bekas

5.1.2 Referensi dan Kriteria Perencanaan


Referensi dan Standarisasi
a. SNI 03-7065-2005, Perencanaan Sistem Plambing
b. SNI 03-8153-2015, Sistem Plambing pada Bangunan Gedung
c. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.416/MENKES/PER/IX/1990, tentang Syarat-syarat dan
Pengawasan Kualitas Air
d. Perancangan dan Pemeliharaan Sistem Plambing, Soufyan Moh. Noerbambang dan Takeo
Morimura, Cetakan ke-8, 2000

5.1.3 Sistem Air Bersih


1. Standar kualitas air minum mengikuti standar WHO
2. Tekanan statis air di katup pengatur = 1 – 4 bar
3. Sumber air bersih dari PDAM
4. Sistem distribusi air bersih menggunakan sistem boosting
5. Beban unit alat plambing dalam Fixture Unit (tabel 3, ref. b) :
Pribadi Umum
a. WC dengan tangki gelontor : 2,5 FU 2,5 FU
b. Urinal dengan tangki gelontor : 2 FU 2 FU
c. Kran : 2,5 FU 2,5 FU
(Penambahan) : 1 FU 1 FU
d. Wastafel : - 2 FU
e. Shower : 2 FU 2 FU
f. Bak cuci piring : 1,5 FU 1,5 FU
6. Kebutuhan air bersih
a. Asrama : 120 ltr/hari/orang
b. Kantor : 50 ltr/hari/orang

IV-1
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

c. Aula : 25 ltr/hari/orang
d. Kantin : 15 ltr/hari/orang
e. Masjid : 5 ltr/hari/orang
f. Pasar, Toserba : 5 ltr/m2
7. Cadangan air bersih dihitung untuk kebutuhan 1 (satu) hari
8. Kecepatan aliran air dalam pipa maksimum 2 m/detik

IV-2
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

5.1.4 Sistem Air Kotor dan Air Bekas


1. Pembuangan air kotor dari alat plambing (saniter) disalurkan ke STP.
2. Pembuangan air bekas dari alat plambing (saniter) disalurkan ke saluran kota.
3. Kemiringan pipa :
a. Pipa berdiameter < Ø 100 mm, slope 1 %
b. Pipa berdiameter  Ǿ 100 mm, slope 2 %
4. Beban unit alat plambing dalam Fixture Unit (tabel 10, ref. b) :
Pribadi Umum
a. WC dengan tangki gelontor : 3 FU 4 FU
(Untuk kloset ketiga dan seterusnya dihitung 6 FU)
b. Urinal dengan tangki gelontor : 2 FU 2 FU
c. Floor Drain : 2 FU 2 FU
d. Wastafel : 2 FU 2 FU
e. Bak cuci piring : 2 FU 2 FU

IV-3
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

IV-4
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

IV-5
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

5.1.5. Kriteria Perencanaan


1. Klasifikasi Bahaya Kebakaran
Bahaya kebakaran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu :
a. Bahaya kebakaran ringan
Adalah bahaya kebakaran pada tempat di mana terdapat bahan-bahan yang mempunyai nilai
kemudahan terbakar rendah. Apabila terjadi kebakaran, melepaskan panas rendah dan
menjalarnya api lambat.
b. Bahaya kebakaran sedang
Bahaya kebakaran tingkat ini dibagi lagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Kelompok I
Adalah bahaya kebakaran pada tempat di mana terdapat bahan-bahan yang mempunyai nilai
kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak
lebih dari 2,5 meter. Apabila terjadi kebakaran, melepaskan panas sedang sehingga
menjalarnya api sedang.
2. Kelompok II
Adalah bahaya kebakaran pada tempat di mana terdapat bahan-bahan yang mempunyai nilai
kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak
lebih dari 4 meter. Apabila terjadi kebakaran, melepaskan panas sedang sehingga menjalarnya
api sedang.
3. Kelompok III
Adalah bahaya kebakaran pada tempat di mana terdapat bahan-bahan yang mempunyai nilai
kemudahan terbakar tinggi. Apabila terjadi kebakaran, melepaskan panas tinggi sehingga
menjalarnya api cepat.
c. Bahaya kebakaran berat
Adalah bahaya kebakaran pada tempat di mana terdapat bahan-bahan yang mempunyai nilai
kemudahan terbakar tinggi. Apabila terjadi kebakaran, melepaskan panas sangat tinggi sehingga
menjalarnya api sangat cepat.

2. Sistem Hidran
1. Type Sistem Stand Pipe
a. Automatic wet
Merupakan sistem stand pipe basah yang memiliki suplai air yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan sistem secara otomatis.
b. Automatic dry

IV-6
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

Merupakan sistem stand pipe kering, biasanya diisi dengan udara bertekanan dan
dirangkaikan dengan suatu alat, seperti dry pipe valve untuk menerima air ke dalam sistem
perpipaan secara otomatis dengan membuka hose valve. Pompa akan bekerja secara otomatis
pada saat alarm berbunyi, sehingga air akan segera mengalir untuk menanggulangi kebakaran.
c. Semi automatic dry
Merupakan sistem stand pipe kering yang dirangkaikan dengan suatu alat, seperti deluge
valve untuk menerima air ke dalam sistem perpipaan dengan cara mengaktifkan suatu alat
pengontrol jarak jauh yang terletak pada setiap hose connection. Suplai air harus mampu
memenuhi kebutuhan sistem.
d. Manual wet
Merupakan sistem stand pipe basah yang memiliki suplai air yang sedikit, hanya untuk
memelihara keberadaan air dalam pipanya, namun tidak bisa untuk memenuhi kebutuhan
sistem. Suplai air sistem diperoleh dari fire department pumper.
e. Manual dry
Merupakan sistem stand pipe yang tidak memiliki suplai air yang permanen. Air yang
diperlukan diperoleh dari fire department pumper, kemudian dipompakan ke dalam sistem
melalui fire department connection.
2. Kelas Sistem Stand Pipe
a. Kelas I
Merupakan sistem stand pipe yang harus menyediakan hose connection Ø65 mm untuk
mensuplai airnya, khususnya digunakan oleh petugas pemadam kebakaran dan orang-orang
yang terlatih untuk menangani kebakaran berat.
b. Kelas II
Merupakan sistem stand pipe yang harus menyediakan hose connection Ø40 mm untuk
mensuplai airnya, digunakan oleh penghuni gedung atau petugas pemadam kebakaran
selama tindakan pertama. Pengecualian dapat dilakukan dengan menggunakan hose
connection Ø25 mm, jika kemungkinan bahaya sangat kecil dan telah disetujui oleh instansi
yang berwenang.
c. Kelas III
Merupakan sistem stand pipe yang harus menyediakan baik hose connection Ø40 mm untuk
digunakan oleh penghuni gedung maupun hose connection Ø65 mm untuk digunakan oleh
petugas pemadam kebakaran dan orang-orang yang terlatih untuk menangani kebakaran
berat.

IV-7
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

IV-8
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

IV-9
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

5.1.6. Referensi dan Sistem Pemadam Kebakaran


1. Referensi dan Standarisasi
a. SNI 03 – 1735 – 2000, Tata cara Perencanaan Akses Bangunan dan Akses Lingkungan untuk
Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung
b. SNI 03 – 1746 – 2000, Tata cara Perencanaan dan Pemasangan Sarana Jalan Keluar untuk
Penyelamatan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung
c. SNI 03 – 3985 – 2000, Tata cara Perencanaan, Pemasangan dan Pengujian Sistem Deteksi dan
Alarm Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung
d. SNI 03 – 6570 – 2001, Instalasi Pompa yang dipasang tetap untuk Proteksi Kebakaran
e. SNI 03 – 6571 – 2001, Sistem Pengendalian Asap Kebakaran pada Bangunan Gedung
f. NFPA 14, Standard for the Installation of Standpipe, Private Hdyrant and Hose Systems, 2000
Edition
g. NFPA 20, Standard for the Installation of Stationary Pumps for Fire Protection

2. Sistem Pemadam Kebakaran


Sistem pemadam kebakaran yang dimaksud adalah untuk menyediakan peralatan-peralatan yang
diharapkan mampu memadamkan api apabila terjadi kebakaran. Dalam hal ini perlu diterapkan
peraturan-peraturan yang berlaku.

a. Prosedur Pemadam Kebakaran


 Apabila terjadi kebakaran di dalam gedung, digunakan pemadam api ringan untuk
pertama kali.
 Pemadam api dari media air dengan sistem manual hidran harus disediakan di dalam dan
di luar gedung. Sistem hidran ini digunakan apabila pemadam api ringan tidak berhasil
memadamkan api.

b. Dasar Perencanaan Pemadam Kebakaran


 Untuk pemadam kebakaran dengan sistem hidran memakai suatu sistem kombinasi
(combine system).
 Pompa pemadam kebakaran terdiri dari pompa utama dan pompa pemacu (jockey pump).
 Pemadam kebakaran dengan sistem hidran :
1. Sistem : Wet riser klas lll NFPA
2. Tekanan : 4,5 bar di titik tertinggi (hose connection Ø40 mm) dan 6,9
bar di titik terjauh (hose connection Ø65 mm)

IV-10
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

3. Kotak hidran : Selang Ø40 mm dan Ø65 mm lengkap dengan nozzle


4. Jumlah kotak hidran : 1 buah setiap 800 m2 luas lantai
5. Panjang selang : 30 meter
 Untuk hidran di luar gedung adalah :
1. Menggunakan hydrant pillar ukuran Ø100 x Ø65 x Ø65 mm.
2. Setiap hydrant pillar dilengkapi dengan kotak hidran untuk menyimpan hose/ selang
Ø65 mm dengan panjang 30 m dan ukuran hose nozzle Ø25 mm.
 Pompa dan tangki air
1. Aliran air dalam instalasi hidran dari pompa pemadam kebakaran.
2. Pompa pemadam kebakaran terdiri atas :
- 1 pompa utama electric (electric pump)
- 1 pompa utama diesel (diesel pump)
- 1 pompa pemacu (jockey pump)
3. Jenis pompa adalah centrifugal end suction pump
4. Tangki air sebesar 750 GPM dan 45 menit aliran air
5. Power pompa hidran disambung 100 % dengan Emergency Genset

3. Cara Kerja Pompa Pemadam Kebakaran


a. Dalam kondisi normal, tekanan air dalam pipa (wet riser) disetting pada tekanan minimal
yang dipersyaratkan di ujung nozzle sebesar 6,5 kg/cm2.
b. Semua pompa dilengkapi dengan pressure switch dan pressure gauge.
c. Apabila tekanan dalam pipa turun sebesar ± 8 kg/cm2, maka secara otomatis pompa
pemacu (jockey pump) akan bekerja sampai tekanan di dalam pipa (wet riser) kembali
seperti keadaan semula.
d. Jika tekanan dalam pipa turun, maka secara otomatis pompa utama (electric pump) akan
bekerja.
e. Apabila listrik padam (PLN), maka secara otomatis pompa utama (Diesel Fire Pump) akan
bekerja.
f. Dan apabila tekanan dalam pipa melebihi tekanan yang diijinkan (NPFA 14, tekanan
maksimum 15 kg/cm2), maka safety valve akan membuka secara otomatis.
g. Sistem kerja pompa utama direncanakan bekerja (start) secara otomatis, sedangkan untuk
menghentikannya secara manual.

IV-11
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

4. Pemadam Api Ringan (APAR)


1. Jarak maksimum untuk mencapai APAR sejauh 20 meter untuk ruang kantor dan 15 meter
untuk ruang produksi.
2. Jumlah APAR sebanyak 2 buah per lantai dan 1 buah setiap penambahan 200 m2.
3. Jenis APAR dan kapasitasnya :
- Multi Purpose Dry Powder 3 kg
- CO2 5 kg

5. Data-data pompa pemadam kebakaran :


a. Pompa utama electric (electric fire pump)
- Kapasitas : 750 gpm
- Head pompa : 85 m
- Daya Pompa : 65 kW
- Jenis : End Suction Fire Pump
- Jumlah : 1 unit
b. Pompa utama diesel (diesel fire pump)
- Kapasitas : 750 gpm
- Head pompa : 85 m
- Jenis : End Suction Fire Pump
- Jumlah : 1 unit + Diesel
c. Pompa pemacu (jockey pump)
- Kapasitas : 10 m3
- Head pompa : 90 m
- Daya Pompa : 4 kW
- Jenis : Vertical Multistage Centrifugal Pump
- Jumlah : 1 unit

6. Perhitungan Kapasitas Tangki Air Pemadam Kebakaran


Perhitungan kapasitas tangki air pemadam kebakaran yang mampu menampung air bersih untuk
kebutuhan kapasitas pompa sistem pemadam kebakaran minimum 45 menit.
Kapasitas tangki pemadam kebakaran (FWT) :
FWT = 750 GPM x 45 menit
= 750 x 3,785 liter/menit x 45 menit
= 128 m3

IV-12
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

Jadi, kapasitas tangki pemadam kebakaran (FWT) yang direncanakan = 130 m3


5.2 KONSEP ELEKTRIKAL
INSTALASI SISTEM LISTRIK
5.2.1 Pendahuluan
Sistem listrik yang akan direncanakan dengan sistem yang mampu mengatasi segala
kemungkinan terputusnya suplai listrik ke distribusi beban. Pada sistem listrik ini akan
dijelaskan gambaran secara garis besar mengenai instalasi listrik serta besarnya beban listrik,
suplai listrik, distribusi listrik dan sistem proteksi yang digunakan.

5.2.2 Lingkup Pekerjaan Sarana Kelistrikan


Lingkup sarana listrik arus kuat ádalah :
a. Sistem instalasi penerangan dan stop kontak.
b. Sistem instalasi daya
c. Sistem instalasi tegangan menengah dan trafo distribusi
d. Sistem instalasi tegangan rendah
e. Sistem instalasi diesel-generator set
f. Sistem instalasi pertanahan
g. Sistem instalasi penyalur petir

5.2.3 Dasar Dan Standar Perencanaan


Dasar dan Standard serta peraturan ádalah berdasarkan :
1. SNI No.04-0255-2000 tentang Peraturan Umum Instalasi Listrik PUIL 2010
2. Standart dan peraturan-peraturan /ketentuan-ketentuan yang ada pada PLN
3. SNI No.03-7013 Tahun 2004 ,Sistem Proteksi Petir Bangunan Gedung
4. SNI No.03-6197 Tahun2000 tentang Konsevasi Energi Sistem Pencahayaan pada
Bangunan Gedung
5. Paduan Pencahayaan Sisi Luar BangunanTinggi dan Penting di Wilayah DKI.Jakarta
tahun 1999 atau edisi terakhir
6. Standar IEC dan standar internasional lainnya bagi hal-hal yang belum diatur dalam
standar/peraturan diatas

5.2.4 Sumber Daya Listrik


Untuk mensuplai seluruh kebutuhan daya listrik pada gedung maka
direncanakan sumber daya listrik dari :
- Perusahaan umum listrik negara (PLN)
IV-13
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

- Diesel Generator Set


PLN merupakan sumber listrik utama yang akan mensuplai seluruh beban
didalam gedung. Sistem suplai listrik yang direncanakan pada kompleks ini adalah
dengan berlangganan tegangan menengah 20 KV, 3 Phase, 50 Hertz. Sumber listrik PLN
tersebut dihubungkan denga Panel Distribusi Tegangan Menengah (PDTM) yang berada
di power house. Menggunakan transformer distribusi 20 KV/380 V untuk menurunkan
tegangan dari tegangan menengah menjadi tegangan rendah. Kemudian listrik tegangan
rendah tersebut dihubungkan ke Panel Distribusi Tegangan Rendah (PDTR) yang berada
di ruang panel. Dari PDTR ini sumber listrik tegangan rendah 380/220V didistribusikan
ke seluruh beban listrik untuk semua gedung.
Untuk sumber listrik cadangan yang dibutuhkan pada gedung, bilamana aliran
daya listrik dari PLN terputus (failure), maka disediakan diesel generator set.
Kapasitas genset yang direncanakan adalah 100 % back-up listrik PLN. Diesel
Generator Set yang akan digunakan direncanakan meliputi 4 zona/kawasan adalah
sebagai berikut :
Generator -Set
 Kapasitas : 1.000 Kva,Stanby Power
 Tegangan : 380/220 Volt
 Rpm : 1.500
 Phasa : 3
 Frekwensi : 50 Hz
 Jumlah : 1 unit

5.2.5 Koordinasi Sistem Operasi Pln Dan Generator Set


Peraturan sistem kerja dari PLN dan diesel generator set dikelompokkan dalan tiga
keadaan yaitu :
 Keadaan dimana PLN dapat mensuplai daya listrik, selanjutnya disebut Keadaan
Normal.
 Keadaan dimana sumber daya PLN mengalami gangguan sehingga PLN tidak dapat
mensuplai daya listrik, selanjutnya disebut Keadaan PLN Padam
 Keadaan dimana terjadi kebakaran yang menyangkut keselamatan harta dan jiwa
manusia, selanjutnya keadaan ini disebut dengan Keadaan Emergensi.

a. Keadaan Normal

IV-14
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

Pada keadaan normal sumber daya listrik diperoleh dari PLN dengan tegangan
menengah 20 KV. Selanjutnya sumber listrik tersebut didistribusikan ke LVMDP
melalui transformator penurun tegangan 20 KV/380 V. Sumber listrik PLN tersebut
mensuplai seluruh jenis beban yang ada didalam gedung.

b. Keadaan PLN Padam


Pada keadaan kedua PLN padam, maka digunakan daya listrik cadangan dari
generator yang akan hidup secara otomatis.
Dengan hidupnya dumber daya cadangan dari generator, maka pemutus beban
yang meneruskan energi listrik dari transformator ke beban akan membuka secara
otomatis.
Kemudian untuk pemutus beban yang terhubung dengan generator akan
menutup dan seumber daya listrik cadangan dari generator akan mencatu daya ke
penerangan, stop kontak, lift dan perangkat elektronik yang ada didalam gedung.
Proses penggantian sumber daya listrik dari PLN ke generator set direncanakan
maksimal kurang lebih 15 detik dan pembagian beban masing-masing generator set
maksimal kurang dari 60 detik.

c. Keadaan Emergensi
Pada keadaan ini seumber daya listrik dapat diperoleh salah satu dari PLN
(apabila PLN tidak dipadamkan) ataupun dari diesel generator set.
Proses pengaturan kerja generator apabila PLN dipadamkan sama seperti pada
keadaan PLN padam.
Pada saat emergensi ini, beban-beban yang tidak mendukung bagi
penanggulangan kebakaran (beban-beban non prioritas) harus dipadamkan ,
sedangkan beban-beban prioritas lain yang berfungsi untuk usaha pemadaman
kebakaran ataupun untuk usaha penyelamatan jiwa manusia harus tetap disuplai.
Hal diatas diperoleh dari perencanaan sistem distribusi beban dipanel utama
tegangan rendah (PDTR) yang mana pengelompokkan beban-beban prioritas
dipisahkan dengan beban-beban lainnya.

5.2.6 Beban-Beban Listrik


Beban-beban listrik pada bangunan gedung ini direncanakan meliputi penerangan,
stop kontak, peralatan elektronik, sistem tata udara, pompa distribusi air bersih, pompa

IV-15
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

hidrant, sistem telephone, sistem tata suara, system fire alarm, motor-motor listrik dan
juga beban-beban peralatan control dan lain-lain.

Menurut derajat pentingnya beban, seluruh beban listrik dapat dikelompokkan menjadi
3 (tiga) kelompok beban sebagai berikut :
a. Beban Normal
Beban normal adalah seluruh beban-beban llistrik yang tersambung didalam/diluar
gedung hanya dilayani oleh sumber daya listrik utama PLN.
b. Beban Emergensi
Merupakan beban-beban listrik tersambung yang dapat dilayani sumber daya listrik
PLN atau sumber daya listrik cadangan diesel genset.
c. Beban Prioritas.
Merupakan sebagian dari beban normal yang harus (mutlak) tetap dilayani, baik
oleh system pelayanan PLN maupun system pembangkit tenaga listrik cadangan
(diesel generator set). Beban beban listrik ini digunakan untuk upaya penyelamatan
jiwa serta upaya penanggulangan bahaya kebakaran dapat dilakukan dengan baik.
Beban-beban listrik ini antara lain terdiri dari :
- Pompa hidran kebakaran
- Peralatan evakuasi
- Lampu-lampu emergensi
- Penerangan & stop kontak

IV-16
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

5.2.7 Sistem Distribusi Listrik


a. Umum
Sistem distrsibusi listrik digunakan sistem radial yang terdiri dari :
- Sistem Instalasi Tegangan Menengah
- Sistem Instalasi Tegangan Rendah

b. Sistem Instalasi Tegangan Menengah


Tegangan Menengah 20 KV dari PLN diterima pada incoming PDTM Pusat 20 KV
dan melalui out going PDTM(Panel Distribusi Tegangan Menengah) Pusat 20 KV,
daya disalurkan ketransformator yang merubah tegangan 20 KV menjadi
tegangan rendah 380/220 V.

b.1. Panel Tegangan Menengah PDTM 20 KV


- Standart = IEC 298/VDE 0670
- Rated Current = 630 A
- Type Protection = SF-6maksudnya pemutus (circuit breaker)
menggunakan pemutus dengan media gas
- Rated Voltage = 24 KV
- Frekwensi = 50 Hz
- Breaking capacity = 25 KA

b.2. Incoming Cable dari PLN : 20 KV


- Kabel yang dipakai XLPE insuled (type N2XSY)
- Conductor : Tembaga

b.3. Outgoing Cable ke transformator : 20 KV/380 V


- Kabel yang dipalai kabel XLPE, tipe N2XSY
- Konductor : Tembaga
c. Sistem Instalasi Tegangan Rendah

Daya dari sisi sekunder transformator yang bertegangan 380/220 Volt tersebut
kemudian disalurkan ke panel PDTR(Panel Distribusi Tegangan Rendah) yang terletak di
ruang genset.

IV-17
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

1. Pangabelan dari Transformator ke Panel Distribusi Utama


- Penghantar yang dipakai adalah kabel NYY
- Konduktor = Tembaga

2. Pangabelan dari Generator Set ke Panel PDTR


- Penghantar yang dipakai adalah kabel NYY
- Konduktor = Tembaga

Melalui panel distribusi tegangan rendah (PDTR), daya listrik


didistribusikan secara radial ke panel-panel listrik ditiap l, antara lain:
- Penerangan
- Telephon, Fire Alarm, Tata suara.
- Kotak-kotak
- Dan lain-lain.

5.2.8. Panel Listrik Dan Peralatannya

1. Pengaman Rangkaian Listrik


Pengaman dari panel listrik dipergunakan jenis Moulded Case
Circuit Breaker (MCCB), dan Miniature Circuit Breaker(MCB)

2. Tebal plat cabinet panel listrik


Ketebalan plat panel listrik untul wall mounted minimum 1,6 mm
dan untuk free standing adalah 2 mm

3. Pembuatan panel
Cara pembuatan dan ukuran dari panel disesuaikan dengan
Beban standard yang ada.

4. Sistem Proteksi
Sistem proteksi direncanakan dengan system proteksi bertingkat
pada panel-panel penerangan, panel daya dan panel sub – distribusi
serta panel distribusi utama.

IV-18
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

Jenis proteksi yang dipergunakan adalah :


1. Sistem proteksi terhadap gangguan hubung singkat
(Short Circuit)
2. Sistem Proteksi terhadap arus lebih (Over Current)
3. Sistem proteksi terhadap gangguan tanah (Ground Fault Current)
4. Sistem proteksi terhadap tegangan lebih (Over Voltage)
5. Sistem proteksi terhadap tegangan turun (Under Voltage)

Dengan adanya sisten proteksi diatas, apabila terjadi gangguan


seperti hubung singkat, arus lebih, dan lain-lain, circuit breakaer
secara otomatis akan membuka (Trip) sehingga gangguan tersebut
tidak akan merusak komponen listrik lainnya.
Seluruh batasan (rating) dan tingkat kemampuan dan kepekaan dari
komponen proteksi dipilih sedemikian rupa, sehingga karakteristik
proteksinya mempunyai selektivitas pengaman yang diinginkan dan
akan memback-up sistem lainnya.

5.2.9 Desain Sistem dan sub Sistem Jaringan Elektrikal


Desain sistem dan sub sistem jaringan (instalasi) Mekanikal elektrikal meliputi:
 Lay Out Sistem Jaringan seperti yang disebutkan dalam konsep diatas.
 Detail Sistem dan Perlengkapan Mekanikal Elektrikal berkaitan dengan posisi dan cara
pemasangan.
Selain hal tersebut. Pengembangan desain juga menghasilkan Rencana Kerja dan syarat-syarat
pelaksanaan termasuk spesifikasi Teknis dari bahan material yang digunakan.
Ledih lanjut mengenai hasil pengembangan perancangan berupa gambar detail untuk pelaksanaan
DED.
1. Penginderaan kebakaran
Sistem monitoring keamanan digunakan untuk memonitor situasikeamanan pada area-
area tertentu di seluruh kompleks gedung Stikes Tlogorejo, alat-alat, pengindera kebakaran.
Pekerjaan ini mencakup :
Sistem pengindera kebakaran konvensional
a). Peralatan pengindera kebakaran
- Manual push button
- Alarm bell
- Heat detector
IV-19
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

- Smoke detector
- Master Control for Fire Alarm / MCFA
b). Instalasi sistem pengindera kebakaran
- Kabel instalasi
- Pipa pelindung kabel

Sistem Konvensional: yaitu yang menggunakan kabel isi dua untuk hubungan antar detector ke
detector dan ke Panel. Kabel yang dipakai umumnya kabel listrik NYM 2x1.5mm atauNYMHY
2x1.5mm yang ditarik di dalam pipa conduit semisal EGA atau Clipsal. Pada instalasi yang cukup kritis
kerap dipakai kabel tahan api (FRC=Fire Resistance Cable) dengan ukuran 2x1.5mm, terutama untuk
kabel-kabel yang menuju ke Panel dan sumber listrik 220V. Oleh karena memakai kabel isi dua, maka
instalasi ini disebut dengan 2-Wire Type.

2. ROR (Rate of Rise) Heat Detector

Heat detector adalah pendeteksi kenaikan panas. Jenis ROR adalah yang paling banyak
digunakan saat ini, karena selain ekonomis juga aplikasinya luas. Area deteksi sensor bisa mencapai
50m2 untuk ketinggian plafon 4m. Sedangkan untukplafon lebih tinggi, area deteksinya berkurang
menjadi 30m2. Ketinggian pemasangan max. hendaknya tidak melebihi 8m. ROR banyak digunakan
karena detector ini bekerja berdasarkan kenaikan temperatur secara cepat di satu ruangan kendati
masih berupa hembusan panas. Umumnya pada titik 55oC - 63oC sensor ini sudah aktif dan
membunyikan alarm bell kebakaran. Dengan begitu bahaya kebakaran (diharapkan) tidak sempat
meluas ke area lain. ROR sangat ideal untuk ruangan kantor, kamar hotel, rumah sakit, ruang server,
ruang arsip, gudang pabrik dan lainnya.
Prinsip kerja ROR sebenarnya hanya saklar bi-metal biasa. Saklar akan kontak saat
mendeteksi panas. Karena tidak memerlukan tegangan (supply), maka bisa dipasang langsung pada
panel alarm rumah. Dua kabelnya dimasukkan ke terminal Zone-Com pada panel alarm. Jika
dipasang pada panel Fire Alarm, maka terminalnya adalah L dan LC. Kedua kabelnya boleh terpasang
terbalik, sebab tidak memiliki plus-minus. Sedangkan sifat kontaknya adalah NO (Normally Open).

IV-20
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

3. Fix Temperature
Fix Temperature termasuk juga ke dalam Heat Detector. Berbeda dengan ROR, maka Fix
Temperature baru mendeteksi pada derajat panas yang langsung tinggi. Oleh karena itu cocok
ditempatkan pada area yang lingkungannya memang sudah agak-agak "panas", seperti: ruang
genset, basement, dapur-dapur foodcourt, gudang beratap asbes, bengkel las dan sejenisnya.
Alasannya, jika pada area itu dipasang ROR, maka akan rentan terhadap False Alarm (Alarm Palsu),
sebab hembusan panasnya saja sudah bisa menyebabkan ROR mendeteksi. Area efektif detektor
jenis ini adalah 30m2 (pada ketinggian plafon 4m) atau 15m2 (untuk ketinggian plafon antara 4 -
8m). Seperti halnya ROR, kabel yang diperlukan untuk detector ini cuma 2, yaitu L dan LC, boleh
terbalik dan bisa dipasang langsung pada panel alarm rumah merk apa saja. Sifat kontaknya adalah
NO (Normally Open).

4. Smoke Detector
Smoke Detector mendeteksi asap yang masuk ke dalamnya. Asap memiliki partikel-partikel yang
kian lama semakin memenuhi ruangan smoke (smoke chamber) seiring dengan meningkatnya
intensitas kebakaran. Jika kepadatan asap ini (smoke density) telah melewati ambang batas
(threshold), maka rangkaian elektronik di dalamnya akan aktif. Oleh karena berisi rangkaian
elektronik, maka Smoke memerlukan tegangan. Pada tipe 2-Wire tegangan ini disupply dari panel
Fire bersamaan dengan sinyal, sehingga hanya menggunakan 2 kabel saja. Sedangkan pada tipe 4-
Wire (12VDC), maka tegangan plus minus 12VDC-nya disupply dari panel alarm biasa sementara
sinyalnya disalurkan pada dua kabel sisanya. Area proteksinya mencapai 150m2 untuk ketinggian
plafon 4m.
Conventional Fire Alarm Control Panel

IV-21
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

Tampak luar Panel Fire Alarm umumnya berupa metal kabinet dari bahan yang kokoh seperti terlihat
pada gambar di samping. Pada beberapa tipe ada yang berwarna merah, mungkin dengan maksud
agar bisa dibedakan dengan panel listrik ataupun panel instrumentasi lainnya.
Dalam sistem alarm, panel berfungsi sebagai pusat pengendali semua sistem dan merupakan inti
dari semua sistem alarm. Oleh sebab itu, maka lokasi penempatannya harus direncanakan dengan
baik, terlebih lagi pada sistem Fire Alarm. Syarat utamanya adalah tempatkan panel sejauh mungkin
dari lokasi yang berpotensial menimbulkan kebakaran dan jauh dari campur tangan orang yang tidak
berhak. Perlu diingat, kendati bukan merupakan alat keselamatan, namun sistem Fire Alarm sangat
bersangkutan jiwa manusia, sehingga kekeliruan sekecil apapun sebaiknya diantisipasi sejak dini.
Panel Fire Alarm memiliki kapasitas zone, misalnya 1 Zone, 5 Zone, 10 dan seterusnya. Pemilihan
kapasitas panel disesuaikan dengan banyaknya lokasi yang akan diproteksi, selain tentu saja
pertimbangan soal harga. Di bagian depannya tertera sederetan lampu indikator yang menunjukkan
aktivitas sistem. Kesalahan sekecil apapun akan terdeteksi oleh panel ini, diantaranya:
-Indikator Zone yang menunjukkan Lokasi Kebakaran (Fire) dan kabel putus (Zone Fault).
-Indikator Power untuk memastikan bagus tidaknya pasokan listrik pada sistem.
-Indikator Battery untuk memastikan kondisi baterai masih penuh atau sudah
lemah.
-Indikator Attention untuk mengingatkan operator akan adanya posisi switch yang salah.
-Indikator Accumulation untuk menandakan bahwa sesaat lagi akan terjadi deteksi dan sederetan
indikator lainnya.
Panel Fire Alarm tidak memerlukan pengoperasian manual secara rutin, karena secara teknis ia
sudah beroperasi selama 24 jam non-stop. Namun yang diperlukan adalah pengawasan dan
pemeliharaan oleh pekerja yang memang sebaiknya ditunjuk khusus untuk melakukan itu. Setiap
kesalahan (trouble) yang terjadi harus segera dilaporkan dan ditindaklanjuti, sebab kita tidak pernah
tahu kapan terjadinya bahaya kebakaran.
Pengujian berkala perlu dilakukan sedikitnya dua kali dalam setahun guna memastikan keseluruhan
sistem bekerja dengan baik. Untuk menguji sistem diperlukan satu standar operasi yang benar,
jangan sampai menimbulkan kepanikan luar biasa bagi orang-orang di sekitarnya disebabkan oleh
bunyi bell alarm dari sistem yang kita uji.

"Tiga Serangkai" dalam sistem Fire Alarm terdiri dari:


1. Manual Call Point.
2. Indicator Lamp.
3. Fire Bell.

IV-22
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

Disebut tiga serangkai, karena ketiganya biasa dipasang di tembok berjajar ke bawah ataupun
ditempatkan dalam satu plat metal yang berada tepat di atas lemari hidran (selang pemadam api).

1. Manual Call Point (MCP)


Fungsi alat ini adalah untuk mengaktifkan sirine tanda kebakaran (Fire Bell) secara manual dengan
cara memecahkan kaca atau plastik transparan di bagian tengahnya. Istilah lain untuk alat ini adalah
Emergency Break Glass. Di dalamnya hanya berupa saklar biasa yang berupa microswitch atau
tombol tekan. Salah satu aspek yang harus diperhatikan adalah soal lokasi penempatannya.
Terbaik jika unit ini diletakkan di lokasi yang:
-sering terlihat oleh banyak orang,
-terlewati oleh orang saat berlarian ke luar bangunan,
-mudah dijangkau.
Untuk menguji fungsi alat ini tidak perlu dengan memecahkan kaca, karena sudah tersedia tongkat
atau kunci khusus, sehingga saklar bisa tertekan tanpa harus memecahkan kaca. Kaca yang telanjur
retak atau pecah bisa diganti dengan yang baru.
Di beberapa tipe ada yang dilengkapi dengan fungsi intercom (TEL). Petugas penguji dapat
melakukan komunikasi dengan penjaga di Panel Control Room dengan memasukkan handset
telepon ke dalam jack pada MCP. Seketika itu juga telepon di panel akan aktif,sehingga kedua
orang ini bisa saling berkomunikasi.

2. Fire Bell
Fire Bell akan membunyikan bunyi alarm kebakaran yang khas. Suaranya cukup nyaring dalam jarak
yang relatif jauh. Tegangan output yang keluar dari dari panel Fire Alarm adalah 24VDC, sehingga
jenis Fire Bell 24VDC-lah yang banyak dipakai saat ini, sekalipun versi 12VDC juga tersedia. Perlu
diperhatikan dalam pemasangan Fire Bell (pada tipe Gong) adalah kedudukan piringan bell terhadap
batang pemukul piringan jangan sampai salah. Jika tidak pas, maka bunyi bell menjadi tidak nyaring.
Aturlah kembali dudukannya dengan cermat sampai bunyi bel terdengar paling nyaring.

IV-23
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

3. Indicator Lamp
Indicator lamp adalah lampu yang berfungsi sebagai pertanda aktif-tidaknya sistem Fire Alarm atau
sebagai pertanda adanya kebakaran. Entah kami salah kaprah atau tidak, sebab dalam
Jadi apabila demikian, maka yang dimaksud dengan Indicator Lamp pada Fire Alarm adalah lampu yang
menunjukkan adanya power pada panel ataupun menunjukkan trouble dan atau kebakaran. Di
dalamnya hanya berupa lampu bohlam (bulb) berdaya 30V/2W atau lampu LED berarus rendah. Oleh
karena itu, dalam sistem yang normal (tidak pada saat kebakaran) seyogianya lampu ini menyala (On).
Sebaliknya apabila lampu mati, ya tentu saja ada trouble pada power. Pada beberapa merk, indikasi
kebakaran dinyatakan dengan lampu indikator yang berkedip-kedip.

 Peranan sistem deteksi dan alaram kebakaran dalam ke adaa darurat


Sistem proteksi kebakaran Fire Alarm memiliki fungsi sebagai alat pendeteksi awal terjadinya
kebakaran, Fire Alarm memiliki kemampuan mendeteksi adanya peningkatan panas dan
bertambahnya kepekatan asap pada suatu ruangan. Heat detektor berfungsi sebagai detektor panas
dan Smoke Detektor berfungsi sebagai detektor asap.Setelah ada pemberitahuan dari detektor ke
panel fire alaram kemudian dari panel kontrol alaram melanjutkan informasi ini ke panel LVMDP
(panel listrik) untuk melakukan tindakan Beban Emergensi Merupakan beban-beban listrik
tersambung yang dapat dilayani sumber daya listrik PLN atau sumber daya listrik cadangan diesel
genset. Di area tertentu.

IV-24
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

5.2.10 Sistem Tata Suara

Sistem tata suara untuk gedung ini terdiri atas komponen sebagai berikut :
Dari sentral tata suara dapat disampaikan informasi baik dalam bentuk background music, paging
maupun emergency call ke seluruh ruangan tanpa terkecuali. Pada gedung Pendidikan terdapat
mixer amplifier sebagai penguat sinyal dari sentral & dilengkapi microphone untuk panggilan local
di gedung tersebut.
1. Sistem tata umum
Tata suara yang digunakan diruang umum, koridor area kompleks gedung Stikes Tlogorejo.
Peralatan tata suara yang dipergunakan sebagai berikut :
a. Ceiling speaker
b. Volume control
c. Mixer Amplifire.

SISTEM TATA SUARA


Asumsi noise level ( NL ) Pada ruangan

Fungsi ruangan Noise level ( dB )

Coridor 60 – 70
Parking Area 70 – 80

TERDIRI DARI 4 BAGIAN :


2) Back Ground Musik
3) Public Address
4) Emergency
5) Car Call
6) Uraian singkat sistem

5.2.11 Sistem Monitor keamanan (CCTV)


Sistem monitoring keamanan digunakan untuk memonitor situasikeamanan pada area-area
tertentu di seluruh kompleks gedung Stikes tlogorejo.Sistem tersebut terdiri dari Kamera,
Video recorder, Monitor system central, dan system jaringan kabel kamera. Monitor central
ditempatkan di ruang Central di Setiap Zona Dan Central utama,. Sistem ini dioperasikan 24
jam setiap hari.

IV-25
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

Sistem CCTV yang paling sederhana terdiri dari kamera statik, multiplexer/switcher dan TV
monitor,. Kamera dapat di tempatkan di beberapa area/ruangan yang dianggap penting dan
seluruh kejadian dipantau oleh monitor. sistem ini digunakan dengan pengawasan langsung
oleh operator

Perancangan dengan menggunakan 22 buah kamera CCTV yang dihubungkan langsung


dengan monitor mempunyai prinsip yang hamper sama dengan perancangan dengan
menggunakan 1 buah kamera CCTV. 22 buah kamera dihubungkan dengan menggunakan
kabel coaxial ke monitor. Perancangan seperti ini masih tergolong perancngan system yang
sederhana, hal tersebut dikarenakan pada proses perancangan tanpa disertakan dengan
komponen perekam. Sehingga dengan model perancangan seperti ini, hanya dapat
memantau objek yang terpantau oleh kamera CCTV.
Dalam melakukan perancangan tentunya harus memahami prinsip dari penempatan dari
sebuah kamera CCTV.Hal ini bertujuan agar system yang diinginkan sesuai dengan
kebutuhan kita. Hal yang perlu diperhatikan antara lain :
 Penentuan sudut pandang kamera yang sesuai dengan kebutuhan
 Pengaturan cahaya ruangan agar sesuai dengan penempatan posisi kamera. Hal ini
bertujuan agar cahaya dengan lensa kamera tidak saling berlawanan. Sehingga dihasilkan
gambar objek yang baik.
 Penentuan jarak antara kamera dengan ogjek yang diamati harus tepat.

IV-26
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

5.2.12 Penangkal Petir


Penangkal petir menggunakan sistem penangkal petir konvensional dan dapat melindungi
seluruh bangunan dari bahaya tersambar petir.
Metode ini dikembangkan oleh Benjamin Franklin 150 tahun yang lalu yakni dengan membuat
sistem penyalur arus listrik yang menghubungkan antara bagian atas bangunan dan tempat
pembumian (grounding). Dalam metode ini aspek yang diperhatikan adalah kabel grouding yang
turun, kabel penghantar, jumlah air terminal yang diperlukan. Hal tersebut sesuai dengan standar
Nasioal Indonesia(SNI-03-0714.1 - 2004) yang mengacu pada British standard dan dapat
digambarkan sebagai berikut :
Untuk bangunan sampai dengan 20 meter radius perlindungannya adalah 45 derajat. Atau
bila tinggi penangkal petir konvensional = 1 meter, maka radius = 1 meter. Dengan demikian
diperlukan 1 buah rod tiap jarak 2 meter.
Untuk tinggi bangunan sampai dengan 30 meter radius perlindungan adalah 30 derajat. Atau
bila tinggi penangkal petir konvensional = 1 meter, maka radius = 0,75 meter.
Pekerjaan ini meliputi pengurusan perijinan dari badan / lembaga yang berwenang, pengadaan
bahan, peralatan, tenaga kerja, pemasangan, pengujian dan perbaikan selama masa pemeliharaan
terhadap keseluruhan sistem penangkal petir.
Pekerjaan tersebut terdiri dari :

 Terminal udara
 Penghantar pembumian (down conductor)
 Terminal dan electroda pembumian
 Kotak sambung
 Ijin dari lembaga yang berwenang
 Pekerjaan lain yang menunjang pekerjaan tersebut di atas

 Kepala penangkal petir


Splitzen batang tembaga berbentuk tombak yang dipasang di atap-atap bangunan yang
digunakan sebagai alat penangkal petir. Splitzen merupakan head terminal dari penangkal petir
konvensional.

 Saluran penghantar (Down Conductor)


Saluran penghantar berupa kabel NYY 70 mm2 yang didesain khusus untuk penyaluran arus
petir.Kabel yang digunakan harus mampu menghilangkan induksi yang disebabkan oleh arus

IV-27
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

petir dan dapat menyalurkan dengan aman aliran arus petir pada saat terjadi pelepasan muatan
elektron dan bending radius yang diijinkan tak boleh kurang dari 365 mm.

 Sistem pembumian
Sistem pembumian dipasang/ diletakkan sesuai yang ditunjukkan dalam gambar.Sistem
pembumian ini terdiri dari terminal pembumian dan elektrode pembumian. Elektroda
pembumian terbuat dari batang tembaga dengan diameter tidak kurang dari ¾” , panjang 6
meter dan harus dimasukkan ke dalam tanah secara vertikal. Batang tembaga harus dilindungi
dari korosi dengan cara menaburkan serbuk arang di sekitar batang tembaga.
Terminal pembumian terletak dalam bak kontrol khusus untuk keperluan pengecekan tahanan
secara berkala.
Tahanan pembumian maksimum 2 ohm.

IV-28
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

2. Perhitungan Pemilihan Tingkat Proteksi Penangkal Petir

1) Data yang harus dimasukkan dalam perhitungan.


 Dimensi Dan posisi posisi gedung
 Kerapatan sambaran ketanahan
 Kelas dari bangunan gedung
Dalam project Gedung Administrasi RUP dr. Karyadi diketahui bahwa panjang area 60.
meter dan lebar 18 meter. Dengan menggunakan rumus dibawah akan didapat nilai Ng
Dimana :
Ng = 0.04 Td ¹·²³per KM² per tahun, (persamaan 4.2 : SNI 03-7015-2004) Td adalah
Jumlah hari guruh per tahun yang diperoleh dari peta isokeraunik atau tabel yang
dikeluarkan dari BMKG.
Hitungan untk daerah Semarang dengan jumlah hari guruh sebanyak 85 didapat nilai Ng
sabagai berikut.

Ng = 0.04 Td ¹·²³
Ng = 0.04 X (148) ¹·²³
Ng = 20,648 per km per tahun

7) Hitung Area Ekivalen Ao dan Frekuensi sambaran ke bangunan (Nd)


Pemilihan tingkat proteksi yang memadai untuk SSP harus berdasarkan Frekuensi sambaran
petir langsung setempat (Ng) yang diperkirakan ke bangunan gedung yang diproteksi dan
frekuensi sambaran pertir tahunan setempat yang diperoleh (Nc)
Nd = Ng.Ae. 10³ pertahun ( persamaan 5.3.1 : SNI-03-7015-2004)
Nd adalah densitas sambaran ketanah rata-rata ahunan, sambaran petir per kilometer
persegi pertahun, dalam daerah tempat bangunan gedung berada.
Ae adalah cakupan ekivalen dari bangunan gedung (m²)
Ae = ab + 6h(a+b)+9ᴨh²
Ae = (47 x29) + 6 x 70 (47 + 29 ) +9 x 3,14 x 70²
Ae = 171.757
Nd = Ng.Ae. 10³
Nd = 20.648 x 171.757 x 10³
Nd = 3,54 pertahun
Untuk nilai Nc diambil sebesar 1 X 10³ berdasarkan faktor resiko human risk yang diambil
dari standart IEC 6230-2, tabel 7-typical values of tolerable risk Nilai Nc Ditentukan melalui
IV-29
LAPORAN PENGEMBANGAN RANCANGAN TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

analisis resiko kerusakan dengan mempertimbangkan dengan memperhitungkan faktor


yang cocok sebagai berikut :
 Jenis bangunan
 Keberadaan mudah terbakar dan mudah meledak
 Jumlah manusi yang diperhatikan dengan adanya kerusakan
 Langkah yang mendukung untuk mengurangi konsekwensi akibat petir
 Jenis kepentingan kegunaan terhadap masyarakat.

IV-30
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

BAB V
RENCANA MEP
5.1. KONSEP MEKANIKAL DAN PLUMBING
5.1.1. Lingkup Pekerjaan
1. Sistem Air Bersih
2. Sistem Air Kotor dan Air Bekas

5.1.2 Referensi dan Kriteria Perencanaan


Referensi dan Standarisasi
a. SNI 03-7065-2005, Perencanaan Sistem Plambing
b. SNI 03-8153-2015, Sistem Plambing pada Bangunan Gedung
c. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.416/MENKES/PER/IX/1990, tentang Syarat-syarat dan
Pengawasan Kualitas Air
d. Perancangan dan Pemeliharaan Sistem Plambing, Soufyan Moh. Noerbambang dan Takeo
Morimura, Cetakan ke-8, 2000

5.1.3 Sistem Air Bersih


1. Standar kualitas air minum mengikuti standar WHO
2. Tekanan statis air di katup pengatur = 1 – 4 bar
3. Sumber air bersih dari PDAM
4. Sistem distribusi air bersih menggunakan sistem boosting
5. Beban unit alat plambing dalam Fixture Unit (tabel 3, ref. b) :
Pribadi Umum
a. WC dengan tangki gelontor : 2,5 FU 2,5 FU
b. Urinal dengan tangki gelontor : 2 FU 2 FU
c. Kran : 2,5 FU 2,5 FU
(Penambahan) : 1 FU 1 FU
d. Wastafel : - 2 FU
e. Shower : 2 FU 2 FU
f. Bak cuci piring : 1,5 FU 1,5 FU
6. Kebutuhan air bersih
a. Asrama : 120 ltr/hari/orang
b. Kantor : 50 ltr/hari/orang

V-1
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

c. Aula : 25 ltr/hari/orang
d. Kantin : 15 ltr/hari/orang
e. Masjid : 5 ltr/hari/orang
f. Pasar, Toserba : 5 ltr/m2
7. Cadangan air bersih dihitung untuk kebutuhan 1 (satu) hari
8. Kecepatan aliran air dalam pipa maksimum 2 m/detik

5.1.4 Sistem Air Kotor dan Air Bekas


1. Pembuangan air kotor dari alat plambing (saniter) disalurkan ke STP.
2. Pembuangan air bekas dari alat plambing (saniter) disalurkan ke saluran kota.
3. Kemiringan pipa :
a. Pipa berdiameter < Ø 100 mm, slope 1 %
b. Pipa berdiameter  Ǿ 100 mm, slope 2 %
4. Beban unit alat plambing dalam Fixture Unit (tabel 10, ref. b) :
Pribadi Umum
a. WC dengan tangki gelontor : 3 FU 4 FU
(Untuk kloset ketiga dan seterusnya dihitung 6 FU)
b. Urinal dengan tangki gelontor : 2 FU 2 FU
c. Floor Drain : 2 FU 2 FU
d. Wastafel : 2 FU 2 FU
e. Bak cuci piring : 2 FU 2 FU

5.1.5. Kriteria Perencanaan


1. Klasifikasi Bahaya Kebakaran
Bahaya kebakaran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu :
a. Bahaya kebakaran ringan
Adalah bahaya kebakaran pada tempat di mana terdapat bahan-bahan yang mempunyai nilai
kemudahan terbakar rendah. Apabila terjadi kebakaran, melepaskan panas rendah dan
menjalarnya api lambat.
b. Bahaya kebakaran sedang
Bahaya kebakaran tingkat ini dibagi lagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Kelompok I
Adalah bahaya kebakaran pada tempat di mana terdapat bahan-bahan yang mempunyai nilai
kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak

V-2
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

lebih dari 2,5 meter. Apabila terjadi kebakaran, melepaskan panas sedang sehingga
menjalarnya api sedang.
2. Kelompok II
Adalah bahaya kebakaran pada tempat di mana terdapat bahan-bahan yang mempunyai nilai
kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak
lebih dari 4 meter. Apabila terjadi kebakaran, melepaskan panas sedang sehingga menjalarnya
api sedang.
3. Kelompok III
Adalah bahaya kebakaran pada tempat di mana terdapat bahan-bahan yang mempunyai nilai
kemudahan terbakar tinggi. Apabila terjadi kebakaran, melepaskan panas tinggi sehingga
menjalarnya api cepat.
c. Bahaya kebakaran berat
Adalah bahaya kebakaran pada tempat di mana terdapat bahan-bahan yang mempunyai nilai
kemudahan terbakar tinggi. Apabila terjadi kebakaran, melepaskan panas sangat tinggi sehingga
menjalarnya api sangat cepat.

2. Sistem Hidran
1. Type Sistem Stand Pipe
a. Automatic wet
Merupakan sistem stand pipe basah yang memiliki suplai air yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan sistem secara otomatis.
b. Automatic dry
Merupakan sistem stand pipe kering, biasanya diisi dengan udara bertekanan dan
dirangkaikan dengan suatu alat, seperti dry pipe valve untuk menerima air ke dalam sistem
perpipaan secara otomatis dengan membuka hose valve. Pompa akan bekerja secara otomatis
pada saat alarm berbunyi, sehingga air akan segera mengalir untuk menanggulangi kebakaran.
c. Semi automatic dry
Merupakan sistem stand pipe kering yang dirangkaikan dengan suatu alat, seperti deluge
valve untuk menerima air ke dalam sistem perpipaan dengan cara mengaktifkan suatu alat
pengontrol jarak jauh yang terletak pada setiap hose connection. Suplai air harus mampu
memenuhi kebutuhan sistem.
d. Manual wet
Merupakan sistem stand pipe basah yang memiliki suplai air yang sedikit, hanya untuk
memelihara keberadaan air dalam pipanya, namun tidak bisa untuk memenuhi kebutuhan
sistem. Suplai air sistem diperoleh dari fire department pumper.
V-3
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

e. Manual dry
Merupakan sistem stand pipe yang tidak memiliki suplai air yang permanen. Air yang
diperlukan diperoleh dari fire department pumper, kemudian dipompakan ke dalam sistem
melalui fire department connection.
2. Kelas Sistem Stand Pipe
a. Kelas I
Merupakan sistem stand pipe yang harus menyediakan hose connection Ø65 mm untuk
mensuplai airnya, khususnya digunakan oleh petugas pemadam kebakaran dan orang-orang
yang terlatih untuk menangani kebakaran berat.
b. Kelas II
Merupakan sistem stand pipe yang harus menyediakan hose connection Ø40 mm untuk
mensuplai airnya, digunakan oleh penghuni gedung atau petugas pemadam kebakaran
selama tindakan pertama. Pengecualian dapat dilakukan dengan menggunakan hose
connection Ø25 mm, jika kemungkinan bahaya sangat kecil dan telah disetujui oleh instansi
yang berwenang.
c. Kelas III
Merupakan sistem stand pipe yang harus menyediakan baik hose connection Ø40 mm untuk
digunakan oleh penghuni gedung maupun hose connection Ø65 mm untuk digunakan oleh
petugas pemadam kebakaran dan orang-orang yang terlatih untuk menangani kebakaran
berat.

5.1.6. Referensi dan Sistem Pemadam Kebakaran


1. Referensi dan Standarisasi
a. SNI 03 – 1735 – 2000, Tata cara Perencanaan Akses Bangunan dan Akses Lingkungan untuk
Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung
b. SNI 03 – 1746 – 2000, Tata cara Perencanaan dan Pemasangan Sarana Jalan Keluar untuk
Penyelamatan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung
c. SNI 03 – 3985 – 2000, Tata cara Perencanaan, Pemasangan dan Pengujian Sistem Deteksi dan
Alarm Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung
d. SNI 03 – 6570 – 2001, Instalasi Pompa yang dipasang tetap untuk Proteksi Kebakaran
e. SNI 03 – 6571 – 2001, Sistem Pengendalian Asap Kebakaran pada Bangunan Gedung
f. NFPA 14, Standard for the Installation of Standpipe, Private Hdyrant and Hose Systems, 2000
Edition
g. NFPA 20, Standard for the Installation of Stationary Pumps for Fire Protection

V-4
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

2. Sistem Pemadam Kebakaran


Sistem pemadam kebakaran yang dimaksud adalah untuk menyediakan peralatan-peralatan yang
diharapkan mampu memadamkan api apabila terjadi kebakaran. Dalam hal ini perlu diterapkan
peraturan-peraturan yang berlaku.

a. Prosedur Pemadam Kebakaran


 Apabila terjadi kebakaran di dalam gedung, digunakan pemadam api ringan untuk
pertama kali.
 Pemadam api dari media air dengan sistem manual hidran harus disediakan di dalam dan
di luar gedung. Sistem hidran ini digunakan apabila pemadam api ringan tidak berhasil
memadamkan api.

b. Dasar Perencanaan Pemadam Kebakaran


 Untuk pemadam kebakaran dengan sistem hidran memakai suatu sistem kombinasi
(combine system).
 Pompa pemadam kebakaran terdiri dari pompa utama dan pompa pemacu (jockey pump).
 Pemadam kebakaran dengan sistem hidran :
1. Sistem : Wet riser klas lll NFPA
2. Tekanan : 4,5 bar di titik tertinggi (hose connection Ø40 mm) dan 6,9
bar di titik terjauh (hose connection Ø65 mm)
3. Kotak hidran : Selang Ø40 mm dan Ø65 mm lengkap dengan nozzle
4. Jumlah kotak hidran : 1 buah setiap 800 m2 luas lantai
5. Panjang selang : 30 meter
 Untuk hidran di luar gedung adalah :
1. Menggunakan hydrant pillar ukuran Ø100 x Ø65 x Ø65 mm.
2. Setiap hydrant pillar dilengkapi dengan kotak hidran untuk menyimpan hose/ selang
Ø65 mm dengan panjang 30 m dan ukuran hose nozzle Ø25 mm.
 Pompa dan tangki air
1. Aliran air dalam instalasi hidran dari pompa pemadam kebakaran.
2. Pompa pemadam kebakaran terdiri atas :
- 1 pompa utama electric (electric pump)
- 1 pompa utama diesel (diesel pump)
- 1 pompa pemacu (jockey pump)
3. Jenis pompa adalah centrifugal end suction pump

V-5
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

4. Tangki air sebesar 750 GPM dan 45 menit aliran air


5. Power pompa hidran disambung 100 % dengan Emergency Genset

3. Cara Kerja Pompa Pemadam Kebakaran


a. Dalam kondisi normal, tekanan air dalam pipa (wet riser) disetting pada tekanan minimal
yang dipersyaratkan di ujung nozzle sebesar 6,5 kg/cm2.
b. Semua pompa dilengkapi dengan pressure switch dan pressure gauge.
c. Apabila tekanan dalam pipa turun sebesar ± 8 kg/cm2, maka secara otomatis pompa
pemacu (jockey pump) akan bekerja sampai tekanan di dalam pipa (wet riser) kembali
seperti keadaan semula.
d. Jika tekanan dalam pipa turun, maka secara otomatis pompa utama (electric pump) akan
bekerja.
e. Apabila listrik padam (PLN), maka secara otomatis pompa utama (Diesel Fire Pump) akan
bekerja.
f. Dan apabila tekanan dalam pipa melebihi tekanan yang diijinkan (NPFA 14, tekanan
maksimum 15 kg/cm2), maka safety valve akan membuka secara otomatis.
g. Sistem kerja pompa utama direncanakan bekerja (start) secara otomatis, sedangkan untuk
menghentikannya secara manual.

4. Pemadam Api Ringan (APAR)


1. Jarak maksimum untuk mencapai APAR sejauh 20 meter untuk ruang kantor dan 15 meter
untuk ruang produksi.
2. Jumlah APAR sebanyak 2 buah per lantai dan 1 buah setiap penambahan 200 m2.
3. Jenis APAR dan kapasitasnya :
- Multi Purpose Dry Powder 3 kg
- CO2 5 kg

5. Data-data pompa pemadam kebakaran :


a. Pompa utama electric (electric fire pump)
- Kapasitas : 750 gpm
- Head pompa : 85 m
- Daya Pompa : 65 kW
- Jenis : End Suction Fire Pump
- Jumlah : 1 unit

V-6
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

b. Pompa utama diesel (diesel fire pump)


- Kapasitas : 750 gpm
- Head pompa : 85 m
- Jenis : End Suction Fire Pump
- Jumlah : 1 unit + Diesel
c. Pompa pemacu (jockey pump)
- Kapasitas : 10 m3
- Head pompa : 90 m
- Daya Pompa : 4 kW
- Jenis : Vertical Multistage Centrifugal Pump
- Jumlah : 1 unit

6. Perhitungan Kapasitas Tangki Air Pemadam Kebakaran


Perhitungan kapasitas tangki air pemadam kebakaran yang mampu menampung air bersih untuk
kebutuhan kapasitas pompa sistem pemadam kebakaran minimum 45 menit.
Kapasitas tangki pemadam kebakaran (FWT) :
FWT = 750 GPM x 45 menit
= 750 x 3,785 liter/menit x 45 menit
= 128 m3
Jadi, kapasitas tangki pemadam kebakaran (FWT) yang direncanakan = 130 m3

V-7
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

5.2 KONSEP ELEKTRIKAL


INSTALASI SISTEM LISTRIK
5.2.1 Pendahuluan
Sistem listrik yang akan direncanakan dengan sistem yang mampu mengatasi segala
kemungkinan terputusnya suplai listrik ke distribusi beban. Pada sistem listrik ini akan
dijelaskan gambaran secara garis besar mengenai instalasi listrik serta besarnya beban listrik,
suplai listrik, distribusi listrik dan sistem proteksi yang digunakan.

5.2.2 Lingkup Pekerjaan Sarana Kelistrikan


Lingkup sarana listrik arus kuat ádalah :
a. Sistem instalasi penerangan dan stop kontak.
b. Sistem instalasi daya
c. Sistem instalasi tegangan menengah dan trafo distribusi
d. Sistem instalasi tegangan rendah
e. Sistem instalasi diesel-generator set
f. Sistem instalasi pertanahan
g. Sistem instalasi penyalur petir

5.2.3 Dasar Dan Standar Perencanaan


Dasar dan Standard serta peraturan ádalah berdasarkan :
1. SNI No.04-0255-2000 tentang Peraturan Umum Instalasi Listrik PUIL 2010
2. Standart dan peraturan-peraturan /ketentuan-ketentuan yang ada pada PLN
3. SNI No.03-7013 Tahun 2004 ,Sistem Proteksi Petir Bangunan Gedung
4. SNI No.03-6197 Tahun2000 tentang Konsevasi Energi Sistem Pencahayaan pada
Bangunan Gedung
5. Paduan Pencahayaan Sisi Luar BangunanTinggi dan Penting di Wilayah DKI.Jakarta
tahun 1999 atau edisi terakhir
6. Standar IEC dan standar internasional lainnya bagi hal-hal yang belum diatur dalam
standar/peraturan diatas

5.2.4 Sumber Daya Listrik


Untuk mensuplai seluruh kebutuhan daya listrik pada gedung maka
direncanakan sumber daya listrik dari :
- Perusahaan umum listrik negara (PLN)
- Diesel Generator Set
V-8
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

PLN merupakan sumber listrik utama yang akan mensuplai seluruh beban
didalam gedung. Sistem suplai listrik yang direncanakan pada kompleks Pusdiklat UNS
Solo ini adalah dengan berlangganan tegangan menengah 20 KV, 3 Phase, 50 Hertz.
Sumber listrik PLN tersebut dihubungkan denga Panel Distribusi Tegangan Menengah
(PDTM) yang berada di power house. Menggunakan transformer distribusi 20 KV/380 V
untuk menurunkan tegangan dari tegangan menengah menjadi tegangan rendah.
Kemudian listrik tegangan rendah tersebut dihubungkan ke Panel Distribusi Tegangan
Rendah (PDTR) yang berada di ruang panel. Dari PDTR ini sumber listrik tegangan rendah
380/220V didistribusikan ke seluruh beban listrik untuk semua gedung.
Untuk sumber listrik cadangan yang dibutuhkan pada gedung, bilamana aliran
daya listrik dari PLN terputus (failure), maka disediakan diesel generator set.
Kapasitas genset yang direncanakan adalah 100 % back-up listrik PLN. Diesel
Generator Set yang akan digunakan direncanakan meliputi 4 zona/kawasan adalah
sebagai berikut :

Generator -Set
 Kapasitas : 1.000 Kva,Stanby Power
 Tegangan : 380/220 Volt
 Rpm : 1.500
 Phasa : 3
 Frekwensi : 50 Hz
 Jumlah : 1 unit

5.2.5 Koordinasi Sistem Operasi Pln Dan Generator Set


Peraturan sistem kerja dari PLN dan diesel generator set dikelompokkan dalan tiga
keadaan yaitu :
 Keadaan dimana PLN dapat mensuplai daya listrik, selanjutnya disebut Keadaan
Normal.
 Keadaan dimana sumber daya PLN mengalami gangguan sehingga PLN tidak dapat
mensuplai daya listrik, selanjutnya disebut Keadaan PLN Padam
 Keadaan dimana terjadi kebakaran yang menyangkut keselamatan harta dan jiwa
manusia, selanjutnya keadaan ini disebut dengan Keadaan Emergensi.

a. Keadaan Normal

V-9
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

Pada keadaan normal sumber daya listrik diperoleh dari PLN dengan tegangan
menengah 20 KV. Selanjutnya sumber listrik tersebut didistribusikan ke LVMDP
melalui transformator penurun tegangan 20 KV/380 V. Sumber listrik PLN tersebut
mensuplai seluruh jenis beban yang ada didalam gedung.

b. Keadaan PLN Padam


Pada keadaan kedua PLN padam, maka digunakan daya listrik cadangan dari
generator yang akan hidup secara otomatis.
Dengan hidupnya dumber daya cadangan dari generator, maka pemutus beban
yang meneruskan energi listrik dari transformator ke beban akan membuka secara
otomatis.
Kemudian untuk pemutus beban yang terhubung dengan generator akan
menutup dan seumber daya listrik cadangan dari generator akan mencatu daya ke
penerangan, stop kontak, lift dan perangkat elektronik yang ada didalam gedung.
Proses penggantian sumber daya listrik dari PLN ke generator set direncanakan
maksimal kurang lebih 15 detik dan pembagian beban masing-masing generator set
maksimal kurang dari 60 detik.

c. Keadaan Emergensi
Pada keadaan ini seumber daya listrik dapat diperoleh salah satu dari PLN
(apabila PLN tidak dipadamkan) ataupun dari diesel generator set.
Proses pengaturan kerja generator apabila PLN dipadamkan sama seperti pada
keadaan PLN padam.
Pada saat emergensi ini, beban-beban yang tidak mendukung bagi
penanggulangan kebakaran (beban-beban non prioritas) harus dipadamkan ,
sedangkan beban-beban prioritas lain yang berfungsi untuk usaha pemadaman
kebakaran ataupun untuk usaha penyelamatan jiwa manusia harus tetap disuplai.
Hal diatas diperoleh dari perencanaan sistem distribusi beban dipanel utama
tegangan rendah (PDTR) yang mana pengelompokkan beban-beban prioritas
dipisahkan dengan beban-beban lainnya.

5.2.6 Beban-Beban Listrik


Beban-beban listrik pada bangunan gedung ini direncanakan meliputi penerangan,
stop kontak, peralatan elektronik, sistem tata udara, pompa distribusi air bersih, pompa

V-10
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

hidrant, sistem telephone, sistem tata suara, system fire alarm, motor-motor listrik dan
juga beban-beban peralatan control dan lain-lain.

Menurut derajat pentingnya beban, seluruh beban listrik dapat dikelompokkan menjadi
3 (tiga) kelompok beban sebagai berikut :
a. Beban Normal
Beban normal adalah seluruh beban-beban llistrik yang tersambung didalam/diluar
gedung hanya dilayani oleh sumber daya listrik utama PLN.
b. Beban Emergensi
Merupakan beban-beban listrik tersambung yang dapat dilayani sumber daya listrik
PLN atau sumber daya listrik cadangan diesel genset.
c. Beban Prioritas.
Merupakan sebagian dari beban normal yang harus (mutlak) tetap dilayani, baik
oleh system pelayanan PLN maupun system pembangkit tenaga listrik cadangan
(diesel generator set). Beban beban listrik ini digunakan untuk upaya penyelamatan
jiwa serta upaya penanggulangan bahaya kebakaran dapat dilakukan dengan baik.
Beban-beban listrik ini antara lain terdiri dari :
- Pompa hidran kebakaran
- Peralatan evakuasi
- Lampu-lampu emergensi
- Penerangan & stop kontak

V-11
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

5.2.7 Sistem Distribusi Listrik


a. Umum
Sistem distrsibusi listrik digunakan sistem radial yang terdiri dari :
- Sistem Instalasi Tegangan Menengah
- Sistem Instalasi Tegangan Rendah

b. Sistem Instalasi Tegangan Menengah


Tegangan Menengah 20 KV dari PLN diterima pada incoming PDTM Pusat 20 KV
dan melalui out going PDTM(Panel Distribusi Tegangan Menengah) Pusat 20 KV,
daya disalurkan ketransformator yang merubah tegangan 20 KV menjadi
tegangan rendah 380/220 V.

b.1. Panel Tegangan Menengah PDTM 20 KV


- Standart = IEC 298/VDE 0670
- Rated Current = 630 A
- Type Protection = SF-6maksudnya pemutus (circuit breaker)
menggunakan pemutus dengan media gas
- Rated Voltage = 24 KV
- Frekwensi = 50 Hz
- Breaking capacity = 25 KA

b.2. Incoming Cable dari PLN : 20 KV


- Kabel yang dipakai XLPE insuled (type N2XSY)
- Conductor : Tembaga

b.3. Outgoing Cable ke transformator : 20 KV/380 V


- Kabel yang dipalai kabel XLPE, tipe N2XSY
- Konductor : Tembaga
c. Sistem Instalasi Tegangan Rendah

Daya dari sisi sekunder transformator yang bertegangan 380/220 Volt tersebut
kemudian disalurkan ke panel PDTR(Panel Distribusi Tegangan Rendah) yang terletak di
ruang genset.

V-12
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

1. Pangabelan dari Transformator ke Panel Distribusi Utama


- Penghantar yang dipakai adalah kabel NYY
- Konduktor = Tembaga

2. Pangabelan dari Generator Set ke Panel PDTR


- Penghantar yang dipakai adalah kabel NYY
- Konduktor = Tembaga

Melalui panel distribusi tegangan rendah (PDTR), daya listrik


didistribusikan secara radial ke panel-panel listrik ditiap l, antara lain:
- Penerangan
- Telephon, Fire Alarm, Tata suara.
- Kotak-kotak
- Dan lain-lain.

5.2.8. Panel Listrik Dan Peralatannya

1. Pengaman Rangkaian Listrik


Pengaman dari panel listrik dipergunakan jenis Moulded Case
Circuit Breaker (MCCB), dan Miniature Circuit Breaker(MCB)

2. Tebal plat cabinet panel listrik


Ketebalan plat panel listrik untul wall mounted minimum 1,6 mm
dan untuk free standing adalah 2 mm

3. Pembuatan panel
Cara pembuatan dan ukuran dari panel disesuaikan dengan
Beban standard yang ada.

4. Sistem Proteksi
Sistem proteksi direncanakan dengan system proteksi bertingkat
pada panel-panel penerangan, panel daya dan panel sub – distribusi
serta panel distribusi utama.

V-13
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

Jenis proteksi yang dipergunakan adalah :


1. Sistem proteksi terhadap gangguan hubung singkat
(Short Circuit)
2. Sistem Proteksi terhadap arus lebih (Over Current)
3. Sistem proteksi terhadap gangguan tanah (Ground Fault Current)
4. Sistem proteksi terhadap tegangan lebih (Over Voltage)
5. Sistem proteksi terhadap tegangan turun (Under Voltage)

Dengan adanya sisten proteksi diatas, apabila terjadi gangguan


seperti hubung singkat, arus lebih, dan lain-lain, circuit breakaer
secara otomatis akan membuka (Trip) sehingga gangguan tersebut
tidak akan merusak komponen listrik lainnya.
Seluruh batasan (rating) dan tingkat kemampuan dan kepekaan dari
komponen proteksi dipilih sedemikian rupa, sehingga karakteristik
proteksinya mempunyai selektivitas pengaman yang diinginkan dan
akan memback-up sistem lainnya.

5.2.9 Desain Sistem dan sub Sistem Jaringan Elektrikal


Desain sistem dan sub sistem jaringan (instalasi) Mekanikal elektrikal meliputi:
 Lay Out Sistem Jaringan seperti yang disebutkan dalam konsep diatas.
 Detail Sistem dan Perlengkapan Mekanikal Elektrikal berkaitan dengan posisi dan cara
pemasangan.
Selain hal tersebut. Pengembangan desain juga menghasilkan Rencana Kerja dan syarat-syarat
pelaksanaan termasuk spesifikasi Teknis dari bahan material yang digunakan.
Ledih lanjut mengenai hasil pengembangan perancangan berupa gambar detail untuk pelaksanaan
DED.
1. Penginderaan kebakaran
Sistem monitoring keamanan digunakan untuk memonitor situasikeamanan pada area-
area tertentu di seluruh kompleks gedung Stikes Tlogorejo, alat-alat, pengindera kebakaran.
Pekerjaan ini mencakup :
Sistem pengindera kebakaran konvensional
a). Peralatan pengindera kebakaran
- Manual push button
- Alarm bell
- Heat detector
V-14
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

- Smoke detector
- Master Control for Fire Alarm / MCFA
b). Instalasi sistem pengindera kebakaran
- Kabel instalasi
- Pipa pelindung kabel

Sistem Konvensional: yaitu yang menggunakan kabel isi dua untuk hubungan antar detector ke
detector dan ke Panel. Kabel yang dipakai umumnya kabel listrik NYM 2x1.5mm atauNYMHY
2x1.5mm yang ditarik di dalam pipa conduit semisal EGA atau Clipsal. Pada instalasi yang cukup kritis
kerap dipakai kabel tahan api (FRC=Fire Resistance Cable) dengan ukuran 2x1.5mm, terutama untuk
kabel-kabel yang menuju ke Panel dan sumber listrik 220V. Oleh karena memakai kabel isi dua, maka
instalasi ini disebut dengan 2-Wire Type.

2. ROR (Rate of Rise) Heat Detector

Heat detector adalah pendeteksi kenaikan panas. Jenis ROR adalah yang paling banyak
digunakan saat ini, karena selain ekonomis juga aplikasinya luas. Area deteksi sensor bisa mencapai
50m2 untuk ketinggian plafon 4m. Sedangkan untukplafon lebih tinggi, area deteksinya berkurang
menjadi 30m2. Ketinggian pemasangan max. hendaknya tidak melebihi 8m. ROR banyak digunakan
karena detector ini bekerja berdasarkan kenaikan temperatur secara cepat di satu ruangan kendati
masih berupa hembusan panas. Umumnya pada titik 55oC - 63oC sensor ini sudah aktif dan
membunyikan alarm bell kebakaran. Dengan begitu bahaya kebakaran (diharapkan) tidak sempat
meluas ke area lain. ROR sangat ideal untuk ruangan kantor, kamar hotel, rumah sakit, ruang server,
ruang arsip, gudang pabrik dan lainnya.
Prinsip kerja ROR sebenarnya hanya saklar bi-metal biasa. Saklar akan kontak saat
mendeteksi panas. Karena tidak memerlukan tegangan (supply), maka bisa dipasang langsung pada
panel alarm rumah. Dua kabelnya dimasukkan ke terminal Zone-Com pada panel alarm. Jika
dipasang pada panel Fire Alarm, maka terminalnya adalah L dan LC. Kedua kabelnya boleh terpasang
terbalik, sebab tidak memiliki plus-minus. Sedangkan sifat kontaknya adalah NO (Normally Open).

V-15
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

3. Fix Temperature
Fix Temperature termasuk juga ke dalam Heat Detector. Berbeda dengan ROR, maka Fix
Temperature baru mendeteksi pada derajat panas yang langsung tinggi. Oleh karena itu cocok
ditempatkan pada area yang lingkungannya memang sudah agak-agak "panas", seperti: ruang
genset, basement, dapur-dapur foodcourt, gudang beratap asbes, bengkel las dan sejenisnya.
Alasannya, jika pada area itu dipasang ROR, maka akan rentan terhadap False Alarm (Alarm Palsu),
sebab hembusan panasnya saja sudah bisa menyebabkan ROR mendeteksi. Area efektif detektor
jenis ini adalah 30m2 (pada ketinggian plafon 4m) atau 15m2 (untuk ketinggian plafon antara 4 -
8m). Seperti halnya ROR, kabel yang diperlukan untuk detector ini cuma 2, yaitu L dan LC, boleh
terbalik dan bisa dipasang langsung pada panel alarm rumah merk apa saja. Sifat kontaknya adalah
NO (Normally Open).

4. Smoke Detector
Smoke Detector mendeteksi asap yang masuk ke dalamnya. Asap memiliki partikel-partikel yang
kian lama semakin memenuhi ruangan smoke (smoke chamber) seiring dengan meningkatnya
intensitas kebakaran. Jika kepadatan asap ini (smoke density) telah melewati ambang batas
(threshold), maka rangkaian elektronik di dalamnya akan aktif. Oleh karena berisi rangkaian
elektronik, maka Smoke memerlukan tegangan. Pada tipe 2-Wire tegangan ini disupply dari panel
Fire bersamaan dengan sinyal, sehingga hanya menggunakan 2 kabel saja. Sedangkan pada tipe 4-
Wire (12VDC), maka tegangan plus minus 12VDC-nya disupply dari panel alarm biasa sementara
sinyalnya disalurkan pada dua kabel sisanya. Area proteksinya mencapai 150m2 untuk ketinggian
plafon 4m.
Conventional Fire Alarm Control Panel

V-16
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

Tampak luar Panel Fire Alarm umumnya berupa metal kabinet dari bahan yang kokoh seperti terlihat
pada gambar di samping. Pada beberapa tipe ada yang berwarna merah, mungkin dengan maksud
agar bisa dibedakan dengan panel listrik ataupun panel instrumentasi lainnya.
Dalam sistem alarm, panel berfungsi sebagai pusat pengendali semua sistem dan merupakan inti
dari semua sistem alarm. Oleh sebab itu, maka lokasi penempatannya harus direncanakan dengan
baik, terlebih lagi pada sistem Fire Alarm. Syarat utamanya adalah tempatkan panel sejauh mungkin
dari lokasi yang berpotensial menimbulkan kebakaran dan jauh dari campur tangan orang yang tidak
berhak. Perlu diingat, kendati bukan merupakan alat keselamatan, namun sistem Fire Alarm sangat
bersangkutan jiwa manusia, sehingga kekeliruan sekecil apapun sebaiknya diantisipasi sejak dini.
Panel Fire Alarm memiliki kapasitas zone, misalnya 1 Zone, 5 Zone, 10 dan seterusnya. Pemilihan
kapasitas panel disesuaikan dengan banyaknya lokasi yang akan diproteksi, selain tentu saja
pertimbangan soal harga. Di bagian depannya tertera sederetan lampu indikator yang menunjukkan
aktivitas sistem. Kesalahan sekecil apapun akan terdeteksi oleh panel ini, diantaranya:
-Indikator Zone yang menunjukkan Lokasi Kebakaran (Fire) dan kabel putus (Zone Fault).
-Indikator Power untuk memastikan bagus tidaknya pasokan listrik pada sistem.
-Indikator Battery untuk memastikan kondisi baterai masih penuh atau sudah
lemah.
-Indikator Attention untuk mengingatkan operator akan adanya posisi switch yang salah.
-Indikator Accumulation untuk menandakan bahwa sesaat lagi akan terjadi deteksi dan sederetan
indikator lainnya.
Panel Fire Alarm tidak memerlukan pengoperasian manual secara rutin, karena secara teknis ia
sudah beroperasi selama 24 jam non-stop. Namun yang diperlukan adalah pengawasan dan
pemeliharaan oleh pekerja yang memang sebaiknya ditunjuk khusus untuk melakukan itu. Setiap
kesalahan (trouble) yang terjadi harus segera dilaporkan dan ditindaklanjuti, sebab kita tidak pernah
tahu kapan terjadinya bahaya kebakaran.
Pengujian berkala perlu dilakukan sedikitnya dua kali dalam setahun guna memastikan keseluruhan
sistem bekerja dengan baik. Untuk menguji sistem diperlukan satu standar operasi yang benar,
jangan sampai menimbulkan kepanikan luar biasa bagi orang-orang di sekitarnya disebabkan oleh
bunyi bell alarm dari sistem yang kita uji.

"Tiga Serangkai" dalam sistem Fire Alarm terdiri dari:


1. Manual Call Point.
2. Indicator Lamp.
3. Fire Bell.

V-17
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

Disebut tiga serangkai, karena ketiganya biasa dipasang di tembok berjajar ke bawah ataupun
ditempatkan dalam satu plat metal yang berada tepat di atas lemari hidran (selang pemadam api).

1. Manual Call Point (MCP)


Fungsi alat ini adalah untuk mengaktifkan sirine tanda kebakaran (Fire Bell) secara manual dengan
cara memecahkan kaca atau plastik transparan di bagian tengahnya. Istilah lain untuk alat ini adalah
Emergency Break Glass. Di dalamnya hanya berupa saklar biasa yang berupa microswitch atau
tombol tekan. Salah satu aspek yang harus diperhatikan adalah soal lokasi penempatannya.
Terbaik jika unit ini diletakkan di lokasi yang:
-sering terlihat oleh banyak orang,
-terlewati oleh orang saat berlarian ke luar bangunan,
-mudah dijangkau.
Untuk menguji fungsi alat ini tidak perlu dengan memecahkan kaca, karena sudah tersedia tongkat
atau kunci khusus, sehingga saklar bisa tertekan tanpa harus memecahkan kaca. Kaca yang telanjur
retak atau pecah bisa diganti dengan yang baru.
Di beberapa tipe ada yang dilengkapi dengan fungsi intercom (TEL). Petugas penguji dapat
melakukan komunikasi dengan penjaga di Panel Control Room dengan memasukkan handset
telepon ke dalam jack pada MCP. Seketika itu juga telepon di panel akan aktif,sehingga kedua
orang ini bisa saling berkomunikasi.

2. Fire Bell
Fire Bell akan membunyikan bunyi alarm kebakaran yang khas. Suaranya cukup nyaring dalam jarak
yang relatif jauh. Tegangan output yang keluar dari dari panel Fire Alarm adalah 24VDC, sehingga
jenis Fire Bell 24VDC-lah yang banyak dipakai saat ini, sekalipun versi 12VDC juga tersedia. Perlu
diperhatikan dalam pemasangan Fire Bell (pada tipe Gong) adalah kedudukan piringan bell terhadap
batang pemukul piringan jangan sampai salah. Jika tidak pas, maka bunyi bell menjadi tidak nyaring.
Aturlah kembali dudukannya dengan cermat sampai bunyi bel terdengar paling nyaring.

V-18
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

3. Indicator Lamp
Indicator lamp adalah lampu yang berfungsi sebagai pertanda aktif-tidaknya sistem Fire Alarm atau
sebagai pertanda adanya kebakaran. Entah kami salah kaprah atau tidak, sebab dalam
Jadi apabila demikian, maka yang dimaksud dengan Indicator Lamp pada Fire Alarm adalah lampu yang
menunjukkan adanya power pada panel ataupun menunjukkan trouble dan atau kebakaran. Di
dalamnya hanya berupa lampu bohlam (bulb) berdaya 30V/2W atau lampu LED berarus rendah. Oleh
karena itu, dalam sistem yang normal (tidak pada saat kebakaran) seyogianya lampu ini menyala (On).
Sebaliknya apabila lampu mati, ya tentu saja ada trouble pada power. Pada beberapa merk, indikasi
kebakaran dinyatakan dengan lampu indikator yang berkedip-kedip.

 Peranan sistem deteksi dan alaram kebakaran dalam ke adaa darurat


Sistem proteksi kebakaran Fire Alarm memiliki fungsi sebagai alat pendeteksi awal terjadinya
kebakaran, Fire Alarm memiliki kemampuan mendeteksi adanya peningkatan panas dan
bertambahnya kepekatan asap pada suatu ruangan. Heat detektor berfungsi sebagai detektor panas
dan Smoke Detektor berfungsi sebagai detektor asap.Setelah ada pemberitahuan dari detektor ke
panel fire alaram kemudian dari panel kontrol alaram melanjutkan informasi ini ke panel LVMDP
(panel listrik) untuk melakukan tindakan Beban Emergensi Merupakan beban-beban listrik
tersambung yang dapat dilayani sumber daya listrik PLN atau sumber daya listrik cadangan diesel
genset. Di area tertentu.

V-19
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

5.2.10 Sistem Tata Suara

Sistem tata suara untuk gedung ini terdiri atas komponen sebagai berikut :
Dari sentral tata suara dapat disampaikan informasi baik dalam bentuk background music, paging
maupun emergency call ke seluruh ruangan tanpa terkecuali. Pada gedung Pendidikan terdapat
mixer amplifier sebagai penguat sinyal dari sentral & dilengkapi microphone untuk panggilan local
di gedung tersebut.
1. Sistem tata umum
Tata suara yang digunakan diruang umum, koridor area kompleks gedung Stikes Tlogorejo.
Peralatan tata suara yang dipergunakan sebagai berikut :
a. Ceiling speaker
b. Volume control
c. Mixer Amplifire.

SISTEM TATA SUARA


Asumsi noise level ( NL ) Pada ruangan

Fungsi ruangan Noise level ( dB )

Coridor 60 – 70
Parking Area 70 – 80

TERDIRI DARI 4 BAGIAN :


2) Back Ground Musik
3) Public Address
4) Emergency
5) Car Call
6) Uraian singkat sistem

5.2.11 Sistem Monitor keamanan (CCTV)


Sistem monitoring keamanan digunakan untuk memonitor situasikeamanan pada area-area
tertentu di seluruh kompleks gedung Stikes tlogorejo.Sistem tersebut terdiri dari Kamera,
Video recorder, Monitor system central, dan system jaringan kabel kamera. Monitor central
ditempatkan di ruang Central di Setiap Zona Dan Central utama,. Sistem ini dioperasikan 24
jam setiap hari.

V-20
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

Sistem CCTV yang paling sederhana terdiri dari kamera statik, multiplexer/switcher dan TV
monitor,. Kamera dapat di tempatkan di beberapa area/ruangan yang dianggap penting dan
seluruh kejadian dipantau oleh monitor. sistem ini digunakan dengan pengawasan langsung
oleh operator

Perancangan dengan menggunakan 22 buah kamera CCTV yang dihubungkan langsung


dengan monitor mempunyai prinsip yang hamper sama dengan perancangan dengan
menggunakan 1 buah kamera CCTV. 22 buah kamera dihubungkan dengan menggunakan
kabel coaxial ke monitor. Perancangan seperti ini masih tergolong perancngan system yang
sederhana, hal tersebut dikarenakan pada proses perancangan tanpa disertakan dengan
komponen perekam. Sehingga dengan model perancangan seperti ini, hanya dapat
memantau objek yang terpantau oleh kamera CCTV.
Dalam melakukan perancangan tentunya harus memahami prinsip dari penempatan dari
sebuah kamera CCTV.Hal ini bertujuan agar system yang diinginkan sesuai dengan
kebutuhan kita. Hal yang perlu diperhatikan antara lain :
 Penentuan sudut pandang kamera yang sesuai dengan kebutuhan
 Pengaturan cahaya ruangan agar sesuai dengan penempatan posisi kamera. Hal ini
bertujuan agar cahaya dengan lensa kamera tidak saling berlawanan. Sehingga dihasilkan
gambar objek yang baik.
 Penentuan jarak antara kamera dengan ogjek yang diamati harus tepat.

5.2.12 Penangkal Petir


Penangkal petir menggunakan sistem penangkal petir konvensional dan dapat melindungi
seluruh bangunan dari bahaya tersambar petir.
Metode ini dikembangkan oleh Benjamin Franklin 150 tahun yang lalu yakni dengan membuat
sistem penyalur arus listrik yang menghubungkan antara bagian atas bangunan dan tempat
pembumian (grounding). Dalam metode ini aspek yang diperhatikan adalah kabel grouding yang
turun, kabel penghantar, jumlah air terminal yang diperlukan. Hal tersebut sesuai dengan standar
Nasioal Indonesia(SNI-03-0714.1 - 2004) yang mengacu pada British standard dan dapat
digambarkan sebagai berikut :
Untuk bangunan sampai dengan 20 meter radius perlindungannya adalah 45 derajat. Atau
bila tinggi penangkal petir konvensional = 1 meter, maka radius = 1 meter. Dengan demikian
diperlukan 1 buah rod tiap jarak 2 meter.
Untuk tinggi bangunan sampai dengan 30 meter radius perlindungan adalah 30 derajat. Atau
bila tinggi penangkal petir konvensional = 1 meter, maka radius = 0,75 meter.
V-21
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

Pekerjaan ini meliputi pengurusan perijinan dari badan / lembaga yang berwenang, pengadaan
bahan, peralatan, tenaga kerja, pemasangan, pengujian dan perbaikan selama masa pemeliharaan
terhadap keseluruhan sistem penangkal petir.
Pekerjaan tersebut terdiri dari :

 Terminal udara
 Penghantar pembumian (down conductor)
 Terminal dan electroda pembumian
 Kotak sambung
 Ijin dari lembaga yang berwenang
 Pekerjaan lain yang menunjang pekerjaan tersebut di atas

 Kepala penangkal petir


Splitzen batang tembaga berbentuk tombak yang dipasang di atap-atap bangunan yang
digunakan sebagai alat penangkal petir. Splitzen merupakan head terminal dari penangkal petir
konvensional.

 Saluran penghantar (Down Conductor)


Saluran penghantar berupa kabel NYY 70 mm2 yang didesain khusus untuk penyaluran arus
petir.Kabel yang digunakan harus mampu menghilangkan induksi yang disebabkan oleh arus
petir dan dapat menyalurkan dengan aman aliran arus petir pada saat terjadi pelepasan muatan
elektron dan bending radius yang diijinkan tak boleh kurang dari 365 mm.

 Sistem pembumian
Sistem pembumian dipasang/ diletakkan sesuai yang ditunjukkan dalam gambar.Sistem
pembumian ini terdiri dari terminal pembumian dan elektrode pembumian. Elektroda
pembumian terbuat dari batang tembaga dengan diameter tidak kurang dari ¾” , panjang 6
meter dan harus dimasukkan ke dalam tanah secara vertikal. Batang tembaga harus dilindungi
dari korosi dengan cara menaburkan serbuk arang di sekitar batang tembaga.
Terminal pembumian terletak dalam bak kontrol khusus untuk keperluan pengecekan tahanan
secara berkala.
Tahanan pembumian maksimum 2 ohm.

2. Perhitungan Pemilihan Tingkat Proteksi Penangkal Petir

V-22
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

1) Data yang harus dimasukkan dalam perhitungan.


 Dimensi Dan posisi posisi gedung
 Kerapatan sambaran ketanahan
 Kelas dari bangunan gedung
Dalam project Gedung Administrasi RUP dr. Karyadi diketahui bahwa panjang area 60.
meter dan lebar 18 meter. Dengan menggunakan rumus dibawah akan didapat nilai Ng
Dimana :
Ng = 0.04 Td ¹·²³per KM² per tahun, (persamaan 4.2 : SNI 03-7015-2004) Td adalah
Jumlah hari guruh per tahun yang diperoleh dari peta isokeraunik atau tabel yang
dikeluarkan dari BMKG.
Hitungan untk daerah Semarang dengan jumlah hari guruh sebanyak 85 didapat nilai Ng
sabagai berikut.

Ng = 0.04 Td ¹·²³
Ng = 0.04 X (148) ¹·²³
Ng = 20,648 per km per tahun

7) Hitung Area Ekivalen Ao dan Frekuensi sambaran ke bangunan (Nd)


Pemilihan tingkat proteksi yang memadai untuk SSP harus berdasarkan Frekuensi sambaran
petir langsung setempat (Ng) yang diperkirakan ke bangunan gedung yang diproteksi dan
frekuensi sambaran pertir tahunan setempat yang diperoleh (Nc)
Nd = Ng.Ae. 10³ pertahun ( persamaan 5.3.1 : SNI-03-7015-2004)
Nd adalah densitas sambaran ketanah rata-rata ahunan, sambaran petir per kilometer
persegi pertahun, dalam daerah tempat bangunan gedung berada.
Ae adalah cakupan ekivalen dari bangunan gedung (m²)
Ae = ab + 6h(a+b)+9ᴨh²
Ae = (47 x29) + 6 x 70 (47 + 29 ) +9 x 3,14 x 70²
Ae = 171.757
Nd = Ng.Ae. 10³
Nd = 20.648 x 171.757 x 10³
Nd = 3,54 pertahun
Untuk nilai Nc diambil sebesar 1 X 10³ berdasarkan faktor resiko human risk yang diambil
dari standart IEC 6230-2, tabel 7-typical values of tolerable risk Nilai Nc Ditentukan melalui
analisis resiko kerusakan dengan mempertimbangkan dengan memperhitungkan faktor
yang cocok sebagai berikut :
V-23
LAPORAN ANTARA TA-2020
PERENCANAAN PEMBANGUNAN LABORATORIUM MERKURI DAN METROLOGI LINGKUNGAN

 Jenis bangunan
 Keberadaan mudah terbakar dan mudah meledak
 Jumlah manusi yang diperhatikan dengan adanya kerusakan
 Langkah yang mendukung untuk mengurangi konsekwensi akibat petir
 Jenis kepentingan kegunaan terhadap masyarakat.

V-24

Anda mungkin juga menyukai