PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etika diperlukan dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup
tingkat internasional. Etika merupakan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya
manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal
dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain. Maksud pedoman pergaulan
tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang,
tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang
tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-
hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat.
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi
manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu
berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam
menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang
tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang perlu kita pahami bersama bahwa etika ini dapat
diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan manusia.
Menurut para ahli etika tidak lain adalah aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam
pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan
etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ”ethos” yang berarti norma-norma,
nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik.
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi
manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu
berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam
menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang
tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang perlu kita pahami bersama bahwa etika ini dapat
diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan manusia.
Begitu halnya dengan profesi kebidanan, diperlukan suatu petunjuk bagi anggota profesi
tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya, yaitu ketentuan tentang apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anggota profesi, tidak saja dalam menjalankan tugas
profesinya melainkan juga menyangkut tingkah laku dalam pergaulan sehari-hari dimayarakat,
yang dalam hal ini kode etik profesi kebidanan.
Berdasarkan teori Deontologi, memiliki tanggung jawab sama dengan memiliki tugas moral.
Tugas moral selalu diiringi dengan tanggung jawab moral. Dalam dunia profesi, istilah tanggung
jawab moral disebut etika dan selama menjalankan perannya, bidan sering kali bersinggungan
dengan masalah etika.
Perkembangan teknologi kesehatan yang semakin pesat, khususnya bidang kebidanan telah
mempengaruhi peran bidan dalam praktik kebidanan. Setiap peran mengemban tanggung jawab
dan cukup sulit bagi bidan memikul semua tanggung jawab itu. Pada dasarnya tanggung jawab
bidan adalah :
a. Menjaga dan meningkatkan keselamatan ibu dan bayi
b. Menyediakan pelayanan berkualitas dan informasi atau sarana yang tidak bisa berdasarkan hasil
penelitian ilmiah ( evidence based )
c. Mendidik dan melatih mahasiswa kebidanan agar kelak menjadi bidan yang mampu memberi
pelayanan berkualitas .
Berdasarkan teori Deontologi, memiliki tanggung jawab sama dengan memiliki tugas moral.
Tugas moral selalu diiringi dengan tanggung jawab moral. Dalam dunia profesi, istilah tanggung
jawab moral disebut etika dan selama menjalankan perannya, bidan sering kali bersinggungan
dengan masalah etika. Menurut jones ( 2000 ), bidan secara menyeluruh memiliki peran sebagai
praktisi, pendidik, konselor, penasihat, teman, advokat, peneliti dan pengelola.
1. Sebagai Praktisi
Dewasa ini, bidan sudah menyadari istilah “duty of care “ (kewajiban dalam memberi
perawatan), sehingga semakin banyak bidan yang mempelajari masalah hukum selain masalah
pelayanan kebidanan. Selama ini, bidan mengidentikkan pelanggaran kebidanan hanya terjadi
pada kasus-kasus “ besar” seperti aborsi illegal, padahal sebenarnya sikap membiarkan klien
menunggu lama untuk mendapatkan perawatan pun sudah bisa dianggap sebagai pelanggaran
etika. Bidan harus menyadari bahwa cakupan pelayanan yang diberikannya sangat rentan
terkena pelanggaran etika. Sikap yang dibutuhkan untuk menghadapi hal tersebut adalah sikap
selalu waspada terhadap setiap tingkah laku, ucapan dan perbuatan yang dilakukannya.
Sebenarnya, kebenaran kode etik atau standar profesi yang melandasi praktik kebidanan sudah
jelas menunjukkan keberadaan kerangka etika. Jika bidan berpegang teguh pada kerangka etika
ini, bidan akan melakukan praktik atau asuhan yang sesuai dengan peraturan profesional,
sekaligus sejalan dengan hukum. Akan tetapi, jika bidan melanggar kode etik, berarti bidan telah
melakukan tindakan yang menyimpang dari peraturan dan gagal menjadi professional karena
tidak sesuai dengan etika.
Dalam menjalankan perannya sebagai praktisi selain berpegang teguh pada kode etik dan
standar profesi, ada beberapa hal yang menjadi pegangan bidan, antara lain :
a. Hati nurani. Bidan harus menjadikan hati nuraninya sebagai pedoman. Hati nurani mengetahui
perbuatan individu yang melanggar etika atau sesuai etika. Pelanggaran etika oleh bidan dapat
bersifat fisik ataupun secara verbal.
b. Teori etika. Untuk memecahkan suatu masalah dalam situasi yang sulit, bidan dapat berpegang
pada teori etika. Sekalipun teori ini telah tua, namun masih relevan karena selalu disesuaikan
dengan perkembangan saat ini, seperti teori Immanuel Kant yang menyatakan bahwa sikap
menjunjung tinggi prinsip autonomi adalah penting dan teori ini sangat relevan bila diterapkan
dalam praktik kebidanan.
2. Sebagai Pendidik
Dalam menjalankan perannya sebagai pendidik, bidan bertanggung jawab untuk memberi
pendidikan kepada :
a. Orang tua. Bidan harus berperan aktif dalam mendidik atau mengajarkan keterampilan
perawatan bayi dan promosi kesehatan kepada ibu, suami ( pasangannya ) dan anggota keluarga
yang lain
b. Mahasiswa bidan. Bidan bertanggung jawab dalam memberi pendidikan kepada mahasiswa
bidan agar terampil dan memiliki pengetahuan baru
Pada dasarnya, tujuan utama peran pendidik yang dimiliki bidan adalah memberdayakan
orang tua dan mahasiswa agar mereka memiliki keterampilan dan dalat menerapkan
keterampilan tersebut secara mandiri sehingga terciptanya autonomi pribadi.
3. Sebagai Konselor
Peran bidan sebagai konselor mencakup pemberian informasi dan penjelasan, termasuk
mendengarkan dan membantu klien serta keluarganya memahami berbagai masalah yang ingin
mereka ketahui. Bidan bertanggung jawab memberi informasi terkini dan menyampaikannya
dalam bahasa yang dipahami oleh klien dan keluarganya.
Masalah etika yang biasanya muncul saat bidan menjalankan perannya sebagai konselor
adalah sebagai berikut :
a. Memaksa klien membuka rahasia yang enggan ia ceritakan pada saat konseling.
b. Memberi informasi yang secara tidak langsung ” menggiring ” klien mengambil keputusan yang
menurut bidan adalah keputusan terbaik.
4. Sebagai Penasihat
Dalam menjalankan peran sebagai penasihat, bidan harus dapat membatasi diri jika ingin
tetap menghargai autonomi klien.. Klien membutuhkan informasi yang memadai agar dapat
membuat keputusan dan terus mengendalikan dirinya sendiri. Akan tetapi, sangat sulit bagi bidan
untuk menahan diri tidak memberi nasihat ( sekalipun tidak diminta ) berdasarkan
pengalamannya menghadapi berbagai klien dan teman sejawat. Hal ini akan menghambat klien
dalam menentukan pilihannya sendiri.
5. Sebagai teman
Sikap bidan yang mampu menjaga jarak dengan klien merupakan salah satu pendekatan
profesional yang baik. Sayangnya, sikap menjaga jarak tersebut sering diartikan sebagai tidak
acuh, tidak peduli pada kondisi klien. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, muncul istilah
teman profesional. Teman profesional dapat diartikan sebagai sikap yang mampu mendukung
prinsip autonomi bagi klien sekaligus mudah “didekati”, khususnya dalam proses pemberian
asuhan berkelanjutan. Hubungan pertemanan lainnya yang berpotensi menimbulkan masalah
adalah hubungan antara bidan dan mahasiswa bidan yang biasanya terjadi selama masa praktik
klinik dalam waktu yang cukup lama.
6. Sebagai Advokat
Peran bidan dalam memberi advokasi sangat penting, khususnya ketika klien menolak
persetujuan atas tindakan medis yang sebenarnya dapat mencegah terjadinya kematian atau
kesakiitan klien itu sendiri. Dalam hal ini bidan harus berperan sebagai advokat dengan memberi
penjelasan dan doronngan ( bukan paksaan ) kepada klien mengenai sisi positif dan negatif dari
keputusan yang diambil.
7. Sebagai Peneliti
Peran bidan sebagai peneliti sejalan dengan salah satu pasal dalam kode etik bidan yang
menyatakan :
” Bidan harus berkembang dan memperluas pengetahuan kebidanannya melalui berbagai
proses seperti diskusi dengan rekan sejawat dan penelitian ”
Sudah jelas bahwa penelitian bukan lagi merupakan pilihan, namun tanggung jawab etik
bidan. Bidan mungkin banyak terlibat dalam penelitian baik sebagai subyek maupun obyek
penelitian.
Menurut Helsinski, 1964 prinsip dasar penelitian yang mengambil objek manusia harus
memenuhi ketentuan :
a. Bermanfaat bagi manusia
b. Harus sesuai dengan prinsip ilmiah dan harus didasarkan pengetahuan yang cukup dari
dukungan kepustakaan ilmiah
c. Tidak membahayakan obyek (manusia) penelitian itu (diatas kepentingan yang lain)
d. Tidak merugikan atau menjadi beban baik waktu, materi maupun secara emosi dan psikologis
e. Harus selalu dibandingkan rasio untung-rugi-risiko. Maka dari itu penelitian tidak boleh ada
faktor eksploitasi, atau merugikan nama baik objek penelitian.
8. Sebagai Pengelola
Sebagai pengelola, bidan bertanggung jawab mengambil keputusan sosial dan etik, memberi
rumusan kebijakan dan praktik, membantu pengawasan dan alokasi sumber pendapatan,
memperhatikan aspek kejujuran, perhatian terhadap orang lain dan mendukung serta berperan
penting dalam pilihan etik.
Bidan pengelola juga mempunyai tanggung jawab untuk menjaga biaya pelayanan tetap
minimal secara efisien dan efektif dengan tetap mempertahankan kualitas pelayanan.
Dengan penjabaran diatas, maka dalam kesempetan kali ini akan dipaparkan mengenai
kajian kode etik dan kode etik profesi bidan.
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Terciptanya pelayanan kebidanan yang komprehensif sesuai kewenangan dan tanggung
jawab seorang bidan.
2. Tujuan Khusus
a. Menjalankan tugas mengelola ibu hamil sesuai prosedur yang ditetapkan pemerintah.
b. Menjalankan tugas mengelola ibu bersalin prosedur yang ditetapkan pemerintah.
c. Menjalankan tugas mengelola ibu nifas sesuai prosedur yang ditetapkan pemerintah.
d. Menjalankan tugas mengelola pelayanan KB sesuai prosedur yang ditetapkan pemerintah.
e. Menjalankan tugas mengelola daur hidup wanita sesuai prosedur yang ditetapkan pemerintah.
BAB II
TEORI KODE ETIK KEBIDANAN
2.1 Defenisi Kode Etik
Kode etik adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi dalam
melaksanakan tugas profesinya dan hidupnya di masyarakat. Norma tersebut berisi petunjuk bagi
anggota profesi tentang bagaimana mereka menjalankan profesinya dan larangan, yaitu
ketentuan tentang apa yang boleh dan tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota
profesi, tidak saja dalam menjalankan tugas profesinya melainkan juga menyangkut tingkah laku
pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat.
Kode etik kebidanan merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi yang menuntut
bidan melaksanakan praktik kebidanan baik yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga,
masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya. Penetapan kode etik kebidanan harus dilakukan
dalam Kongres Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
Merupakn ciri profesi yang bersumer dari nilai – nilai internal dan external suatu disiplin
ilmu dan merupakan komperehensif suatu profesi yang memberikan tuntutan agi anggota dalam
melaksanakan pengabdian profesi.
2.2 Tujuan Kode Etik
1. Menjunjung tinggi martabat dan citra profesi.
”Image’ pihak luar atau masyarakat terhadap suatu profesi perlu dijaga untuk mencegah
pandangan merendahkan profesi tersebut. Oleh karena itu, setiap kode etik profesi akan melarang
berbagai bentuk tindakan atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik
profesi di dunia luar sehingga kode etik disebut juga ”kode kehormatan”.
2. Untuk memelihara dan menjaga kesejahtraan anggota
Kesejahteraan yang dimaksud adalah kesejahteraan material dan spiritual atau mental.
Berkenaan dengan kesejahteraan material, kode etik umumnya menetapkan larangan-larangan
bagi anggotanya untuk melakukan perbuatan yang merugikan kesejahteraan. Kode etik juga
menciptakan peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur
para anggota profesi ketika berinteraksi dengan sesama anggota profesi.
2. Menghubungkan nilai atau norma yang dapat diterapkan dan dipertimbangkan dalam memberi
pelayanan
5. Menginformasikan kepada calon perawat dan bidan tentang nilai dan standar profesi
c. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana
kerja yang serasi.
d. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjunng tinggi citra profesinya dengan
menampilkan keperibadian yang tinggi dan memberi pelayanan yang bermutu kepada
masyarakat.
e. Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan
baik.
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam mengadaptasi teori etika seorang bidan harus mampu menyesuaikan dengan keadaan
dirinya dan berlandaskan pada kode etik dan standar profesi. Bidan tidak dapat memaksakan
untuk mengadapatasi suatu teori etika secara kaku, karena hal ini akan merugikan bidan itu
sendiri.Bidan harus menilai kemampuan dirinya dalam melakukan sesuatu namun tidak
menyimpang dari prinsip pelayanan, yaitu berusaha mengutamakan keselamatan ibu, bayi dan
kelurga. Contohnya ketika seorang bidan desa harus menolong persalinan, disaat jadwal
pemeriksaan kehamilan, selain itu ada beberapa ibu yang memerlukan pelayanan KB dan asuhan
BBL. Maka kemungkinan besar ia hanya dapat menerapkan teori utilitarian (mencoba
menghasilkan yang terbaik bagi semua orang sesuai kemampuannya, karena golongan utilitarian
meyakini bahwa hasil yang didapat setiap orang harus sama. Sebenarnya bidan tersebut dapat
menerapkan teori deontologi, namun pelayanan yang ia berikan tidak akan mencakup semua
klien.
Sebagai pendidik, bidan harus memberikan pengajaran yang jelas, tidak bias. Akan tetapi,
bidan harus menghindari kecenderungan untuk menciptakan bidan kaku (tidak mengikuti
informasi terkini dari literature yang jelas tentang perkembangan pelayanan kebidanan) sehingga
akan menimbulkan sikap “sok tau”. Contohnya pada saat menolong persalinan mahasiswa bidan
diajarkan untuk tidak melakukan episiotomi. Jika pola pengajaran tidak tepat mahasiswa akan
sepenuhny menyerap materi tersebut, akibatnya, ia tidak akan melakukan episiotomi tanpa
melihat ada tidaknya indikasi.
Sebagai konselor bidan harus menjelaskan tentang tindakan yang akan diberikan kepada
klien dengan jelas, contohnya seorang ibu datang ke bidan yang ingin menjadi akspetor KB IUD
namun timbul ketakutan akibat rumor negatif yang beredar dimayarakat tentang IUD. Masalah
etika yang timbul yaitu ketika bidan tidak dapat menjelaskan dengan baik, sehingga pandangan
klien tentang IUD tidak berubah dan mengurungkan niatnya untuk menjadi akseptor KB.
Bidan juga dapat berperan sebagai teman, sehingga klien merasa nyaman ketika menerima
pelayanan yang diberikan kepada kien, namun peran sebagai teman juga harus memiliki
batasannya. Sikap professional terhadap klien harus dijaga, sehingga klien dan keluarganya
memandang bidan sebagai orang yang berwibawa dan mampu mengendalikan diri sehingga
mampu melindungi kliennya. Peran dosen bidan sebagai teman juga diperlukan, sehingga siswa
tidak merasa sungkan dalam proses belajar mengajar. Namun -lagi-lagi- peran sebagai teman
tetap ada batasnya, jangan sampai penilaian terhadap mahasiswa menjadi subyektif, ketika
mahasiswa bidan melakukan suatu kesalahan dosen bidan menutupi kesalahan mahasiswanya
karena kedekatan yang berlebihan.
Etika berperan dalam penelitian kebidanan, contohnya dahulu praktik kebidanan masih
banyak berdasar kebiasaan atau dogma, dengan kemajuan zaman praktik yang seperti itu tidak
dapat dilaksanakan lagi, tetapi dituntut praktik yang professional berdasarkan pada hasil
penelitian. Bidan mungkin banyak terlibat dalam penelitian baik sebagai subyek maupun subyek
penelitian. Sehingga bidan perlu mengetahui tentang etika penelitian, demi kepentingan
melindungi klien, institusi tempat praktik dan diri sendiri. Bidan wajib mendukung penelitian
yang bertujuan memajukan ilmu pengetahuan kebidanan. Bidan harus siap mengadakan
penelitian dan siap untuk memberikan pelayanan pada hasil penelitian.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Etika sebagai salah satu cabang filsafat seringkali dianggap sebagai ilmu yang abstrak dan
kurang relevan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak uraian filsafat dianggap jauh dari
kenyataan, tetapi setidaknya etika mudah dipahami secara relevan bagi banyak persoalan yang
dihadapi. Etika sebagai filsafat moral mencari jawaban untuk menentukan serta mempertahankan
secara rasional teori yang berlaku tentang apa yang benar dan yang salah, baik atau buruk, yang
secara umum dapat dipakai sebagai suatu perangkat prinsip moral yang menjadi pedoman bagi
tindakan manusia.
Etika tidak lepas dari kehidupan manusia, termasuk dalam profesi kebidanan membutuhkan
suatu system untuk mengatur bidan dalam menjalankan peran dan fungsinya. Dalam
menjalankan perannya bidan tidak dapat memaksakan untuk mengadapatasi suatu teori etika
secara kaku, tetapi harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi saat itu dan
berlandaskan pada kode etik dan standar profesi.
DAFTAR PUSTAKA
http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/definisi-dan-isi-kode-etik-kebidanan.html
http://bidanulinn