Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PELAYANAN AMBULANS

A. Pendahuluan

Evakuasi dan transportasi merupakan salah satu bagian penting dalam pelayanan

gawat darurat. Melalui evakuasi dan transportasi yang tepat dapat membantu penanganan

penderita gawat darurat dengan baik. Pada pelayanan gawat darurat terkadang diperlukan

untuk merujuk pasien karena penanganan ditempat tersebut tidak dapat dilakukan oleh

karena keterbatasan sarana dan prasarana serta sumber daya. Rujukan dapat terjadi antar

dan intra rumah sakit sehingga perlu diketahui prinsip – prinsip yang melandasi proses

merujuk untuk menghindari kematian dan kecacatan yang tidak perlu agar dapat

meminimalkan kematian. Pada evakuasi pasien dimana dilakukan pemindahan dan

penggangkatan penderita, memerlukan cara-cara tersebut karena bila salah dalam

melakukan pengangkatan tersebut dapat juga menyebabkan cedera pada petugas juda

dapat memperburuk keadaan penderita. Sebaiknya keadaan penderita telah stabil dan

telah mendapat penanganan seperlunya (imobilisasi) sebelum dilakukan rujukan.

Sebaiknya sebuah rumah sakit mempunyai tata cara tertulis menangani penderita

yang akan dirujuk. Dalam melakukan rujukan, selain prinsip – prinsip rujukan juga

diperhatikan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) khususnya untuk

rujukan antar rumah sakit. Penentuan Geometrik Map sangat diperlukan untuk

menghindari kesalahan dalam menentukan rumah sakit rujukan. Rumah sakit rujukan

harus diberitahu terlebih dahulu agar rumah sakit tersebut siap menerima rujukan dan

penderita yang dirujuk.

1
Beberapa prinsip – prinsip yang melandasi proses merujuk adalah

1. Penderita hanya dapat dirujuk bila dalam keadaan stabil.

Dengan keadaan stabil bukan berarti bahwa penderita tanda – tanda fisiologisnya

sudah normal, akan tetapi bahwa penderita dalam keadaan tidak memburuk.

Merujuk penderita yang sedang memburuk keadaannya dapat mengakibatkan

kematian penderita dalam perjalanan.

2. Perawatan penderita harus tetap optimal selama proses merujuk.

Sebagai contoh adalah bahwa jangan merujuk penderita yang dalam keadaan

terancam jalan nafas, gangguan ventilasi pernafasan atau gangguan sirkulasi yang

belum dilakukan pertolongan (ABC= Airway, Breating, Circulation problem) baik

oleh petugas ambulanss taupun petugas lain yang tidak mempunyai kemampuan

mengatasi masalah dalam ABC. Bila pasien cukup stabil dan didampingi oleh

petugas yang mempunyai keahlian yang sesuai dengan keadaan penderita dengan

peralatan yang diperlukan maka transportasi dapat dilakukan.

B. Definisi

Kata “ambulans” berasal dari bahasa latin ambulare yang berarti untuk membawa

atau memindahkan dimana pada zaman dahulu pasien dipindahkan dengan diangkat.

Kata ambulans pada zaman dahulu diartikan sebagai rumah sakit yang berjalan yang

selalu mengikuti ke mana suatupasukan perang pergi. Kata ambulans secara umum

dihubungkan dengan kendaraan motor emergency dengan peralatan emergency untuk

pasien dengan penyakit akut ataupun trauma, yang sekarang disebut sebagai ambulans

emergency.

Ambulans adalah alat transportasi untuk membawa orang yang sakit ataupun

terluka menuju rumah sakit. Kata ambulans digunakan untuk mendiskripsikan alat

trasnportasi yang memiliki peralatan medis untuk pasien yang ada di luar rumah sakit

2
atau untuk membawa pasien kerumah sakit untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut

(www.essay.se,2008). Jadi ambulans adalah alat transportasi yang digunakan untuk

memindahkan orang sakit trauma ataupun non trauma ke rumah sakit baik dalam

keadaan emergency ataupun non emergency yang di lengkapi dengan peralatan medis

yang memadai.

Ambulans yang lain yaitu ambulans yang dikhususkan untuk hanya membawa

pasien ke rumah sakit. Jenis ambulans ini tidak dilengkapi dengan peralatan bantuan

dasar hidup dan biasanya staf paramedic pada ambulans jenis ini mempunyai kualifikasi

lebih rendah jika dibandingkan dengan staf paramedic pada ambulans emergency.

Emergency Ambulans (Ambulans Gawat Darurat) adalah unit transportasi medis

yang didesain khusus dan berbeda dengan model transportasi lainnya. Ambulans gawat

darurat didesain agar dapat menangani pasien gawat darurat, memberikan pertolongan

pertama dan melakukan perawatan intensif selama dalam perjalanan menuju rumah sakit

rujukan.

C. Tujuan

Untuk meminimalkan terjadinya kematian dan menghindari kecacatan yang tidak

perlu pada pasien dalam keadaan gawat darurat.

D. Macam-macam Tipe Fungsional Ambulans

Ambulans dapat klasifikasi menjadi berbagai macam tergantung fungsinya. Pada

beberapa kondisi, ambulans mungkin dapat melakukan lebih dari satu fungsi, antara lain

sebagai berikut:

1. Ambulans emergenci

Jenis ambulans yang banyak didapat, dimana ambulans ini menyediakan

peralatan medis terutama BHD terhadap pasien dengan penyakit akut maupun

trauma.

3
2. Ambulans transport pasien

Jenis ambulans ini mempunyai fungsi hanya membawa pasien ke rumah sakit

ataupun ke fasilitas pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan pasien, misal: CT scan,

MRI, pelayanan dialisis.

3. Respon unit

Adalah alat transportasi yang bertujuan untuk bisa mencapai tempat dimana

pasien dengan penyakit akut secara cepat dan memberikan perawatan medis

sementara namun kurang dilengkapi dengan fasilitas untuk transportasi pasien untuk

ke rumah sakit. Pada umumnya respon unit akan disertai dengan ambulans

emergency yang memiliki fasilitas untuk memindahkan pasien ke rumah sakit.

Namun pada kasus yang tidak memerlukan perawatan di rumah sakit maka respon

unit akan memberikan perawatan pada tempat kejadian tanpa meminta bantuan

ambulans emergency untuk transportasi pasien. Jenis kendaraan yang digunakan bisa

berupa mobil, van yang telah dimodifikasi, sepeda motor, sepeda ataupun kuda. First

responder adalah orang awam dilatih khusus pertolongan pertama tingkat lanjut

(kemampuan hampir menyamai paramedik ambulans) bisa siapa saja : polisi, tim

SAR, relawan palang merah dan lain-lain

4. Charity Ambulanss

Tipe ambulans khusus untuk transportasi dengan tujuan membawa pasien

pulang atau dengan perawatan jangka panjang/ rawat jalan.

5. Mobil Jenasah

Kendaraan khusus yang digunakan untuk memjemput atau mengantarkan

jenasah keluar ataupun ke dalam rumah sakit.

4
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buleleng saat ini memiliki ambulans dengan jenis :

a. 1 unit Ambulans Emergenci

b. 2 unit Ambulans Transport

c. 2 unit Mobil jenasah.

5
BAB II
STRUKTUR ORGANISASI DAN SUMBER DAYA MANUSIA

A. Struktur Organisasi

Pelayanan ambulans berada di bawah organisasai Instalasi Gawat Darurat secara

struktural, dengan struktur organisasi sebagai berikut:

Gambar 2.1 Struktur Tim Ambulans

B. Tugas dan Tanggung Jawab

1. Ketua Tim Ambulanss

a. Bertanggung jawab terhadap kelancaran pelayanan ambulanss yang meliputi:

1) Ketersediaan dan kesiapan tenaga SDM.

2) Kelengkapan fasilitas.

3) Perencanaan,

4) Evaluasi kegiatan
6
b. Mengkoordinir tenaga perawat/bidan ambulans.

c. Mengkoordinir penyusunan SPO ambulans.

d. Menyusun jadwal tugas perawat/bidan, dokter, dan sopir Ambulans

(berkoordinasi dengan koordinator dokter dan koordinator sopir)

e. Perencanaan dan pengecekan rutin alat medis, BHP, dan obat-obatan

(berkoordinasi dengan wakil ketua tim dan inventaris)

f. Merekap data pelayanan ambulans dari buku kegiatan

2. Koordinator Dokter

a. Mengkoordinir tenaga dokter.

b. Menyusul jadwal tugas jaga dokter ambulans.

3. Koordinator Sopir

a. Menyusun jadwal tugas jaga sopir.

b. Mengkoordinir tenaga sopir.

c. Perencanaan dan pengecekan rutin mobil ambulans.

d. Merekap data pelayanan ambulans di buku kegiatan

4. Dokter Ambulans

a. Melakukan evaluasi/penilaian kondisi pasien.

b. Menentukan derajat kondisi pasien untuk memilih jenis ambulanss:

1) Derajat 0-0,5 : menggunakan ambulanss transport/basic.

2) Derajat 1-3 : menggunakan ambulanss emergenci/advance.

c. Menentukan pendampingan berdasarkan derajat kondisi pasien.

d. Kolaborasi dengan perawat/bidan dalam melengkapi SISRUTE.

e. Menentukan kebutuhan peralatan medis, alkes, obat, dan bahan habis pakai

(BHP) sesuai kebutuhan pasien.

7
f. Membuat resep untuk permintaan obat dan alkes yang telah ditentukan.

g. Menentukan fasilitas kesehatan yang dibutuhkan pasien (dalam kegiatan

penjemputan pasien)

5. Perawat/Bidan Ambulans

a. Menyiapkan alat medis, BHP, dan obat-obatan agar selalu dalam keadaan siap

pakai.

b. Melakukan pendampingan pasien dalam kegiatan:

1) Rujukan keluar rumah sakit.

2) Penjemputan pasien.

3) Mengantar pasien pulang (tergantung derajat kondisi pasien).

c. Berkolaborasi dengan dokter dalam melengkapi SISRUTE.

d. Melakukan penilaian cepat triage pasien.

e. Melakukan stabilisasi sistem A-B-C pasien

f. Berkolaborasi dengan dokter ambulans dalam menentukan fasilitas kesehatan

yang dibutuhkan pasien (dalam kegiatan penjemputan pasien).

g. Melakukan pendokumentasian tindakan medis keperawatan pada pasien

h. Pencatatan pada buku kegiatan ambulans.

6. Sopir Ambulans

a. Menjadi sopir kendaraan pada saat melakukan pelayanan

b. Membantu tenaga medis dalam proses evakuasi pasien.

c. Melakukan pengecekan dan memastikan kendaraan siap pakai (termasuk

pengisian bahan bakar).

d. Mengisi catatan pemakaian kendaraan.

e. Menjaga kebersihan kendaraan.

f. Memonitor jadwal service kendaraan.

8
C. Petugas Ambulanss

Menurut Kemenkes No. 0152/YanMed/RSKS/1987, tentang Standarisasi

Kendaraan Pelayanan Medik serta Kemenkes No 143/Menkeskesos/SK/II/2001 tentang

Standarisasi Kendaraan Pelayanan Medik. Dikatakan bahwa petugas di ambulans gawat

darurat terdiri dari:

a. 1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi

b. 1 (satu) perawat berkemampuan PPGD

c. 1 (satu) dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS

D. Persyaratan Pengemudi Ambulanss

Untuk menjadi seorang pengemudi ambulans yang aman:

1. Sehat secara fisik. Pengemudi tidak boleh memiliki kelainan yang dapat

menghambat dalam mengoperasikan ambulans, tidak juga kondisi medis yang

mengganggu saat mengemudi.

2. Sehat secara mental, emosi terkontrol. Mengemudikan ambulans bukanlah

perkerjaan bagi seseorang yang gemar memainkan lampu dan sirine.

3. Bisa mengemudi di bawah tekanan

4. Memiliki keyakinan positif atas kemampuan diri sebagai seorang pengemudi tapi

jangan terlalu percaya diri dengan menantang resiko.

5. Bersikap toleran dengan pengemudi lain. Selalu ingat bahwa orang akan bereaksi

berbeda ketika melihat kendaraan emergensi. Terima dan toleransi kebiasaan buruk

pengemudi lain tanpa harus marah.

6. Tidak dalam pengaruh obat-obat yang berbahaya. Alkohol, obat-obatan terlarang

seperti marijuana dan kokain, obat-obatan seperti antihistamin dan obat penenang

lainnya.

7. Mempunyai Surat Izin Mengemudi yang masih berlaku.

9
8. Pakai selalu kaca mata atau lensa kontak jika dibutuhkan saat menyetir.

9. Evaluasi kemampuan diri dalam menyetir berdasarkan respon diri Anda terhadap

tekanan perorangan, penyakit, kelelahan, dan mengantuk.

E. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pengemudi ambulans

1. Jangan mengemudi tanpa kacamata korektif jika memiliki pengliihatan yang kurang

sempurna

2. Jangan mengemudi ketika minum obat yang menyebabkan kantuk

3. Jangan mengemudi jika sedang minum obat penenang

4. Jangan mengemudi jika sedang minum obat keras

5. Semakin cepat mengendarai, semakin besar kemungkinan terjadi kecelakaan

6. Pada kecepatan tinggi akan sulit menghentikan kendaraan mendadak bila ada situasi

yang berbahaya

10
BAB III
KENDARAAN AMBULANS

A. Pengertian

Ambulans adalah alat transportasi untuk membawa orang yang sakit ataupun

terluka menuju rumah sakit. Kata ambulans digunakan untuk mendiskripsikan alat

trasnportasi yang memiliki peralatan medis untuk pasien yang ada di luar rumah sakit

atau untuk membawa pasien ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.

Kata ambulans secara umum dihubungkan dengan kendaraan motor emergenci dengan

peralatan emergenci untuk pasien dengan penyakit akut atau trauma yang sekarang

disebut sebagai ambulanss emergenci.

B. Persyaratan Ambulans Emergency/ gawat darurat

Syarat ambulans gawat darurat antara lain :

1. Petugas yang mempunyai kemampuan BHD untuk menstabilisasi A (airway), B

(breathing), C(circulation).

2. Perlengkapan peralatan BHD, bed side monitor, bedah minor.

3. Dilengkapi dengan semua alat/obat emergency

4. Juga dilengkapi dengan alat-alat ekstrikasi, fiksasi, stabilisasi dan transportasi

5. Mempunyai sistem komunikasi dengan pusat komunikasi, rumah sakit dan ambulans

lainnya

6. Melakukan transportasi pasien sesuai tata tertib ambulans

C. Syarat-syarat Teknis Kendaraan

1. Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi lunak

2. Warna kendaraan : kuning muda atau putih

3. Menggunakan pengatur udara AC dengan pengendali di ruang pengemudi.

4. Pintu belakang dapat dibuka ke arah atas.

11
5. Ruang penderita tidak dipisahkan dari ruang pengemudi

6. Tempat duduk petugas di ruang penderita dapat diatur/ dilipat

7. Dilengkapi sabuk pengaman bagi pengemudi dan pasien

8. Ruang penderita cukup luas untuk sekurangnya dua tandu. Tandudapat dilipat.

9. Ruang penderita cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri tegakuntuk melakukan

tindakan

10. Gantungan infus terletak sekurang-kurangnya 90 cm di atas tempatpenderita

11. Stop kontak khusus 12 V DC di ruang penderita

12. Lampu ruangan secukupnya/ bukan neon dan lampu sorot yangdapat digerakan

13. Meja yang dapat dilipat

14. Almari obat dan peralatan.

15. Tersedia peta wilayah dan detilnya

16. Penyimpan air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air limbah

17. Sirine dua nada

18. Lampu rotator warna merah dan biru

19. Radio komunikasi dan telepon genggam di ruang kemudi

20. Buku petunjuk pemeliharaan semua alat berbahasa Indonesia

D. Standar Peralatan

1. Ambulanss Transport

a. Pemeriksaan umum

1) Tensimeter/Wall Aneroid Sphymomanometers

2) Stetoskop

3) Reflex hammer

4) Senter

5) Point of Care Blood Glucose Testing (pemeriksaan gula darah

12
menggunakan stik)

6) Thermometer digital

b. Set jalan nafar (Airway set)

1) Rigid Cervical Collar

2) Oropharyngeal airway (OPA)

3) Nasopharyngeal Airway (NPA)

4) Suction canula

5) Forsep margil

6) Mesin suction elektrik

c. Set Pernapasan (Breathing set)

1) Bag Valve Mask (BVM) dan reservoir

2) Cannula konektor BVM

3) Nasal canule

4) Simple Mask

5) Rebreathing mask dan NRM

d. Set sirkulasi (circulation set)

1) Automated External Defibrilator (AED)

2) Infuse set

3) Kateter intravena

4) Cairan infuse

5) Set alat bandaging

6) Disposable Syringe

7) Antiseptic

e. Set peralatan stabilisasi dan ekstriksi

1) Wound Toilet Set

13
2) Splint/Bidai

3) Safety belt/patient straping

f. Peralatan transportasi dan evakuasi

1) Stretcher/Brankar

2) Long Spine Board

g. Lain-lain

1) Kunci inggrik (untuk tabung oksigen)

2) Alat Pelindung Diri (APD)

3) Penanda triage

4) Pispot urinal

2. Ambulans Gawat Darurat

a. Pemeriksaan Umum

1) Tensimeter/Wall Aneroid Sphymomanometers

2) Stetoskop

3) Reflex hammer

4) Senter

5) Point of Care Blood Glucose Testing (pemeriksaan gula darah

menggunakan stik)

6) Thermometer digital

b. Airway Equipmen

1) Laringoscope

2) Oropharyngeal Airway

3) Nasopharyngeal Airway

4) Endotracheal Tube

5) Mouth Gage

14
6) Magil Forcep

7) Tounge Spatel

8) Suction Manual

9) Suction Electric

10) Suction Canule

11) Xylochatain Jelly

c. Breathing equipment

1) Bag Valve Mask

2) Nasal Canule

3) Simple Mask

4) Rebreathing Mask

5) Non Rebreathing Mask

6) Pocket Mask

7) Oxygen Tube

8) Portable Oxygen Tube

d. Circulation equipment

1) Veno Catheter / IV Catheter

2) Infuse Set

3) Infusion Fluid

4) Spuit

5) Tensimeter

6) Stetoscope

7) Foley Catheter

8) Urine Bag

9) Steril Gauge

15
10) Roll Bandage

11) Trauma Bandage

12) Triangular Bandage

13) Elastic Bandage

e. Extraction & stabilization equipment

1) Rigid Splint

2) Scoope Strecher

3) Long Spine Board

4) Safety Belt

5) Head Immobilizer

6) Neck Collar

7) Extrication Device

f. Advance equipment

1) Ventilator

2) Pulse Oxymeter

3) Defibrilator

4) Patient Monitor

5) ECG Monitor (3 Lead)

g. Emergency Drugs

1) Adrenalin / Ephyneprin

2) Sulfas Atrophyn

3) Kalmethason

4) Buscopan

5) Dextrose 40 %

6) Lasix

16
7) Aminophylin

8) Cylocard 100 mg

9) Lidocain 2 %

10) valium 10 mg

11) nitrogliserin SL

17
BAB IV
TATALAKSANA AMBULANS

A. Tata Tertib Ambulans

1. Pada saat menuju tempat pasien boleh menggunakan sirine dan lampu rotator

2. Pada saat mengangkut pasien hanya boleh menggunakan lampu rotator

3. Semua peraturan lalu lintas harus ditaati

4. Kecepatan maksimum 40 km / jam dijalan biasa dan 80 km/jam di jalan bebas

hambatan

5. Petugas membuat laporan keadaan penderita selama transportasi, yang disebut

dengan lembar catatan penderita yang mencakup identitas pasien waktu dan keadaan

penderita

6. Petugas memakai seragam dengan identitas yang jelas

7. Setelah selesai melakukan transportasi harus langsung kembali menuju markas

ambulans

8. Penggunaan ambulans harus sesuai dengan fungsi masing – masing ambulans :

a. Ambulans transportasi

Mengangkut pasien dari satu fasilitas pelayanan medic ke tempat lain tanpa

perlu pengawasan medis khusus

b. Ambulans gawat darurat

1) Penganggulangan dalam bentuk hidup dasar

2) Pengangkutan pasien gawat darurat ke tempat pelayanan definitive dalam

rangka rujukan

9. Penggunaan ambulans untuk transportasi diluar ketentuan tersebut seperti antar

jemput dokter, atau perawat dan lain – lain harus mendapat persetujuan dari Ketua

Pelaksana Harian Ambulans.

18
B. Alur Pelaksanaan Operasional Tim Ambulans

Tim Ambulans RSUD Kabupaten Buleleng mempunyai tiga pelayanan pokok transfer

pasien, yaitu pelayanan rujukan keluar rumah sakit, pelayanan penjemputan pasien, dan

pelayanan mengantar pasien pulang. Di setiap tindakan pelayanan ambulans,

pendampingan petugas medis ditentukan berdasarkan derajat kondisi pasien.

Tabel 4.1 Derajat kondisi pasien

1. Rujukan keluar rumah sakit RSUD Buleleng

a. DPJP menginstruksikan tindakan rujuk keluar RS ke perawat jaga ruangan

setelah sebelumnya menjelaskan kondisi pasien ke keluarga dan meminta

persetujuan keluarga.

b. Perawat jaga menghubungi IGD, kemudian dari IGD meneruskan ke

MOD/Dokter Jaga dan Tim Ambulans.

c. MOD/Dokter Jaga dan Tim Ambulans melakukan evaluasi ulang untuk

menentukan derajat kondisi pasien serta memastikan pasien dalam kondisi

19
stabil/trasportable, guna mempersiapkan peralatan medis dan jenis ambulanss

yg akan digunakan.

d. MOD/Dokter Jaga menghubungi RS yg akan dituju guna memastikan RS yg

dituju telah siap menerima pasien yg akan dirujuk.

e. MOD/Dokter Jaga dan Tim Ambulans berkolaborasi dalam pengisian SISRUTE

dan melengkapi Formulir Rujukan

f. Tim Ambulans menjemput pasien ke ruang rawat inap menggunakan

Ambulanss.

g. Selama perjalanan, Tim Ambulans melakukan evaluasi ulang pasien setiap

30menit/setiap ada keluhan.

h. 10 menit sebelum sampai RS tujuan, petugas melakukan evaluasi terakhir

kondisi pasien.

i. Petugas Medis Ambulans melakukan serah terima rujukan ke Dokter/Perawat di

RS tujuan.

2. Penjemputan Pasien

a. CSO menerima telepon dari masyarakat melalui (0362) 22046 / 087740510410

dan meneruskan ke Medical Director

b. Medical Director melalukan evaluasi cepat kondisi pasien via telepon untuk

menilai derajat kondisi pasien dalam menentukan jumlah petugas Team

Ambulanss Service dan jenis Ambulanss yang akan digunakan

c. Team Ambulanss Service mempersiapkan peralatan medis yang akan digunakan

sesuai instruksi Medical Director

d. Team Ambulanss Service berangkat menuju lokasi pasien.

e. Team Ambulanss Service melakukan penilaian triage dan menstabilkan sistem

A-B-C pasien.

20
f. Setelah sampai di lokasi, Team Ambulanss Service menghubungi ulang Medical

Director terkait kondisi pasien terbaru

g. Setelah sistem A-B-C pasien stabil, pasien diantar ke fasilitas kesehatan

h. Selama perjalanan, Team Ambulanss Service melakukan evaluasi ulang pasien

setiap 10menit/setiap ada keluhan

i. 10 menit sebelum sampai fasilitas kesehatan tujuan, petugas melakukan evaluasi

terakhir kondisi pasien

j. Petugas Medis Ambulanss Service melakukan serah terima pasien ke

Dokter/Perawat di fasilitas kesehatan tujuan.

3. Mengantar pasien pulang

a. Perawat ruang rawat inap/ Poliklinik menelpon ke IGD menyampaikan aka nada

tindakan mengantar pasien pulang serta menjelaskan kondisi pasien

b. Perawat IGD lalu meneruskan instruksi tersebut ke MOD/Dokter Jaga/Medical

Director dan petugas Tim Ambulanss Sercive

c. MOD/Dokter Jaga/Medical Director dan petugas Tim Ambulanss Sercive

melakukan evaluasi ulang kondisi pasien untuk menentukan perlunya

pendampingan atau tidak.(derajat pendampingan pasien).

d. Jika MOD/Dokter Jaga/Medical Director menentukan pasien tanpa

pendampingan, tindakan mengantar pasien pulang hanya dilakukan oleh sopir.

e. Apabila MOD/Dokter Jaga/Medical Director menentukan memerlukan

pendampingan, maka petugas Tim Ambulanss Sercive menyiapkan kebutuhan

yang diperlukan selama perjalanan.

f. Setelah sampai di tujuan, petugas melakukan evakuasi kesiapan keluarga dalam

melakukan perawatan lanjutan di rumah dan memberikan kontak fasilitas

kesehatan terdekat apabila terjadi perburukan kondisi terhadap pasien.

21
C. Pelaksanaan Operasional Ambulans

Ketenagaan pada ambulans sebaiknya sudah terlatih ambulans crew. Pada dasarnya

tugas di ambulans adalah lingkaran tugas yang terdiri atas persiapan – respons - kontrol

TKP - akses - penilaian awal keadaan penderita dan resusitasi – ekstrikasi - evakuasi -

transportasi ke rumah sakit yang sesuai, lalu kembali ke persiapan. Hal-hal tersebut

yaitu:

1. Persiapan

Fase persiapan dimulai saat mulai bertugas atau kembali ke markas setelah

menolong penderita. Pemeliharaan ambulanss merupakan salah satu komponen

penting dalam menjaga kualitas pelayanan armada ambulans. Ambulans merupakan

kendaraan yang harus siap pakai sewaktu-waktu saat dibutuhkan sehingga waktu

pelayanan dapat dipersingkat terutama untuk jenis ambulans emergensi yang

kecepatan dan ketepatan merupakan prioritas pelayanan. Berikut ini merupakan

beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan ambulans :

a. Cek kilometer awal sebelum kendaraan ambulans dipakai

b. Pada awal shift, cek bahan bakar (bensin/solar), oli, air accu, air radiator, air

wiper, lampu mobil, sirene, pengeras suara, tekananudara pada ban, AC,

klakson, rem

c. Jumlah oksigen yang tersisa dalam tabung

d. Peralatan perawatan pasien

e. Tandu dan semua peralatan berada pada tempatnya. Lakukan sapuan dengan

menggunakan kain basah dan detergen secara menyeluruh di seluruh permukaan

tandu

f. Periksa sambungan radio komunikasi untuk mempermudah alur komunikasi

g. Cek secara berkala oli, filter, ban accu dan busi

22
h. Pada awal dan akhir shift bagian luar ambulans harus dibersihkan hal ini untuk

menghilangkan kotoran yang menempel pada bodymobil sehingga tidak

mengganggu tanda-tanda pasif ambulans (lambang, tulisan, gambar dll) yang

terpampang pada badan ambulans

i. Untuk kontrol infeksi, bagian dalam ambulans harus dijaga kebersihannya

j. Semua permukaan harus dibersihkan tiap minggu termasuk dalam lemari

k. Bagian dalam dibersihkan sesuai yang diperlukan di antara masapengangkutan

pasien

l. Ganti sarung bantal setiap pengangkutan

2. Respons

a. Pengemudi harus dapat mengemudi dalam berbagai cuaca. Cara mengemudi

harus dengan cara defensif (defensive driving). Rotator selalu dinyalakan, sirine

dinyalakan jika keadaan terpaksa.

b. Mengemudi tanpa mengikuti protokol, akan mengakibatkan cedera lebih lanjut,

baik pada diri sendiri, lingkungan maupun penderita

c. Peraturan lalu lintas HARUS dipatuhi.

d. Keselamatan diri sendiri dan orang lain mutlak menjadi pertimbangan menuju

lokasi kejadian

e. Kecepatan ambulans 40 – 80 km/jam

f. Jika panggilan bukan panggilan gawat darurat mengancam jiwa maka hanya

lampu rotator yang dinyalakan

g. Jika panggilan merupakan panggilan gawat darurat mengancam jiwa maka

dibolehkan membunyikan sireine pada saat saat tertentu untuk memperoleh

keselamatan mendahului kendaraan didepannya

23
3. Kontrol TKP

Diperlukan pengetahuan mengenai daerah bahaya, harus diketahui cara parkir, serta

kontrol lingkungan. Parkir kendaraan pada tempat yang aman dan tidak mengganggu

kendaraan lain. Mintalah seseorang berada di belakang ambulanss untuk bertindak

sebagai pemandu bila polisi belum tiba.

4. Akses ke penderita

Masuk ke dalam rumah atau ke dalam mobil yang hancur, tetap harus memakai

prosedur yang baku

5. Penilaian keadaan penderita dan pertolongan darurat

a. Pasien dirumah

1) Analisa keadaan pendarita secara tepat (respon, pernapasan,jantung dan

sirkulasi).

2) Lakukan penanganan penderita sesuai dengan kasus.

3) Informasi kepada fasilitas kesehatan terdekat dengan lokasi kejadian, bahwa

tim ambulans akan merujuk penderita ketempat tersebut (kasus yang terjadi,

keadaan korban,jumlah penderita, penanganan yang telah diberikan)

b. Penyalamatan dilokasi kecelakaan lalu-lintas

1) Penilaian lokasi

a) Pantau setiap informasi terbaru

b) Perhatikan arus lalu lintas, mungkin perlu menutup jalur.

c) Perhatikan asap disekitar lokasi kejadian dan catat warna asap yang

terlihat, bila mencurigakan hentikan gerak ambulans.

d) Perhatikan bau yang ada disekitar penderita, bila ada yang berbau tidak

wajar segera waspadai bahan beracun.

e) Perhatikan tiang listrik atau telepon yang patah atau kabel yang terjurai

24
terputus.

f) Perhatikan penderita dijalan dan sekitarnya.

g) Waspadalah terhdap orang disekitar tempat kecelakaan, terutama

malam hari.

h) Perhatikan tanda-tanda dari polisi atau personil pelayanan darurrat

yang lain, mungkin ada informasi mengenai bahaya atau penderita.

i) Jika melihat kendaraan yang terbakar atau dicurigai bahan bahaya

tumpah, perhatikan arah dan gerakan angin dengan melihat asap atau

bendera.

j) Perhatikan daerah lapangan untuk evakuasi darurat jika ada

kemungkinan terjadi ledakan.

k) Jika ada bahan atau cairan yang bocor, perlu parkir agak jauh dan

membelakangi arah angin.

2) Pertolongan penderita

a) Bila penderita lebih dari satu, lakukan triage.

b) Lakukan penilaian cepat (respon, pernapasan, jantung dansirkulasi)

c) Lepaskan segala benda yang menghambat pemberianpertolongan

pertama.

d) Berhatilah-hatilah bila terpaksa mengangkat penderita

e) Bila penderita terjepit, jangan sekali-kali menarik badan anggota

badannya tanpa lebih dahulu melepaskan jepitannya.

f) Angkatlah korban dalam keadaan terbaring

g) Korban dibaringkan di tempat yang teduh dan bila perlu diselimuti.

penyelimutan penderita mambantu menjaga suhu tubuh, mencegah

paparan cahaya dan menjaga privasi.

25
h) Lakukan penanganan penderita sesuai kasus

c. Ekstrikasi

Pada keadaan lokasi yang berbahaya atau penderita yang memerlukan prioritas

tinggi maka pemindahan penderita harus didahulukan dan secepatnya dilakukan

pemeriksaan penanganan gawat darurat.

Pemindahan ke ambulans dilakuakn dalam 4 tahap :

1) Pemilihan alat yang digunakan untuk mengusung pasien

2) Stabilisasi pasien untuk dipindahkan

3) Memindahkan pasien keambulans

4) Memasukkan pasien ke ambulans

Pada prinsipnya dalam kondisi apapun seseorang penderitadikategorikan dalam

perioritas tinggi maka harus segera dirujukkerumah sakit. Alat angkut penderita

harus memiliki tiga tali pengikatuntuk menjaga posisi penderita tetap aman.

Yang pertama diletakkansetinggi dada, yang kedua setinggi pinggang atau

panggul dan yangketiga setinggi tungkai.

d. Evakuasi dan transport penderita

Transportasi bukanlah sekedar mengantar pasien kerumah sakit.Serangkain

tugas harus dilakukan sejak penderta dimasukkan kedalamambulanss hingga

diambil alih oleh pihak RS. Tindakan-tindakan yangharus di perhatikan dalam

mempersiapkan penderita yang akandiangkut :

1) Lakukan pemeriksaan menyeluruh

2) Amankan posisi tandu didalam ambulans

3) Posisikan dan amankan penderita

4) Pastikan penderita terikat dengan baik dengan tandu

5) Persiapkan jika timbul komplikasi pernapasan dan jantung

26
6) Longgarkan pakaian yang ketat

7) Periksa perbannya

8) Periksa bidainya

9) Naikkan keluarga atau teman dekat yang harus menemanipenderita

10) Tenangkan penderita

11) Naikkan barang-barang pribadi penderita

12) Ucapkan beberapa patah kata dan tenangkan penderita dengan cara yang

simpatik

13) Ketika anda merasa bahwa penderita dan ambulans siap diberangkatkan,

beri tanda kepada pengemudi untuk memulai perjalanan kerumah sakit

27
BAB V
PROGRAM PENGENDALIAN INFEKSI

”Health-care Associated Infections (HAIs)” merupakan komplikasi yang paling sering

terjadi di pelayanan kesehatan. HAIs selama ini dikenal sebagai Infeksi Nosokomial atau

disebut juga sebagai Infeksi di rumah sakit ”Hospital-Acquired Infections” merupakan

persoalan serius karena dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian

pasien. Kalaupun tak berakibat kematian, pasien dirawat lebih lama sehingga pasien harus

membayar biaya rumah sakit yang lebih banyak.

HAIs adalah penyakit infeksi yang pertama muncul (penyakit infeksi yang tidak berasal

dari pasien itu sendiri) dalam waktu antara 48 jam dan empat hari setelah pasien masuk

rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, atau dalam waktu 30 hari setelah

pasien keluar dari rumah sakit. Dalam hal ini termasuk infeksi yang didapat dari rumah sakit

tetapi muncul setelah pulang dan infeksi akibat kerja terhadap pekerja di fasilitas pelayanan

kesehatan.

Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok

yang berisiko mendapat HAIs. Infeksi ini dapat terjadi melalui penularan dari pasien kepada

petugas, tak terkecuali petugas ambulans / awak ambulans saat proses mentransport/merujuk

pasien.

Dengan demikian petugas ambulans ikut berperan aktif dalam Pencegahan dan

Pengendalian Infeksi yang sangat Penting untuk melindungi dirirnyasendiri, pasien, dan juga

pengunjung /keluarga dari resiko tertularnya infeksi karena dirawat.

Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas penjamu,

agen infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi factor resiko

pada penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden

terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan, dengan cara :

28
1. Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah

penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan petugas

dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.

2. Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/PEP) terhadap

petugas kesehatan. Berkaitan  pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui

darah atau cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas

pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah

hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV.

Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation Precautions”

(Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions”

(Kewaspadaan Standar) dan “Transmission based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan

cara penularan)

A. Kewaspadaan Standar

Kewaspadaan standar diberlakukan terhadap semua pasien, tidak tergantung

terinfeksi/kolonisasi. Kewaspadaan standar disusun untuk mencegah kontaminasi silang

sebelum diagnosis diketahui dan beberapa merupakan praktek rutin, meliputi:

1. Kebersihan tangan/Handhygiene

2. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata

pelindung), face shield(pelindungwajah), gaun

3. Peralatan perawatan pasien

4. Pengendalian lingkungan

5. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen

6. Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan

7. Penempatan pasien

8. Hyangiene respirasi/Etika batuk

29
9. Praktek menyuntik yang aman

10. Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi

B. Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi

Tujuan untuk memutus rantai penularan mikroba penyebab infeksi. Diterapkan

pada pasien  gejala/dicurigai terinfeksi atau kolonisasi kuman penyebab infeksi menular

yang dapat ditransmisikan lewat udatra, droplet, kontak  kulit atau permukaan

terkontaminasi.Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi:

1. kewaspadaan transmisi kontak

2. kewaspadaan transmisi droplet

3. kewaspadaan transmisi airborne

Kewaspadaan berdasarkan transmisi dapat dilaksanakan secara terpisah

ataupun kombinasi karena suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara.

1. Kewaspadaan transmisi Kontak

a. Penempatan pasien :

1) Kamar tersendiri atau kohorting (Penelitian tidak terbukti kamar tersendiri

mencegah HAIs)

2) Kohorting (management MDRo )

b. APD petugas:

1) Sarung tangan bersih non steril, ganti setelah kontak  bahan infeksius,

lepaskan sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan

menggunakan antiseptik

2) Gaun, lepaskan gaun sebelum meninggalkan ruangan

c. Transport pasien

Batasi kontak saat transportasi pasien

30
2. Kewaspadaan transmisi droplet

a. Penempatan pasien :

1) Kamar tersendiri atau kohorting, beri jarak antar pasien >1m

2) Pengelolaan udara khusus tidak diperlukan, pintu boleh terbuka

b. APD petugas:

Masker Bedah/Prosedur, dipakai saat memasuki ruang rawat pasien

c. Transport pasien

1) Batasi transportasi pasien, pasangkan masker pada pasien saat transportasi

2) Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk

3. Kewaspadaan transmisi udara/airborne

a. Penempatan pasien :

1) Di ruangan  tekanan negatif

2) Pertukaran udara > 6-12 x/jam,aliran udara yang terkontrol

3) Jangan gunakan AC sentral, bila mungkin AC + filter HEPA

4) Pintu harus selalu tertutup rapat.

5) kohorting

6) Seharusnya kamar terpisah, terbukti mencegah transmisi, atau kohorting 

jarak >1 m

7) Perawatan tekanan negatif sulit, tidak membuktikan lebih efektif

mencegah penyebaran

8) Ventilasi  airlock à ventilated anteroom terutama pada varicella (lebih

mahal)

9) Terpisah  jendela terbuka (TBC ), tak ada orang yang lalu lalang

31
b. APD petugas:

1) Minimal gunakan Masker Bedah/Prosedur

2) Masker respirator (N95) saat petugas bekerja pada radius <1m dari pasien,

3) Gaun

4) Goggle

5) Sarung tangan

(bila melakukan tindakan yang mungkin menimbulkan aerosol)

c. Transport pasien

1) Batasi transportasi pasien, Pasien harus pakai masker saat keluar ruangan

2) Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk

C. Peraturan Untuk Kewaspadaan Isolasi

Harus dihindarkan transfer mikroba pathogen antar pasien dan petugas saat

perawatan pasien rawat inap, perlu diterapkan hal-hal berikut :

1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari

seluruh pasien

2. Dekontaminasi tangan sebelum dan sesudah kontak diantara pasien satu  lainnya

3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh)

4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan terhadap bahan infeksius

5. Pakai sarung tangan saat atau kemungkinan kontak  darah dan cairan tubuh serta

barang yang terkontaminasi, disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung tangan.

Ganti sarung tangan antara pasien.

6. Penanganan limbah feses, urine, dan sekresi pasien lain di buang ke lubang

pembuangan yang telah disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal

dan obtainer/container pasien lainnya.

7. Tangani bahan infeksius sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO)

32
8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen pasien yang infeksius telah dibersihkan

dan didisinfeksi  benar.

D. Kebersihan Tangan

Tangan merupakan media transmisi patogen tersering di RS. Menjaga kebersihan

tangan dengan baik dan benar dapat mencegah penularan mikroorganisme dan

menurunkan frekuensi infeksi nosokomial. Kepatuhan terhadap kebersihan tangan

merupakan pilar pengendalian infeksi. Teknik yang digunakan adalah teknik cuci tangan

enam langkah. Dapat memakai antiseptik, dan air mengalir atau handrub berbasis

alkohol.

Kebersihan tangan merupakan prosedur terpenting untuk mencegah transmisi

penyebab infeksi (orang ke orang;objek ke orang). Banyak penelitian menunjukkan

bahwa cuci tangan menunjang penurunan insiden MRSA, VRE di ICU.

Kapan Mencuci Tangan?

1. Segera setelah tiba di rumah sakit

2. Sebelum masuk dan meninggalkan ruangan pasien

3. Sebelum dan sesudah kontak  pasien atau benda yang terkontaminasi cairan tubuh

pasien

4. Diantara kontak pasien satu dengan yang lain

5. Sebelum dan sesudah melakukan tindakan pada pasien

6. Sesudah ke kamar kecil

7. Sesudah kontak  darah atau cairan tubuh lainnya

8. Bila tangan kotor

9. Sebelum meninggalkan rumah sakit

10. Segera setelah melepaskan sarung tangan

11. Segera setelah membersihkan sekresi hidung

33
12. Sebelum dan setelah menyiapkan dan mengkonsumsi makanan

Alternatif Kebersihan Tangan

1. Handrub berbasis alkohol 70%:

a. Pada tempat dimana akses wastafel dan air bersih terbatas

b. Tidak mahal, mudah didapat dan mudah dijangkau

c. Dapat dibuat sendiri (gliserin 2 ml  100 ml alkohol 70 %)

2. Jika tangan terlihat kotor, mencuci tangan  air bersih mengalir dan sabun harus

dilakukan

3. Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika

tangan kotor harus mencuci tangan  sabun dan air mengalir

4. Setiap 5 kali aplikasi Handrub harus mencuci tangan  sabun dan air mengalir

5. Mencuci tangan sabun biasa dan air bersih mengalir sama efektifnya  mencuci

tangan  sabun antimikroba (Pereira, Lee dan Wade 1997.

6. Sabun biasa mengurangi terjadinya iritasi kulit

Enam langkah kebersihan tangan :

Langkah 1   :  Gosokkan kedua telapak tangan

Langkah 2 : Gosok punggung tangan kiri dengan telapak tangan kanan, dan lakukan

sebaliknya

Langkah 3    : Gosokkan kedua telapak tangan dengan jari-jari tangan saling menyilang

Langkah 4    : Gosok ruas-ruas jari tangan kiri dengan ibu jari tangan kanan dan lakukan

sebaliknya

Langkah 5   : Gosok Ibu Jari tangan kiri dengan telapak tangan kanan secara memutar,

dan lakukan sebaliknya

Langkah 6    : Gosokkan semua ujung-ujung jari tangan kanan di atas telapak tangan kiri,

dan lakukan sebaliknya

34
E. Dekontaminasi Ambulans

Suatu proses tindakan untuk membunuh mikroorganisme beserta sporanya pada

ambulans beserta isinya setelah terpapar cairan tubuh pasien atau pasien dengan penyakit

menular/infeksius

Sebagai acuan penerapan langkah-langkah dekontaminasi ambulans untuk

mengurangi penyebaran infeksi akibat penggunaan ambulans.

1. Dekontaminasi Rutin

a. Sopir ambulans menyiapkan alat:

1) SEPTALKAN spray (larutan desinfektan yang direkomendasi RS)

2) Ember dan air bersih, lap bersih.

b. Laksanakan Cuci tangan

c. Gunakan APD (Alat Pelindung Diri): sarung tangan dan masker

d. Seluruh permukaan bagian dalam ambulans dibersihkan secara merata

menggunakan deterjen, kemudian bilas dengan air bersih.

e. Selanjutnya dilap dengan cairan klorin 0,05% atau cairan disinfektan

f. Alat-alat yang ada di dalamnya yaitu alat semi kritikal seperti laryngoscope dan

Ambubag setelah digunakan lakukan dekontaminasi tingkat tinggi di ISS.

g. Alat-alat non kritikal seperti handle laryngoscope, Cuff tensi meter, stetoscope,

collar brace, stretcher, defibrillator, dll setelah digunakan, lakukan

dekontaminasi permukaan dengan klorin 0,05% atau cairan disinfektan

h. Bila ada sisa cairan tubuh pasien, desinfeksi dengan klorin 0,5%.

i. Lepaskan APD.

35
2. Untuk dekontaminasi ambulans setelah digunakan mengantar pasien

infeksius/dicurigai infeksius dilakukan dengan prosedur :

a. Siapkan alat: larutan deterjen, larutan klorin 0,05% dan 0,5% cairan disinfektan

air bersih, lap bersih

b. Gunakan APD: masker, gaun, google dan sarung tangan.

c. Seluruh permukaan bagian dalam ambulans dibersihkan menggunakan deterjen

secara merata, kemudian bilas dengan air bersih.

d. Selanjutnya dilap dengan cairan klorin 0,05% atau cairan disinfektan

e. Bila ada tumpahan darah atau cairan tubuh, serap darah/cairan tubuh dengan

kertas koran/HVS kemudian siram dengan larutan klorin 0,5% dan biarkan

selama 10 menit kemudian bersihkan dengan larutan klorin 0,05%.

f. Bila cairan tubuh pasien sudah mengering lakukan desinfeksi dengan larutan

klorin 0,5%.

g. Alat-alat non kritikal seperti handle laryngoscope, stetoscope, collar brace,

stretcher, defibrillator, dll setelah digunakan, lakukan dekontaminasi permukaan

dengan deterjen kemudian lanjutkan dengan larutan klorin 0,05% atau cairan

disinfektan

h. Ganti linen atau cuff tensi meter setiap setelah selesai digunakan.

i. Bagian luar ambulans disiram menggunakan air mengalir yang mengandung

larutan desinfektan.

j. Setelah disiram pintu ambulans dibuka untuk menjamin adanya pertukaran

udara

k. Lepaskan APD dan tempatkan ke tempat sampah infeksius

l. Cuci tangan

36
F. Penutup

Memutus mata rantai penularan merupakan hal yang paling mudah untuk

mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi harus didukung dengan kepatuhan dan

ketaatan dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan dalam Standar Prosedur

Operasional. Adapun cara memutus mata rantai penularan infeksi tersebut adalah dengan

penerapan “Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2

pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan Standar) dan “Transmission

based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan).

Promosi secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan dapat meningkatkan

daya tahan tubuh. Selanjutnya perlu perlindungan bagi petugas minimal dengan

imunisasi Hepatitis B, dan diulang tiap 5 tahun paska imunisasi.

Kewaspadaan yang konstan dalam penanganan benda tajam harus dilaksanakan

sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO). Luka tertusuk Jarum merupakan

bahaya yang sangat nyata dan membutuhkan program manajemen paska pajanan (“Post

Exposure Prophylaxis”/PEP) terhadap petugas kesehatan berkaitan pencegahan agen

infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi

karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya

37
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Rumah sakit dari waktu ke waktu selalu meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan

kepada masyarakat pelanggan, namun harus diakui bahwa pelayanan yang berkualitas

tersebut masih terjadi KTD yang tidak jarang berakhir dengan tuntutan hukum.

Pedoman dan program diperlukan untuk lebih memperbaiki proses pelayanan. KTD

bisa terjadi di semua unit rumah sakit dan sebagian dapat merupakan kesalahan dalam proses

pelayanan. Melalui rencana pelayanan yang komprehensif dengan melibatkan pasien

berdasarkan haknya KTD dapat dicegah.

Dengan meningkatnya keselamatan pasien rumah sakit diharapkan kepercayaan

masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dapat meningkat dan dapat mengurangi KTD.

Karena dengan terjadinya KTD selain berdampak pada peningkatan biaya pelayanan juga

menimbulkan konflik antara dokter/petugas kesehatan dan pasien, menimbulkan sengketa

medis, tuntutan dan proses hukum, tuduhan malpraktek serta pada akhirnya akan menurunkan

kepercayaan masyarakat kepada pelayanan rumah sakit.

A. Pengertian

Keselamatan Pasien Rumah Sakit atau Hospital Patient Safety adalah suatu sistem

dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi :

asessment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dangan risiko

pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak

lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sedangkan

insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan

atau berpotensi mengakibatkan harm ( penyakit, cidera, cacat, kematian, dan lain-lain)

yang seharusnya tidak terjadi.

38
B. Tujuan

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit Rumah Sakit Umum Daerah

Kab Buleleng

2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan keluarga.

3. Menurunnya kejadian yang tidak diharapkan (KTD) di Rumah Sakit Rumah Sakit

Umum Daerah Kab Buleleng .

4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan

kejadian tidak diharapkan.

C. Istilah Dalam Keselamatan Pasien Rumah Sakit

1. Keselamatan

Bebas dari bahaya atau resiko/Hazard.

2. Hazard/resiko

Suatu keadaan, perubahan atau tindakan yang dapat meningkatkan resiko pada

pasien.

a. Keadaan : adalah semua faktor yang berhubungan atau mempengaruhi suatu

peristiwa keselamatan pasien .

b. Agent : adalah substansi, obyek atau sistem yang menyebabkan perubahan.

3. Harm / cidera

Dampak yang terjadi akibat gangguan struktur atau penurunan fungsi tubuh dapat

berupa fisik, psikologis dan sosial.

4. Keselamatan pasien

Bebas bagi pasien dari harm/cedera (penyakit, cedera fisik, psikologis, sosial,

penderitaan, cacat, kematian dan lain lain) yang tidak seharusnya terjadi atau cedera

yang menjadi potensial terkait dengan pelayanan kesehatan.

39
5. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)

Kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pada pasien akibat

melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya

diambil, bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat

diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis karena tidak dapat

dicegah.

6. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)

Suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan

yang seharusnya diambil, yang dapat mencederai pasien tetapi cedera serius tidak

terjadi karena keberuntungan, pencegahan atau peringanan( pemberian antidot dari

obat yang salah atau over dosis)

7. Kesalahan medis / medical errors

Adalah kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau

berpotensi mengakibatkan cidera pada pasien karena gagal dalam melaksanakan

rencana atau salah dalam menggunakan rencana. Dapat berupa Commision atau

Omision

8. Laporan insiden Rumah Sakit

Adalah pelaporan secara tertulis setiap kejadian tidak diharakan(KTD) atau kejadian

nyaris cidera (KNC) yang menimpa pasien atau kejadian yang menimpa keluarga

pengunjung, maupun karyawan yang terjadi di rumah sakit dan telah dilakukan

analisis penyebab, rekomendasi adan solusinya.

9. Faktor contributor

Adalah keadaan, tindakan atau pengaruh yang berperan dalam meningkatkan resiko

suatu kejadian(misalnya pembagian tugas yang tidak sesuai dengan kebutuhan)

Contoh :

40
a. Faktor kontributor di luar organisasi ( ekternal).

b. Faktor kontributor dalam organisasi (internal) misal : tidak adanya prosedur.

c. Faktor kontributor yang berhubungan dengan petugas (kognitif atau perilaku

petugas yang kurang, lemahnya supervisi,kurangnya komunikasi).

d. Faktor kontributor yang berhubungan dengan keadaan pasien.

10. Kejadian Sentinel

Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius, biasanya dipakai

untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti ;

operasi pada bagian tubuh yang salah.

Kata sentinel terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi.

a. Kriteria KTD Di Instalasi Rawat Intensif

1) Kejadian Tidak Diharapkan

2) Kekeliruan memasukkan obat

b. KTD yang bersifat berat (Sentinel Events)

1) Pasien bunuh diri

2) Pasien jatuh dari tempat tidur IRI

3) Kematian akibat keterlambatan tindakan emergency

D. Pelaporan Insiden

1. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/KTD) di Instalasi Rawat Intensif, wajib segera

ditindaklanjuti (dicegah/ditangani) untuk mengurangi dampak/akibat yang tidak

diharapkan.

2. Setelah ditindaklanjuti, segera buat laporan insidennya dengan mengisi laporan

formulir laporan insiden pada akhir jam kerja/shift kepada atasan langsung (paling

lambat 2x24 jam) jangan menunda laporan.

41
3. Setelah selesai mengisi laporan, segera serahkan kepada atasan langsung pelapor

(atasan langsung disepakati seuai keputusan manajemen : supervisi, kepala

bagian/instalasi/unit).

4. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko terhadap

insiden yang dilaporkan.

5. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa yang akan dilakukan

sebagai berikut :

6. Grade biru : investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu maksimal 1 minggu

7. Grade hijau : investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu maksimal 2 minggu

8. Grade kuning : investigasi komprhensif/analisis akar masalah (RCA) oleh tim KPRS,

waktu maksimal 45 hari.

9. Grade merah : investigasi komprehensif/analisis akar masalah (RCA) oleh tim KPRS,

waktu maksimal 45 hari.

10. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi dan

laporan insiden dilaporkan ke Tim KPRS Semen Gresik.

11. Tim KPRS akan menganalisa kembali hasil investigasi dan laporan insiden untuk

menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan (RCA) dengan melakukan

Regrading.

12. Untuk grade kuning/merah, Tim KPRS akan melakukan analisis akar masalah

(RCA).

13. Setelah melakukan RCA, Tim KPRS akan membuat laporan dan rekomendasi untuk

perbaikan serta pembelajaran berupa petunjuk safety alert untuk mencegah kejadian

yang sama terulang kembali.

14. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada direksi.

42
15. Rekomendasi untuk perbaikan dan pembelajaran diberikan umpan balik kepada unit

kerja terkait.

16. Unit kerja membuat analisis dan trend kejadian di satuan kerjanya masing-masing.

17. Monitoring dan evaluasi perbaikan oleh Tim KPRS.

E. Tata Laksana Keselamatan Pasien

1. Dalam melaksanakan keselamatan pasien terdapat tujuh langkah menuju keselamatan

pasien rumah sakit. Adapun tujuh langkah tersebut adalah :

a. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien menciptakan kepemimpinan

dan budaya yang terbuka dan adil.

b. Memimpin dan mendukung karyawan membangun komitmen dan fokus yang kuat

dan jelas tentang keselamatan pasien.

c. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko mengembangkan sistem dan proses

pengelolaan risiko, serta melakukan identifikasi dan asessmen hal potensial

bermasalah.

d. Mengembangkan sistem pelaporan. Memastikan karyawan agar dengan mudah

dapat melaporkan kejadian atau insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan

kepada KKP-RS (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit).

e. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Mengembangkan cara-cara

komunikasiyang terbuka dengan pasien.

f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien. Mendorong

karyawan untukmelakukan analis akar masalah untuk belajar bagaimana dan

mengapa kejadian itu timbul.

g. Mencegah cidera melalui implementasi sistem keselamatan pasien. Menggunakan

informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk melakukan perubahan

pada sistem pelayanan.

43
2. Dalam melaksanakan keselamatan pasien, standar keselamatan pasien harus

diterapkan standar tersebut adalah:

a. Hak pasien

b. Mendidik pasien dan keluarga

c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.

d. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan

program peningkatan keselamatan pasien.

e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.

f. Mendidik karyawan tentang keselamatan pasien.

g. Komunikasi yang merupakan kunci bagi karyawan untuk mencapai keselamatan

pasien.

3. Langkah –Langkah Penerapan Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

a. Menetapkan unit kerja yang bertanggung jawab mengelola program keselamatan

pasien rumah sakit.

b. Menyusun program keselamatan pasien rumah sakit jangka pendek 1-2tahun.

c. Mensosialisasikan konsep dan program keselamatan pasien rumah sakit.

d. Mengadakan pelatihan keselamatan pasien rumah sakit bagi jajaran manajemen

dan karyawan.

e. Menetapkan sistem pelaporan insiden (peristiwa keselamatan pasien)

f. Menetapkan tujuan langkah menuju keselamatan pasien

g. Menerapkan standar keselamatan pasien rumah sakit (seperti tersebut diatas) dan

melakukan self asesmen dengan instrumen akreditasi pelayanan keselamatan

pasien rumah sakit.

h. Program khusus keselamatan pasien rumah sakit.

44
i. Mengevaluasi secara periodik pelaksanaan program keselamatan pasien rumah

sakit dan kejadian tidak diharapkan.

4. Sasaran Keselamatan Pasien di Instalasi Rawat Intensif Rumah Sakit Rumah Sakit

Umum Daerah Kab Buleleng

a. Ketepatan Identifikasi Pasien

Ketepatan identifikasi pasien adalah ketepatan penentuan identitas pasien sejak

awal pasien masuk sampai dengan pasien keluar terhadap semua pelayanan

yang diterima oleh pasien.

b. Peningkatan komunikasi yang efektif

Komunikasi yang efektif adalah komunikasi lisan yang menggunakan prosedur

Tulis, Baca, Konfirmasi (TBK)

c. Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (high alert)

Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang memiliki risiko yang lebih tinggi

untuk menyebabkan atau menimbulkan adanya komplikasi atau membahayakan

pasien secara signifikan jika terdapat kesalahan penggunaan.

d. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi.

Salah lokasi, salah prosedur, salah pasien pada operasi merupakan hal yang

mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi dirumah sakit, kesalahan ini akibat

dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara tim bedah, kurang

atau tidak melibatkan pasien didalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak

ada verifikasi lokasi operasi.

e. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.

Infeksi biasa dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk

infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah, pneumonia yang sering

45
berhubungan dengan ventilasi mekanis. Pokok eliminasi infeksi ini maupun

infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat.

f. Pengurangan risiko pasien jatuh

Jumlah kasus jatuh cukup cukup bermakna sebagai cidera pasien rawat inap

sehingga Rumah Sakit Umum Daerah Kab Buleleng melakukan evaluasi risiko

pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cidera bila

sampai jatuh.

46
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. Pengertian

Keselamatan kerja adalah segala upaya atau tindakan yang harus diterapkan dalam

rangka menghindari kecelakaan yang terjadi akibat kesalahan atau kelalaian kerja

petugas.

B. Tujuan

Menurut Undang – Undang Keselamatan Kerja tahun 1970, syarat keselamatan

kerja meliputi seluruh aspek pekerjaan yang berbahaya dengan tujuan :

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan

2. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran.

3. Mencegah dan mengurangi bahaya ledakan.

4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau

kejadian lain yang berbahaya.

5. Memberi perlindungan pada pekerja.

6. Memberi pertolongan pada saat terjadi kecelakaan.

7. Mencegah atau mengendalikan timbulnya atau menyebarluasnya suhu, kelembaban,

debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar, atau radiasi, suara atau

getaran.

8. Mencegah atau mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun

psikis, keracunan, infeksi, dan penularan.

9. Menyelenggaran penyegaran yang cukup

10. Memperoleh kebersihan antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara, dan proses

kerja.

47
11. Mengamankan dan memperlancarkan pengangkutan orang, barang, binatang dan

tanaman.

12. Mengamankan dan memelihara pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan

penyimpanan.

13. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.

14. Mencegah terkena aliran listrik.

15. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya

kecelakaannya menjadi lebih tinggi.

C. Tata Laksana Keselamatan Kerja

Prinsip keselamatan kerja pegawai dalam proses penyelenggaraan :

1. Pengendalian teknik mencakup letak, bentuk, dan konstruksi alat sesuai dengan

kegiatan dan memenuhi syarat yang telah ditentukan

2. Ruangan cukup luas, denah sesuai alur kerja dibuat dari bahan atau konstruksi

memenuhi syarat.

3. Tersedianya ruangan untuk menyimpan peralatan

4. Ruang untuk membersihkan alat, linen dan spoel hok

5. Ada tempat yang digunakan oleh perawat yang bertugas dan ruang untuk pimpinan.

6. Tersedianya Ruang Tunggu keluarga pasien yang menunggu.

7. Ada ruangan yang digunakan untuk istirahat, makan, dan ganti pakaian

8. Volume kerja yang dibebankan hendaknya sesuai jam kerja yang ditetapkan dan

pegawai diberi istirahat.

9. Perawatan peralatan dilakukan secara kontinyu agar peralatan tetap dalam kondisi

layak pakai.

10. Adanya pelatihan mengenai keselamatan kerja perawat.

11. Adanya alat pelindung pertolongan pertama, alat petunjuk penggunaan alat

48
12. Adanya pengawasan kerja yang dilakukan oleh penanggung jawab dan terciptanya

kerja yang baik oleh pegawai

49
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Dengan semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, maka saat

ini masyarakat semakin memperhatikan mutu pelayanan kesehatan yang diterimanya.

Pengendalian mutu harus harus dilakukan demi kepentingan dan kepuasan dari pasien

sehingga nantinya dapat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan ambulans di Rumah

Sakit Umum Daerah Kab Buleleng pada umumnya.

A. Indikator Mutu Pelayanan Ambulans

Rumah Sakit Umum Kab Buleleng mengacu keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 /

Menkes / SK / II / 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah dan Peraturan Bupati

no 23 tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Buleleng, yaitu:

NUMERATOR
INDIKATOR STANDAR
NO DENOMINATOR
Ketersediaan ambulanss dan
Ketersediaan pelayanan N
1 mobil jenasah 24 jam
ambulanss dan mobil jenazah
D 1
Tenaga yang memberikan Supir
N pelayanan ambulanss dan ambulanss/mob
Penyedia pelayanan mobil jenazah il jenasah yang
2
ambulanss dan mobil jenazah mendapat
D 1 pelatihan supir
ambulanss
Mobil
Ketersediaan ambulanss dan
Ketersediaan mobil N ambulanss
3 mobil jenasah
ambulanss dan mobil jenasah terpisah dari
D 1 mobil jenazah
Jumlah kumulatif waktu
kecepatan pemberian
N
Kecepatan memberikan pelayanan ambulanss/mobil
4 pelayanan ambulanss /mobil jenazah dalam satu bulan ≤ 30menit
jenazahdi RS Jumlah seluruh permintaan
D ambulanss/mobil jenazah
dalam satu bulan
5 Waktu tanggap memberikan N Jumlah kumulatif waktu ≤ 30menit
pelayanan ambulanss/mobil tanggap pelayanan
jenazah RS ambulanss/mobil jenazah
dalam satu bulan

50
Jumlah seluruh permintaan
D ambulanss/mobil jenasah
dalam satu bulan
Jumlah seluruh pelayanan
ambulanss dikurangi jumlah
Tidak terjadinya kecelakaan kejadian kecelakaan pelayanan
N
ambulanss/mobil jenazah ambulanss yang berakibat
6 100%
yang menyebabkab kecacatan kematian/kecacatan dalam
atau kematian satu bulan
Jumlah seluruh pelayanan
D
ambulanss dalam satu bulan
Jumlah kumulatif hasil
N penilaian kepuasan pasien
7 Kepuasan pelanggan disurvei (dalam persen) ≥ 80%
Jumlah seluruh pasien yang
D
disurvei (n minimal 50)

B. Penanganan Keluhan Pelanggan

1. Batasan operasional :

a. Keluhan Pelanggan atau komplain adalah informasi tentang ketidaksesuaian

yang dirasakan pasien/ keluarga pasien yang menerima sebuah jasa layanan

RSUD Kab. Buleleng;

b. Pelanggan RSU adalah masyarakat pengguna unit layanan RSUD Kabupaten

Buleleng baik secara langsung mendapat pelayanan maupun yang hanya

berkunjung ke RSUD Kab. Buleleng;

c. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) merupakan usaha memberikan

informasi dalam upaya mempengaruhi perilaku pelanggan ke arah yang lebih

baik dengan menggunakan media komunikasi baik secara langsung (tatap muka)

maupun tidak langsung (telepon/ surat, dll);

d. Unit Layanan akar masalah adalah Bagian/ Ruangan/ Unit Pelayanan di

lingkungan RSUD Kabupaten Buleleng yang memiliki tugas dan fungsi yang

menjadi sumber keluhan pelanggan.

51
2. Prosedur

a. Petugas ambulans/ supir ucapkan salam kepada pelanggan yang datang;

b. Petugas ambulans/ supir perkenalkan diri dengan menyebutkan nama dan

tempat tugas;

c. Petugas ambulans/ supir persilahkan pelanggan untuk menyampaikan

keluhannya;

d. Petugas ambulans/ supir mencatat pada Nota Komplain dan memberikan KIE

pelanggan, melaksanakan tindakan koreksi dan pencegahan;

e. Apabila KIE pelanggan tidak efektif, petugas ambulans melaporkan

keluhan/kritik/saran kepada atasan untuk dilakukan mediasi tatap muka antara

akar masalah dengan pelanggan;

f. Koordinator supir ambulans melaksanakan tindakan koreksi dan pencegahan;

g. Apabila KIE pelanggan tidak efektif, loordinator melaporkan

keluhan/kritik/saran kepada Kasubag SIMRS, Pemasaran dan Humas untuk

dilakukan mediasi tatap muka antara akar masalah dengan pelanggan;

h. Kasubag SIMRS, Pemasaran dan Humas pertemukan pelanggan dengan unit

akar masalah;

i. Jika masih tidak efektif, Kasubag SIMRS, Pemasaran dan Humas

mengkoordinasikan masalah kepada atasan untuk diambil tindakan lebih lanjut;

j. Kepala Bagian Perencanaan Program dan informasi merumuskan dan

melaksanakan langkah lebih lanjut;

k. Kasubag SIMRS, Pemasaran dan Humas menghubungi pelanggan dan

sampaikan klarifikasi keluhan;

l. Jika masih tidak efektif, Direktur menetapkan kebijakan untuk dilaksanakan

oleh semua unit terkait;

52
m. Kasubag SIMRS, Pemasaran dan Humas melaksanakan kebijakan Direktur dan

menghubungi pelanggan untuk menyampaikan kebijakan;

53
BAB IX
PENUTUP

Pedoman pelayanan ambulans RSUD Kab. Buleleng ini mempunyai peranan yang

penting sebagai acuanbagi petugas ambulans di RSUD Kab. Buleleng untuk dapat

memberikan pelayanan transportasi pasien secara cepat dan tepat dengan selalu

mengutamakan keselamatan pasien.sehingga mampu meningkatkan mutu dan keselamatan

pasien.

54

Anda mungkin juga menyukai