Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

BAHASA INDONESIA

DIKSI ATAU PEMILIHAN KATA

NAMA KELOMPOK 4 :

 HARIYANA

 ALYDA

 ASRI RAHMA WATI

 MUHAMMAD ASHARI

 FADHIL DZUL IKRAM R.

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU DAN KEGURUAN


PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
rahmat, inayah, taufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi
keguruan.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini, kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman
yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Kendari, 19 September 2020

Kelompok 4
DAFTAR ISI
Sampul......................................................................................................................i
Kata Pengantar....................................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
a.       Latar Belakang Masalah....................................................................................4
b.      Rumusan Masalah..............................................................................................5
c.      Tujuan Penulisan................................................................................................5
d. Ruang Lingkup.................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN
a.       Pengertian Diksi................................................................................................7
b.      Fungsi Diksi.......................................................................................................8
c.       Pembagaian Makna Kata...................................................................................8
d.      Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata dan Kata.............................................13
e.       Syarat-syarat Ketepatan Diksi.........................................................................15
f.        Tabel 1.1..........................................................................................................17
g.      Gaya Bahasa dan Idiom..................................................................................18
BAB III PENUTUP
a.       Simpulan..........................................................................................................22
b.      Saran................................................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
Bahasa terbentuk dari beberapa tataran gramatikal, yaitu dari tataran
terendah sampai tertinggi adalah kata, frase, klausa, kalimat. Ketika anda menulis
dan berbicara, kata adalah kunci pokok dalam membentuk tulisan dan ucapan.
Maka dari itu kata-kata dalam bahasa Indonesia harus dipahami dengan baik,
supaya ide dan pesan seseorang dapat dimengerti dengan baik. Kata-kata yang
digunakan dalam komunikasi harus dipahami dalam konteks alinea dan wacana.
Tidak dibenarkan menggunakan kata-kata sesuka hati, tetapi yang harus
mengikuti kaidah-kaidah yang benar.

Menulis merupakan kegiatan yang menghasilkan ide secara terus menerus


dalam bentuk tulisan yang teratur yang mengungkapkan gambaran, maksud,
gagasan, perasaan ( ekspresif ). Untuk itu penulis atau pengarang membutuhkan
keterampilan dalam hal struktur bahasa dan kosakata. Yang terpenting dalam
menulis adalah penguasaan kosakata yang merupakan bagian dari diksi. Ketetapan
diksi dalam membuat suatu tulisan atau karangan tidak dapat diabaikan demi
menghasilkan tulisan yang mudah dimengerti. Diksi dapat diartikan sebagai
pilihan kata pengarang dalam menggambarkan “ cerita “ pengarang. Walaupun
dapat diartikan begitu, diksi tidak hanya pilih-memilih kata saja atau
mengungkapkan gagasan pengarang, tetapi juga meliputi gaya bahasa, dan
ungkapan-ungkapan.

Tidak dapat disangkal bahwa dalam penggunaan kosa kata adalah bagian
yang sangat penting dalam dunia perguruan tinggi. Prosesnya mungkin lamban
dan sukar, tapi orang akan merasa lega dan puas sebab tidak akan sia-sia semua
jerih payah yang telah diberikan. Manfaat dari kemampuan yang diperolehnya itu
akan lahir dalam bentuk penguasaan terhadap pengertian-pengertian yang tepat
bukan sekedar mempergunakan kata-kata yang hebat tanpa isi. Dengan
pengertian-pengertian yang tepat itu, kita dapat pula menyampaikan pikiran kita
secara sederhana dan langsung.
Mereka yang luas kosa katanya akan memiliki pula kemampuan yang
tinggi untuk memilih setepat-tepatnya kata mana yang paling harmonis untuk
mewakili maksud atau gagasannya. Secara populer orang akan mengatakan bahwa
kata meneliti sama artinya dengan kata menyelidiki, mengamati, dan menyidik.
Karena itu, kata-kata turunannya seperti penelitian, penyelidikan, pengamatan,
dan penyidikan adalah kata yang sama artinya atau merupakan kata yang
bersinonim. Mereka yang luas kosa katanya menolak anggapan itu. Karena tidak
menerima anggapan itu, maka mereka akan berusaha untuk menetapkan secara
cermat kata mana yang harus dipakainya dalam sebuah konteks tertentu.
Sebaliknya yang miskin kosa katanya akan sulit menemukan kata lain yang lebih
tepat, karena ia tidak tahu bahwa ada kata lain yang lebih tepat dan karena ia tidak
tahu bahwa ada perbedaan antara kata-kata yang bersinonim itu. Maka atas dasar
tersebutlah kita sebagai mahasiswa yang baik hendaknya mengetahui dan
memahami bagaimana penggunaan pilihan kata yang tepat dan cermat dalam
konteks yang tepat pula.

B.     Rumusan Masalah


Adapun perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian diksi ?
2. Apa fungsi diksi ?
3. Bagaimana pembagian makna kata ?
4. Apa penyebab kesalahan pemakaian gabungan kata dan kata ?
5. Apa syarat-syarat ketepatan diksi ?
6. Apa yang di maksud dengan gaya bahasa dan idiom ?

C. Tujuan penulis
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian diksi.
2. Mahasiswa mampu mengetahui fungsi diksi.
3. Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana pembagian makna kata.
4. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab kesalahan pemakaian gabungan kata
dan kata.
5. Mahasiswa mampu mengetahui syarat-syarat ketepatan diksi.
6. Mahasiswa mampu mengetahui gaya bahasa dan idiom.

D. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dalam pembahasan makalah ini meliputi pengertian
diksi atau pilihan kata, fungsi diksi, pembagian makna kata, pemakaian gabungan
kata dan kata, syarat-syarat ketepatan diksi, gaya bahasa dan idiom.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Diksi
Diksi bisa diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan
sebuah cerita.
Pilihan kata atau diksi pada dasarnya adalah hasil dari upaya memilih kata tertentu
untuk dipakai dalam kalimat, alenia, atau wacana. Pemilihan kata dapat dilakukan
bila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau bermiripan. Pemilihan
kata bukanlah sekedar memilih kata yang tepat, melainkan juga memilih kata
yang cocok. Cocok dalam arti sesuai dengan konteks di mana kata itu berada, dan
maknanya tidak bertentangan dengan yang nilai rasa masyarakat pemakainya.
Diksi adalah ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatan pilihan kata
dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan
mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejumlah kosa kata secara
aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu
mengomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya.
Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karang-
mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari. Dalam memilih kata yang
setepat-tepatnya untuk menyatakan suatu maksud, kita dapat lari dari kamus.
Kamus memberikan suatu ketetapan kepada kita tentang pemakaian kata-kata.
Dalam hal ini, makna kata yang tepatlah yang diperlukan.
Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa
yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Disamping itu, pemilihan
kata itu harus pula sesuai dengan situasi dengan situasi dan tempat penggunaan
kata-kata itu. Pemilihan kata akan dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata
yang artinya hampir sama atau bermiripan. Ketersediaan kata akan ada apabila
seseorang mempunyai bendaharaan kata yang memadai, seakan-akan ia memiliki
senarai (daftar) kata. Senarai kata itu dipilih satu kata yang paling tepat untuk
mengungkapkan suatu pengertian. Tanpa menguasai sediaan kata yang cukup
banyak, tidak mungkin seseorang dapat melakukan pemilihan atau seleksi kata.
Pemilihan kata bukanlah sekedar kegiatan memilih kata yang tepat,
melainkan juga memilih kata yang cocok. Cocok dalam hal ini berarti sesuai
dengan konteks dimana kata itu berada, dan maknanya tidak bertentangan dengan
nilai rasa masyarakat pemakainya. Untuk itu, dalam memilih kata diperlukan
analisis dan pertimbangan tertentu. Sebagai contoh, kata mati bersinonim dengan
mampus ,wafat, tewas, gugur, berpulang, kembali ke haribaan, dan lain
sebagainya. Akan tetapi, kata-kata tersebut tidak dapat bebas digunakan.
Mengapa? Ada nilai rasa dan nuansa makna yang membedakannya.

B. Fungsi Diksi
Dalam karangan ilmiah, diksi dipakai untuk menyatakan sebuah konsep,
pembuktian, hasil pemikiran, atau solusi dari suatu masalah. Adapun fungsi diksi
antara lain :
a)    Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal.
b)    Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat.
c)    Menciptakan komunikasi yang baik dan benar.
d)    Mencegah perbedaan penafsiran.
e)    Mencagah salah pemahaman.
f)     Mengefektifkan pencapaian target komunikasi.

C. Pembagian Makna Kata


a.      Makna Denotatif
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna
wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya . Denotatif adalah suatu
pengertian yang dikandung dalam sebuah kata secara objektif. Makna denotatif
(denotasi) lazim disebut: 1) makna konseptual yaitu makna yang sesuai dengan
hasil observasi (pengamatan) menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, atau
pengalaman yang berhubungan dengan informasi (data) faktual dan objektif. 2)
makna sebenarnya, umpamanya, kata kursi yaitu tempat duduk yang berkaki
empat (makna sebenarnya). 3) makna lugas yaitu makna apa adanya, lugu, polos,
makna sebenarnya.
Contoh:
Wanita dan perempuan secara konseptual sama ; gadis dan perawan secara
denotatif sama makananya, kumpulan, rombongan, gerombolan, secara konseptual
sama maknanya. Istri dan bini secara konseptual sama.
b.     Makna Konotatif
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai
akibat dari sikap social, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna
konseptual. Makna konotatif atau konotasi berarti makna kias, bukan makna
sebenarnya. Sebuah kata dapat berbeda dari satu masyakat ke masyarakat lain,
sesuai dengan pandangan hidup dan norma masyarakat tersebut. Makna konotasi
juga dapat berubah dari waktu ke waktu.
Contoh:
“Prabowo Hatta dan Jokowi Kalla berebut kursi presiden.” Kalimat
tersebut tidak menunjukan makna bahwa Prabowo dan Jokowi Kalla tarik-
menarik kursi. Karena kata kursi berarti jabatan presiden.
Makna konotatif dan denotatif berhubungan erat dengan kebutuhan
pemakaian bahasa. Makna denotatif ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada suatu
makna yang menyertainya, sedangkan makna konotatif adalah makna yang
mempunyai tautan pikiran, perasaan, dan lain-lain yang menimbulkan nilai rasa
tertentu. Dengan kata lain, makna konotatif lebih bersifat pribadi dan khusus,
sedangkan denotatif maknanya umum.
Kalimat dibawah ini menunjukan hal itu.
Dia adalah wanita manis (konotatif).
Dia adalah wanita cantik (denotatif).
Kata cantik lebih umum daripada kata manis. Kata cantik akan
memberikan gambaran umum seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis
terkandung suatu maksud yang bersifat memukau perasaan kita.
Nilai kata-kata itu dapat bersifat baik dan dapat pula bersifat jelek. Kata-
kata yang berkonotasi jelek dapat kita sebutkan seperti kata tolol (lebih jelek
daripada bodoh ), mampus (lebih jelek daripada mati), dan gubuk (lebih jelek
daripada rumah). Di pahak lain, kata-kata itu dapat mengandung arti kiasan yang
terjadi dari makna denotative referen lain. Makna yang dikenakan kepada kata itu
dengan sendirinya akan ganda sehingga kontekslah yang lebih banyak berperan
dalam hal ini.
Perhatikan contoh dibawah ini:
Sejak dua tahun yang lalu ia membanting tulang untuk memperoleh
kepercayaan masyarakat. Kata membanting tulang (yang mengambil suatu
denotatif kata pekerjaan membanting sebuah tulang) mengandung makna “bekerja
keras” yang mengandung sebuah kiasan. Kata membanting tulang dapat kita
masukan dalam golongan kata yang bermakna konotatif.

c.      Umum dan Khusus


Kata umum dibedakan dari kata khusus berdasarkan ruang lingkupnya.
Makin luas ruang lingkup suatu kata, makin umum sifatnya. Sebaliknya, mana
kata menjadi sempit ruang lingkupnya makin khusus sifatnya.
Makin umum suatu kata makin besar kemungkinan terjadi salah paham
atau perbedaan tafsiran. Sebaliknya, makin khusus, makin sempit ruang
lingkupnya, makin sedikt terjadi salah paham. Dengan kata lain, semakin khusus
makna kata yang dipakai, pilihan kata semakin cepat. Perhatikan contoh berikut:
1)            Kata umum: melihat
Kata khusus: melotot, melirik, mengintip, menatap, memandang,
2) Kata umum: berjalan
Kata khusus: tertatih-tatih, ngesot, terseok-seok, langkah tegap,
3) Kata umum: jatuh
Kata khusus: terpeleset, terjengkang, tergelincir, tersungkur, terjerembab,
terperosok, terjungkal.
d.     Kata konkret dan Abstrak
Kata yang acuannya semakin mudah dicerap pancaindra disebut kata
konkret , seperti meja, rumah, mobil, dan lain-lain. Jika suatu kata tidak mudah
dicerap panca indra maka kata itu disebut kata abstrak , seperti gagasan dan saran.
Kata abstrak digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak
mampu membedakan secara halus gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Akan
tetapi jika dihambur-hamburkan dalam suatu karangan, karangan itu dapat
menjadi samar dan tidak cermat.
e.      Sinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna
yang sama, tetapi bentuknya berlainan . Sinonim ialah persamaan makna kata .
Artinya, dua kata atau lebih yang berbeda bentuk ejaan, dan pengucapannya.
Contoh: agung, besar, raya. Mati, mangkat, wafat, meninggal, dan lain-
lain.
f.       Pembentukan Kata
Ada dua cara pembentukan kata, yaitu dari dalam dan luar bahasa
Indonesia. Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kosa kata baru dengan dasar
kata yang sudah ada, sedangkan dari luar terbentuk kata baru melalui unsur
serapan. Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kata baru, misalnya: tata buku,
tata bahasa, daya tahan, dan lain-lain. Dari luar bahasa Indonesia terbentuk kata-
kata melalui pungutan kata, misalnya: bank, valuta, dan lain-lain.

g.     Perubahan Makna


Bahasa berkembang sesuai dengan tuntutan masyarakat pemakainya,
pengembangan diksi tejadi pada kata. Namun, hal ini berpengaruh pada
penyusunan kalimat, paragraf, dan wacana. Pengembangan tersebut dilakukan
memenuhi kebutuhan komunikasi. Komunikasi kreatif berdampak pada
perkembangan diksi, berupa penambahan atau pengurangan kuantitas maupun
kualitasnya. Selain itu, bahasa berkembang dengan sesuai kualitas pemikiran
pemakainya. Perkembangan dapat menimbulkan perubahan yang mencakup
perluasan, penyempitan, pembatasan, pelemahan, pengaburan, dan
penggeseramakna.
Faktor penyebab perubahan makna:
1. Kebahasaan
Meliputi perubahan intonasi, bentuk kata, dan bentuk kalimat.
a) Perubahan intonasi adalah perubahan makna yang diakibatkan oleh
perubahan nada, irama, dan tekanan.
Contoh dalam kalimat;
• Paman teman saya belum nikah
• Paman, teman saya belum nikah
• Paman, teman, saya belum nikah
• Paman, teman, saya, belum nikah
b) Perubahan struktur frasa: kaleng susu (kaleng bekas tempat susu) susu kaleng
(susu yang dikemas dalam kaleng), dokter anak (dokter spesialis anak), anak
dokter (aanak yang dilahirkan oleh orang tua yang menjadi dokter).
c) Perubahan bentuk kata adalah perubahan makna yang ditimbulkan oleh
perubahan bentuk. Contoh; tua (tidak muda) jika ditambah awalan ke- maka
menjadi ketua, makna berubah menjadi pemimpin.
d) Kalimat akan berubah makna jika struktur kalimatnya berubah. Perhatikan
kalimat berikut:

• Karena sudah diketahui sebelumnya, satpam segera dapat meringkus penjahat


itu.

Kalimat diatas, salah kesejajaran bentuk kata diketahui seharusnya mengetahui.

• Karena mengetahui sebelumnya, satpam segera dapat meringkus penjahat itu.

• Pencuri itu segera diringkus oleh satpam karena sudah diketahui sebelumnya.
2. Kesejarahan
Kata perempuan pada zaman penjajahan Jepang digunakan untuk untuk
menyebut perempuan penghibur. Orang menggantinya dengan kata wanita . Kini
setelah orang melupakan peristiwa tersebut menggunakan nya kembali, dengan
pertimbangan, kata perempuan lebih mulia dibanding kata wanita.
3.Kesosialan

Masalah kesosialan berpengaruh terhadap perubahan makna. Contoh; petani


kaya disebut petani berdasi, militer disebut baju hijau.

4. kejiwaan
Perubahan makna Karena faktor kejiwaan ditimbulkan oleh pertimbangan: rasa
takut, kehalusan ekspresi, dan kesopanan. Perhatikan contoh berikut ini:
a) Tabu:
• Pelacur disebut tunasusila
• Germo disebut hidung belang
b) Kehalusan:
• Bodoh disebut kurang pandai
• Malas disebut kurang panadi
c) Kesopanan:
• Ke kamar mandi disebut kebelakang
• Gagal disebut kurang berhasil

5. Bahasa Asing
Perubahan makna karena faktor bahasa asing, misalnya kata tempat orang
terhormat diganti dengan VIP.

6. Kata Baru
Kreativitas pemakai bahasa berkembang terus sesuai dengan kebutuhannya.
Kebutuhan tersebut, memerlukan bahasa sebagai alat ekspresi dan komunikasi.
Pethatikan penggunaan kata: jaringan, kinerja,dan justifikasi.
• Jaringan kerja untuk menggantikan network
• Justifikasi untuk menggantikan pembenaran
• Kinerja untuk menggantikan performance

D. Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata dan Kata

a. Kesalahan pemakaian gabungan kata yang mana, di mana, daripada.


Perhatikan contoh pemakaian di mana, yang mana, daripada, yang salah dalam
kalimat ini.
• Dalam rapat yang mana dihadiri oleh para ketua RT dan Rw.
• Demikian tadi sambutan Pak Lurah di mana beliau telah menghimbau kita untuk
lebih tekun bekerja.
• Marilah kita perhatikan kebersihan kita daripada lingkungan kita.

Kalimat 1 (satu) kerap kita dengar dalam aktivitas bermasyarakat kalau kita amati.
Terdapat dua kesalahan dalam pemakaain bentuk gabungan itu, kesalahan
pertama, dalam sebagian kalimat itu terdapat kata yang berlebih atau mubazir
yang mengakibatkan terjadinya polusi bahasa. Kata mana dalam kalimat pertama
tidak diperlukan, cobalah baca kalimat pertama tanpa kata mana, jadi bunyinya
berubah seperti ini. Dalam rapat yang dihadiri oleh para ketua RT dan Rw.

Kalimat 2 (dua), pada bagian besar kalimat ini terjadi salah pakai bentuk
gabung di mana tidak boleh dipakai dalam bentuk kalimat. Fungsi di mana dan
yang mana bukan sebagai penghubung klausa-klausa, baik dalam sebuah kalimat
maupun penghubung antar kalimat. Kalimat ini harus dipecah menjadi dua.

  Demikian tadi sambutan pak Lurah


  Beliau telah menghimbau kita untuk lebih tekun dan bekerja
Ada pun kalimat terakhir ini sama seperti kalimat pertama.

b. Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata dengan, di, dan ke.


Pemakaian kata dengan dalam kalimat terutama ragam lisan, sering tidak
tepat, perhatikan contoh yang salah berikut ini:
(1) Sampaikan salam saya dengan Dona
(2) Mari kita tanyakan langsung dengan dokter ahlinya.
Kata dengan pada kalimat diatas harus diganti dengan kepada, jika tidak
kepada siapa salam ditujukan. Kata dengan tidak cocok dipakai untuk kalimat
diatas karena dengan dapat berarti bersama.
Senada dengan kekeliruan pemakaian kata sambung dengan, pemakaian
yang keliru juga sering terjadi untuk kata depan di dan ke yang seharusnya di isi
oleh kata pada dan kepada. Kata depan di dan ke harus diikuti oleh tempat, waktu,
sedangkan kepada harus diikuti nama/jabatan orang atau kata ganti orang. Contoh:
(1) Buku agendaku tertinggal di rumah Andi.
(2) Jangan menoleh ke kiri.
(3) Permohonan cuti diajukan kepada direktur.

c. Kesalahan Pemakaian Kata berbahagia


Dalam pertemuan formal ditengah masyarakat, kita sering mendengar kata
berbahagia dipakai secara keliru oleh pembawa acara dan juga oleh pembicara
lain. Umumnya kata berbahagia itu dimunculkan pada bagian awal suatu acara
ketika pembicara menyapa hadirin, seperti contoh yang keliru berikut ini:
(1) Selamat malam dan selamat datang ditempat yang berbahagia ini.
(2) Pada kesempatan yang berbahagia ini, kami mengajak hadirin untuk.

Mengapa pemakaian dalam kalimat 1 dan 2 dikatakan keliru, karena


berbahagia bukan kata sifat. Jika pada kata berbahagia diganti kata sifat misalnya,
aman ,indah, bersih, tentu saja kalimatnya benar.

E.  Syarat-syarat Ketepatan Diksi


Ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan
yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dipikirkan atau
dirasakan oleh penulis atau pembicara, maka setiap penulis atau pembicara harus
berusaha secermat mungkin memilih kata-katanya untuk mencapai maksud
tersebut. Ketepatan tidak akan menimbulkan salah paham.
Selain pilihan kata yang tepat, efektivitas komunikasi menuntut persyaratan
yang harus di penuhi oleh pengguna bahasa, yaitu kemampuan memilih kata yang
sesuai dengan tuntutan komunikasi.
Adapun syarat-syarat ketepatan pilihan kata adalah :
1.        Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi.
Denotasi ialah kata yang bermakna lugas atau tidak bermakna ganda. Sedangkan
konotasi ialah kata yang dapat menimbulkan bermacam-macam makna.
Contoh :
  Bunga eldeweis hanya tumbuh ditempat yang tinggi. (Denotasi)
  Sinta adalah bunga desa di kampungnya. (Konotasi)
2.        Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim.
  Siapa pengubah peraturan yang memberatkan pengusaha?
  Pembebasan bea masuk untuk jenis barang tertentu adalah peubah peraturan
yang selama ini memberatkan pengusaha.
3.         Membedakan kata-kata yang mirip ejaannya.
    Intensif – insensif
    Karton – kartun
    korporasi - koperasi

4.        Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri,
jika pemahaman belum dapat dipastikan.
Contoh :
  Modern : canggih (secara subjektif)
  Modern : terbaru atau muktahir (menurut kamus)
  Canggih : banyak cakap, suka menggangu, banyak mengetahui,
bergaya intelektual (menurut kamus)
5.        Waspada terhadap penggunaan imbuhan asing.
Contoh :
 Dilegalisir seharusnya dilegalisasi.
 Koordinir seharusnya koordinasi.
6.          Membedakan pemakaian kata penghubung yang berpasangan secara tepat.
Contoh :
Pasangan yang salah Pasangan yang benar
antara ..... dengan .... antara .... dan .....
tidak ..... melainkan ..... tidak ..... tetapi .....
baik ..... ataupun ..... baik ..... maupun .....
bukan ..... tetapi ..... bukan ...... melainkan .....
F.    Tabel 1.1

7.        Membedakan kata umum dan kata khusus secara cermat.


Kata umum adalah sebuah kata yang mengacu kepada suatu hal atau kelompok
yang luas bidang lingkupnya. Sedangkan kata khusus adalah kata yang mengacu
kepada pengarahan-pengarahan yang khusus dan kongkret.
Contoh :
  Kata umum :melihat      
  Kata khusus :melotot, membelak, melirik, mengintai,
mengamati, mengawasi, menonton, memandang, menatap.  

8.        Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah
dikenal.
Contoh :
  Isu (berasal dari bahasa Inggris “issue”) berarti publikasi, perkara.
  Isu (dalam bahasa Indonesia) berarti kabar yang tidak jelas asal-usulnya, kabar
angin, desas-desus.

9.        Menggunakan dengan cermat kata bersinonim, berhomofoni, dan


berhomografi.
Sinonim adalah kata-kata yang memiliki arti sama.
Homofoni adalah kata yang mempunyai pengertian sama bunyi, berbeda tulisan,
dan berbeda makna.
Homografi adalah kata yang memiliki kesamaan tulisan, berbeda bunyi, dan
berbeda makna.
Contoh :
  Sinonim : Hamil (manusia) – Bunting (hewan)
  Homofoni : Bank (tempat menyimpan uang) – Bang (panggilan kakak laki-
laki)
  Homografi : Apel (buah) – Apel (upacara)
10.    Menggunakan kata abstrak dan kata konkret secara cermat.
Kata abstrak mempunyai referensi berupa konsep, sedangkan kata konkret
mempunyai referensi objek yang diamati.
Contoh :
  Kata abstrak
Kebaikkan seseorang kepada orang lain merupakan sifat terpuji.  
  Kata konkret
APBN RI mengalami kenaikkan lima belas persen.

G.   Gaya Bahasa dan Idiom


1.      Gaya Bahasa
Gaya bahasa atau langgam bahasa dan sering juga disebut majas adalah cara
penutur mengungkapkan maksudnya. Banyak cara yang dapat dipakai untuk
mengungkapkan maksud. Ada cara yang memakai perlambang (majas metafora,
personifikasi) ada cara yang menekankan kehalusan (majas eufemisme, litotes)
dam masih banyak lagi majas yang lainnya. Semua itu pada prinsipnya merupakan
corak seni berbahasa untuk menimbulkan kesan tertentu bagi mitra komunikasi
kita (pembaca/pendengar).
Sebelum menampilkan gaya tertentu ada enam faktor yang mempengaruhi
tampilan bahasa seorang komunikator dalam berkomunikasi dengan mitranya,
yaitu :
a)     Cara dan media komunikasi : lisan atau tulisan, langsung atau tidak
langsung, media cetak atau media elektronik.
b)     Bidang ilmu : filsafat, sastra, hukum, teknik, kedokteran, dll.
c)     Situasi : resmi, tidak resmi, setangah resmi.
d)     Ruang atau konteks : seminar, kuliah, ceramah, pidato.
e)     Khalayak : dibedakan berdasarkan umur (anak-anak, remaja, dewasa, orang
tua); jenis kelamin (laki-laki, perempuan); tingkat pendidikan dan status sosial
(rendah, menengah, tinggi).
f)      Tujuan : membangkitkan emosi, diplomasi, humor, informasi.
      Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata
Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang paling
tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya
penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat.
Dengan kata lain, gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam
menghadapi situasi-situasi tertentu.
Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapatlah dibedakan menjadi :
a.    Gaya Bahasa Resmi
Gaya bahasa resmi adalah gaya bahasa dalam bentuknya yang lengkap,
gaya yang dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang
dipergunakan oleh mereka yang diharapkan mempergunakannya dengan baik dan
terpelihara. Gaya bahasa resmi biasa kita jumpai dalam penyampaian amanat
kepresidenan, berita negara, khotbah-khotbah mimbar, tajuk rencana, pidato-
pidato yang penting, artikel-artikel yang serius atau esai yang memuat subyek-
subyek yang penting, semuanya dibawakan dengan gaya bahasa resmi.
Contoh dalam pembukaan UUD 1945:
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan ini ialah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai
dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan
rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. ...(selanjutnya)
b.    Gaya Bahasa Tak Resmi
Gaya bahasa tak resmi juga merupakan gaya bahasa yang dipergunakan dalam
bahasa standar, khususnya dalam kesempatan-kesempatan yang tidak formal atau
kurang formal. Gaya bahasa ini biasanya dipergunakan dalam karya-karya tulis,
buku-buku pegangan, artikel-artikel mingguan atau bulanan yang baik, dalam
perkuliahan, dan sebagainya. Singkatnya gaya bahasa tak resmi adalah gaya
bahasa yang umum dan normal bagi kaum terpelajar.
Contoh :
Sumpah pemuda yang dicetuskan pada tanggal 28 Oktober 1928 adalah
peristiwa nasional, yang mengandung benih nasionalisme. Sumpah Pemuda
dicetuskan pada zaman penjajahan. Nasionalisme pada zaman penjajahan
mempunyai watak khusus yakni anti penjajahan. Peringatan kepada Sumpah
Pemuda sewajarnya berupa usaha merealisasikan gagasan-gagasan Sumpah
Pemuda.

c. Gaya Bahasa Percakapan


Dalam gaya bahasa percakapan, pilihan katanya adalah kata-kata populer
dan kata-kata percakapan. Kalau dibandingkan dengan gaya bahasa resmi dan tak
resmi, maka gaya bahasa percakapan ini dapat diumpamakan sebagai bahasa
dalam pakaian sport. Itu berarti bahasanya masih lengkap untuk suatu
kesempatan, dan masih dibentuk menurut kebiasaan-kebiasaan, tetapi kebiasaan
ini agak longgar bila dibandingkan dengan kebiasaan pada gaya bahasa resmi dan
tak resmi.
Contoh berikut adalah hasil rekaman dari sebuah diskusi dalam seminar
Bahasa Indonesia tahun 1996 di Jakarta :
Pertanyaan yang pertama, di sini memang sengaja saya tidak membedakan
antara istilah jenis kata atau word classes atau parts of speech. Jadi ketiganya
saya artikan sama di sini. Maksud saya ialah kelas-kelas kata, jadi penggolongan
kata, dan hal itu tergantung kepada dari mana kita melihat dan dasar apa yang
kita pakai untuk menggolongkannya. .......(selanjutnya)

2.      Idiom
Menurut Moeliono, Idiom adalah ungkapan bahasa yang artinya tidak secara
langsung dapat dijabarkan dari unsur-unsurnya. Sedangkan menurut Badudu,
idiom adalah bahasa yang teradatkan. Oleh karena itu, setiap kata yang
membentuk idiom berarti di dalamnya sudah ada kesatuan bentuk dan makna.
Walaupun dengan prinsip ekonomi bahasa, salah satu unsurnya tidak boleh
dihilangkan. Setiap idiom sudah tepat sedemikian rupa sehingga para pemakai
bahasa mau tidak mau harus tunduk pada aturan pemakaiannya. Sebagian besar
idiom yang berupa kelompok kata, misalnya gulung tikar, adu domba, muka
tembok tidak boleh dipertukarkan susunannya menjadi *tikar gulung, *domba
adu, *tembok muka karena ketiga kelompok kata yang terakhir itu bukan idiom.
BAB III
PENUTUP

A.     Simpulan
Dari pembahasan yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan menjadi beberapa
poin penting yaitu :
1.  Diksi atau pilhan kata adalah kemampuan membedakan secara tepat
nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk
menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang
dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
2.  Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa
sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata itu.
3.  Diksi berfungsi sebagai alat agar tidak terjadi kesalahpahaman antara
pembaca atau penulis terhadap pendengar atau pembaca dalam berkomunikasi.
4.  Diksi memiliki beberapa syarat-syarat ketepatan agar menimbulkan
imajinasi yang sesuai antara pembicara dan pendengar.
5.  Fungsi diksi secara umum ialah agar masyarakat dapat berkomunikasi
dengan baik dan benar agar terhindar dari salah penafsiran dan kesalahpahaman
antara pembicara/penulis dengan pendengar/pembaca.
6.  Gaya bahasa atau langgam bahasa dan sering juga disebut majas adalah
cara penutur mengungkapkan maksudnya.
7. Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapatlah dibedakan menjadi : Gaya
bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan
Menurut Moeliono, Idiom adalah ungkapan bahasa yang artinya tidak
secara langsung dapat dijabarkan dari unsur-unsurnya. Sedangkan menurut
Badudu, idiom adalah bahasa yang teradatkan. Oleh karena itu, setiap kata yang
membentuk idiom berarti di dalamnya sudah ada kesatuan bentuk dan makna.
B.     Saran
Sebagai seorang mahasiswa, perlu sekali mempelajari dan memahami
bagaimana penggunaan diksi yang tepat dan cermat karena seorang mahasiswa itu
selalu dibebankan dan berkelut dengan karya-karya tulis dalam setiap tugas
perkuliahannya.
Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan
makalah kami ke depannya.

Anda mungkin juga menyukai