Anda di halaman 1dari 12

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

TATALAKSANA KASUS PTERYGIUM

Jl. Raya Surabaya - Malang Km 54


Desa Lemahbang Kecamatan Sukorejo - Pasuruan
1
website : www.rs-primahusada.com
email : info@rs-primahusada.com
Pterygium
(H11.0)

Pengertian Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang


bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada
celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas
ke kornea berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di
daerah kornea. Penyebabnya sampai saat ini belum begitu jelas, namun
secara statistik, penyakit ini banyak menimpa para pekerja yang banyak
melakukan aktivitas di luar ruangan, hingga lebih sering terkena sinar
matahari, angin dan debu. Oleh karena itu penyakit ini lebih banyak
dijumpai di daerah tropis. Penyebab yang lain adalah berbagai zat iritan,
faktor genetik, alergi, kekeringan pada mata, faktor angiogenik, dan
infeksi papilomavirus.
Hasil Anamnesis Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering
(Subjective) tidak ada keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang
sering dialami pasien antara lain:
1. Mata sering berair dan tampak merah
2. Merasa seperti ada benda asing.
3. Timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan
pterigium tersebut, biasanya astigmatisme "with the rule" ataupun
astigmatisme irreguler sehingga mengganggu penglihatan.
4. Pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4), dapat menutupi pupil
dan aksis visual sehingga tajam penglihatan juga menurun.
Hasil 1. Pemeriksaan visus
Pemeriksaan 2. Pemeriksaan segmen menggunakan slit lamp
Fisik Pada pemeriksaan dapat dijumpai benjolan atau tonjolan fibrovaskular
berbentuk segitiga dengan pinggiran yang meninggi dengan apeks
yang mencapai kornea dan badannya terletak pada konjugtiva inter
palpebra.
a. Derajat 1 : jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea.
b. Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih
dari 2 mm melewati kornea.
c. Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran
pupil mata dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan
normal sekitar 3 – 4 mm)
d. Derajat 4 : pertumbuhan pterigium melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.
Hasil
Laboratorium untuk keperluan tindakan operasi berupa darah lengkap,
Pemeriksaan
bleeding time (BT), clotting time (CT) dan gula darah sewaktu
Penunjang
Penegakan 1. Kriteria diagnosis
Diagnosis a. Gejala subyektif :
(Assessment) • Mata sering merah (mudah iritasi)
• Gatal, pedih, mengganjal.
• Visus menurun.
• Kadang asimtomatis.

b. Gejala obyektif :
• Jaringan fibrovaskuler dari konjungtiva ke kornea, berbentuk
segitiga dengan puncaknya di kornea.
• Vaskularisasi meningkat.
• Deposit pigmen Fe.
• Lokasi di konjungtiva interpalpebra, tersering di bagian nasal.
• Pada pinguekula didapatkan penonjolan jaringan konjungtiva
yang mengalami degenerasi elastotik, berwarna putih kuning.
• Dikelilingi pembuluh darah (vaskularisasi meningkat).
• Bisa dijumpai dellen

2
2. Prosedur Diagnostik
Penegakan diagnosis dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan penunjang dilakukan bila dibutuhkan

3. Diagnosis Kerja
Pterygium

4. Diagnosis Banding
a. Pinguecula
b. Pseudopterigium
c. Karsinoma sel skuamosa
d. Kista dermoid
Penatalaksanaan 1. Pada kasus tahap awal, dimana tidak terdapat gejala dan ketika
komprehensif pterygium tidak signifikan secara kosmetik, kondisi ini tidak perlu
(Plan) diobati.
2. Ketika pterygium menyebabkan iritasi, kemerahan atau
ketidaknyamanan, air mata buatan dapat membantu melembabkan
mata dan meringankan ketidaknyamanan. Tetes mata ini tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan pterygium.
3. Ketika pterygium tampak secara kosmetik, atau menyebabkan gejala
seperti penglihatan buram: eksterpasi lokal anestesi dengan teknik
bare sklera atau limbalconjunctival autograft

Terapi
a. Artificial tears preservative free.
b. Lubrikan oint / gel.
c. Tetes mata steroid.
d. Tetes mata NSAID.

Indikasi Operatif
a. Pterigium menutup visual axis.
b. Pterigium menimbulkan perubahan refraksi (astigmat) yang
signifikan.
c. Keluhan yang sangat mengganggu dan tidak berkurang dengan
terapi obat-obatan.
d. Pterigium grade 3 dan 4 dilakukan eksisi jaringan fibrovaskular dapat
berupa bare sclera, eksisi dengan graft konjungtiva.
e. Kosmetik.

Indikasi Rawat Inap


a. Mengatasi Perdarahan
b. Fiksasi graft lebih baik
c. Pterigium grade 4

Teknik Operasi
Teknik operasi pterigium adalah Avulsi dengan CLG (Conjunctival Limbal
Graft)
Asuhan Asuhan keperawatan bagi pasien yang mengalami kasus pterygium
Keperawatan maka perlu dilakukan pengkajian dan perencanaan asuhan keperawatan
baik yang bisa dilakukan di Rumah Sakit maupun di rumah/keluarga
sekaligus.
1. Kategori : Perilaku LUARAN
Subkategori : Kebersihan Diri Dukungan Perawatan Diri
Diagnosa : D. 0109 Defisit (L.11348)
Perawatan Diri

3
INTERVENSI
Penyebab : 1. Observasi
a. gangguan muskuloskeletal a. identifikasi kebiasaan
b. gangguan neuromuskuler aktivitas perawatan diri
c. kelemahan sesuai usia
d. gangguan psikologis jdan b. monitor tingkat
atau psikotik kemandirian
e. penurunan motivasi / minat c. identifikasi kebutuhan
alat bantu kebersihan
Gejala dan Tanda Mayor : diri, berpakaian,
Subjektif berhias, dan makan
a. menolak melakukan 2. Terapeutik
perawatan diri a. sediakan lingkungan
Objektif yang terapeutik (mis.
a. tidak mampu mandi/ suasana hangat, rileks,
mengenakan pakaian/ privasi)
makanan ke toilet/ berhias b. siapkan keperluan
secara mandiri pribadi (mis. parfum,
b. minat melakukan sikat gigi, dan sabun
perawatan diri kurang mandi)
Gejala dan Tanda Minor : c. dampingi dalam
Subjektif melakukan diri sampai
(tidak tersedia) mandiri
Objektif d. fasilitasi untuk
(tidak tersedia) menerima keadaan
ketergantungan
e. fasilitasi kemandirian,
bantu jika tidak mampu
melakukan perawatan
diri
f. jadwalkan rutinitas
perawatan diri
3. Edukasi
anjurkan melakukan perawatan
diri secara konsisten sesuai
kemampuan
2. Kategori : Perilaku LUARAN
Subkategori : Penyuluhan Edukasi Kesehatan (L.12383)
dan Pembelajaran
Diagnosa : D. 0111 Defisit INTERVENSI
Pengetahuan tentang 1. Observasi
Pterygium a. identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima
informasi
Penyebab : b. identifikasi faktor-faktor
a. keteratasan kognitif yang dapat
b. gangguan fungsi kognitif meningktakan dan
c. kekeliruan mengikuti menurunkan motivasi
anjuran perilaku hidup bersih
d. kurang terpapar informasi dan sehat
e. kurang minat dalam belajar
f. kurang mampu mengingat 2. Terapeutik
g. ketidaktahuan menemukan a. sediakan materi dan
sumber informasi media pendidikan

4
Gejala dan Tanda Mayor : kesehatan
Subjektif b. jadwalkan pendidikan
a. menanyakan masalah kesehatan sesuai
yang dihadapi kesepakatan
Objektif c. berikan kesempatan
a. menunjukkan perilaku untuk bertanya
tidak sesuai anjuran 3. Edukasi
b. menunjukkan persepsi a. jelaskan faktor resiko
yang keliru terhadap yang dapat
masalah mempengaruhi
Gejala dan Tanda Minor : kesehatan
Subjektif b. ajarkan perilaku hidup
(tidak tersedia) bersih dan sehat
Objektif ajarkan strategi yang dapat
a. menjalankan pemeriksaan digunakan untuk meningktakn
yang tidak tepat perilaku hidup bersih dan sehat
menunjukkan perilaku
berlebihan (mis. apatis,
bermusuhan, agitasi, histeria)
3. Kategori : Psikologis LUARAN
Subkategori : Integritas Ego Promosi Citra Tubuh (L.093)
Diagnosa : D. 0083 Gangguan
Citra Tubuh INTERVENSI
1. Observasi
Penyebab : a. identifikasi harapan citra
a. perubahan struktur / bentuk tubuh berdasarkan
tubuh (mis. amputasi, tahap perkembangan
trauma, luka bakar b. identifikasi budaya,
b. perubahan fungsi tubuh agama, jenis kelamin
(mis. proses penyakit, dan umur terkait citra
kehamilan, kelumpuhan) tubuh
c. perubahan fungsi kognitif c. identifikasi perubahan
d. ketidaksesuaian budaya, citra tubuh yang
keyakinan atau sistem nilai mengakibatkan isolasi
e. transisi perkembangan sosial
f. gangguan psikososial d. monitor frekuensi
g. efek tindakan/ pengobatan pernyataan kritik
(mis. pembedahan, terhadap diri sendiri
kemoterapi, terapi radiasi) e. monitor apakah pasien
Gejala dan Tanda Mayor : bisa melihat bagian
Subjektif tubuh yang berubah
a. mengungkapkan kecacatan/ 2. Terapeutik
kehilangan bagian tubuh a. diskusikan perubahan
Objektif tubuh dan fungsinya
a. kehilangan bagian tubuh b. diskusikan perbedaan
b. fungsi/ struktur tubuh penampilan fisik
berubah/ hilang terhadap harga diri
Gejala dan Tanda Minor : c. diskusikan perubahan
Subjektif akibat pubertas,
a. tidak mau mengungkapkan kehamilan dan penuaan
kecacatan/ kehilangan d. diskusikan kondisi stres
bagian tubuh yang mempengaruhi
b. mengungkapkan perasaan citra tubuh (mis. luka,
negatif tentang perubahan penyakit, pembedahan)

5
tubuh e. diskusikan cara
c. mengungkapkan mengembangkan
kekhawatiran pada harapan citra tubuh
penolakan / reaksi orang secara realitas
lain f. diskusikan persepsi
d. mengungkapkan perubahan pasien dan keluarga
gaya hidup tentang perubahan citra
Objektif tubuh
a. menyembunyikan/ 3. Edukasi
menunjukkan bagian tubuh a. jelaskan kepada
secara berlebihan keluarga tentang
b. menghindari melihat dan perawatan perubhan
atau menyentuh bagian citra tubuh
tubuh b. anjurkan
c. fokus berlebihan pada mengungkapkan
perubahan tubuh gambaran diri terhadap
d. respon nonverbal pada citra tubuh
perubahan dan persepsi c. anjurkan menggunakan
tubuh alat bantu, (mis.
e. fokus pada penampilan pakaian, wig, kosmetik)
kekuatan masa lalu d. anjurkan mengikuti
f. hubungan sosial berubah kelompok pendukung
(mis. kelompok sebaya)
e. latih fungsi tubuh yang
dimiliki
f. latih peningkatan
penampilan diri (mis.
berdandan)
g. latih pengungkapan
kemampuan diri kepada
orang lain maupun
kelompok

4. Kategori : Psikologis LUARAN


Subkategori : Integritas Ego Reduksi Ansietas (L.09314)
Diagnosa : D. 0080 Ansietas
INTERVENSI
Penyebab : 1. Observasi
a. krisis situasional a. identifikasi saat tingkat
b. kebutuhan tidak terpenuhi ansietas berubah (mis.
c. krisis maturasional kondisi, waktu, stresor)
d. ancaman terhadap konsep b. identifikasi kemampuan
diri mengambil keputusan
e. ancaman terhadap kematian c. monitor tanda-tanda
f. kekhawatiran mengalami ansietas (verbal dan
kegagalan nonverbal)
g. disfungsi sistem keluarga 2. Terapeutik
h. hubungan orang tua-anak a. ciptakan suasana
tidak memuaskan terapeutik untuk
i. faktor keturunan menumbuhkan
(temperamen mudah kepercayaan
teragitasi sejak lahir) b. temani psien untuk
j. penyalagunaan zat mengurangi
k. terpapar bahaya lingkungan kecemasan, jika

6
(mis. toksin, polutan dan lain memungkinkan
lain c. dengarkan dengan
l. kurang terpapar informasi penuh perhatian
Gejala dan Tanda Mayor : d. gunakan pendekatan
Subjektif yang tenang dan
a. merasa bingung meyakinkan
b. merasa khawatir dengan e. tempatkan barang
akibat dari kondisi yang pribadi yang
dihadapi memberikan
c. sulit berkonsentrasi kenyamanan
Objektif f. motivasi
a. tampak gelisah mengidentifikasi situasi
b. tampak tegang yang memicu
c. sulit tidur kecemasan
Gejala dan Tanda Minor : g. diskusikan perencanaan
Subjektif realistis tentang
a. mengeluh pusing peristiwa yang akan
b. anoreksia datang
c. palpitasi 3. Edukasi
d. merasa tidak berdaya a. jelaskan prosedur,
Objektif termasuk sensasi yang
a. frekuensi napas meningkat mungkin dialami
b. frekuensi nadi meningkat b. informasikan secara
c. tekanan darah meningkta faktual mengenai
d. diaforesis diagnosis, pengobatan
e. tremor dan prognosis
f. muka tampak pucat c. anjurkan melakukan
g. suara bergetar kegiatan yang tidak
h. kontak mata buruk kompetitif sesui
i. sering berkemih kebutuhan
berorientasi pada masa lalu d. anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
e. latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
f. latih penggunaan
mekanisme perlahanan
diri yang tepat
g. latih teknik relaksasi
4. Kolaborasi
kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
Konseling dan 1. Ada pterygium yang tumbuh secara perlahan, namun ada pula yang
Edukasi tumbuh secara cepat.
2. Bila pterygium telah meliputi bagian tengah kornea, penglihatan akan
menjadi buram.
3. Sebagai pencegahan, langkah terbaik adalah dengan menghindari
faktor resiko. Gunakan sun glasses atau topi lebar saat melakukan
aktivitas di ruang terbuka
4. Pterygium dapat terjadi berulang (rekuren), walaupun telah dilakukan
ekstirpasi
5. Menjelaskan untuk mengurangi risiko iritasi berupa angin, debu dan
sina ultraviolet
6. Menjelaskan rencana operasi pada pterigium grade 3 dan 4

7
7. Menjelaskan kemungkinan berulang munculnya jaringan fibrovascular
8. Perawatan mata pasca operasi
Tingkat Evidens IV
Tingkat
A
Rekomendasi
Penelaah Kritis Dokter Spesialis Mata
Prognosis Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Referensi 1. Ilmu Penyakit Mata Edisi 5: FKUI
2. Oftamologi Umum Edisi 17: EGC
3. Aminlari A, Singh R, Liang D. Management of Pterygium. Diunduh
dari: http://www.aao.org/publications/eyenet/201011/upload/Pearls-
No v-Dec-2010.pdf. 2013
4. Ilyas S. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. hal: 2 - 6, 116 - 117.
5. Anderson, Dauglas M., et all. 2000. Dorland’s Illistrated Medical
Dictionary. 29th. Philadelphia: W.B. Saunders Company.
6. Riordan P, Whitcher JP. Voughan & Asbur’s. 2007. General
Ophthalmology 17th. Philadelpia: McGrawHill.
7. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
8. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
9. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan
Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

8
PANDUAN ASUHAN GIZI (PAG)
PTERYGIUM
Metoda pemecahan masalah gizi pada pasien pterygium yang
Pengertian Asuhan sistematis dimana Nutrisionis/ Dietisien berfikir kritis dalam membuat
Gizi pada Pterygium keputusan untuk menangani masalah gizi sehingga aman, efektif dan
berkualitas
Asesmen /
Melanjutkan hasil Skrining perawat. Melihat data berat badan, tinggi
Pengkajian:
badan, Lingkar Lengan Atas
Antropometri
Biokimia Mengkaji data laboratorium terkait gizi
Mengkaji adanya Mual, Muntah, lemas, berubah/ adanya penurunan
Klinis/Fisik
berat badan dll
Mengkaji riwayat alergi makanan, pola kebiasaan makan, bentuk
Riwayat Makan makanan, rata-rata asupan sebelum masuk Rumah Sakit (kualitatif
dan kuantitatif)
Mengkaji riwayat sosial ekonomi, budaya, riwayat penyakit saat ini,
Riwayat Personal riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, riwayat penggunaan
suplemen makanan, status kesehatan mental, serta status kognitif
Diagnosis Gizi N.1.2 Peningkatan kebutuhan energy disebakan oleh post op di tandai
(Masalah Gizi) dengan adanya luka oprasi
Intervensi Gizi
(Terapi Gizi)
a. Perencanaan Tujuan :
1. Mempertahankan status gizi optimal
2. Memberikan makanan yang mudah ditelan dan dicerna untuk
memenuhi kebutuhan yang meningkat, asupan makan≥ 80%
3. Makanan diberikan bertahap

b. Implementasi Preskripsi Diet :


1. Kebutuhan Energi diperhitungkan berdasarkan berat badan ideal
sesuai Tinggi badan aktual
2. Protein 10-15% dari energi total
3. Lemak 25-35% dari energi total
4. Karbohidrat 55-65% dari energi total
5. Cukup vitamin dan mineral
6. Cukup cairan dari makanan maupun minuman
7. Makanan bervariasi
8. Diberikan dalam 3 porsi makan lengkap terdiri dari makan pagi,
siang, malam dan 2-3 kali makanan selingan pagi, siang, malam.
9. Pemberian Energi dan Protein bertahap disesuaikan dengan
kemampuan mengkonsumsi
10. Jenis Diet makan cair (enteral), saring/ lunak atau dapat
dikombinasi sesuai dengan daya terima. bubur susu, bubur
saring, biskuit susu, makanan lunak maupun makan biasa.
11. Jalur makanan. (oral/ enteral per NGT/ parenteral/ kombinasi)
sesuai kondisi klinis dan kemampuan mengkonsumsi

c. Edukasi Pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan preskripsi diet

d. Konseling Gizi Pemberian edukasi dan konseling gizi kepada pasien, keluarga pasien
dan penunggu pasien (care giver)

e. Koordinasi Koordinasi pelayanan gizi dengan tenaga kesehatan lain yaitu dengan
dengan tenaga dokter, perawat, farmasis dan tenaga kesehatan lain terkait asuhan
kesehatan lain pasien
a. Status Gizi berdasarkan antropometri
Monitoring dan b. Hasil biokimia terkait dengan gizi
Evaluasi c. Fisik Klinis terkait dengan Gizi
d. Asupan Makanan

9
Melihat kembali kondisi pasien 3 hari setelah kunjungan awal (pada
hari ke 4 atau ke 5 perawatan) untuk mengetahui keberhasilan
Re Asesmen intervensi sesuai hasil monitoring evaluasi. Jika pasien sudah kembali
(Kontrol Kembali) pulang maka re-asesmen di rawat jalan untuk menilai kepatuhan diet
dan keberhasilan intervensi (terapi gizi) 1 bulan setelah pulang dari
rumah sakit
1. Asupan makan ≥80% dari kebutuhan
Indikator/ Outcome
2. Status Gizi Normal berdasarkan antropometri
1. Pocket Guide For International Dietetics & Nutrition Terminology
(IDNT) Reference Manual 2013
Kepustakaan 2. International Dietetics & Terminology (IDNT) Reference Manual.
Standardize Language for the Nutrition Care Process. Fourth
Edition. Academy of Nutrition and Dietetics 2013

10
PANDUAN ASUHAN KEFARMASIAN (PAKf)
PENGKAJIAN TERKAIT PERMASALAHAN OBAT (DRUG RELATED PROBLEM)
TATALAKSANA KASUS PTERYGIUM
Pterigium adalah suatu perluasan pinguecula ke kornea seperti daging
berbentuk segitiga, dan umumnya bilateral di sisi nasal. Pterigium ditandai
dengan pertumbuhan dari jaringan konjungtiva dan jaringan fibrovaskular
Pengertian pada kornea mata yang berbentuk sayap.
(Definisi) Komplikasi daripada pterigium salah satunya adalah simblefaron. Simblefaron
merupakan perlengketan pada konjungtiva tarsal terhadap konjungtiva bulbar.
Keadaan ini terjadi akibat dari komplikasi penyakit yang terjadi sebelumnya
pada mata
1. Telaah Resep
Asesmen 2. Rekonsiliasi Obat
Kefarmasian 3. Dilanjutkan dengan intervensi farmasi yang sesuai hasil telaah dan
rekonsiliasi obat
1. Pemilihan obat
Identifikasi 2. Dosis dan lama pemberian obat
DRP (Drug 3. Cara pemberian obat
Related 4. Kegagalan terapi obat
Problem) 5. Efek samping obat
6. Interaksi obat
1. Penatalaksanaan untuk pterygium tergantung pada derajat pterygium
yang diderita pasien. Pada pterygium derajat ringan disarankan untuk
menghindari debu, sinar matahari serta diberikan obat topikal,
vasokonstriktor dan kortikosteroid untuk menghilangkan gejala. Tindakan
bedah dilakukan pada pterygium derajat berat karena sudah mengganggu
penglihatan pasien. Metode bedah yang dilakukan adalah bare sclera,
sliding flap, rational flap, conjunctival autograft, conjunctivalimbal autograft
dan amniotic membrane transplantation. Metode yang sering digunakan
sampai saat ini adalah bare sclera dan conjunctival autograft
2. Perkembangan teknologi yang pesat memunculkan terapi baru diluar
teknologi grafting yang berbasis injeksi obat Mitomycin C (MMC) menuju
target sel pterygium. MMC adalah agen alkilasi yang secara selektif
menghambat sintesis DNA, RNA seluler, dan protein dan berasal dari
bakteri Streptomyces caespitosus. Ini dapat diterapkan sebelum operasi
(injeksi), intraoperatif (aplikasi langsung atau injeksi subconjunctival), atau
pasca operasi (tetes mata atau injeksi subconjunctival)
3. Penelitian lain menunjukkan bahwa graft yang disertai pemberian
mitomycin C (obat sitostatika) menunjukkan hasil rekurensi yang terendah
dibanding jika kedua metode ajuvan tersebut dilakukan secara sendiri-
Intervensi
sendiri. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai efek jangka
Farmasi
panjang, serta dosis dan durasi daripada pemberian mitomycin C
4. Pemberian mitomycin topikal (1,0 mg/ml) menyebabkan iritasi
konjungtiva, lakrimasi berlebihan, dan keratitis pungtata superfisial ringan
tetapi Efek samping topikal ini diminimalkan dengan dosis mitomycin 0,5
mg/ml. mitomycin tetes mata adalah tambahan yang aman dan efektif
untuk eksisi bedah dalam pengobatan pterigia primer
5. Tindakan pembedahan kombinasi autograf konjungtiva dan eksisi adalah
suatu tindakan bedah plastik yang dilakukan bila pterigium telah
mengganggu penglihatan dan mengurangi resiko kekambuhan
6. Terapi pterygium pada kasus pterigyum derajat 3 adalah dengan
dilakukan eksisi. Untuk mencegah kekambuhan pasca eksisi, diberikan
terapi ajuvan berupa autograft konjungtiva.
7. Bila terdapat tanda radang beri air mata buatan bila perlu dapat diberi
steroid.
8. Basitrasin mitomycin dan bacitracin keduanya meningkatkan
nefrotoksisitas dan/atau ototoksisitas. Hindari atau Gunakan Obat
Alternatif. Terdapat juga interaksi hidroksiurea mitomisin, hidroksiurea.
Dimana Kombinasi obat tersebut dapat meningkatkan risiko myelosupresi
(Toksisitas hematologic)

11
9. Efek samping yang mungkin terjadi dengan penggunaan mitomycin
dengan presentase terjadinya (lebih dari) >10% yaitu Sindrom uremik
hemolitik (≤15%), Myelosupresi (64%), Mual/muntah (14%), Demam
(14%). dan terdapat juga Efek samping yang terjadi dengan presentase
terjadinya 1-10% yaitu Stomatitis (4%), Peningkatan kreatinin serum (2%),
Toksisitas membrane mukosa (4%)
Komplikasi yang dilaporkan terkait dengan MMC termasuk lelehan kornea
atau nekrosis, infeksi (skleritis dan endoftalmitis), perforasi kornea,
kehilangan endotel, defek epitel persisten, katarak, glaukoma sekunder,
dan kekambuhan pterygium. Sebagian besar komplikasi dapat ditangani,
tetapi kehilangan endotel dan pencairan korneoskleral adalah yang paling
serius
Monitoring
Pemberian vasokontriktor perlu kontrol dalam 2 minggu dan pengobatan
dan
dihentikan jika sudah ada perbaikan
Evaluasi
1. Informasi obat
2. Istirahat Cukup
3. Menghindari paparan terhadap sinar ultraviolet, termasuk yang tinggal
iklim subtropis dan tropis
Edukasi dan 4. Menghindari keterlibatan langsung dalam pekerjaan yang membutuhkan
Informasi kegiatan di luar ruangan
5. Menghindari paparan sinar UV berlebihan pada mata. Debu, angin, mata
kering, dan iritasi
6. Informasi Predisposisi genetik terhadap adanya pterigium yang terjadi ada
di dalam keluarga tertentu
Penelaah
Apoteker Klinis
Kritis
1. Tidak terjadi Toksisitas obat
2. ROTD segera dikenali/ diatasi
3. Keluhan berkurang
4. Tidak terjadi komplikasi :
Indikator
• Distrorsi dan/atau penglihatan sentral berkurang
• Mata merah
• Iritasi
• Scar (parut) kronis pada konjungtiva dan kornea.
1. Riordan P, Whitcher JP. Voughan & Asbur’s.2007. General
Ophthalmology 17th .Philadelpia : McGrawHill.
2. Ilyas S. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
hal:2-6, 116 – 117.
3. Kaufman SC, Jacobs DS, Lee WB, Deng SX, Rosenblatt MI, Shtein RM.
2013. Options and adjuvants in surgery for pterygium: a report by the
Daftar
American Academy of Ophthalmology. Ophthalmology. 120(1):201-8
Pustaka
4. Singh G, Wilson MR, Foster CS. Mitomycin eye drops as treatment for
pterygium. Ophthalmology. 1988 Jun;95(6):813-21. doi: 10.1016/s0161-
6420(88)33104-0. PMID: 3211484.
5. Rodriguez JA, Ferrari C, Hernández GA. Intraoperative application of
topical mitomycin C 0.05% for pterygium surgery. Bol Asoc Med P R.
2004 Mar-Apr;96(2):100-2. PMID: 15580913

12

Anda mungkin juga menyukai