Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ampas kecap kedelai Hitam

Ampas merupakan residu limbah industry makanan yang telah di ambil

sarinya melalui proses pengolahan secara basah, salah satunya adalah ampas

kecap. Dari total kedelai yang digunakan, ampas kecap yang di hasilkan dapat

mencapai 59,7 %. Meski umumnya disukai oleh ternak, ampas kecap masih

mempunyai nilai gizi yang cukup baik. Hal ini dapat di lihat dari salah satu

kandunganya yaitu protein yang mencapai 21-34%, oleh karena itu di beberapa

daerah ampas kecap masih dikonsumsi (Ridla, 2014)

Lemak ampas kecap kedelai hitam mengandung asam lemak essensial yang

cukup tinggi, yaitu asam linoleat (omega-6) serta asma linoleat (omega-3) yang

dapat memberikan pengaruh positif bagi kesehatan, khususnya dalam kaitanya

dengan pengendalian kolesterol dan penyakit kardiovaskuler (Astawan, 2009).

2.1.1 Nutrisi Ampas Kecap Kedelai Hitam

Ampas kecap kedelai hitam memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi

terutama protein, karena dalam proses pembuatan kecap hanya sebagian kecil

protein kedelai hitam yang di manfaatkan dan larut dalam kecap, sedangkan

sisanya tertinggal dalam ampas kecap kedelai hitam. Setelah proses fermentasi,

65% protein masih tertinggal pada ampas kecap kedelai hitam. Protein yang

tertinggal pada ampas kecap kedelai hitam kebanyakan berasal dari protein biji

kedelai hitam. Ampas kecap kedelai hitam dapat digolongkan sebagai sumber

5
6

protein karena mengandung proten kasar lebih dari 18% ( Mayangsari,Subrata,

dan Christiyanto,2013).

Untuk mengetahuin kandungan atau komposisi kimia dari suatu bahan

makanan maka bias di ketahui dengan melakukan analisis laboratorium, yaitu

analisis proksimal. Henneberg dan Stohmann membagi suatu bahan makanan

menjadi enam fraksi

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Ampas kecap

Komposisi Kimia % Bahan Kering


Bahan Kering 12,0
Abu 12,0
Protein Kasar 29,31
Lemak 17,79
Serat Kasar 6,35
Beta-N 20,55
Ca 0,46
P 0,43
(Ridla,2014)

2.1.2 Susu Ampas Kecap Kedelai Hitam sebagai Antioksidan

Ampas kecap kedelai hitam juga bias menjadi sumber isoflavon yang

penting bagi tubuh. Secara structural isoflavon mirip dengan estrogen endogen

dan berikatan dengan reseptor estrogen. Seperti halnya estrogen endogen,

metabolit isoflavon akan mengalami sirkulasi enterohepatik dan disekresikan

dalam asam empedu. Estrogen telah terbukti menurunkan kolesterol LDL, maka

peranan isoflavon juga mirip dengan estrogen (Muchtadi, 2010).

Hati merupakan tempat isoflavon mengikat lipoprotein dan membuat sel

pada organ tersebut lebih efisien dalam memindahkan kolesterol LDL yang ada
7

di dalam darah dengan meningkatkan densitas reseptor LDl. Setelah mengikat

pada reseptor estrogen di lipoprotein, kolesterol digunakan sebagai bahan baku

pembentukan garam-garam empedu (Guyton dan hall, 2008).

Bentuk isoflavon dalam ampas kecap kedelai hitam terdiri dari isoflavon

glikon dan aglikoen. bentuk-bentuk isoflavon glikogen yaitu genistin, daidzin, dan

glisetin, sedangkan bentuk-bentuk isoflavon aglikogen adalah genistein, daidzein,

dan glisitein. Proses pengolahan akan menghidrolisi senyawa isoflavon glikon

menjadi senyawa isoflavon bebas yang disebut aglikogen yang lebih tinggi

aktivitasnya sebagai agen penurun kadar kolesterol darah (Astuti, 2014).

Gambar 2.1 : Isoflavon Glikon dan Aglikon

Efek isoflavon terhadap penurunan kolesterol terbukti tidak saja pada

hewan percobaan seperti tikus, kelinci, tetapi juga manusia. Pada penelitian

dengan menggunakan tepung kedelai sebagai perlakuan, menunjukan bahwa

tidak saja kolesterol yang menurun, tetapi juga trigliserida VLDL (very low

density lipoprotein). Dan LDL (low density lipoprotein). Disisi lain, tepung

kedelai dapat meningkatkan HDL (High density lipoprotein)(Amirthaveni dan


8

Vijayalakshmi, 2000). Mekanisme lain penurunan kolesterol oleh isoflavon

dijelaskan melalui pengaruh peningkatan katabolisme sel lemak untuk

pembentukan energy yang berakibat pada penurunan kandungan kolesterol

(Sekiya, 2000 dalam pawiroharsono, 2007).

Isoflavon bersifat antioksidan, asupan isoflavon ampas kecap dapat

menurunkan Thiorbarbitoric Acid Reactive Substance (TBARS) TBARS adalah

sebuah radikal bebas yang menyebabkan mutagenesis ,karsinogenesis, sampai

kematian sel. Isoflavon mencegah reaksi hydrogen peroksida dengan

menyumbangkan atom hydrogen ke radikal bebas, sehingga radikal bebas tidak

jadi terbentuk, 9Guyton dan hall),2008).

Ampas kecap kedelai hitam juga mengandung senyawa isoflavon yang

lebih potensial daripada bahan dasarnya yaitu kedelai hitam karena terjadi

pemutusan ikatan hemiasetal dalam komponen isoflavon glikon 9polar/terikat

gula) sehingga gugus glikosida (gula) dalam glikon terlepas dan akhirnya

komponen aglikon (nonpolar) atau dapat di katakana proses pengolahan akan

menghidrolisis senywa isoflavon glikon menjadi senyawa isoflavon bebas yang

disebut aglikon yang lebih tinggi aktivitasnya sebagai agen penurun kadar

kolesterol darah akibat aktifitas radikal bebas dengan melengkapi kekurangan

electron dimiliki radikal bebas untuk menghambat terjadinya reaksi oksiadi yang

bias menyebabkan reaksi berantai radikal bebas sehingga akan terjai penurunan

kolesterol (Zhu et all, 2005).


9

2.2 Aterosklerosis

2.2.1 Defenisi

Istilah aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani, yang berarti penebalan

tunika intima arteri (sclerosis, penebalan) dan penimbunan lipid (athere, pasta)

yang mencirikan lesi yang khas ( Price, 2006). Aterosklerosis merupakan penyakit

inflamasi kronik yang ditandai oleh hilangnya elastisitas pembuluh darah dan

terbentuknya plak di dinding pembuluh darah (Nurtamin, 2014). Aterosklerosis

berkembang secara perlahan, dengan penebalan intima yang terjadi akibat

penumpukan fibrosa yang secara bertahap menjadi tempat perdarahan dan

pembentukan thrombus (Silbernaghl & lang, 2013) .

Aterosklerosis dalam prosesnya melibatkan Low Density Lipoprotein

(LDL) yang memicu disfungsi endotel dan mengalami okidasi. Kerusakan

endotel akan menginduksi sel kea rah prokoagulan, membentuk molekul

vasoaktif,sitokin, dan factor pertumbuhan. Pada keadaan lanjut respon inflamasi

akan menstimulasi migrasi dan poliferai sel otot polos menghasilkan cap

pelindung bagi plak. Namun seiring bertambah banyaknya tumpukan lemak

dalam intima pembuluh darah maka semakin besar risiko terjadinya

penyumbatan pembuluh darah atau rupture plak yang juga menyebabkan

sumbatan aliran darah. Hal ini akan menimbulkan gejala kinik yang bermakna

(Libby,2013).

2.2.2 Etiologi

Para ilmuan belum mengetahui secara pasti bagaimana mekanisme

aterosklerosis terjadi maupun penyebabnya. Penyakit ini berkembang bertahap

dan kompleks. Faktor penting yang menyebabkan aterosklerosis adalah


10

konsentrasi kolesterol yang tinggi dalam plasma darah dalam bentuk lipoprotein

berdensitas rendah. Konsentrasi plasma dari lipoprotein berdensitas rendah yang

tinggi kolesterol ini ditingkatkan oleh beberapa factor meliputi tingginya lemak

jenuh dalam diet sehari-hari, obesitas, dan kurangnya aktifitas fisik (Guyton,

2012).

2.2.3 Faktor Resiko

Faktor resiko aterosklerosis dapat di bedakan menjadi factor resiko mayor

atau utama dan factor resiko minor. Pada table 2.3 menunjukan factor resiko

aterosklerosi menurut American Heart Association (AHA, 2013).

1. Factor Resiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi

a. Umur

Usia masih merupakan predictor kuat terjadinya penyakit jantung

coroner yang di picu dengan adanya aterosklerosis. Sekitar 85% orang

meninggal yang disebabkan oleh Penyakit jantung Koroner (PJK)

berusia 65 tahun keatas (AHA,2013). Sebab utama adalah karena usia

merupakan refleksi akumulasi yang progresif dari berbagai kelainan

pada system kardiovaskuler, seperti penyempitan arteri oleh plak,

dinding jantung menebal, beratnya bertambah, dan ruang bilik jantung

mengecil. Perubahan-perubahan tersebut dipengaruhi oleh masalah

genetik serta diperparah oleh berkurangnya aktivitas dan berbagai

penyakit degenerative seperti diabetes mellitus, hipertensi yang tak

terkendali, dan kebiasaan merokok (Zahrawardhani, 2012).

b. Jenis Kelamin
11

Laki-laki memilik resiko yang lebih besar untuk terkena serangan

jantung di bandingkan dengan wanita. Walaupun angka kematian

akibat PJK meningkat pada saat menopause, namun angka kejadianya

tidak setinggi pria. Penyakit jantung Koroner merupakan penyebab

kematian utama pada laki-laki usia 35-44 tahun, dan 40% kematian

laki-laki pada usia 55-65 tahun di akibatkan oleh PJK (AHA,2013).

c. Keturunan

Seorang anak dari orang tua yang memiliki PJK, memiliki resiko

yang lebih besar terkena PJK. Berdasarkan studi, insiden infark

miokard pada kakak beradik berhubungan secara bermakna walaupun

factor lain seperti hipertensi,dyslipidemia, dan merokok telah

disingkirkan (AHA,2013).

2. Factor Resiko yang Dapat Dimodifikasi

a. Dislipidemia

Dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lipid yang ditandai

dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma.

Kelainan ini ditandai dengan peningkatan kolesterol total, kolesterol

Low Density Lipoprotein (LDL), kenaikan kadar trigliserid serta

penurunan High Density Liporpotein (HDL) (Harrison, 2008).

Tingginya kadar kolesterol darah meningkatkan resiko terjadinya

PJK. Ketika faktor resiko lain hadir (hipertensi dan merokok) akan

semakin meningkatkan kemungkinan terjadinya PJK. Seseorang yang

memiliki resiko tinggi terjadinya PJK, diharapkan kadar kolesterol

darah sebagai berukut:


12

1) Kolestrol total <200 mg/dl

2) LDL <100 mg/dl

3) HDL ≥ 40 mg/dl untuk pria dan ≥ 50 mg/dl untuk wanita

4) Trigiliserid < 150 mg/dl

(AHA,2013)

b. Hipertensi

Tingginya tekanan darah/hipertensi meningkatkan beban kerja

otot jantung, hal ini menyebabkan otot jantung menjadi tebal dan

kaku. Kekauan otot jantung ini adalah keadaan abnormal, yang

menjadikan jantung tidak bekerja sebagaimana mestinya. Ketika

hipertensi bergabung dengan obesitas, merokok, dislipidemi dan

diabetes mellitus, maka resiko terjadinya PJK sekitar 16 kali lipat

(AHA, 2013).

c. Aktifitas fisik

Rendahnya aktifitas fisik dapat meningkatkan resiko terjadinya

PJK. Aktifitas fisik yang sedang hingga berat dapat mecegah

terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah. Sejumlah studi

mengatakan insiden penyakit jantung koroner hampir 2 kali lipat

lebih banyak pada pria yang kurang melakukan aktivitas fisik

dibanding dengan mereka yang secara teratur berolahraga. Dengan

adanya aktifitas fisik, dapat membantu mengontrol kolesterol

darah, diabetes dan obesitas serta dengan sendirinya dapat

mengontrol tekanan darah (AHA, 2013).


13

d. Diabetes Melitus

Diabetes melitus menyebabkan faktor risiko terhadap PJK

meningkat yaitu bila kadar glukosa darah naik, terutama bila

berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Sekitar 65% penderita

diabetes meninggal akibat berkorelasi dengan penyakit jantung dan

pembuluh darah. Diabetes yang tidak terkontrol dengan kadar

glukosa yang tinggi di dalam darah cenderung berperan menaikkan

kadar kolesterol dan trigliserida (AHA, 2013)

e. Merokok

Seorang perokok memiliki risiko 2-4 kali lipat terjadinya PJK

dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Pengaruh rokok

antara lain mempercepat terjadinya aterosklerosis dan trombosis.

penurunan kolesterol HDL, peningkatan kadar fibrinogen dan

jumlah sel darah putih, dan juga mengurangi kontraktilitas otot

jantung (AHA, 2013).


14

2.2.4 Patofisiologi Aterosklerosis

Patogenesis aterosklerosis merupakan proses interaksi kompleks yang

terjadi di endotel. Disfungsi endotel merupakan awal mula proses aterogenesis.

Rangsangan biokimiawi atau mekanis dapat menimbulkan endothelial injury

Gejas endotel). Disfungsi endotel menyebabkan peningkatan permeabilitas

vaskular, adhesi, dan infiltrasi monosit dan sel T, serta peningkatan aktivitas

growth factor (Guyton, 2012).

Hiperlipidemia merupakan faktor utama penyebab disfungsi endotel.

Ambilan lemak yang tinggi dalam endotel (tunika intima) pada keadaan

hiperlipidemia akan menyebabkan proses oksidasi dan menimbulkan jejas pada

endotel. Setelah itu berbagai respon inflamasi lain seperti adhesi monosit dan

trombosit, juga akan memperparah keadaan disfungsi endotel (Silbernagl & Lang.

2013).

Mekanisme terbentuknya plak aterosklerosis dimulai dari teroksidasinya

LDL (ox-LDL) yang merupakan kemotaktik terhadap monosit. Monosit akan

masuk ke dalam sel endotel dan berdiferensiasi menjadi makrofag yang akan

memfagosit ox-LDL. Makrofag yang banyak mengadung ox-LDL ini disebutfoam

cell yang diikuti terbentuknya fatty streak. Selanjutnya akan terbentuk lipid core

(inti lemak) yang diselimuti sel otot polos. Fase lebih lanjut yaitu terbentuknya

fibrous plaques (plak fibrosa) yang merupakan inti lemak yang dikelilingi oleh

fibrotic cup (Davis,2005) Proses saat monosit masuk ke intima dan diubah

menjadi makrofag menyebabkan pelepasan radikal O, yang reaktif, terutama

anion superoksida (02) yang memiliki efek perusak di sel endotel dan

menginaktifkan NO yang dibentuk oleh endotel, di sepanjang perjalanannya ke


15

endotel dan otot pembuluh darah: NO+O; ONOO. Hal ini menyebabkan

hilangnya aktivitas NO, yakni sebagai penghambat adhesi trombosit dan monosit

di endotel serta efek anti proliferatif dan vasodilatasi pada otot pembuluh darah.

Penghambatan vasodilatasi mendorong terjadinya spasme. Bahkan pada stadium

awal aterosklerosis, radikal O, diubah melalui oksidasi oleh LDL yang telah

memasuki endotel akan merangsang ekspresi molekul adhesi yang memungkinkan

otot pembuluh darah berproliferasi. Oksidasi juga menyebabkan perubahan ikatan

LDL. LDL tidak lagi dikenali oleh reseptor ApoB 100, namun dikenali oleh yang

disebut reseptor scavenger yang sebagian besar terdapat di dalam makrofag

Akibatnya, sekarang makrofag banyak memfagosit LDL dan akan berubah

menjadi sel busa yang menetap. Faktor kemotaksis monosit dan trombosit akan

memicu perpindahan sel otot polos dari media ke intima. Di intima, sel tersebut

akan dirangsang untuk berproliferasi oleh Platelet Derived Growth Factor (PDGF)

dan berbagai faktor peningkat pertumbuhan lainnya. Sel otot juga akan diubah

menjadi sel busa dengan mengambil LDL teroksidasi. Sel busa akan membentuk

matriks ekstrasel yang juga berperan dalam pembentukan aterom

(Silbernagl & Lang, 2013).


16

Gambar 2.2 Hipotetis respon cedera endetol terhadap aterogenesis

2.2.5 Hiperkoleterolemia, Aterosklerosis dan Peningkatan MDA

Hiperkolesterolemia dapat mengganggu fungsi endotel dan mengakibatkan

peningkatan produks iradikal bebas. Salah satu jenis radikal bebas yang sangat

reaktif dan tidak stabil adalah reactive oxygen species (ROS) (Vogiatzi.

Tousoulis, dan Stefanadis, 2009). ROS seperti superoxide anions, hydroksyl


17

radical, hydrogen peroxide (H2O2) dapat menyebabkan kerusakan serius pada

DNA, protein, dan lipid (Hotamsligil, 2010).

Sebagian besar asam lemak yang terikat pada fosfolipid LDL adalah asam

lemak tak jenuh jamak poly unsaturated fatty acid (PUFA), PUFA mempunyai

ikatan rangkap yang mudah mengalami oksidasi oleh radikal bebas. Pemajanan

terhadap radikal bebas dalam sel endotel dinding arteri, menyebabkan terjadinya

oksidasi LDL (Brown, 2006).

Kerusakan oksidatif pada senyawa lipid terjadi ketika senyawa radikal

bebas bereaksi dengan senyawa PUFA dari fosfolipid membran lipid antara lain

seperti asam arakhidonat. Oksidasi lipid terjadi melalui tiga tahapan, yaitu insiasi

(pencetusan), propagasi (perambatan). dan tahap terminasi (penghentian)

(Winarsi, 2007). Pertama, radikal hidroksil akan menarik atom H dari rantai

PUFA membentuk radikal karbon, radikal karbon akan bereaksi dengan oksigen

membentuk radikal peroksil kemudian, radikal peroksil yang terbentuk akan

menyerang PUFA berikutnya untuk membentuk radikal karbon baru dan reaksi

akan berlanjut terus menjadi reaksi berantai. Akibat akhir dari reaksi berantai ini

adalah terputusnya rantai PUFA menjadi senyawa yang bersifat toksik terhadap

sel, antara lain menghasilkan aldehida seperti malondialdehida dan 4-hidroksi

nonenal (HNE) (Ratnayanti, 2011). HNE mempunyai waktu paruh yang pendek.

sehingga peningkatan MDA digunakan sebagai biomarker biologis untuk menilai

stres oksidatif (Ayala, 2014). MDA sebagai senyawa toksik dapat menimbulkan

gangguan pada fluiditas membran, fungsi barier membran, dan inaktivasi enzim

maupun reseptor-reseptor yang tergantung pada membran fosfolipid (Rita, 2009).


18

2.3 Radikal Bebas

2.3.1 Definisi

Radikal bebas adalah molekul yang pada orbit terluarnya mempunyai satu

atau lebih electron tidak berpasangan, sifatnya sangat stabil dan sangat reaktif

(Soeksmanto dkk, 2007). Radikal bebas berada didalam tubuh akibat proses

respirasi aerobic dengan bentuk yang berbeda-beda, seperti superoksid, hidroksil,

hidroperoksil, peroksil dan alkosil radikal (Teow et al., 2006).

Senyawa radikal bebas yang berikatan dengan elektron yang bersifat ionik

memiliki dampak yang tidak begitu berbahaya tetapi, bila elektron yang terikat

radikal bebas berasal dari senyawa yang berikatan kovalen, akan sangat berbahaya

karena ikatan digunakan secara bersama-sama pada orbital luarnya. Umumnya

senyawa yang memiliki ikatan kovalen adalah molekul-molekul besar, seperti

lipid, protein, maupun DNA (Novianti, 2012).

Jenis radikal bebas yang utama berasal dari senyawa oksigen, sering

disebut reactive oxygen species (ROS) dan senyawa nitrogen (reactive nitrogen

species/RNS). Termasuk dalam kelompok ROS adalah radikal superoksida (O2)

yang terbentuk secara enzimatik oleh Nicotinamide Adenine Dinucleotide

Phosphate (NADPH) oxidase atau xanthine oxidase dan nonenzimatik oleh

senyawa semiquinone pada transpor elektron mitokondria. Radikal ini mengalami

konversi secara enzimatik oleh superoxide dismutase (SOD) menjadi senyawa

non radikal hidrogen peroksida (H₂O₂) atau secara non-enzimatik menjadi H₂O₂

dan singlet oxygen (O2). Senyawa-senyawa ini akan dirubah menjadi radikal

hidroksil (OH) yang memiliki reaktivitas tinggi dengan adanya ion metal (Fe/Cu)

tereduksi. Sedangkan radikal nitric oxide (NO) terbentuk melalui oksidasi atom
19

nitrogen terminal dari L-arginin oleh enzim nitric oxide synthase. Nitric oxide

(NO) dapat diubah menjadi berbagai RNS seperti kation nitrosonium (NO), anion

nitroksil (NO) atau peroksinitrit (ONO0) (Ratnayanti, 2011).

2.3.2 Sumber Radikal Bebas

Adapun sumber radikal bebas antara lain (Pham-Huy et al,2008)

a. Radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh yaitu:

1. Dari proses enzimatik, seperti hasil dari proses oksidasi atau

pembakaran sel yang berlangsung pada proses pembakaran sel,

dari proses pencernaan, dan dari proses metabolism.

Diproduksi oleh mitokondria, membrane plasma, lisosom,

reticulum endoplasma, dan inti sel.

2. Dari proses non-enzimatik seperti reaksi oksigen dengan

senyawa organic lainya melalui ionisasi dan radiasi. Contohnya

adalah proses inflamasi dan iskemia.

b. Radikal bebas yang berasal dari luar tubuh, yaitu dari polutan seperti

asap rokok, asap kendaraan bermotor, radiasi sinar matahari, makanan

berlemk. kopi, alcohol, obat, bahan racun, pestisida, minyak goreng

jelantah, dan lainya. Peningkatan radikal bebas pun dapat dipicu oleh

stress dan olahraga berlebihan.

2.3.3 Pembentukan Radikal Bebas

Radikal bebas diproduksi dalam sel yang secara umum melalui

reaksi pemindahan elektron. menggunakan mediator enzimatik atau non

enzimatik. Pada keadaan normal sumber utama radikal bebas adalah


20

kebocoran elektron yang terjadi dari rantai transport elektron, misalnya

yang ada dalam mitokondria, endoplasma retikulum dan molekul oksigen

yang menghasilkan superoksida. Dalam kondisi yang tidak lazim seperti

radiasi ion, sinar ultraviolet, dan paparan energi tinggi lainnya, dapat

dihasilkan radikal bebas yang sangat berlebihan (Sitorus, 2008). Tahapan

reaksi pembentukan radikal bebas melalui tiga tahapan reaksi (Winarsi,

2007):

1. Tahapn Inisiasi

Merupakan tahapan awal yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas.

2. Tahapan Propagasi

Merupakan tahapan pemanjangan rantai radikal bebas dimana radikal

bebas cenderung bertambah banyak dengan reaksi rantai dengan molekul

lain.

3. Tahapan Terminasi

Merupakan tahapan dimana terjadi reaksi radikal bebas dengan radikal

bebas lain atau antara radikal bebas dengan penangkap radikal. Reaksi ini

mengubah radikal bebas menjadi radikal bebas stabil dan tidak reaktif

yang menyebabkan propagasinya rendah sehingga tidak ada radikal bebas

baru yang terbentuk dalam tahapan ini dan rantai menjadi putus. Kerja

radikal bebas dapat dihambat dengan tiga cara, yaitu:

a. Mencegah atau menghambat pembentukan radikal bebas baru.

b. Menginaktivasi atau menangkap radikal bebas dan pemutusan rantai.

c. Memperbaiki kerusakan oleh radikal bebas (Winarsi, 2007).


21

2.3.4 Bentuk Produk Oksidasi

Reaksi oksidasi sering kali menyebabkan keruksakan oksidatif. Akibatnya,

terjadi kerusakan atau kematian sel. Hal ini terjadi karena senyawa radikal

bebas mengoksidasi dan menyerang komponen lipid membran sel. Jadi,

kerusakan oksidatif berkaitan erat dengan reaksi oksidasi lipid membran.

Radikal bebas dapat merusak 3 senyawa penting yang berperan untuk

mempertahankan integritas sel:

- Asam lemak, terutama asam lemak tidak jenuh yang merupakan

komponen penting fosfolipid penyusun membran sel

- DNA. yang merupakan perangkat genetik sel

- Protein, yang berperan sebagai enzim, reseptor, antibodi dan penyusun

matriks serta sitokleton (Winarsi, 2007).

a. Produk Oksidasi senyawa lipid

Kerusakan oksidatif pada senyawa lipid terjadi ketika senyawa

radikal bebas bereaksi dengan senyawa PUFA (poly unsaturated fatty

acids) (Setiawan dan Suhartono, 2007). PUFA lebih rentan terhadap

reaksi radikal bebas dibandingkan dengan asam lemak jenuh). Produk

oksidasi lipid yang paling banyak ditemukan dalam cairan biologis,

diena terkonjugasi dalam plasma, penurunan PUFA dalam plasma,

hidroperoksida dalam plasma, aldehid dalam plasma seperti MDA dan

HNE, heksana dan pentana dalam udara penafasan, kolestrol plasma

teroksidasi, LDL teroksidasi dalam plasma (Handleman dan

Pyor,1998).
22

b. Produk Oksidan Protein

Protein dan asam nukleat lebih tahan terhadap radikal bebas

daripada PUFA, sehingga kecil kemungkinan dalam terjadinya reaksi

berantai yang cepat. Serangan radikal bebas terhadap protein sangat

jarang kecuali bila sangat ekstensif. Hal ini terjadi hanya jika radikal

tersebut mampu berakumulasi (jarang pada sel normal), atau bila

kerusakannya terfokus pada daerah tertentu dalam protein. Salah satu

penyebab kerusakan terfokus adalah jika protein berikatan dengan ion

logam transisi (Sitorus, 2008).

Reaktifitas radikal oksigen terhadap asam amino dalam suatu

peptida akan berbeda beda. Keberadaan struktur primer, sekunder, dan

tersier protein juga berpensgaruh terhadap sifat sifat asam amino.

Asam amino yang mengandung sulfur dan tiol sangat sensitif terhadap

radikal oksigen. Oksigen teraktifasi akan menyingkirkan 1 atom H dari

gugus sistein, membentuk radikal tiil yang kemidian cross-linking

dengan radikal tiil berikutnya sehingga terbentuk ikatan disulfida.

Oksigen juga dapat bereaksi dengan gugus metionin membentuk

derivat metionin sulfoksida (Winarsi, 2007).

c. Produk Oksidan DNA

Seperti pada protein kecil kemungkinan terjadinya kerusakan di

DNA menjadi suatu reaksi berantai, biasanya kerusakan terjadi bila

ada lesi pada susunan molekul, apabila tidak dapat diatasi, dan terjadi

sebelum replikasi maka akan terjadi mutasi. Radikal oksigen dapat


23

menyerang DNA jika terbentuk disekitar DNA seperti pada radiasi

biologis (Sitorus, 2008).

radikal oksigen reaktif, terutama yang diperankan oleh radikal

hidroksil, akan meningkatkan radiolisis air melalui radiasi ion (sinar

gamma atau sinar X) atau bahan kimia. Dalam hal ini akan terbentuk

radikal oksil yang berikatan dengan logam, dan merupakan senyawa

intermediate aktif dalam reaksi DNA-cleaved. Mekanisme ini

mengawali terbentuknya produk degradasi. Efek kerusakan DNA ini

dapat menyebabkan metagenesis (Winarsi, 2007).

2.3.5 Malondialdehid (MDA)

MDA adalah senyawa dialdehida yang merupakan produk akhir

peroksidasi lipid dalam tubuh (Can, Guven, Atik et al, 2011). Senyawa ini

memiliki tiga rantai karbon, dengan rumus molekul C3H4O2 (Ayala,

2014). MDA juga merupakan produk dekomposisi dari asam amino,

karbohidrat kompleks, pentosa, dan heksosa, dan biosintesis prostaglandin.

Akan tetapi, peroksidasi dari asam lemak tiga atau banyak ikatan ganda

khususnya arakidonat dipercaya sebagai sumber utama (Soetmaji, 1998).

Mekanisme pembentukan MDA melalui peroksidasi lipid diawali

dengan penghilangan atom hidrogen (H) dari molekul lipid Poly

Unsaturated fatty acid (PUFA) oleh gugus radikal hidroksil (OH),

sehingga lipid bersifat radikal. Kemudian radikal lipid ini bereaksi dengan

atom oksigen (O2) dan membentuk radikal peroksil ('00), yang selanjutnya

menghasilkan senyawa aldehid seperti MDA (Yustika, Aulanni'am, dan

Sasangka, 2013).
24

Gambar 2.3 Proses Pembentukan MDA

MDA dapat bereaksi dengan komponen nukleofiklik atau

elektrofilik. Aktivitas non-spesifiknya, MDA dapat berikatan dengan

berbagai molekul biologis seperti efek negatif senyawa protein dan

aminosulfolipid secara kovalen. MDA dapat menghasilkan polimer dalam

berbagai berat molekul dan polaritas. Efek negatif senyawa radikal

maupun metabolit elektrofil ini dapat diredam oleh antioksidan. Oleh

karena itu, tinggi rendahnya kadar MDA sangat bergantung pada status

antioksidan dalam tubuh seseorang (Winarsi, 2007).

Kadar MDA pada dislipidemia meningkat hingga 2,48 kali pada

subyek dengan dislipidemia dibandingkan kontrol. Peningkatan stres

oksidatif juga semakin tajam seiring dengan semakin tingginya derajat

dislipidemia. Konsentrasi superoksida dan peroksinitrit juga ditemukan

meningkat pada miokardium dan endotel tikus yang mengalami

dislipidemia (Ratnayanti, 2011).


25

2.4 Antioksidan

2.4.1 Definisi

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor)

atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu

menginaktivasi atau memperlambat berkembangnya reaksi oksidasi

(Winarsi, 2007). Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat

menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul

yang sangat reaktif. Akibatnya, kerusakan sel akan dihambat (Winarsi,

2007).

2.4.2 Klasifikasi Antioksidan

Secara umum, berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan

menjadi 3 kelompok, yaitu antioksidan primer, sekunder dan tersier

a. Antioksidan Primer

Menurut McCord (1979), Aebi (1984), dan Urisini et al. (1995),

antioksidan primer meliputi enzim seperoksida dismutase (SOD),

katalase dan glutation peroksidase (GSH-Px). Antioksidan primer

disebut juga antioksidan enzimatis. Suatu senyawa dikatakan sebagai

antioksidan primer, apabila dapat memberikan atom hidrogen secara

cepat kepada senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yang

terbentuk segera berubah menjadi senyawa yang lebih stabil.

Belleville-Nabet (1996) menyebutkan bahwa antioksidan primer

bekerja dengan cara mencegah pembentukan senyawa radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif

(Winarsi, 2007).
26

Sebagai antioksidan enzim enzim tersebut menghambat

pembentukan. radikal bebas, dengan cara memutus reaksi berantai

(polimeralisasi). kemudian mengubahnya menjadi produk yang lebih

stabil. Antioksidan dalam kelompok im disebut juga chain-breaking

antioxidants (Winarsi. 2007)

b. Antioksidan Sekunder (Antioksidan eksogenus)

Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau non

enzimatis. Antioksidan dalam kelompok ini juga disebut sistem

pertahanan preventif. Dalam sisitem pertahanan preventif ini,

terbentuknya senyawa oksigen reaktif dihambat dengan cara

pengkelatan metal terjadi dalam cairan ekstraseluler (Belleville-Nabet-

1996).

Antioksidan non enzimatis dapat berupa komponen non nutrisi dan

komponen nutrisi dari sayuran dan buah buahan seperti vitamin C,

vitamin E, B-karoten, flavonoid, isoflavon, flavon, antosianoid,

katekin dan isokatekin serta asam lipoad. Kerja sistem antioksidan

non-enzimataik yaitu dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya. Akibatnya, radikal

bebas tidak akan bereaksi dengan komponen seluler (Winarsi, 2007).

Senyawa antioksidan non-enzimatis bekerja dengan cara menangkap

radikal bebas dengan cara menangkap radikal bebas (free radical

scavenger), kemudian mencegah reaktivitas amplifikasinya. Ketika

jumlah radikal bebas berlebihan, kadar antioksidan non enzimatik yang

diamati dalam cairan biologis menurun (Winarsi, 2007).


27

c. Antioksidan tersier

Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-repair

dan mentionin sulfoksida reduktase. Enzim enzim ini berfungsi dalam

perbaikan biomolukuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebus.

Kerusakan DNA yang terinduksi senyawa radikal bebas dicirikan oleh

rusaknya single dan double strand, baik gugunon basa maupun basa

(Winarsi, 2007).

2.5 Hubungan Susu Ampas Kecap Kedelai Hitam dengan MDA

Ampas kecap kedelai hitam mengandung senyawa isoflavon yang lebih

potensial daripada bahan dasarnya yaitu kedelai hitam karena terjadi pemutusan

ikatan hemiasetal dalam komponen isoflavon glikon (polar/terikat gula) sehingga

gugus glikosida (gula) dalam komponen glikon terlepas dan akhimya komponen

glikon berubah struktur menjadi komponen aglikon (nonpolar) atau dapat

dikatakan proses pengolahan akan menghidrolisis senyawa isoflavon glikon

menjadi senyawa isoflavon bebas yang disebut aglikon yang lebih tinggi

aktivitasnya sebagai agen penurun kadar kolesterol darah akibat aktifitas radikal

bebas dengan melengkapi kekurangan electron dimiliki radikal bebas untuk.

menghambat terjadinya reaksi oksidasi yang bisa menyebabkan reaksi berantai

radikal bebas sehingga akan terjadi penurunan kolesterol. Senyawa aglycon juga

mudah diserap dan mempunyai aktifitas antihiperkolesterolemia lebih tinggi (Zhu

et all, 2005).

Menurut Prangdimurdi (2011), MDA sebagai produk akhir dapat

digunakan untuk mengetahui derajat kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh

peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid hasil dari radikal bebas ini akan selalu
28

membentuk reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini

dihilangkan oleh radikal bebas lain dan oleh sistem antioksidan dari tubuh.

Antioksidan bereaksi dengan antioksidan sehingga mengurangi kapasitas untuk

menimbulkan kerusakan Upaya untuk meninggikan antioksidan dalam tubuh

dapat dilakukan dengan cara mengonsumsi bahan pangan yang mengandung zat

zat gizi antioksidan maupun zat gizi non antioksidan (komponen bioaktif).

Kedelai merupakan bahan penghasil antioksidan alami, salah satu komponen

terpenting dalam kedelai dan bertindak sebagai antioksidan adalah isoflavon.

Isoflavon mampu merangsang ekspresi Cu Zn Sod yang dapat melindungi sel dari

serangan stress oksidatif sehingga tidak terbentuk produk peroksidasi lipid yang

berkepanjangan.

Secara struktural isoflavon mirip dengan estrogen endogen dan berikatan

dengan reseptor estrogen. Estrogen telah terbukti menurunkan kolesterol

LDL,maka peranan isoflavon juga mirip dengan peranan estrogen (Muchhtadi.

2010).

Berdasarkan struktur kimianya, isoflavon secara biologis dapat berikatan

dengan reseptor estrogen serta bekerja agonis dan antagonis terhadap estrogen.

Sifat ikatan isoflavon dan reseptor estrogen masih sulit dimengerti mengingat

beberapa factor yang berperan diantaranya jumlah dan lokasi reseptor, sehingga

disebut sebagai tissue specific. Afinitas fitoestrogen terhadap ERB (reseptor

estrogen beta) ternyata lebih kuat dibanding terhadap ERa (reseptor estrogen

alpha) (Cooke dan Naaz, 2004). Isoflavon mengikat lipoprotein dan membuat sel

hati lebih efisien dalam memindahkan kolesterol LDL yang ada di darah dengan

meningkatkan densitas reseptor LDL di hati. Setelah mengikat pada


29

reseptor estrogen di lipoprotein, kolesterol digunakan sebagai bahan baku

pembentukan garam-garam empedu (Guyton dan Hall, 2008)

Isoflavon menurunkan kolesterol LDL dan meningkatkan kolesterol HDL.

Kolesterol HDL. secara cepat memindah kolesterol dari jaringan perifer ke dalam

hati untuk katabolisme dan ekskresi. Tingginya kadar HDL akan bersaing dengan

reseptor LDL yang di pembuluh darah, sehingga menghambat uptake LDL oleh

pembuluh darah (Cahyadi, 2009).

Isoflavon yang terkandung dalam ampas kecap kedelai hitam merupakan

sterol yang berasal dari tumbuhan (fitosterol) yang jika dikonsumsi dapat

menghambat absorbsi dari kolesterol baik yang berasal dari diet maupun

kolesterol yang diproduksi dari hati. Hambatan ini terjadi karena fitosterol ini

berkompetisi dan menggantikan posisi kolesterol dalam micelle. Adanya

mekanisme tersebut, maka kolesterol yang terserap oleh usus juga sedikit

sehingga pembentukan kilomikron dan VLDL juga terhambat sehingga kadar

LDL turun dan peningkatan pada kadar HDL. Bila dihitung rasio kolesterol

LDL/HDL akan turun (Silalahi, 2000).

Isoflavain sebagai antioksidan juga berperan dalam menstabilkan ROS

dengan cara mendonorkan ion hidrogen, dengan mendonorkan sebuah elektron

pada radikal bebas dan menstabilkan radikal bebas tersebut, serta membentuk

radikal flavonoid yang relatif lebih dan kurang reaktif untuk melakukan reaksi

propagasi (Astuti, 2008). Adanya mekanisme antioksidan tersebut dapat melawan

keadaan stres oksidatif, mengakibatkan terjadinya penurunan kadar ROS yang

ditandai adanya penurunan kadar MDA.


30

Antioksidan dalam kedelai hitam mampu meredam pembentukan ROS.

Mekanisme dari senyawa isoflavon pada kedelai hitam dalam mengurangi

pembentukan senyawa radikal dan ROS melalui dua cara yaitu dengan

mendonorkan ion hidrogen dari ikatannya dan sebagai scavenger (peradarn)

radikal bebas secara langsung. Pada struktur meta 5,7-dihidroksil pada cincin A

pada isoflavon yang memiliki kemampuan sebagai donor ion hidrogen sehingga

terbentuk senyawa yang lebih stabil dan terbentuk radikal fenoksil yang kurang

reaktif (Oteiza et al., 2005), sedangkan pada gugus 4'-hidroksil pada cincin B

senyawa isoflavon berperan sebagai scavenger senyawa ROS (Pokorny et al.

dalam Astuti, 2008). Hidroksil pada cincin B dapat mendonorkan ion hidrogen

dengan mendonorkan sebuah elektron ke radikal hidroksil dan peroksil yang akan

menstabilkan kedua radikal tersebut, serta membentuk radikal flavonoid yang

relatif lebih stabil.

Serat kasar pangan yang terkandung pada ampas kecap kedelai hitam yang

dapat menghambat penyerapan lemak sehingga menyebabkan penurunan

konsentrasi kolesterol. Pengurangan kolesterol bisa juga terjadi karena perubahan

sifat fisik dari isi usus. Kehadiran serat kasar ampas kecap dapat meningkatkan

massa, volume, dan viskositas isi usus yang berdampak pada perlambatan laju

pencernaan dan penyerapan nutrisi. Aksi utama penurunan penyerapan kolesterol

pada ampas kecap kedelai hitam juga disebabkan karena terjadinya peningkatan

ekskresi lemak, asam empedu, dan kolesterol. Akibatnya, penurunan pengiriman

kolesterol makanan dalam bentuk kilomikron berakibat langsung pengurangan

kolesterol dalam hati (Poedjiadi, 2005).


31

Serat kasar ampas kecap kedelai hitam diduga dapat meningkatkan

aktivitas enzim kolesterol-7a-hidroksilase yang berkontribusi pada pengurangan

kolesterol hati. Peningkatan ekskresi asam empedu melalui feses berakibat pada

penurunan jumlah asum empedu dalam enterohepatik. Hati akan memproduksi

asam empedu dengan cara menarik kolesterol dalam darah lebih banyak sehingga

konsentrasi kolesterol dalam darah menurun (Poedjiadi, 2005).

Anda mungkin juga menyukai