Anda di halaman 1dari 12

TUGAS REVIEW GIZI MAKRO

DIET TINGGI PROTEIN NABATI DAN IKAN


TERHADAP PENURUNAN RESIKO
HYPERCHOLESTEROLEMIA DAN
ATHEROSCLEROSIS

OLEH :
I.B.Agung Yogeswara
09/290858/PTP/1004

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GAJAH MADA
2009

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqw
ertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwert
yuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopa
[Type the document title]
sdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdf
[Type the document subtitle]
ghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghj
klzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx
cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvb
nmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnm
qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqw
ertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwert
yuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopa
sdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdf
ghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghj
klzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx
[Pick the date]
acer

PENDAHULUAN

Berhasilnya pembangunan ekonomi di Indonesia antara lain ditandai dengan


meningkatnya kesejahteraan penduduk serta ketersediaan pangan, telah mengakibatkan
terjadinya perubahan dari pola makan yang mengarah ke jenis-jenis makanan yang kaya lemak
tetapi rendah karbohidrat kompleks. Makanan tersebut menimbulkan pengaruh negatif pada
kesehatan yaitu semakin meningkatnya penyakit degeneratif seperti penyakit jantung,
hiperkolesterol, atherosclerosis dan diabetes.
Berbagai faktor yang dapat memperbesar resiko timbulnya penyakit jantung adalah
konsumsi lemak dan kolesterol berlebihan, obesitas, tidak pernah berolahraga, diabetes,
atherosclerosis, dan sebagainya. Diantara faktor-faktor tersebut konsumsi lemak dan kolesterol
patut mendapat perhatian khusus, karena banyak penelitian telah membuktikan bahwa tinggi
konsumsi lemak dan kolesterol berpengaruh langsung pada peningkatan kadar kolesterol plasma
yang pada gilirannya juga memperbesar resiko penyakit jantung, hiperkolesterolemia dan
diabetes. Disisi lain faktor resiko itu sebenarnya bisa dikendalikan dengan mengkonsumsi
makanan rendah lemak dan tinggi protein.
Konsumsi makanan tinggi lemak, terutama lemak hewani akan memicu terjadinya
hiperkolesterolemia yang disertainya dengan terjadinya atherosclerosis. Pada penderita
atherosclerosis abnormal terjadinya pengendapan lemak pada lapisan dalam pembuluh darah
arteri dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke jantung atau otak. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa diet tinggi protein dapat menurunkan kolesterol pada darah dan hati,
menginduksi reseptor LDL pada hati serta meningkatkan sintesis asam empedu. Diet protein dari
kedelai, gandum dan ikan menunjukkan penurunan konsentrasi kolesterol darah, mengoksidasi
LDL, oksidasi serum triasilgliserol, menurunkan aktivitas kolesterol acyl transferase dan
meningkatkan regulator reseptor -VLDL pada hati (Matvienko et al.,2002; Duranti et al.,2004;
Jenkins et al., 2001; Wergedahl et al., 2004).
Tujuan dari review jurnal ini adalah untuk memberikan informasi yang diperoleh dari
beberapa jurnal penelitian tentang manfaat diet tinggi protein untuk menurunkan resiko
hiperkolesterolemia dan atherosclerosis.
4

Kacang Kedelai
Kedelai merupakan sumber protein nabati yang memiliki nilai protein sebesar 34 g/100 g
dibandingkan dengan nilai protein daging sapi (18,8 g/100 g) dan telur ayam (12 g/100 g).
Karena tingginya nilai protein pada kedelai, kedelai sering digunakan sebagai diet protein untuk
menurunkan kolesterol pada tubuh. Wangen et al., (2001) memberikan diet isolate protein
kedelai pada 18 wanita (yang sudah menopause) yang memiliki kolesterol normal
(normocholesterolemic) dan kolesterol tinggi (hypercholesterolemic). Pemberian isolat protein
kedelai dilakukan selama 93 hari dan menunjukkan terjadi penurunan kolesterol LDL sebesar
6,5% dibanding kontrol (placebo). Konsumsi tinggi isoflavone ternyata tidak mempengaruhi
konsentrasi plasma kolesterol HDL, triasilgliserol, apo A-I, apo B dan lipoprotein. Wangen et al
(2001) menyatakan bahwa tingginya konsentrasi plasma kolesterol pada darah dapat
meningkatkan resiko atherosclerosis karena pembuluh darah arteri mengalami penyumbatan dan
pengerasan. Lebih lanjut dikatakan bahwa resiko ini dapat dikurangi dengan meningkatnya
konsentrasi apo A-I (apolipoprotein utama pada HDL), konsentrasi rendah dari apo B
(apoliprotein utama dari VLDL, LDL dan intermediate density lipoprotein). Penurunan
konsentrasi LDL semakin meningkat dengan semakin meningkatnya konsumsi isoflavon kedelai
dan dapat meningkatkan konsentrasi HDL. Pada penelitian ini tidak dijelaskan mekanisme
penurunan LDL kolesterol oleh isoflavone kedelai dan kemungkinan isoflavone kedelai
memerlukan komponen lain (arginin atau lysine) untuk menurunkan kolesterol. Hasil penelitian
tersebut serupa dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh Matvienko et al (2002).
Matvienko et al (2002) mengumpulkan 34 subjek mahasiswa pria yang memiliki kolesterol darah
5,85 0,70 mmol/L dan kadar kolesterol LDL 4,02 0,60 mmol/L. subjek tersebut diberi
konsumsi daging sapi yang disuplementasi dengan phytosterol dan daging sapi tanpa
suplementasi sebagai kontrol. Selama empat minggu percobaan, subjek menunjukkan penurunan
total kolesterol, kolesterol LDL dan penurunan rasio total kolesterol : HDL sebesar 9,3%, 14,6%
dan 9,1%. Subjek yang diberi daging sapi (kontrol) tidak menunjukkan penurunan konsentrasi
plasma HDL atau triasilgliserol. Pada subjek yang memiliki riwayat penyakit jantung koroner
memiliki total kolesterol (6,3 0,9 mmol/L) dan LDL (5,55 0,5 mmol/L) lebih tinggi
dibandingkan dengan subjek yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung koroner (4,35 0,8
mmol/ dan 3,85 mmol/L untuk total kolesterol dan LDL). Pemberian phytosterol pada subjek
yang memiliki riwayat penyakit jantung koroner tidak menunjukkan penurunan yang signifikan
5

pada total kolesterol darah dan kolesterol LDL dibandingkan dengan subjek yang tidak memiliki
riwayat penyakit jantung. Pada penelitian ini pemberian daging sapi rendah lemak sehari sekali
memberikan kontribusi terhadap penuruan total kolesterol dan kolesterol LDL. Daging sapi yang
disuplementasi phytosterol kedelai diduga dapat menurunkan plasma kolesterol darah dengan
menghambat penyerapan kolesterol di darah. Peneliti tersebut menyarankan bahwa phytosterol
bekerja secara efektif jika adanya kolesterol di dalam makanan. Matvienko et al (2002)
menyatakan bahwa dengan konsumsi phytosterol akan meningkatkan tingkat kejenuhan
enterocyte dan memperpanjang keberadaan phytosterol di dalam sel, sehingga dapat
menghambat penyerapan kolesterol darah pada waktu makan. Pada enterocyte, phytosterol dapat
menghambat reaksi esterifikasi kolesterol menjadi nonesterifikasi kolesterol sehingga dapat
terdifusi kembali ke lumen intestinal. phytosterol kedelai juga dapat mempengaruhi ukuran
partikel HDL menjadi lebih besar. Ukuran partikel HDL yang lebih besar dapat melindungi atau
menurunkan resiko atherosclerosis dibandingkan dengan ukuran partikel HDL yang lebih kecil.
Konsumsi protein kedelai dengan produk olahannya terhadap hiperkolesterolemia dan
fungsi vascular endothelial telah diteliti oleh Matthan et al., (2007). Sebanyak 28 subjek
penderita hypercholesterolemia diberikan diet berupa kacang kedelai utuh dan produk olahannya
berupa tepung kedelai dan sari kedelai selama 6 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
konsumsi sari kedelai dapat menurunkan kolesterol LDL sedangkan subjek yang diberikan
protein hewani dan sari kedelai sama-sama mengalami peningkatan HDL dan konsentrasi apo AI. Pada subjek yang diberi tepung kedelai dan kacang kedelai utuh tidak menunjukkan penurunan
kolesterol LDL, VLDL, triasilgliserol, apo B dan konsentrasi CRP. Pemberian produk olahan
kedelai tidak mempengaruhi konsentrasi CRP, tekanan darah dan fungsi vascular endothelial
yang merupakan faktor penyebab jantung koroner. Akan tetapi, peneliti tersebut belum dapat
menjelaskan mengapa produk olahan kedelai tidak menunjukkan hasil yang signifikan.
Kemungkinan lainnya adalah adanya kandungan asam fitat dan oksalat pada kedelai yang dapat
bertindak sebagai anti gizi dan kemungkinan lainnya adalah kandungan asam amino arginin yang
bersifat hipokolesterolemia dapat hilang selama proses pengolahan.
Studi yang dilakukan oleh Duranti et al., (2007) menunjukkan bahwa fraksi 7S globulin
yang terdapat pada kedelai dapat menaikkan regulasi reseptor LDL secara in vitro. Peptida 7S
globulin memiliki kemampuan untuk memodulasi homeostatis kolesterol melalui upregulator
6

reseptor LDL dan meningkatkan reseptor -VLDL pada tikus hiperkolesterolemia sehingga dapat
menurunkan plasma trigliserida. Menurunnya aktifitas reseptor LDL dan apo E dapat
meningkatkan transport lipoprotein darah, kilomikron dan VLDL ke dinding arteri yang
mengakibatkan akumulasi lipid intra dan ekstraseluler di dalam dinding arteri. Hal ini yang akan
memicu terjadinya peningkatan resiko atherosclerosis (Adams et al., 2001). Studi yang dilakukan
oleh Adams et al.,(2001) menunjukkan bahwa atherosclerosis pada tikus dapat dihambat dengan
pemberian isolate protein kedelai dengan meningkatkan aktifitas reseptor LDL dan alkohol
washed. Kandungan isoflavon pada kedelai dapat bertindak sebagai upregulate ekspresi reseptor
LDL sehingga meningkatkan katabolisme LDL dan meningkatkan ekskresi asam empedu.
Beberapa komponen dalam protein kedelai seperti HMF (High Molecul Weight Peptide Fraction)
juga bertindak sebagai sequestran asam empedu yang berfungsi menaikkan ekskresi asam
empedu dan menurunkan plasma LDL kolesterol. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan
bahwa pengaruh penghambatan protein kedelai terhadap atherosclerosis tidak memiliki
hubungan terhadap konsentrasi LDL, VLDL dan HDL.

Ikan
Konsumsi ikan dan asam lemak rantai panjang EPA (eicosapentonoic acid) dan DHA
(docosahexaenoic acid) diduga dapat menurunkan resiko atherosclerosis yang disertai dengan
penyakit jantung koroner. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penurunan resiko penyakit
jantung lebih disebabkan oleh kandungan EPA dan DHA pada ikan sedikit data tentang peranan
protein ikan terhadap penurunan resiko hiperkolesterolemia dan atherosclerosis.
Wergedahl et al (2004) memberikan hidrolisat protein ikan, kedelai dan kasein pada tikus
Zucker dengan pertimbangan bahwa bahwa tikus ini memiliki resiko yang tinggi terhadap
hiperkolesterolemia setelah melahirkan. Tikus yang diberik pakan protein ikan dan kedelai
menunjukkan penurunan plasma kolesterol dibanding kasein. Pemberian pakan hidrolisat protein
ikan tidak mempengaruhi aktivitas HMG CoA synthase tapi meningkatkan aktifitas HMG CoA
reduktase dibanding pada tikus yang diberi pakan kasein. Pemberian hidrolisat protein ikan tidak
mempengaruhi ekskresi asam empedu ke feses, sedangkan protein kacang kedelai meningkatkan
jumlah asam empedu pada feses sebesar 72% pada tikus zucker. Salah satu mekanisme yang
7

dapat menjelaskan efek hipokolesterolemia dari diet protein tersebut adalah meningkatnya
ekskresi steroid fecal yang merupakan jalur utama untuk ekskresi kolesterol dari tubuh.
Peningkatan aktifitas hepatic dari HMG CoA reduktase oleh protein ikan dan kedelai
memberikan kontribusi terhadap penurunan kolesterol plasma dan tidak meningkatkan ekskresi
fecal steroid. Acyl CoA:cholesterol acyltransferase (ACAT) dapat mengkatalisa reaksi
esterifikasi antara lemak acyl-CoA dengan kolesterol membentuk kolesterol ester. Kolesterol
ester dapat disimpan di sitoplasma sebagai droplet lemak atau bisa disekresikan sebagai bagian
dari VLDL bersama dengan kolesterol bebas. Sehingga ACAT dapat meningkatkan sekresi
VLDL dan akumulasi kolesterol ester pada dinding arteri. Pada tikus zucker yang diberi pakan
hidrolisat protein ikan dapat menurunkan aktifitas ACAT ini dibanding pada tikus yang diberi
pakan kasein. Ada dua tipe ACAT yaitu ACAT1 dan ACAT2 yang merupakan produk dari gen
yang berbeda. ACAT1 terdapat pada jaringan steroidogenik, kelenjar sebaceous dan macrophage,
sedangkan ACAT2 terdapat pada hati dan usus halus (Willner et al., 2002). Defisiensi enzim
ACAT2 pada usus halus dan hati dapat mengurangi penyerapan kolesterol dan menghambat
pembentukan kolesterol gallstone sehingga akumulasi kolesterol ester pada plasma lipoprotein
dapat berkurang. Willner et al., (2002) menyatakan bahwa, peningkatan aktivitas ACAT2 pada
usus halus dan hati akan memicu terjadinya atherosclerosis, maka dari itu defisiensi ACAT2
dapat terjadi bila adanya perpindahan kolesterol ester bersama dengan trigliserida dari inti apoB
lipoprotein. Tingginya konsentrasi plasma apoB memiliki korelasi terhadap peningkatan resiko
atheroscelerosis.
Bukti kuat menunjukkan bahwa peningkatan aktifitas ACAT dapat memicu terjadinya
atherosclerosis. Penjelasan potensial terhadap efek penurunan kolesterol dari hidrolisat protein
ikan terletak pada profil asam amino dari ikan tersebut terutama metionin, glisin, lisin dan
arginin. Dari hasil tersebut diperoleh asam amino glisin lebih banyak daripada metionin/lisin dan
menghasilkan rasio metionin : glisin lebih rendah 85%. Rasio metionin : glisin yang besar diduga
dapat meningkatkan serum kolesterol dan dengan adanya glisin yang lebih besar pada diet
tersebut dapat menurunkan jumlah serum kolesterol.
Studi yang dilakukan Erkilla et al (2004) pada wanita yang mengkonsumsi ikan lebih dari
2 porsi per minggu menunjukkan perubahan diameter arteri koroner lebih kecil dibandingkan
wanita yang hanya mengkonsumsi ikan kurang dari 2 porsi per minggu. Hasil analisis statistik
8

menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata terhadap penurunan LDL dan triasilgliserol pada
subjek setelah mengalami ikan lebih dari 2 porsi per minggu. Erkilla et al (2004) menyimpulkan
bahwa mengkonsumsi ikan tuna dan ikan berdaging gelap dapat menghambat resiko terkena
atherosclerosis pada wanita yang mengalami postmenopause. Akan tetapi penelitian ini belum
dapat menjelaskan mekanisme yang esensial terhadap perubahan diameter arteri koroner terkait
dengan meningkatnya konsumsi ikan.

Gandum
Beberapa peneliti memiliki kekhawatiran bahwa diet tinggi protein hewani dan rendah
serat dapat meningkatkan resiko penyakit jantung, hiperkolesterolemia dan atherosclerosis. Akan
tetapi hal ini masih menjadi perdebatan karena peran protein pada produk hewani terhadap
peningkatan resiko atherosclerosis dan penyakit jantung masih diragukan. Peningkatan resiko
atherosclerosis dan penyakit jantung lebih disebabkan oleh asam lemak jenuh yang cukup tinggi
pada produk hewani. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak mengkonsumsi
daging sapi terkait erat dengan peningkatan resiko gagal jantung. Dari permasalahan tersebut,
beberapa penelitian melakukan studi menggunakan protein nabati untuk mengurangi resiko
atherosclerosis dan penyakit jantung.
Jenkins et al (2001) melakukan studi terhadap 20 subjek (15 pria dan 5 wanita) yang
sudah memiliki kadar LDL tinggi (74,1 mmol/L). Subjek tersebut diberikan diet protein gandum
dan diet kontrol selama 1 bulan. Semua subjek tidak memiliki riwayat penyakit jantung, diabetes,
hati dan semua subjek tidak mengkonsumsi obat penurun kolesterol. Hasil penelitian
menunjukkan penurunan konsentrasi kolesterol LDL secara signifikan. Penurunan juga terjadi
pada serum triasilgliserol dan oksidasi LDL. Penurunan kolesterol LDL, triasilgliserol dan LDL
teroksidasi dapat mengurangi resiko terkena atherosclerosis dan penyakit jantung.
Menurut Jenkins et al (2001) konsumsi protein nabati dalam bentuk gluten gandum
memberikan manfaat terhadap pencernaan MUFA (Medium Unsaturated Fatty Acid) sehingga
dapat menurunkan serum trigliserol. Konsumsi protein gandum dalam bentuk gluten juga dapat
menurunkan LDL teroksidasi yang dapat menyebabkan luka pada pembuluh darah serta menarik

sel darah putih menuju daerah nekrosis, sehingga terjadi akumulasi di dinding pembuluh darah
dan terjadi penyempitan pada pembuluh arteri.

KESIMPULAN
Review jurnal diatas dapat ditarik kesimpulan :
1. Diet protein nabati dari kedelai dan gandum dapat menurunkan kadar kolesterol darah
(LDL dan triasilgliserol) dan menurunkan resiko terkena atherosclerosis.
2. Diet protein nabati dapat meningkatkan aktivitas reseptor LDL pada hati, meningkatkan
apo A, menurunkan aktivitas apoB dan mengurangi jumlah LDL teroksidasi.
3. Konsumsi protein ikan dapat mengurangi total kolesterol, meningkatkan HDL kolesterol
dan menurunkan aktivitas enzim Acyl-CoA : cholesterol acyltransferase yang merupakan
pencetus atherosclerosis dan hypercholesterolemia.

10

DAFTAR PUSTAKA
Adams, M.R, Golden, D.L., Anthony, M.S., Register, T.C., Williams, J.K, 2002. The inhibitory
effect of soy protein isolate on atherosclerosis in mice does not require the presence of LDL
receptors or alteration of plasma lipoproteins. J. Nutr. 132 : 43-49
Duranti, M., Lovati, M.R., Dani, V., Barbirolli, A., Scarafoni, A., Castiglioni, S., Ponzone, C.,
Morazzoni, P. 2004. The subunit from soybean 7S globulin lowers plasma lipids and
upregulates liver -VLDL receptors in rats fed a hypercholesterolemic diet. J. Nutr. 134 :
1334-1339.
Erkkilla, A.T., Lichtenstein, A.H, Mozaffarian,D., Herrington, D.M. 2004. Fish intake is
associated with a reduced progression of coronary artery atherosclerosis in postmenopausal
women with coronary artery disease. Am. J. Clin. Nutr. 80 : 626-632
Jenkins, D.A.J., Kendall, C.W.C., Vidgen, E., Augustin, L.S.A., Van erk, M., Geelen, A., Parker,
T., Faulkner, D., Vuksan, V., Josse, R.G., Leiter, L.A., Connely, P.W. 2001. High protein diets
in hyperlipydemia : effect of wheat gluten on serum lipids, uric acid and renal function. Am.
J. Clin. Nutr. 74 : 57-63
Matvienko, O.A., Lewis, D.S., Swanson, M., Arndt, B., Rainwater, D.L., Stewart, J., Alekel, D.L.
2002. A single daily dose of soybean phytosterols in ground beef decreases serum total
cholesterol and LDL cholesterol in young, mildly hypercholesterolemic men. Am. J. Clin.
Nutr. 76 : 57-64
Matthan, N.R., Jalbert, S.M., Ausman, L.M., Kuvin, J.T., Karas, R.H., Lichteinstein, A.H. 2007.
Effect of soy protein from differently processed products on cardiovascular disease risk
factors and vascular endothelial function in hypercholesterolemic subjects. Am. J. Clin. Nutr.
85 : 960-966
Wergedahl, H., Liaset, B., Gudbrandsen, O.A., Lied, E., Espe, M., Muna, Z., Mork, S., Berge,
R.K. 2004. Fish protein hydroliysate reduces plasma total cholesterol, increases the proportion
of HDL cholesterol, and lowers Acyl-CoA:cholesterol acyltransferase activity in liver of
zucker rats. J. Nutr. 134 : 1320-1327
Wangen, K.E., Duncan, A.M., Xu, Xia., Kurzer, M.S. 2001. Soy isoflavones improve plasma
lipids in normocholesterolemic and mildly hypercholesterolemic postmenopausal women.
Am. J. Clin. Nutr. 73 : 225-231
Willner, E.L., Tow, B., Buhman, K.K., Wilson, M., Sanan, D.A., Rudel, L.L., Farese, R.V. 2003.
Deficiency of acyl CoA:cholesterol acyltransferase 2 prevents atheroslecrosis in apoliprotein
E-deficient mice. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 100 : 1262-1267

11

12

Anda mungkin juga menyukai